Anda di halaman 1dari 41

Jadi Wartawan Oleh: Sotyati Sarjana pertanian? Kok jadi wartawan?

Pertanyaan seperti itu sering muncul, bukan hanya kepada saya, lulusan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, yang kebetulan berkarier sebagai wartawan di surat kabar nasional, namun juga kepada rekan wartawan lain yang tidak berlatar belakang ilmu jurnalistik ataupun ilmu komunikasi. Berkembangnya usaha penerbitan koran maupun majalah menjadi suatu industri pada dekade 70, berdampak pada perekrutan tenaga pewartanya. Menghadapi cakupan bidang pemberitaan yang meluas, pengusaha penerbitan pun memandang perlu mencari wartawan berlatar belakang ilmu di luar jurnalistik dan ilmu komunikasi. Surat kabar harian, misalnya, tidak hanya mengupas masalah-masalah politik, ekonomi, hukum, pendidikan, kesehatan, olahraga. Seiring perkembangan zaman, bidang liputan pun bertambah luas. Ilmu pengetahuan dan teknologi, bukan hanya disajikan secara informatif, tetapi jauh lebih mendalam. Demikian pula dengan mulai meluasnya masalah-masalah lingkungan hidup dan belakangan gaya hidup (life style). Sejak itu pula, perusahaan penerbitan membuka pintu lebih luas. Lulusan sekolah jurnalistik dan ilmu komunikasi, mulai menghadapi persaingan dari lulusan disiplin ilmu lain. Bukan hanya bersaing dengan lulusan sastra Indonesia dan sastra Inggris, namun juga bidang disiplin ilmu lain seperti hukum, ekonomi, politik, fisika, biologi, filsafat, hingga astronomi dan teknik nuklir. Ketika memasuki Mingguan Mutiara pada 1984 (dihentikan penerbitannya pada 1998 karena menghadapi krisi moneter, pen), misalnya, saya berkumpul dengan rekan sekerja lulusan jurnalistik, antropologi, arkeologi, geografi, politik, sastra Inggris, filsafat. Pada masa-masa itu, tercatat beberapa lulusan Universitas Gadjah Mada yang sudah berkarier sebagai wartawan di media massa nasional, di antaranya Saur Hutabarat (Fisipol), A Luqman (T Arsitektur), Ami Wahyu (Femina Group), Albert Kuhon (Teknologi Pertanian), Ricardo Iwan Yatim (Filsafat), dan Titiek (Psikologi), yang maaf saya lupa nama lengkapnya. Berkarya menjadi pewarta kemudian seolah menjadi tren, ketika pada dekade 1980, lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) ramai-ramai merambah dunia penerbitan ini, menyusul tren sebelumnya, bekerja di perbankan. Prof

Andi Hakim Nasoetion (almarhum), yang saat itu Rektor IPB, dalam suatu perbincangan, bahkan mengatakan secara guyon, kepanjangan paling pas dari IPB adalah Institut Pleksibel Banget. Di antara lulusan IPB ini adalah Ninuk M Pambudy dari Kompas, yang mampu mengokohkan diri sebagai wartawan fashion dan mode papan atas saat ini. * Berlatar belakang disiplin apa pun, semua calon wartawan, yang sudah lolos tes, tanpa terkecuali masuk kawah candradimuka. Pelatihan, pelatihan, dan pelatihan. Bukan hanya untuk melatih keterampilan menulis, mengasah kepiawaian berwawancara, namun juga mendalami visi dan misi perusahaan penerbitan tempatnya akan bekerja. Masing-masing perusahaan penerbitan (cetak maupun elektronik), mempunyai visi dan misi, yang tercermin pada kolom Tajuk Rencana dalam rubrik editorial dan opini. Si calon wartawan juga harus tahu segmen pembaca koran atau majalah tempatnya bekerja, apakah remaja, dewasa, umum? Masing-masing membawa konsekuensi dalam penyajiannya. Lolos? Masih ada aba-aba, yang perlu direnungkan sebelum benar-benar teken kontrak. Jam kerja wartawan 24 jam. Tidak ada alasan tidak mendapatkan berita. Tidak ada alasan menolak penugasan, kecuali sakit, jelas terkapar di rumah sakit. Dan, aba-aba lain, yang minimal membuat dahi berkerut berhari-hari. Lapangan adalah tahap berikut. Tugas pertama? Jangan pernah bermimpi mendapatkan tugas pertama enak jika membangun karier menjadi wartawan koran. Tak ada aturan tertulis, tetapi sudah menjadi tradisi, tugas pertama adalah: kamar mayat atau kamar jenazah RSCM! Masa-masa awal berkarya sebagai wartawan lebih tepat disebut sebagai masa-masa penempaan mental. Tugas, tugas, dan tugas. Semua proses pekerjaan, dibatasi deadline. Perbedaan mendasar bagi wartawan koran (juga wartawan berita elektronik) dan wartawan majalah, terletak pada waktu yang tersedia untuk melaksanakan tugas. Bagi wartawan surat kabar menuliskan laporan dalam bentuk berita. Wartawan berita elektronik, melaporkan berita on the spot. Mereka dituntut mampu bergerak cepat, karena menit demi menit sangat berharga. Lengah, berarti kehilangan momentum. Berbeda dengan wartawan majalah, yang umumnya menuliskan laporan dalam bentuk feature (kisah). Tuntutan lebih ditekankan pada naluri mengendus nilai kisah, dan gaya penyajian yang eye-catching. Kisah tidak menarik, akan langsung ditinggalkan pembaca.

Pada tahapan dasar, wartawan baru akan menjalani rotasi di beberapa desk (bidang peliputan). Surat kabar umumnya membagi bidang peliputan menjadi: Nasional (politik/hukum/hankam/regional, Istana), Internasional, Kesra (pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, agama, ilmu pengetahuan), Metro (pemerintahan di wilayah Jabodetabek/kepolisian/kriminal), Ekonomi (makro, mikro, pasar bursa, pertanian, kehutanan, otomotif, dll), Editorial&Opini, Olahraga, Budaya&Gaya Hidup, edisi Minggu, Foto. Pada tahapan berikutnya, wartawan akan ditempatkan di desk tertentu, sesuai hasil penilaian atas kemampuannya. Pada tahapan inilah wartawan hasil perekrutan baru, baru bisa mengecap rasa tugas luar kota! Merasakan mendapatkan uang saku dari kantor, merasakan memperoleh fasilitas transportasi dan akomodasi dari pengundang. Perjalanan ke luar negeri adalah berkat tak terhingga. Perusahaan penerbitan umumnya memiliki kebijakan masing-masing berkaitan dengan hal ini. Tugas ke luar negeri bisa dijadikan reward bagi wartawan yang berprestasi, atau ada juga yang meng-gilir kacang berdasarkan asas pemerataan. Umumnya, hanya tugas-tugas yang bersifat kunjungan, peluncuran suatu produk, wisata, yang tidak memerlukan kualifikasi tertentu. * Menulis itu mudah, kata Arswendo Atmowiloto. Tentu ada yang sepakat, ada pula yang tidak. Berkarya hampir 25 tahun, menulis bagi saya, tidak selalu mudah. Namun, menulis itu bisa dipelajari. Jika menyimak koran, majalah, tabloid, kita mendapati penyajian berupa berita (news), kisah (feature), opini. Semua berdasar fakta. Pengembangan dari news, bisa berwujud in-depth news, investigasi, analisis, telaah, resensi, dan sebagainya. Semua masih berpijak pada fakta. Peristiwa yang terjadi. Selain itu, terutama di edisi mingguan, kita bisa dapati cerita bersambung, cerita pendek, atau puisi. Itu disebut fiksi. Rekaan. Menulis bisa dipelajari karena memang ada ilmunya. Gambaran mudahnya, wartawan menulis berdasarkan jawaban-jawaban atas pertanyaan yang menyangkut what, who, where, when, why, and how. Tinggal merangkaikannya, maka jadilah berita (news). Karena diterbitkan harian, maka berita hari ini, dimuat hari ini juga. Jika terkendala teknis, wartawan seharusnya bisa meramunya menjadi feature, yang bersifat timeless, tidak terlalu dibatasi waktu. Gaya penulisan atau penyajian itu pula yang membedakan karya tulis di media massa cetak dan karya tulis ilmiah di perguruan tinggi. Tulisan

bertema Tantangan Fakultas Pertanian Sepuluh Tahun ke Depan, misalnya, akan tampil beda di koran dan di jurnal ilmiah. Media massa cetak lebih memilih angle menarik sebagai lead atau teras tulisan, daripada urutan kaku seperti pendahuluan, latar belakang, kajian, penutup atau kesimpulan. Fakta-fakta menarik, seperti mahasiswa yang menyusut setiap tahun ajaran baru, atau data lulusan yang justru tidak berkarya di sektor pertanian, jauh lebih menarik daripada fakta tentang alasan pendirian fakultas pertanian. Itu satu contoh. Walau setiap calon wartawan menjalani pelatihan-pelatihan dasar yang sama, begitu memasuki putaran tugas dari satu bidang peliputan ke bidang peliputan yang lain, saya menganggap latar belakang ilmu pertanian lebih adaptif memasuki dunia ini. Walau hanya satu semester, Pak Soedarsono Hadisapoetro almarhum pernah membekali kita pengetahuan tentang ekonomi. Selain ilmu tentang tanaman sendiri (terutama hortikultura, yang saya tekuni sebagai tugas akhir, pen), kita pernah belajar tentang mineralogi dan geologi, tentang ilmu tanah, biokimia, ilmu hama dan penyakit tanaman, mikrobiologi, dan sebagainya. Bekal itu sangat membantu dalam melaksanakan tugas peliputan. Di luar ilmu-ilmu itu, apa boleh buat, harus belajar sendiri. Membaca koran setiap pagi adalah menu pelengkap sarapan bagi wartawan. Membaca buku, adalah kewajiban. Diskusi dengan nara sumber juga harus terus dilakukan. Bertanya dan terus bertanya adalah tugas wartawan yang berikut. Tidak memahami masalah namun diam saja karena malu bertanya, bukan hanya mendatangkan masalah bagi diri sendiri, namun juga bagi korps dan bagi pembaca. Loyalitas wartawan, nomor satu adalah kepada pembaca. Wartawan melayani pembaca, karena pembacalah koran terus terbit. Ditinggalkan pembaca, bagi wartawan, berarti kiamat. Wartawan profesional selalu haus mereguk pengetahuan. Kemandekan akan mencelakakan diri sendiri. Menulis dan terus menulis juga keharusan. Dengan demikian ia akan menemukan style atau gaya penyajiannya. Banyak kolomnis yang bisa dijadikan contoh dalam hal ini, Gunawan Mohamad, Samuel Mulia, Christianto Wibisono, Daoed Joesoef, Sindhunata, dan masih banyak lagi. Banyak peneliti, dosen, ahli bidang tertentu, pakar, yang menganggap penting media massa cetak untuk menyalurkan buah pikirannya. Simbiose mutualistis ini pernah dilakukan Bungaran Saragih, melalui kolom Suara dari Bogor di Suara Pembaruan. Sedikit banyak, koran punya andil mengantarnya menjadi menteri. Hal yang sama dilakukan Rokhmin Dahuri, mantan Menteri DKP.

