Anda di halaman 1dari 3

LAPORAN WAWANCARA TERHADAP JURNALIS

Q : sudah berapa lama bapak menjadi wartawan/jurnalis? boleh diceritakan singkat


saja perjalanan karir bapak dimulai dari awal hingga saat ini.
A : dimulai dari tahun 96 saya masuk ke koran natika, lalu saya juga sempat pindah –
pindah ke beberapa media, salah satunya majalah lifestyle, lalu telematika Indonesia
khusus digital bidang komunikasi yang bekerjasama dengan Kominfo, lalu saya pindah
lagi ke Airmax, majalah khusus penerbangan. Sebelum itu juga saya pernah menggarap
majalah DPR namanya ‘senato’. Lalu juga pernah coba merintis sendiri membuat
majalah sendiri bersama teman – teman, majalah kawasan namanya ‘media Jakarta’ tapi
ga kuat, lalu coba majalah politik namanya ‘tabloid ofsi’. Waktu itu saya buat – buat
majalah seperti itu karena masih semangat – semangat muda, jadi pikiran idealis
mudanya masih ada, tapi tidak kuat juga, sehingga saya harus balik kerja lagi untuk
membiaya hidup saya. Ya lalu sampai saat ini saya sudah jalan 6 tahun di Promosindo
(Majalah Listrik Indonesia).

Q : kalau boleh tau, apakah ada alasannya mengapa bapak memutuskan untuk menjadi
wartawan/jurnalis?
A : awal ketertarikan saya dengan dunia jurnalis dimulai saat bangku kuliah dulu,
sedikit flashback, saya bukan dari latar belakang jurnalis/humas, saya merupakan
lulusan fakultas peternakan Universitas Padjajaran. Awal saya berkenalan dengan dunia
jurnalis adalah pada saat saya aktif mengikuti kegiatan kemahasiswaan. Waktu itu
masih jaman orde baru yang dimana untuk bersuara dulu sangat ketat ya, saya diutus
oleh fakultas untuk mengikuti Pendidikan dasar jurnalis, saya diberikan kesempatan
untuk mengikuti pelatihan tersebut yang diselenggarakan oleh ikatan senat mahasiswa
fakultas peternakan universitas padjajaran. Jadi kami melakukan pelatihan di
Purwokerto, Batu Raden. Selama mengikuti proses pelatihan, hal itu membuat kesan
tersendiri pada saya, ada hal yang menarik dari dunia kewartawanan, jadi dalam dunia
wartawan kita harus akurat dalam bertindak, melaporkan apa yang memang sesuai
fakta, update terhadap isu – isu sekitar, dan kita juga harus tetap respect dalam sisi
kemanusiaan, apapun beritanya kita harus peduli terhadap masyarakat, hal itu yang
membuat saya tertarik sama dunia wartawan.

Q : Suka dan dukanya menjadi seorang jurnalis?


A : Banyak, yang dituntut dari seorang jurnalis adalah harus mau belajar, karena belajar
itu adalah suatu kunci yang bisa membuka wawasan kita, jangan pernah malu untuk
terus belajar, kemudian kita tuh harus selalu respect dengan apa yang ada di sekeliling
kita, entah itu nanti kita ada di media yang bidangnya bisnis, politik, ekonomi,
transportasi, dan sebagainya. Proses – proses itu memberikan kita suatu kejadian
menarik atau pengalaman tersendiri, pernahlah kita di complain padahal kita posisinya
benar, khususnya di bidang politik, karna politik itu terlalu dinamis, kadang bisa
berubah. Suatu ketika saya pernah saat di majalah merdeka, pada waktu itu lagi dimasa
pencalonan presiden (tapi kita gausah sebut siapa), dulu kita belum ada handphone,
hanya berbekal (…), jadi dulu saya berkomunikasi sama salah satu humas pengadilan
negeri, dari sekian wartawan hanya saya yang dapat beritanya, yaitu kasus tentang
penuntutan terhadap si calon presiden ini, akhirnya saya bawa ke kantor, ternyata saat
sampai kantor sudah ada berita bahwa si calon presiden ini sudah menjadi Presiden
Indonesia, padahal saya lagi bawa berkas kasusnya si calon presiden ini. Akhirnya orang
humas pengadilan menghubungi saya, minta untuk tidak dinaikan kasusnya, lalu saya
bilang ‘oke lah, saya tidak akan angkat kasusnya’. Jadi di jurnalistik memang
narasumber adalah segalanya, ada istilah “walaupun ada senjata di atas kepala kita, kita
tetap akan merahasiakan narasumbernya siapa” itu komitmen para jurnalis, seharusnya
seperti itu. Ya akhirnya saya bilang sama orang pengadilan bahwa saya akan usahakan
kasus ini tidak bocor, karna memang saat itu lagi panas – panasnya. Saya juga
bertanggungjawab untuk jangan sampai kasus ini naik, atau sampai berpindah – pindah
tangan, karna saya punya janji kepada narasumber saya, akhirnya kita sepakat untuk
memusnahkan data – datanya.
Suka dukanya, ya mungkin saat kita berpindah – pindah redaksi, misal dari majalah
lifestyle ke majalah penerbangan kan sangat kontras ya, disitulah kita dituntut untuk
beradaptasi lagi dengan lingkungan, tapi itu adalah titik serunya, dimana kita belajar
lagi, bertanya lagi tentang lingkungan baru. Sampai kita bisa membuktikan kalau media
yang kita jalani itu bunyi, apalagi kalau sampai tulisan kita ada di halaman depan
(cover) itu merupakan suatu kebanggaan untuk diri sendiri.