Dibandingkan dengan staf pengajar IPB, staf pengajar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada yang mengisi ruang-ruang opini di koran nasional memang masih bisa dihitung jari. Menyebut nama, Soerjanto almarhum, dosen Ilmu Tanah, adalah salah satu di antaranya. Nama-nama lain yang bisa disebutkan adalah Dwidjono Hadi Darwanto. Kasumbogo Untung, Edhi Martiono, Masyhuri, Maryadi, Bambang Setiadi, Sugiarto Sargo, Rusli Nya Hakim almarhum, pada masanya pernah aktif menulis di koran, namun nama-nama itu kini tenggelam. Satu nama yang masih acap muncul di berbagai koran nasional hingga saat ini adalah Gatot Irianto. Mungkin juga ada nama-nama lain yang tidak disebutkan di atas aktif menulis di koran-koran daerah. Namun, menembus koran nasional akan memberikan nilai lebih dari segi pembaca, yakni para penentu kebijakan. * Pada prinsipnya, profesi wartawan sama saja dari tahun ke tahun. Yang membedakannya, bisa jadi hanya sarana kerja. Dulu dikenal istilah kuli tinta. Ke mana pun pergi, wartawan berbekal bloknot dan pena. Steno berkembang pada masa itu. Zaman berubah, tape recorder mulai dikenal. Tak perlu repot-repot belajar steno, wartawan tinggal merekam hasil wawancara dan ditranskripsikan di ruang kerja. Tape recorder juga bisa menjadi alat bukti jika muncul masalah dengan nara sumber di kemudian hari. Saya memulai bekerja menjadi wartawan dengan sarana pendukung mesin ketik. Kini, di setiap meja wartawan bisa ditemui PC, yang dilengkapi fasilitas internet. Bekal ke lapangan pun berubah. Pidato, pernyataan, bisa langsung dilaporkan ke redaktur penyunting melalui berbagai peralatan teknologi canggih, seperti telepon genggam, smartphone, laptop dengan segala variannya, dan sebagainya. Perkembangan teknologi seperti itu, menghilangkan satu posisi pekerjaan bernama messenger, alias pengantar berita, yang dulu sangat berjasa mengirimkan secepatnya berita yang diperoleh dari lapangan, misalnya dari Istana Negara, yang harus secepatnya diterima redaktur penyunting untuk segera dimuat. Alat komunikasi canggih itu, pada akhirnya bisa jadi pisau bermata dua. Kini, tak ada lagi alasan tidak bisa dihubungi. Masing-masing wartawan mendapat bekal satu atau dua telepon yang harus on 24 jam agar mudah dihubungi. Wartawan adalah profesi, yang melekat pada dirinya, walaupun ia sedang mendapatkan kesempatan memegang jabatan struktural. Di dalam dunia ini,

dikenal jabatan struktural pemimpin redaksi, redaktur pelaksana, redaktur penyunting, redaktur perolehan berita/foto, redaktur produksi. Pada media massa tertentu, umumnya majalah, dikenal penjenjangan seperti wartawan yunior, wartawan senior, redaktur madya, redaktur senior, dan sebagainya. Masing-masing perusahaan pers mempunyai kebijakan berkaitan dengan penjenjangan itu. * Jika ditanya di mana enaknya kerja jadi wartawan, apalagi harus siap 24 jam? Jawaban yang muncul akan berbeda-beda. Namun, wartawan mana pun, akan menjawab sama untuk soal relasi. Pekerjaan ini memungkinkan mempunyai relasi luas. Mulai dari pejabat negara, pengusaha besar, sampai pekerjaan yang dikategorikan berupah di bawah UMR. Pemulung adalah nara sumber yang paling utama jika kita menulis tentang daur ulang sampah. Kabulog adalah nara sumber utama jika kita bicara tentang ekspor beras. Memupuk hubungan baik dengan nara sumber diwajibkan kepada wartawan. Pada sisi inilah, sangat memungkinkan terjadi penyimpanganpenyimpangan, penyalahgunaan, yang kemudian memunculkan istilah wartawan amplop. Sisi gelap lain dalam kehidupan wartawan yang juga acap muncul adalah menjadi pemeras. Semua terpulang kepada di wartawan sendiri. Seorang wartawan yang menjalani profesinya secara profesional, akan memegang teguh loyalitasnya kepada pembacanya, menyampaikan kebenaran. Secara administrasi, masa kerja wartawan memang dibatasi hingga usia 55 tahun. Selepas itu, wartawan yang teguh pada profesinya, masih bisa terus berkarya. Menjadi penulis buku adalah cita-cita umum yang dipegang wartawan. Menjadi pengajar soal tulis-menulis adalah jalur lain yang biasa ditempuh. Beberapa wartawan meneruskan karyanya dengan mengelola inhouse magazine dari perusahaan-perusahaan. Bahkan pada saat masih berkarya aktif pun, sering datang tawaran untuk mengajar. Sekolah lanjutan atas tertentu, memasukkan jurnalistik sebagai ekstrakurikulum. Di Jakarta, misalnya SMA BPK Penabur, SMA St Ursula, SMA Gonzaga. Beberapa lembaga juga acap mengundang para wartawan untuk mengajar menulis stafnya. Kesimpulannya, wartawan profesional tidak kenal kata pensiun.**

Data penulis: Nama lengkap Angkatan Departemen Pekerjaan Pengalaman

: Endah Dwisotyati : 1976, dengan nomor mahasiswa 3905/P : Agronomi, dengan tugas akhir Hortikultura : Wartawan Harian Sore Suara Pembaruan Jakarta : Wartawan yang pernah meliput masalah-masalah pendidikan, lingkungan hidup, agama, politik, budaya (musik, fashion, mode, gaya hidup), ilmu pengetahuan dan teknologi. Penyunting dan penulis untuk Desk Feature (kisah, profil tokoh/personalitas). Penyunting Desk Editorial&Opini. Penyunting Desk Metro. Penyunting Desk Kesra. Penyunting Halaman 1. Penyunting Desk Budaya. Penanggung Jawab edisi mingguan.

Mengenal Tugas-Tugas Redaksi Majalah


Sekapur Sirih: Alhamdulillah, setelah menyelesaikan "Kue Pertama", akhirnya dapat pula menyajikan "Kue Kedua". Semoga semakin dapat mencerahkan serta menambah pengetahuan. Dengan sedikitnya sumber data, mau tak mau, hampir semua data berasalkan dari internet. Dengan beberapa sentuhan, selesai juga. Saya sesuaikan pokok pembahasan catatan ini dengan struktural redaksi Majalah tempat saya mengabdi sebelumnya, AL-FIKRAH. Mungkin setelah membaca beberapa paragraf, akan sedikit mengejutkan. Beberapa kategori redaksi yang saya cantumkan di sini memang sengaja dikhususkan bagi mereka yang ingin "move forward". Dalam hati saya, saya yakin anda yang membaca, kelak akan menjadi kupu-kupu jurnalis esok hari ^^. Menjadi seorang jurnalis yang profesional.

Setidaknya, dengan adanya acuan yang tinggi, kita tidak akan terlalu menyesal nantinya. Bila gagal, hasil yang kita peroleh tidaklah sepenuhnya buruk. Berbeda lagi ceritanya, bila kita citakan target di bawah "yang seharusnya". Selalu dan senantiasa, setiap peristiwa memiliki rahasia hikmahnya sendiri-sendiri. Catatan sederhana ini menjelaskan beberapa tugas mereka yang mempunyai nama dalam Struktural Redaksi Majalah, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Pemimpin Umum / Penanggung Jawab (General Manager) 2. Dewan Pelindung / Penasehat 3. Konsultan Hukum / Penasihat Hukum 4. PemRed / Pemimpin Redaksi (Editor In Chief) 5. Redaktur Pelaksana 6. Sekretaris Redaksi 7. Staf Redaksi / Redaktur / Editor 8. Reporter 9. Lay- Outer / Desain Grafis / Artistik 10. Fotografer 11. Editor 12. Koresponden 13. Distributor/ Sosialisasi / Humas & Publisher / Manajer Iklan / Promosi & Sirkulasi 14. Kontributor 15. Riset, Pustaka, dan Dokumentasi 16. Pracetak Akhirnya, .. Selamat membaca Kupu-Kupu Esok Hari!! ^^b -----ooOoo-----

#1. Pemimpin Umum / Penanggung Jawab (General Manager)

(a). Bertanggung jawab kepada seluruh aktivitas kelembagaan baik kepada jajaran keredaksionalan (ke dalam) maupun kepada non redaksional (ke luar) serta divisi-divisi lainnya atau melalui antar lembaga dan termasuk secara hukum (mengacu kepada UU No.40/1999 tentang pers). (b). Dalam kewenangannya Pemimpin Umum / Penanggung Jawab dapat mengangkat seorang Pemimpin Redaksi / Wakil Pemimpin Redaksi beserta jajaran kebawahnya serta Pemimpin Perusahaan dan jajarannya. (c). Mempunyai tugas untuk menentukan atau menolak segala bentuk persoalan baik yang menyangkut personalia administrasi baik sektor redaksional maupun non redaksional dan sebagai penentu kebijakan sentral. d). Berhak untuk melakukan revisi manajerial. -----ooOoo----#2. Dewan Pelindung / Penasehat (a). Ditunjuk dan diangkat berdasarkan kebutuhan dengan berbagai pertimbangan secara situasi dan kondisi. (b). Mampu memberikan nuansa sejuk dan memberikan dorongan moral sebagai filter personal. (c). Memberikan pandangan dan antisipasi serta solusi bila dimintai petunjuk oleh lembaga namun diberikan secara prosedural kepada Pemimpin Umum / Penanggung jawab atau kepada yang lainnya ketika ada persetujuan Pemimpin Umum. -----ooOoo----#3. Konsultan Hukum / Penasihat Hukum: Mereka yang diangkat dalam posisi ini adalah yang mempunyai akses yudisial baik praktisi hukum atau seseorang yang mempunyai integritas dibidang hukum dan mampu memberikan bantuan hukum dan nasihat hukum ketika dimintai oleh lembaga secara prosedural melalui Pemimpin Umum/Penanggung Jawab. -----ooOoo----#4. PemRed/Pemimpin Redaksi (Editor In Chief) Pemimpin Redaksi bertanggung jawab terhadap mekanisme dan aktivitas kerja keredaksian sehari-hari. Ia harus mengawasi isi seluruh rubrik SCH. Pemimpin Redaksi menetapkan kebijakan dan mengawasi seluruh kegiatan redaksional. Ia bertindak sebagai jenderal atau komandan. Pemimpin Redaksi juga bertanggung jawab atas penulisan dan isi Tajuk Rencana (Editorial) yang merupakan opini redaksi (Desk Opinion). Jika Pemred berhalangan menulisnya, lazim pula tajuk dibuat oleh Redaktur Pelaksana, salah seorang anggota Dewan Redaksi, salah seorang Redaktur, bahkan seorang Reporter atau siapa pun dengan seizin dan sepengetahuan Pemimpin Redaksi yang mampu menulisnya dengan menyuarakan pendapat medianya mengenai suatu masalah aktual. Berikut ini tugas Pemimpin Redaksi secara lebih terinci: (a). Bertanggungjawab terhadap isi redaksional/ redaksi penerbitan. (b). Bertanggungjawab terhadap kualitas berita/ produk penerbitan. (c). Memimpin rapat redaksi. (d). Memberikan arahan kepada semua tim redaksi tentang berita yang akan dimuat pada setiap edisi. (e). Menentukan layak tidaknya suatu berita, foto, dan desain untuk sebuah penerbitan. (f). Mengadakan koordinasi dengan bagian lain seperti Sosialisasi, Kaderisasi, dll untuk mensinergikan jalannya roda organisasi. (g). Menjalin lobi-lobi dengan nara sumber penting di pondok, aliyah, dan berbagai instansi/kelompok/lingkungan lainnya. (h). Bertanggung jawab terhadap pihak lain, yang karena merasa dirugikan atas pemberitaan yang telah dimuat, sehingga pihak lain melakukan somasi, tuntutan, atau menggugat ke pengadilan. Syarat Pemimpin Redaksi (a). Memiliki jiwa kepemimpinan dan tegas dalam mengambil keputusan. (b). Berpengalaman dalam mengelola media cetak.

(c). Menguasai bahasa asing. (d). Berpendidikan minimal S1. (e). Memiliki relasi yang luas baik di kalangan swasta maupun pemerintah. (f). Memiliki integritas terhadap pekerjaan. (g). Menguasai teknis dan dasar penulisan jurnalistik. (h). Mengetahui UU Pokok Pers, UU Penyiaran, dan Kode Etik jurnalistik. Lebih dalam mengenai Pemimpin Redaksi. (a). Pemimpin Redaksi bertanggung jawab terhadap mekanisme dan aktivitas kerja keredaksian dan jajaran keredaksian kebawahnya. (b). Menindaklanjuti kebijakan Pemimpin Umum untuk mengangkat dan memberhentikan personalnya dengan menempatkan Sekretaris Redaksi/ Redaktur Pelaksana, Koordinator Wartawan / Liputan, para Redaktur photografer, Koresponden dan Kontributor dalam keredaksian dapat pula menentukan tulisan / berita, Tajuk Rencana, Sorotan, Berita Utama dan Headline serta Dead Line dst. (c). Pemimpin Redaksi berhak menon-aktifkan personalnya atau menunjuk dan mengangkat personal baru dengan persetujuan Pemimpin Umum. (d). Melakukan koordinasi dengan Pemimpin Umum dan Pemimpin Perusahaan dan dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Sekretaris Redaksi/ Redaktur Pelaksana, dan Koordinator Wartawan / Liputan. -----ooOoo----#5. Redaktur Pelaksana Tanggung jawabnya hampir sama dengan Pemred, namun lebih bersifat teknis. Dialah yang memimpin langsung aktivitas peliputan dan pembuatan berita oleh para reporter dan editor. Adapun rincian tugas Redaktur Pelaksana adalah sebagai berikut: (a). Bertanggung jawab terhadap mekanisme kerja redaksi sehari-hari. (b). Memimpin rapat perencanaan, rapat cecking, dan rapat terakhir sidang redaksi. (c). Membuat perencanaan isi untuk setiap penerbitan. (d). Bertanggung jawab terhadap isi redaksi penerbitan dan foto. (e). Mengkoordinasi kerja para redaktur atau penanggungjawab rubrik/desk. (f). Mengkoordinasikan alur perjalanan naskah dari para redaktur ke bagian editor dan seterusnya. (g). Mewakili Pemred dalam berbagai acara baik ditugaskan atau acara mendadak. (h). Mengembangkan, membina, menjalin lobi dengan sumber-sumber berita. (i). Mengedit naskah, data, judul, foto para redaktur (j). Mengarahkan dan mensuvervisi kerja para redaktur dan reporter. (k). Memberikan penilaian secara kualitatif dan kuantitatif kepada redaktur secara periodik. Mengenal lebih dalam Redaktur Pelaksana. Syarat Redaktur Pelaksana (a). Berpengalaman sebagai redaktur 2-5tahun. (b). Berpendidikan S1. (c). Menguasai bahasa asing. (d). Memiliki jaringan yang luas terhadap sumber-sumber berita. (e). Menguasai salah satu disiplin ilmu: ekonomi, politik, hukum, pendidikan, olahraga, tata boga, lingkungan. (f). Menguasai computer. (g). Mengerti alur kerja mekanisme redaksi. Tentang Redaktur Pelaksana. Redaktur Pelaksana adalah kepanjangan tangan dari Pemimpin Redaksi dibidang keredaksian dalam melaksanakan tugasnya Redaktur Pelaksana bertanggung Jawab terhadap siklus naskah pemberitaan dari sejumlah wartawan serta biro-biro di daerah.

(a). Melakukan tugas editing, korektor rehabilitat dan reform naskah yang selanjutnya melaporkan kepada Pemimpin Redaksi yang selanjutnya dibawa rapat Dewan Redaksi. (b). Redatur Pelaksana secara tidak langsung menjadi koordinator redaktur yang bekerjasama dengan Sekretaris Redaksi, Koordinator Wartawan para Redaktur. (c). Sekretaris Redaksi. (d). Berfungsi sebagai Bank Naskah oleh karena itu Sekretaris Redaksi dalam melaksanakan tugasnya adalah menginventarisir naskah-naskah berita yang masuk, mencatat naskah baru dan lama dari para wartawan kemudian melaporkan kepada Pemimpin Redaksi. (e). Bertanggung jawab kepada Pemimpin Redaksi. (f). Melakukan koordinasi dengan Koordinator Wartawan / Liputan untuk mengantisipasi jumlah naskah yang ada. (g). Menganalisis produktivitas wartawan / koresponden dalam setiap edisinya dicatat menurut grafik dalam pengiriman jumlah naskah/edisi. (h). Menyusun data-data dalam naskah berita yang dikirim oleh wartawan selanjutnnya berkoordinasi dengan bagian pra cetak/lay out. Siapakah Redaktur? (a). Redaktur adalah orang-orang yang mempunyai keahlian dibidang keredaksian, bahasa, politik, hukum, budaya dan agama. (b). Redaktur (editor) bekerja untuk penyelesaian akhir naskah untuk dicetak. (c). Dalam tugasnya berhak mengedit naskah, reform naskah, perbaikan naskah dll. (d). Bertanggung jawab terhadap setiap rubrikasi yang ada di bidangnya dan berkoordinasio dengan Redaksi Pelaksana dan Koordinator Wartawan. -----ooOoo----#6. Sekretaris Redaksi Seorang Sekretaris Redaksi memiliki tugas sebagai berikut: (a). Menata dan mengatur undangan dari instansi, perusahaan, atau lembaga yang berkaitan dengan pemberitaan. (b). Menghubungi sumber berita atau instansi untuk pendaftaran, konfirmasi, atau pembatalan undangan, wawancara, dan kunjungan kerja. (c). Menyimpan salinan kartu pers dan foto untuk mensuport kebutuhan kerja para wartawan dalam meliput satu acara yang mengharuskan membuat tanda pengenal seperti menyiapkan. (d). Menyediakan peralatan kerja redaksi seperti tape, batu baterei, kaset, alat tulis, dan note book. (e). Menata keperluan keuangan redaksi: uang perjalanan, uang saku, uang rapat. (f). Mengatur jadwal rapat redaksi: rapat perencanaan, rapat cheking, rapat final. -----ooOoo----#7. Staf Redaksi / Redaktur / Editor Redaktur (editor) sebuah penerbitan pers biasanya lebih dari satu. Tugas utamanya adalah melakukan editing atau penyuntingan, yakni aktivitas penyeleksian dan perbaikan naskah yang akan dimuat atau disiarkan. Di internal redaksi, mereka disebut Redaktur Desk (Desk Editor), Redaktur Bidang, atau Redaktur Halaman karena bertanggung jawab penuh atas isi rubrik tertentu dan editingnya. Seorang redaktur biasanya menangani satu rubrik, misalnya rubrik ekonomi, luar negeri, olahraga, dsb. Karena itu ia dikenal pula den gan sebutan Jabrik atau Penanggung Jawab Rubrik. Berikut ini tugas seorang redaktur secara lebih terinci: (a). Mengusulkan dan menulis suatu berita dan foto yang akan dimuat untuk edisi mendatang. (b). Berkoordinasi dengan fotografer dan riset foto dalam pengadaan foto untuk setiap penerbitan. (c). Membuat lembar penugasan atau Term Of Reference (TOR) kepada para reporter dan fotografer. (d). Mengarahkan dan membina reporter dalam mencari berita dan mengejar sumber berita. (e). Memberikan penilaian kepada reporter baik penilaian kualitatif maupun kuantitatif.