Q : Menurut bapak apakah ada syarat yang harus dipenuhi seseorang jika ingin menjadi
wartawan yang baik?
A : yang harus dimiliki oleh seorang wartawan adalah akurasi. Akurat dalam menilai
sesuatu apapun, akurat dalam artian kita tidak bias, tidak beropini sendiri tetapi sesuai
dengan fakta yang ada, kan kita juga ada pegangan 5W 1H, yang harus komit kita
pegang, jangan sampai kita lupakan. Lalu juga wartawan harus punya karakter dan style
atau gayanya sendiri. Tapi itu tadi yang penting akurasi, peduli sekitar, dan terus mau
belajar.

Q : dengan pengalaman …tahun, kira2 berita seperti apa yang mengandung ‘news value’
sehingga media merasa perlu untuk mempublikasikannya? dan bagaimana cara
wartawan/ jurnalis memilah berita2 yang dirasa meiliki ‘news value’ tersebut untuk
dipublikasikan?
A : PR ini merupakan suatu bagian dari citra perusahaan atau lembaga ya. Saya sebagai
wartawan pengennya, PR kalau mengeluarkan sesuatu atau release itu yang memang
mengandung manfaat untuk pembaca, apapun bentuk isinya PR kan bisa mengerti
sendiri, atau misal ada informasi suatu produk yang memiliki nilai tambah untuk
masyarakat, jadi kalau mengeluarkan informasi jangan hanya melihat dari sisi
bisnisnya, tapi lebih kepada apa manfaatnya untuk masyarakat. Jadi di release nya
dituliskan saja disana, karna wartawan punya cara tersendiri untuk mengemasnya
kembali. Karna PR dan wartawan ini kan merupakan satu kesatuan untuk mengemas
dan menyampaikan informasi.

Q : sebagai mahasiswi PR, yang mungkin nanti akan berprofesi sebagai praktisi PR, saya
ingin tahu seperti apa wartawan melihat posisi PR dari kacamata mereka.
A : PR sangat penting untuk membranding, atau perpanjangan tangan dari perusahaan
atau lembaga, kalau tidak ada PR kita (wartawan) akan kesulitan untuk menembus
narasumber, ya beliau para petinggi perusahaan kan sibuk – sibuk ya, jadi dengan
adanya PR sebagai jembatan juga yang membatu kami wartawan memperoleh
informasi tentang perusahaan atau lembaga.

Q : lalu kira2 hal apa saja yang dibutuhkan wartawan/jurnalis dari PR?
A : yang diperlukan adalah update berita atau informasi, lalu juga beri kami (wartawan)
ruang untuk mandiri, dalam artian ruang untuk bersuara juga, misal suatu produk ada
kekurangan, biarkan kami untuk menyampaikan kepada publik bahwa ‘ini loh
kekurangannya’ seperti tadi yang saya bilang jangan hanya memperhatikan sisi bisnis,
tapi juga apa manfaat atau dampaknya untuk masyarakat.

Q : Apakah ada saran atau tips untuk kedepannya, bagi saya selaku mahasiswi PR yang
mungkin kelak nanti akan berprofesi sebagai praktisi PR? mungkin tips dan saran untuk
menjalin relasi / hubungan baik dengan rekan media?
A : ya seperti tadi, PR dan wartawan ini saling membutuhkan ya, ibarat mata uang koin
yang saling bersisihan, PR dan jurnalis merupakan satu rangkaian yang tidak bisa
dipisahkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat. Ya paling penting adalah
jalin komunikasi dua arah yang baik, bisa dengan silaturahmi, ga harus tentang
pekerjaan misal ada kegiatan – kegiatan di luar pekerjaan kalau itu bisa membuat erat
hubungan ya ikuti saja, atau PR buat acara yang melibatkan rekan – rekan media, yang
penting pokoknya adalah di jalin komunikasi dan silaturahmi untuk memperluas relasi,
ya nambah saudara lah kalo istilahnya.

Anda mungkin juga menyukai