(f). Memberikan laporan perkembangan kepada atasannya yaitu Redaktur Pelaksana. Tentang Staf Redaksi. Adalah sekelompok orang yang bertugas membantu para Redaktur Pelaksana dalam melakukan edit koreksi tentang naskah berita yang telah direform dan bertanggung jawab kepada Redaktur yang ada. Selain itu mereka juga memberikan masukan-masukan tentang bentuk tulisan yang baik dan benar. -----ooOoo----#8. Reporter Di bawah para editor adalah para reporter. Mereka merupakan prajurit di bagian redaksi. Mencari berita (news Hunting) lalu membuat atau menyusunnya, merupakan tugas pokoknya. Ini adalah jabatan terendah pada bagian redaksi. Tugasnya adalah melakukan reportase (wawancara dan sebagainya ke lapangan). Karena itu, merekalah yang biasanya terjun langsung ke lapangan, menemui nara sumber, dan sebagainya. Tugas seorang reporter secara lebih terinci adalah sebagai berikut: (a). Mencari dan mewawancarai sumber berita yang ditugaskan redaktur atau atasan. (b). Menulis hasil wawancara, investasi, laporan kepada redaktur atau atasannya. (c). Memberikan usulan berita kepada redaktur atau atasannya terhadap suatu informasi yang dianggap penting untuk diterbitkan. (d). Membina dan menjalin lobi dengan sumber-sumber penting di berbagai instansi. (e). Menghadiri acara press conferensi yang ditunjuk redaktur, atasannya, atau atas inisiatif sendiri. Lebih dalam mengenai Reporter. Syarat Reporter. (a). Berpendidikan S1. (b). Berminat pada bidang jurnalistik. (c). Menguasai computer. (d). Menguasai bahasa asing. (e). Siap bekerja dalam tim. (f). Siap bekerja di bawah tekanan. (g). Dapat bekerja memenuhi dead line Tentang Reporter/ Wartawan. (a). Merupakan anggota dilapangan untuk mencari berita / meliput, membuat, menyusun berita untuk dikirim ke Redaksi. (b). Jam kerja reporter adalah 24 jam sehari. (c). Mencari berita orang ternama atau orang yang sifatnya digemari publik. (d). Mencari dan melaporkan semua peristiwa penting dalam kancah opinium publik adalah tanggung jawab profesional wartawan. (e). Harus mendapatkan berita yang benar dari semua pihak yang terlibat. -----ooOoo----9. Lay- Outer / Desain Grafis / Artistik Tugas. (a). Merancang cover atau kulit muka. (b). Membuat dummy atau nomor contoh sebelum produk di cetak dan dijual ke pasar. (c). Mendesain dan melay out setiap halaman dengan naskah, foto, dan angka-angka. (d). Mengatur peruntukan halaman untuk naskah. (e). Menulis judul berita,anak judul, caption foto, nama penulis pada setiap naskah. (f). Menulis nomor halaman, nama rubrik/desk, nomor volume terbit, hari terbit, dan tanggal terbit pada setiap edisi.

Syarat Lay-Outer. (a). Menguasai Machintos, Freehand, Photoshop, corel Draw. (b). Memiliki jiwa seni. (c). Mampu bekerja sama dalam tim. (d). Menguasai berbagai tipe dan jenis huruf. -----ooOoo----#10. Fotografer Fotografer (wartawan foto atau juru potret) tugasnya mengambil gambar peristiwa atau objek tertentu yang bernilai berita atau untuk melengkapi tulisan berita yang dibuat wartawan tulis. Ia merupakan mitra kerja yang setaraf dengan wartawan tulisan (reporter). Jika tugas wartawan tulis menghasilkan karya jurnalisik berupa tulisan berita, opini, atau feature, maka fotografer menghasilkan Foto Jurnalistik (Journalistic Photography, Photographic Communications). Fotografer menyampaikan informasi atau pesan melalui gambar yang ia potret. Fungsi foto jurnalistik antara lain menginformasikan (to inform), meyakinkan (to persuade), dan menghibur (to entertain). Adapun tugas seorang fotografer secara lebih terinci adalah sebagai berikut: (a). Menjalankan tugas pemotretan yang diberikan redaktur atau atasannya. (b). Melakukan pemotretan sumber berita, suasana acara, aktivitas suatu objek, lokasi kejadian, gedung, dan benda- benda lain. (c). Mengusulkan konsep desain untuk cover majalah. (d). Menyediakan foto-foto untuk mendukung naskah, artikel, dan berita. (e). Mengarsip foto-foto, filem negatif, atau compact disk bagi kamera digital. (f). Melaporkan setiap kegiatan pemotretan kepada atasan. (g). Mempertanggungjawabkan setiap penggunaan filem negatif, baterai, atau compact disk yang telah digunakan kepada perusahaan Mengenal lebih dalam Fotografer. Syarat Fotografer: (a). Mengerti dan menguasai teknik fotografi manual, otomatis, digital. (b). Mengerti dan menguasai teknik pengambilan gambar: pencahayaan, komposisi, warna. (c). Mengerti dan menguasai teknik mencetak foto. (d). Mengerti penggunaan scanner. (e). Mengerti arsip. Tentang Fotografer (Juru Foto) Fotografer (juru foto) tugasnya mengambil gambar atau peristiwa atau objek tertentu yang bernilai berita atau melengkapi tulisan berita yang dibuat wartawan. Merupakan mitra kerja yang setaraf dengan wartawan tulis (reporter). -----ooOoo----#11. Editor/ Redaktur Bahasa/ Korektor Naskah Seorang Redaktur Bahasa / Korektor Naskah memiliki tugas sebagai berikut: (a). Memeriksa,mengedit, dan menyempurnakan naskah sesuai dengan penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benar. (b). Menyesuaikan naskah yang sudah diedit dalam bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Jurnalistik. (c). Mengubah pengulangan kata-kata yang sama dalam satu tulisan, sehingga kalimat dalam naskah menjadi bervariasi. (d). Mengedit penggunaan logika bahasa, alur naskah.

(e). Menyeragamkan style penulisan masing-masing redaktur, sehingga gaya penulisan seluruh naskah menjadi sama. (f). Memeriksa naskah kata per kata, penggunaan titik, koma, tanda seru, titik dua. (g). Mengedit penggunaan kata yang berasal dari bahasa asing, bahasa daerah, bahasa slank sehingga mudah dimengerti pembaca. (h). Mengusulkan dan menulis suatu berita dan foto yang akan dimuat untuk edisi mendatang. (i). Berkoordinasi dengan fotografer dan riset foto dalam pengadaan foto untuk setiap penerbitan. (j). Memberikan laporan perkembangan kepada atasannya yaitu Redaktur Pelaksana Mengenal lebih dalam Editor/ Redaktur Bahasa Syarat Redaktur Bahasa: (a). Berpendidikan S1. (b). Berpengalaman menjadi reporter/ wartawan 2-5tahun. (c). Menguasai salah satu disiplin ilmu: ekonomi, politik, hukum, pendidikan, olahraga, tata boga, lingkungan. (d). Menguasai computer. (e). Menguasai bahasa asing. (f). Menguasai bahasa Indonesia dan bahasa jurnalistik Indonesia -----ooOoo----#12. Koresponden Selain reporter, media massa biasanya juga memiliki Koresponden (correspondent) atau wartawan daerah, yaitu wartawan yang ditempatkan di negara lain atau di kota lain (daerah), di luar wilayah di mana media massanya berpusat. -----ooOoo----#13. Distributor/ Sosialisasi/ Humas & Publisher (Manajer Iklan/ Promosi/ Sirkulasi) Tujuh puluh persen dari kegiatan seorang humas berhubungan dengan tulis menulis selain tugas-tugas lainnya. Diantaranya adalah: (a). Merancang pesan tematik agar pesan yang disampaikan oleh organisasi memiliki keseragaman/ keterkaitan pesan. (b). Melakukan segmentasi media, dimana seorang humas harus mampu memformulasikan keseimbangan saling dukung antara media cetak dan online. (c). Menjaga reputasi organisasi melalui pemanfaatan kekuatan pesan dan atau kombinasinya. (d). Mengoptimalkan promosi berita terbaru melalui berbagai Social Media dan Social Bookmark (Facebook, twitter, digg, dll). (e). Bertanggung jawab keluar dan ke dalam atas segala aktivitasnya sebagai divisi penunjang produktivitas bidang keredaksian dengan melakukankoordinasi dengan Pemimpin Redaksi, Kepala Deputi atau perwakilan dan Divisi Keuangan dan Iklan dapat melakukan perekrutan personil untuk tugas-tugas dibidang tata usaha. (f). Mempunyai hubungan luas dibidang bisnis lainnya / lobi dan kemitraan dalam bidang usaha untuk melaksanakan kegiatan perusahaan pers dan penerbitan. (g). Bertugas menyebarluaskan Media massa yakni dalam bidang pemasaran (Marketing) atau penjualan. Bagian ini merupakan bagian komersial meliputi sirkulasi / distribusi iklan dan promosi. (h). Bertanggung jawab kepada Pemimpin Perusahaan. -----ooOoo----#14. Kontributor Kontributor atau penyumbang naskah/tulisan secara struktural tidak tercantum dalam struktur organisasi redaksi. Ia terlibat di bagian redaksi secara fungsional. Termasuk kontributor adalah para penulis artikel, kolomnis, dan karikaturis. Para sastrawan juga menjadi kontributor ketika mereka mengirimkan karya sastranya (puisi, cerpen, esai) ke sebuah media massa.

Wartawan Lepas (Freelance Journalist) juga termasuk kontributor. Wartawan Lepas adalah wartawan yang tidak terikat pada media massa tertentu, sehingga bebas mengirimkan berita untuk dimuat di media mana saja, dan menerima honorarium atas tulisannya yang dimuat. Termasuk kontributor adalah Wartawan Pembantu (Stringer). Ia bekerja untuk sebuah perusahaan pers, namun tidak menjadi karyawan tetap perusahaan tersebut. Ia menerima honorarium atas tulisan yang dikirim atau dimuat. -----ooOoo----#15. Riset, Pustaka, dan Dokumentasi Tugas: (a). Mencari data-data, artikel, tulisan yang dibutuhkan untuk sebuah penulisan oleh reporter, redaktur, redaktur pelaksana, dan Pemimpin Perusahaan. (b). Mencari dan menata buku-buku yang berkaitan dengan tugas dan kerja para wartawan. (c). Menata majalah, surat kabar, dan tabloid setiap hari dan menyimpannya dengan baik sesuai aturan. (d). Melakukan kerja sama dengan bagian riset dan dokumentasi perusahaan lainnya seperti barter majalah, koran, tabloid, booklet, juklak dan buku. (e). Mengusulkan suatu berita kepada redaksi bila dalam melaksanaan tugas menemukan data-data atau informasi penting yang dibutuhkan saat itu. Syarat Redaksi Riset, Pustaka, dan Dokumentasi (a). Pendidikan D3/S1 perpustakaan, ekonomi. (b). Menguasai riset, statistik, perpustakaan. (c). Menguasai teknologi pencarian data: internet, search engine. (d). Menguasai dokumentasi, klipping. (e). Memiliki hubungan baik dengan lembaga perpustakaan, lembaga penelitian, -----ooOoo----#16. Pracetak Tugas: (a). Membawa naskah yang sudah disetujui pemimpin redaksi ke percetakan untuk dicetak. (b). Mengawasi proses pencetakan di percetakan. (c). Menerima kondisi produk dalam keadaan baik dari percetakan. (d). Bersama dengan bagian distribusi, segera mengedarkan produk tersebut ke pasar./Selesai/. -----ooOoo----Terima kasih berkenan meluangkan waktu untuk mampir melihat dan membaca ^^v Feel Free untuk mencopy dan membagikannya pada teman dekat anda ..

at 20.04

Dasar-Dasar Jurnalistik

Oleh: Kristina Dwi Lestari Pesatnya kemajuan media informasi dewasa ini cukup memberikan kemajuan yang signifikan. Media cetak maupun elektronik pun saling bersaing kecepatan sehingga tidak ayal bila si pemburu berita dituntut kreativitasnya dalam penyampaian informasi. Penguasaan dasar-dasar pengetahuan jurnalistik merupakan modal yang amat penting manakala kita terjun di dunia ini. Keberadaan media tidak lagi sebatas penyampai informasi yang aktual kepada masyarakat, tapi media juga mempunyai tanggung jawab yang berat dalam menampilkan fakta-fakta untuk selalu bertindak objektif dalam setiap pemberitaannya.

Artikel Terkait

Menulis Tentang Diri Sendiri Berkarya Dengan Teras (Lead) Cara Kreatif Membangun Kebiasaan Menulis Hal-Hal yang Dibutuhkan dalam Menulis Fiksi Konsep Membuat Warta Gereja Kiat Menulis Bebas: Kiat Paling Jitu Agar Kita Selalu Lancar Menulis! Di Mana dan Bagaimana Mulai Menulis?

Apa Itu Jurnalistik? Menurut Kris Budiman, jurnalistik (journalistiek, Belanda) bisa dibatasi secara singkat sebagai kegiatan penyiapan, penulisan, penyuntingan, dan penyampaian berita kepada khalayak melalui saluran media tertentu. Jurnalistik mencakup kegiatan dari peliputan sampai kepada penyebarannya kepada masyarakat. Sebelumnya, jurnalistik dalam pengertian sempit disebut juga dengan publikasi secara cetak. Dewasa ini pengertian tersebut tidak hanya sebatas melalui media cetak seperti surat kabar, majalah, dsb., namun meluas menjadi media elektronik seperti radio atau televisi. Berdasarkan media yang digunakan meliputi jurnalistik cetak (print journalism), elektronik (electronic journalism). Akhir-akhir ini juga telah berkembang jurnalistik secara tersambung (online journalism).

Jurnalistik atau jurnalisme, menurut Luwi Ishwara (2005), mempunyai ciri-ciri yang penting untuk kita perhatikan. a. Skeptis Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah tertipu. Inti dari skeptis adalah keraguan. Media janganlah puas dengan permukaan sebuah peristiwa serta enggan untuk mengingatkan kekurangan yang ada di dalam masyarakat. Wartawan haruslah terjun ke lapangan, berjuang, serta menggali hal-hal yang eksklusif.

Ingin Berlangganan?
Publikasi e-Penulis menyajikan bahan-bahan bermutu seputar dunia tulis-menulis seperti artikel seputar dunia kepenulisan, berbagai tips, artikel seputar bahasa dan tokoh dunia tulis-menulis yang mendukung para penulis Kristen agar semakin trampil dalam bidang tulis-menulis baik umum maupun dalam pelayanan literatur Kristen. Formulir Berlangganan b. Bertindak (action) Wartawan tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia akan mencari dan mengamati dengan ketajaman naluri seorang wartawan. c. Berubah Perubahan merupakan hukum utama jurnalisme. Media bukan lagi sebagai penyalur informasi, tapi fasilitator, penyaring dan pemberi makna dari sebuah informasi. d. Seni dan Profesi Wartawan melihat dengan mata yang segar pada setiap peristiwa untuk menangkap aspek-aspek yang unik. e. Peran Pers Pers sebagai pelapor, bertindak sebagai mata dan telinga publik, melaporkan peristiwaperistiwa di luar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka. Selain itu, pers juga harus berperan sebagai interpreter, wakil publik, peran jaga, dan pembuat kebijaksanaan serta advokasi. Berita

Ketika membahas mengenai jurnalistik, pikiran kita tentu akan langsung tertuju pada kata "berita" atau "news". Lalu apa itu berita? Berita (news) berdasarkan batasan dari Kris Budiman adalah laporan mengenai suatu peristiwa atau kejadian yang terbaru (aktual); laporan mengenai fakta-fakta yang aktual, menarik perhatian, dinilai penting, atau luar biasa. "News" sendiri mengandung pengertian yang penting, yaitu dari kata "new" yang artinya adalah "baru". Jadi, berita harus mempunyai nilai kebaruan atau selalu mengedepankan aktualitas. Dari kata "news" sendiri, kita bisa menjabarkannya dengan "north", "east", "west", dan "south". Bahwa si pencari berita dalam mendapatkan informasi harus dari keempat sumber arah mata angin tersebut.

Artikel Populer

Memahami Struktur Karya Tulis Ilmiah (147,262) Tips Menulis Cerpen (101,380) Dasar-Dasar Jurnalistik (94,393) Biografi Kahlil Gibran (1883-1931) (81,953) Langkah-langkah Meresensi Buku (80,113) Menulis Artikel Ilmiah Populer (79,700) Bagaimana Menulis Biografi (68,188)

selebihnya Selanjutnya berdasarkan jenisnya, Kris Budiman membedakannya menjadi "straight news" yang berisi laporan peristiwa politik, ekonomi, masalah sosial, dan kriminalitas, sering disebut sebagai berita keras (hard news). Sementara "straight news" tentang halhal semisal olahraga, kesenian, hiburan, hobi, elektronika, dsb., dikategorikan sebagai berita ringan atau lunak (soft news). Di samping itu, dikenal juga jenis berita yang dinamakan "feature" atau berita kisah. Jenis ini lebih bersifat naratif, berkisah mengenai aspek-aspek insani (human interest). Sebuah "feature" tidak terlalu terikat pada nilai-nilai berita dan faktualitas. Ada lagi yang dinamakan berita investigatif (investigative news), berupa hasil penyelidikan seorang atau satu tim wartawan secara lengkap dan mendalam dalam pelaporannya. Nilai Berita Sebuah berita jika disajikan haruslah memuat nilai berita di dalamnya. Nilai berita itu mencakup beberapa hal, seperti berikut. 1. 2. 3. 4. Objektif: berdasarkan fakta, tidak memihak. Aktual: terbaru, belum "basi". Luar biasa: besar, aneh, janggal, tidak umum. Penting: pengaruh atau dampaknya bagi orang banyak; menyangkut orang penting/terkenal. 5. Jarak: familiaritas, kedekatan (geografis, kultural, psikologis).

Lima nilai berita di atas menurut Kris Budiman sudah dianggap cukup dalam menyusun berita. Namun, Masri Sareb Putra dalam bukunya "Teknik Menulis Berita dan Feature", malah memberikan dua belas nilai berita dalam menulis berita (2006: 33). Dua belas hal tersebut di antaranya adalah: 1. sesuatu yang unik, 2. sesuatu yang luar biasa, 3. sesuatu yang langka, 4. sesuatu yang dialami/dilakukan/menimpa orang (tokoh) penting, 5. menyangkut keinginan publik, 6. yang tersembunyi, 7. sesuatu yang sulit untuk dimasuki, 8. sesuatu yang belum banyak/umum diketahui, 9. pemikiran dari tokoh penting, 10. komentar/ucapan dari tokoh penting, 11. kelakuan/kehidupan tokoh penting, dan 12. hal lain yang luar biasa. Dalam kenyataannya, tidak semua nilai itu akan kita pakai dalam sebuah penulisan berita. Hal terpenting adalah adanya aktualitas dan pengedepanan objektivitas yang terlihat dalam isi tersebut. Anatomi Berita dan Unsur-Unsur Seperti tubuh kita, berita juga mempunyai bagian-bagian, di antaranya adalah sebagai berikut. 1. 2. 3. 4. Judul atau kepala berita (headline). Baris tanggal (dateline). Teras berita (lead atau intro). Tubuh berita (body).

Bagian-bagian di atas tersusun secara terpadu dalam sebuah berita. Susunan yang paling sering didengar ialah susunan piramida terbalik. Metode ini lebih menonjolkan inti berita saja. Atau dengan kata lain, lebih menekankan hal-hal yang umum dahulu baru ke hal yang khusus. Tujuannya adalah untuk memudahkan atau mempercepat pembaca dalam mengetahui apa yang diberitakan; juga untuk memudahkan para redaktur memotong bagian tidak/kurang penting yang terletak di bagian paling bawah dari tubuh berita (Budiman 2005) . Dengan selalu mengedepankan unsur-unsur yang berupa fakta di tiap bagiannya, terutama pada tubuh berita. Dengan senantiasa meminimalkan aspek nonfaktual yang pada kecenderuangan akan menjadi sebuah opini. Untuk itu, sebuah berita harus memuat "fakta" yang di dalamnya terkandung unsur-unsur 5W + 1H. Hal ini senada dengan apa yang dimaksudkan oleh Lasswell, salah seorang pakar komunikasi (Masri Sareb 2006: 38).

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Who - siapa yang terlibat di dalamnya? What - apa yang terjadi di dalam suatu peristiwa? WHERE - di mana terjadinya peristiwa itu? Why - mengapa peristiwa itu terjadi? When - kapan terjadinya? How - bagaimana terjadinya?

Tidak hanya sebatas berita, bentuk jurnalistik lain, khususnya dalam media cetak, adalah berupa opini. Bentuk opini ini dapat berupa tajuk rencana (editorial), artikel opini atau kolom (column), pojok dan surat pembaca. Sumber Berita Hal penting lain yang dibutuhkan dalam sebuah proses jurnalistik adalah pada sumber berita. Ada beberapa petunjuk yang dapat membantu pengumpulan informasi, sebagaimana diungkapkan oleh Eugene J. Webb dan Jerry R. Salancik (Luwi Iswara 2005: 67) berikut ini. 1. 2. 3. 4. Observasi langsung dan tidak langsung dari situasi berita. Proses wawancara. Pencarian atau penelitian bahan-bahan melalui dokumen publik. Partisipasi dalam peristiwa.

Kiranya tulisan singkat tentang dasar-dasar jurnalistik di atas akan lebih membantu kita saat mengerjakan proses kreatif kita dalam penulisan jurnalistik. Sumber bacaan: Budiman, Kris. 2005. "Dasar-Dasar Jurnalistik: Makalah yang disampaikan dalam Pelatihan Jurnalistik -- Info Jawa 12-15 Desember 2005. Dalam www.infojawa.org. Ishwara, Luwi. 2005. "Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar". Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Putra, R. Masri Sareb. 2006. "Teknik Menulis Berita dan Feature". Jakarta: Indeks. Pengetahuan Tentang Pers Dan Jurnalistik Secara bahasa, Pers berarti media. Berasal dari bahasa Inggris press yaitu cetak. Apakah media itu berarti hanya media cetak? Tentunya tidak. Pada awal kemunculannya media memang terbatas hanya pada media cetak. Seiring percepatan tekhnologi dan informasi, ragam media ini kemudian meluas. Muncul media elektronik: Audio, audio visual (pandang-dengar) sampai internet. Jadi pers adalah sarana atau wadah untuk menyiarkan produk-produk jurnalistik.

Sedang jurnalistik merupakan suatu aktifitas dalam menghasilkan berita maupun opini. Mulai dari perencanaan, peliputan dan penulisan yang hasilnya disiarkan pada public atau khalayak pembaca melalui media/pers. Dengan kata lain jurnalistik merupakan proses aktif untuk melahirkan berita. Hasil dari proses jurnalistik yang kemudian menjadi teks yang dimuat di media, berupa berita maupun opini. Fungsi Pers 1. Menyiarkan informasi; hal inimerupakan fungsi yang pertama dan utama karena khalayak pembaca memerlukan informasi mengenai berbagai hal di bumu ini. 2. Mendidik (to educate); artinya sebagai sarana pendidikan massa (mass education). Adapun isi dari media atau hal yang dimuat dalam media mengandung unsur pengetahuan khalayak pembaca pengetahuannya. 3. Menghibur (to entertaint), khalayak pembaca selain membutuhkan informasi juga membutuhkan hiburan. Ini juga menyangkut minat insani. 4. Mempengaruhi (control social); tidak dapat dipungkiri dalam kehidupan ini ada kejanggalan-kejanggalan, baik langsung ataupun tidak langsung, berdampak pada kehidupan social. Pada fungsi ini media dimungkinkan menjadi control social, yang karena isi dari media sendiri bersifat mempengaruhi. Teori Pers Fred S. Slebert, Thedorre Peterson dan Wilbur Schamm menyatakan bahwa pers di dunia saat ini dapat dikatagorikan menjadi: Authorian Pers, social Responbility Pers dan Soviet Communist Pers. Adapun teori Soviet Communist Pers hanyalah perkembangan dari teori authoritarian Pers. Pada teori itu fungsi pers sebagai media informasi kepada rakyat oleh pihak penguasa mengenai apa yang mereka inginkan dan apa yang harus didukung rakyat. Sedangkan teori Sosial Rseponbility merupakan perkembangan dari teori Lebertarian Pers. Dan teori ini adalah kebalikan dari teori autoritarian pers, dimana pers bebas dari pengaruh pemerintah dan bertindak sebagai Fouth State. Pada teori ini pers menempatkan posisinya sebagai tanggung jawab social. Apa Itu Berita? Secara sederhana berita merupakan laporan seorang wartawan/jurnalis mengenai fakta. Karena ada banyak fakta dalam kehidupan atau realitas social lantas apakah fakta/realitas merupakan berita? Tidak? Fakta itu akan menjadi berita setelah dilaporkan oleh seorang wartawan. Karena itu berita merupakan konstruksi dari sebuah fakta. Lantas seperti apa

fakta yang semestinya dilaporkan wartawan lalu menjadi berita? Secara teoritis ada banyak sekali ukuran, namun secara umum ukuran itu dibagi dua, yakni penting dan menarik. Kemudian, seberapa penting dan menarikkah suatu peristiwa itu layak dijadikan berita? Maka untuk mempertimbangkan hal tersebut dibutuhkan nilai-nilai sebagai pertimbangan untuk menentukan suatu peristiwa itu layak dijadikan berita. Dalam jurnalistik nilai-nilai tersebut disebut dengan News Value (nilai berita). Objek Berita Karena berita adalah laporan fakta yang ditulis oleh seorang jurnalis, maka objek beritanya adalah fakta. Dan fakta dalam jurnalsitik dikenal dalam beberapa kriteria, yaitu: 1. Peristiwa, adalah suatu kejadian yang baru terjadi, artinya kejadian itu hanya sekali terjadi. 2. Kasus, adalah merupakan kejadian yang tidak selesai setelah peristiwa terjadi. Maksudnya kejadian tersebut meninggalkan kejadian selanjutnya, peristiwa melahirkan peristiwa berikatnya. Maka kejadian demi kejadian tersebut disebut dengan kasus. 3. Fenomena, adalah merupakan suatu kasus yang ternyata tidak terjadi hanya pada batas teritorial tertentu, artinya kasus tersebut sudah mewabah, terjadi dimana-mana. Nilai-nilai Berita (News Value) Secara umum nilai berita ditentukan oleh 10 komponen. Semakin banyak komponen tersebut dalam berita maka semakin besar nilai khalayak pembaca terhadap berita tersebut, secara lebih rinci dapat diringkaskan sebagai berikut: 1. Kedekatan (Proximity), peristiwa yang memiliki kedekatan dengan khalayak, baik secara geografis maupun psikis. 2. Bencana (Emergency), tiap manusia membutuhkan rasa aman. Dan setiap rasa aman akan menggugah perhatian setiap orang. 3. Konflik (Conflict), ancaman terhadap rasa aman yang ditimbulkan manusia. Konflik antar individu, kelompok maupun Negara tetap akan mengugah perhatian setiap orang. 4. Kemashuran (Prominence), biasanya rasa ingin tahu terhadap seseorang yang menjadi Public figure cukup besar. 5. Dampak (Impact), peristiwa yang memiliki dampak langsung dalam kehidupan khalayak/masyarakat.

6. Unik, manusia cenderung ingin tahu tentang segala hal yang unik, aneh dan lucu. Hal-hal yang belum pernah atau tak bias ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan menarik perhatian. 7. Baru (Actual), suatu peristiwa yang baru terjadi akan memancing minat orang untuk mengetaui. 8. Kontroversial, suatu peristiwa yang bersifat controversial akan menarik untuk diketahui karena mengandung kejanggalan. 9. Human Interest, derita cenderung dijahui manusia, dan derita sesame cenderung menarik minat untuk mengetahui. Karena manusia menyukai suguhan informasi yang mengesek sisi kemanusiaan. 10. Ketegangan (Suspense), sesuatu yang membuat manusia ingin mengetahui apa yang terjadi cenderung menarik minat, karena orang ingin tahu akhir dari peristiwa. Namun sering kali ditemui dalam beberapa media yang melaporkan peristiwa yang sama. Ini karena perbedaan sudut pandang (angel) yang diambil wartawan dalam menulis berita. Unsur Berita Diketahui bahwa berita merupakan hasil rekonstruksi dari fakta (peristiwa) oleh wartawan, maka doperlukan perangkat untuk merekonstruksi peristiwa tersebut. Berangkat dari pemikiran bahwa pada umumnya manusia membutuhkan jawaban atas rasa ingin tahunya dalam enam hal. Maka dari itu materi berita digali melalui enam pokok unsure tersebut; meliputi apa (what), siapa (who), dimana (where), kapan (when), mengapa (why), bagaimana (how). Kemudian dikenal sebagai 5W+1H. Sifat Berita 1. Mengarahkan (Directive), karena berita ini dapat mempengaruhi khalayak, baik disengaja atau tidak. Maka berita ini sifatnya mengarahkan 2. Menbangkitkan Perasaan (effectife), melalui berita ini dapat membangkitkan perasaan public 3. Memberi Informasi (Informatife), berita in harus memberi informasi tentang keadaan yang terjadi sehingga memberi gambaran jelas dan menjadi pengetahuan public. 4. Kaidah-kaidah Penulisan Berita Dalam penulisan berita, dalam hal ini menkonstruk peristiwa (fakta) tidaklah semenamena. Penulisan berita didasarkan pada kaidah-kaidah jurnalistik. Kaidah-kaidah tersebut biasa dikenal dengan konsep ABC (Accuracy, Balance, Clarity).

1. Accuracy (akurasi) Disebut sebagai pondasi segala macam penulisan bentuk jurnalistik. Apabila penulis ceroboh dalam hal ini, artinya sama dengan melakukan pembodohan dan membohongi khalayak pembaca. Untuk menjaga akurasi dalam penulisan berita, bila perlu perhatikan beberapa hal berikut: 1. 1. 2. 3. 4. Dapatkan berita yang benar Lakukan re-cek terhadap data yang diperoleh Jangan mudah berspekulasi denga isu atau desas-desus Pastikan semua informasi dan data yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan kewenangan dan keabsahannya.

1. Balance (Keseimbangan) Ini juga menjadi kaidah dalam penulisan berita. Sering terjadi sebuah karya jurnalistik terkesan berat sebelah dengan menguntungkan satu pihak tertentu sekaligus merugikan pihak lain. Keseimbangan dimungkinkan dengan mengakomodir kedua golongan (misalnya dalam penulisan berita tentang konflik). Hal demikian dalam jurnalistik disebut dengan Both Side Covered. 1. Clarity (Kejelasan) Factor kejelasan bisa diukur apakah khalayak mengerti isi dan maksud berita yang disampaikan, bukan jelas dalam konteks teknis, namun lebih condong pada factor topic, alur pemikiran, kejelasan kalimat, kemudian pemahaman bahasa dan pernyaratan penulisan lainnya. Struktur/Susunan Penulisan Berita Dalam berita terdapat struktur atau susunan berita juga memiliki bagian-bagian. Maka sebelum mengenal struktur penulisan berita terlebih dulu kita mengenal bagian-bagian berita. Dimana bagian-bagian tersebut dari Kepala Berita atau Judul (Head News). Topi Berita, menunjukan lokasi peristiwa dan identitas media (misalnya, Surabay SP) biasanya digunakan dalam penulisan Straight News, intro diletakkan setelah judul berfungsi sebagai penjelas judul dan gambaran umum isi berita. Tubuh berita (news body), bisa dikatakan sebagai isi berita. Adapun strukrur penulisan berita sebagai berikut: 1. Piramida Terbalik: artinya pokok atau inti berita diletakkan di awal-awal paragraph (1-2 paragraf) dan bukan berarti paragraph selanjtnya tidak penting. Cumin bukan merupakan inti berita. Biasanya ini digunakan dalam penulisan staright news.

2. Balok tegak: artinya pokok atau inti berita tidak hanya diletakkan di awal paragraph. Terdapat di awal, tengah dan akhir paragraph. Biasanya ini digunakan dalam penulisan depth news (Indepth reporting ataupun investigasi reporting). Metode Penggalian Data Dalam membuat berita, data menempati posisi penting, karena melalui datalah peristiwa (fakta) dapat dilaporkan. Data merupakan mind (rekaman) dari suatu peristiwa. Dan penulis (jurnalis) menyajikan knstruksi dari peristiwa/fakta tersebut yang disusun dari berbagai data. Ada beberapa cara untuk penggalian data tersebut. Pertama, melalui pengamatan langsung penulis (observasi) untuk mendapatkan data tentang kejadian. Kedua, melakukan wawancara terhadap seseorang yang terlibat langsung (sekunder) dalam suatu kejadian. Wawancara juga dimaksudklan untuk melakukan Cross Chek demi akurasi data yang diperoleh melalui pengamatan (observasi). Ketiga, selain dua perangkat tersebut data juga bisa diperoleh melalui data literary terhadap dokumen-dokumen dengan suatu fakta kejadian ataupun fenomena (jika dimungkinkan) data demikian dianggap penting. Obeservasi Ini dilakukan pada tahap awal pencarian data tentang sesuatu. Dalam pengamatan sangat mengandalkan kepekaan inderawi (lihat, dengar, cium, sentuh) dalam mengamati realitas. Namun dalam pengamatan tersebut seorang observator tidak boleh melakukan penilain terhadap realitas yang diamati. Kegiatan observasi terkait dengan pekerjaan memahami realitas detail-detail kejadian yang berlangsung. Untuk itu diperlukan upaya memfokuskan pengamatan pada obyekobyek yang tengah diamati. Observasi memerlukan daya amatan yang kritis, luas. Namun tetap tajam dalam mempelajari rincian obyek yang ada dihadapannya. Untuk mendapatkan pengamatan yang obyektif si pengamat harus bisa mengontrol emosional dan mampu menjaga jarak dengan segala rincian obyek yang diamati. Dalam penggalian data melalui observasi ini sifatnya langsung dan orsinil. Langsung artinya dalam pengamatannya tidak berdasarkan teori, pikiran dan pendapat. Ia menemukan langsung apa yang hendak dicarinya. Orsinil artinya hasil amatannya merupakan hasil serapan indranya bukan yang dilaporkan orang lain. Dan untuk selanjutnya akan dibahas secara lengkap mengenai jenis pengamatan, mulai pengamatan I, II, III dan IV. 1. Pengamatan I Tahap ini merupakan langkap untuk memfokuskan kesadaran dan kepekaan penginderaan pada suatu obyek yang telah ditentukan agar mampu untuk mendeskripsikannya. Hal ini dimaksudkan untuk membedah kesadaran antara obyektifitas dan subjektifitas, antara

fakta dan imajinasi sebagai bagian dari news. Dari sini diusahakan untuk mampu mendeskripsikan keberadaan benda mati ke dalam bentuk sebuah tulisan. Maksimalisasi panca indera sangat ditonjolkan untuk memfokuskan kesadaran dan kepekaan penginderaan secara deskriptif. Dalam pendeskripsian ini harus mengoptimalkan kemampuan indera dalam meggambarkan sebuah benda tanpa menyebutkan sifat objek. Sebab jika mengungkapkan sifat pada sebuah objek, maka deskripsi akan bersifat subjektif. Karena itu diperlukan batasan antara objektifitas dan subjektifitas. Objektifitas dapat berpatokan pada: posisi letak, ukuran, warna, bahan, kedudukan, akurasi, identitas, dan non justification. Sedangkan subjektifitas dalam pendeskripsian dapat di lihat dari: keadaan, agak/ kemiripan, imajinasi pendapat pribadi, gaya bahasa banyak mengulas mengulas, mengungkapkan sifat, fungsi/ normative dan suasana. Keduanya dapat dijadikan pisau dalam menganalisa suatu objek. Selanjutnya dari hasil deskripsi, seorang yang membacanya dapat menyimpulkan sendiri berdasarkan data. 1. Pengamatan II Dalam tahap ini deskripsi objek lebih di tingkatkan lagi pada benda bergerak/ hidup. Dengan prinsip yang tidak jauh berbeda dengan pengamatan I. kemampuan indera lebih dipertajam untuk memperoleh deskripsi yang maksimal. Pembatasan wilayah objektifitas dan subjektifitas tetap ditekankan, namun disini lebih di kembangkan untuk penentuan fokus pengamatan pada objek. Dengan demikian selanjutnya akan lebih mengarahkan deskripsi pada focus benda (supaya tidak meluas). Pengungkapan kondisi dan suasana lingkungan dapat dimasukkan dalam pengamatan ini yang berusaha untuk memberikan deskripsi secara utuh (holistic) 1. Pengamatan III tahap ini akan mengamati sebuah gambar atau foto dari sebuah peristiwa. Praktisnya adalah berusaha untuk membangun analisis dan deskripsi objektif dari sebuah gambar atau foto yang dianggap sebagai dunia nyata sekaligus pengamat diposisikan seolah-olah berada dalam keadaan tersebut. Dalam penagmatan ini diupayakan untuk memfokuskan kesadaran dan kepekaan penginderaan pada peristiwa dunia dalam gambar tersebut. Aktualisasi analisis dapat dilakukan dengan mengajukan dan menuliskan pernyataan sebanyak-banyaknya tentang peristiwa yang diamati. Selanjutnya dapat diminta untuk mengajukan dan menuliskan kemungkinan jawaban atas setiap pertanyaannya. Focus kesadaran penginderaan benar-benar harus dicurahkan untuk mendapatkan deskripsi yang detail dan akurat. Hasil pengamtan ini dapat dijadikan tolak ukur sehingga kekuatan dan kemampuan seseorang jurnalis dalam menganalisa memecahkan persoalan

sekaligus kemudian menuangkannya dalan tulisan. Untuk mempertajam analisa dapat ditambah dengan perinsip 5 W + 1 H. 1. Pengamatan IV Pengamatan ini akan memfokuskan kesadaran dan kepekaan indera pada sebuah peristiwa nyata untuk kemudian dideskripsikan. Di sini para calon jurnalis dapat menggali data dengan alat bantu wawancara maupun cara lain yang berkaitan dengan perristiwa tersebut. Hanya saja titik tekan lebih pada proses pengamatan (indera). Yang kemudian prinsip 5 W + 1 H dalam tahap ini dapat di aplikasikan secara langsung dan menyeluruh. Dalam tahap ini sebanarnya dinding pemisah antara subjektifitas dan objektifitas sangat tipis. Apa yang di anggap objektifitas oleh seseorang bisa dianggap subjektifitas oleh orang lain, begitu pula sebaliknya. Misalnya kita analogikan dengan sebuah pernyataan agama itu baik bagi manusia atau agama itu tidak baik bagi manusia. Sehingga kemungkinan orang akan mengatakan pernyataan pertama benar dan objektif dengan alasan misalnya banyak orang telah membuktikan kebaikan agama. Tetapi dengan alasan dan bukti berbeda, orang lain akan membenarkan pernyataan kedua. Begitu pula dalam subuah peristiwa, bahwa objektifitas dan subjektifitas pendapat orang akan bersifat relative, tergantung pada siapa yang mengatakan dan dalam kondisi bagaimana. Subjektifitas akan dikatakan objektif apabila dikautkan dengan pendapat seseorang, dalam arti bukan pendapat penulis/ jurnalis. Wawancara Wawancara merupakan aktifitas yang dilakukan dalam jurnalistik untuk memperoleh data. Dalam menggali data tidak mungkin bag seorang jurnalis untuk menulis berita. Hanya mengandalkan hasil observasi, tanpa melakukan wawancara. Karena dengan wawancara bisa memperoleh kelengkapan data tentang peristiwa atau fenomena. Juga dengan wawancara seorang jurnalis melakukan cross chek atau recheck dari data yang diperoleh sebelumnya demi akurasi data. Perlu diperhatikan bahwa wawancara bukanlah proses Tanya jawab saya bertanya -anda menjawab wawancara lebih luas dari proses tanya jawab. Pewawancara dan yang diwawancarai berbagi pekerjaan membagun ingatan tujuan umumnya merekonstruksi kejadian yang entah baru terjadi atau lampau. Dalam aktifitas ini (wawancara) pewawancara dan yang diwawancarai akan membangun kembali ingatan-ingatan tersebut. Tekhnik Wawancara

Menguasai permasalahan

Ini penting untuk menghindari Miss Understanding antara pewawancara dan yang diwawancarai.

Ajukan pertanyaan yang lebih spesifik Pertanyaan yang lebih spesifik akan lenbih membantu dan mempermudah dalam mengarahkan topic pembicaraan Jangan menggurui Karena wawancara bukan proses tanya jawab, tetapi aktifitas membangun ingatan terhadap peristiwa yang baru terjadi atau telah lampau.

Study Literary Suatu data tidak hanya di peroleh melalui pengamatan dan wawancara tetapi bisa juga memanfaatkan (melacak) data-data yang terdokumentasikan. Pencarian data-data yang terdokumentasikan juga sangat dipertimbangkan keabsahannya (valid) dan dapat dipertanggung jawabkan, misalnya Keppres, Tap MPR, Undang-undang. Tidak mungkin di dapatkan melalui didapatkan melalui pengamatan ataupun wawancara. Kebutuhan data yang seperti itulah sangat memungkinkan dan merupakan keharusan untuk pencarian data yang terdokumentasikan. Dan biasanya data-data yang seperti itu validitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Karena tingkat validitas data itu harus dipertanggungjawabkan maka dalam pencarian dan seseorang jurnalis harus hati-hati memanfaatkan dokomentasi yang sudah ada pemanfaatan data yang terdokumentasikan tidak terbatas pada Keppres, Tap MPR, Undang-undang, hasil dari penelitian, berita di media, arsip, buku, juga bisa dijadikan sebagai dokumen, tetapi juga harus mempertimbangkan validitas dari data-data tersebut. Koran atau majalah Koran atau majalah menyediakan informasi cukup memadai untuk kebutuhan riset dokumen. Informasi surat kabar cukup layak dijadikan sumber data otentik (terlepas bila mengandung kesalahan informasi), riset dokumen yang dilakukan mempelajari terhadap berbagai pemberitaan dari reportase yang obyektif, teks berita foto (caption), dan tulisan opini. Teknik penelusuran data melalui Koran atau majalah ialah :

Melalui system kartu indeks perpustakaan Melalui system kartu indeks yang diterbitkan oleh sindikasi

Buku Pencarian data melalui buku terkait dengan kredibilitas penulisnya, penerbitnya, dan tahun-tahun revisi penerbitannya. Juga memeriksa keterangan data-data statistic yang dikutip, apakah dari abstraksi data yang terbaru buku layak dijadikan sumber data karena

buku biasanya memuat bahasan-bahasan yang mendalam dan cakupan pemahaman yang luas.

Bebrapa referensi buku yang bisa dimanfaatkan Kamus Ensiklopedi Biografi Tesis/disertasi Jurnal Internet

BENTUK PENULISAN BERITA STRAIGHT NEWS Straight news atau sering juga disebut berita langsung merupakan bentuk penulisan berita yang paling sederhana, hanya dengan menyajikan unsure 4W (what, who, when, where) maka tulisan tersebut bisa langsung menjadi berita. Namun bukan berarti straight news menafikan unsure why dan how. Karena itu bentuk penyajiannya pun juga diatur sedemikian rupa, sehingga khalayak pembaca bisa mengetahui pesan utama yang terkandung dalam berita itu tanpa perlu membaca seluruh isi berita. Pola penulisan straight news sering dipakai oleh media-media massa yang punya masa edar harian. Selanjutnya untuk media-media massa yang terbit berkala banyak memakai pola penulisan feature, depth news (indepht reporting maupun investigative reporting). Permasalahnnya sekarang fakta yang bagaimana yang biasanya ditulis dengan bentuk straight news. Tidak semua fakta bisa ditulis dengan bentuk straight news. karena straight news sangat terikat dengan unsure kebaruan (aktualita). Maka suatu fakta itu dituls dengan bentuk straight news; 1. informasi/berita tentang peristiwa dan buku fenomena ataupun kasus. Akhirnya kejadian yang hanya sekali itu saja terjadi. Bukan kejadian yang terjadi secara berlanjutan. Misalnya kecelakaan lalu lintas, kejahatan, pergantian pejabat, dsb. 2. 3. informasi atau berita itu penting untuk segera diketahui khalayak baru (actual)

DEPTH NEWS

tulisan ini lazim disebut laporan mendalam, di gunakan untuk menuliskan permasalahan (yang penting dan menarik) secara lebih lengkap, bersifat mendalam dan analitis, dimensinya lebih luas, yang di jadikan berita biasanya suatu kasus maupun fenomena. Laporan ini ditulis berdasarkan hasil liputan terencana, dan membutuhkan waktu panjang. Karena merupakan hasil liputan terencana, maka diperlukan persiapan yang matang, sehingga dalam penuilsan in-Depth reporting ini membutuhkan out line sebagai kerangka acuan dalam penggalian data sampai analisa data. Dalam Depth news materi penulisan berita penekanannya pada unsur How (bagaimana) dan why (mengapa). Mencari dan memaparkan jawaban How dan Way secara lebih rinci dan banyak dimensi Karakteristik Depth News 1. Srukturnya balok tegak 2. Deskripsinya analitis, banyak mengungkapkan fakta-fakta penting dan pendukung untuk kejelasan berita 3. lenggang cerita mengikat (berkesinambungan) antara paragraph sebelum dan sesudahnya 4. Lebih mendalam dalam menguraikan fakta. Pembuatan Perencanaa Liputan (Outline) Karena pemberitaan dalam model depth news lebih menekankan pada unsure why dan how, maka dibutuhkan kedalaman dalam mengurai realitas. Supaya dalam penguraian realitas tidak terjadi pembiasan/pelebaran, dalam artian tetap focus dalam meguarai suatu realitas, maka amat dibutuhkan kerangka (Outline) sebagai acuan dalam mengurai realitas tersebut, mulai dari pengumpulan/pengalian data sampai penganalisaan data, sebelum dijadikan tulisan. Adapun dalam pembuatan Outline, kita tidak kosong terhadap realitas (kasus atau fenomena) yang akan diurai. Penegtahuan awal tentang fenomena yang akan diurai akan sangat membantu dalam pembacaan fenomena tersebut. Karena tidak mungkin seluruh uraian fenomena yang disajikan dalam tulisan, maka dalam outlinnya ditentukan sisi mana (angle) yang akan diurai dan disajikan secara mendalam. Sedangkan enggle di maksudkan sebagai penentu batasan-batasan fenomena yang akan diurai sehingga dalam mengurai dan menganalisa sebuah fenomena tetap terfokus pada batasan yang telah di rencanakan dan tidak melebar kemana-mana yang hanya akan menjadikan pembiasan dalam penguraian dan penganalisaan. Sebagai kerangka acuan dalam liputan mendalam Out Line juga memuat perencanaan (ketentuan) data-data yang akan diacri. Dan untuk data yang di rencanakan melalui wawancara, ditentukan pula poin-poin pertanyaan (drafting) secara garis besarnya. FEATURES

Penulisan ini lazim di sebut berita kisah (narasi) atau cerita pendek non fiksi. Dikatakan non fiksi karena tetap berdasarkan pula fakta. Features juga sering disebut berita ringan (soft news) karena gaya penulisannya yang indah memikat, naratif, proasis, imajinatif dan bahasanya lugas. Biasanya featuers ini mengggunakan suatu peristiwa (realitas social) yang biasanya tidak terlalu menjadi perhatian public dan isinya lebih menekankan pada sisi human interest (menarik minat dan perasaan khalayak pembaca) model features dalam penulisan berita tidak terikat aktualitas. Namun dalam menulis features dibutuhkan kepekaan dan ketajaman menangkap fenomena dalam realitas social melalui pengamatan dan wawancara yang mendalam, serta riset dokumentasi yang cermat. Ragam Features 1. Historikal Features Menceritakan kejadian-kejadian yang menonjol pada waktu yang telah lewat, tetapi mesih mempunyai nilai human interest. 1. Profile Feature Mengemukakan pengalaman pribadi seseorang atau kelompok. Khalayak pembaca bisa mengetahui sepak terjang tokoh tersebut, motivasinya, wawasannya, kerangka berfikirnya. Dan dikemas seolah-olah kisah pengakuan diri dari orang yang bersangkutan. 1. Adventures Features Menyajikan kejadian unik dan menarik yang dialami seseorang atau kelompok dalam perjalanan kesuatu daerah tertentu, baik tentang alam maupun masyarakat. 1. Trend features Mengungkapkan kisah tentang kehidupan sekelompok anak manusia ataupun perubahan gaya hidupnya dalam proses transformasi social. 1. Seasonal Features Mengisahkan aspek baru dari suatu peristiwa teragenda, seperti saat lebaran, natal, peringatan hari lahir tokoh nasional dan sebagainya. 1. How-to-do-it Feature

Mengungkapkan bagaimana suatu perbuatan atau kegiatan dilakukan, seperti tulisan tentang pemanfaatan daun sereh sebagai obat keluarga atau bagaimana cara menghapuskan virus computer. 7. Explanatori/Backgrounder Feature Mengisahkan suatu yang terjadi dibalik peristiwa atau penjelasan mengapa hal itu terjadi, misalkan tentang pemogokan buruh, mengapa pemogokan itu terjadi, sebab apa yang melatar belakangi pemogokan. 1. Human Interest Feature Menceritakan tentang kisah hidup anak manusia yang menyentuh perasaan, seperti seorang mahasiswa yang terus kuliah dengan mengandalkan hasil kerngatnya sendiri. Penulisan ini ditekankan pada tingkah laku hidupnya bukan personnya. Karakteristik Features 1. Teras Berita (Lead) bebas asal tetap menarik 2. Strukturnya bebas tapi tetap ringkas dan terus menarik 3. Bagian akhir tulisan dapat meningalkan pesan pada pembaca, artinya dapat membuat pembaca tersenyum, tertawa, berdecap, bagian akhir yang demikian disebut Punch. 4. Lenggang cerita terkesan santai 5. Deskripsi bervariasi, mengungkapkan detil-detil yang menyentuh atau yang membangkitkan emosi.

Pembuatan Opini, Tajuk Rencana (Editorial) , Artikel, Kolom (Essai) dan resensi Pembuatan antara opini, tajuk rencana, artikel, kolom dan resensi mempunyai spesifikasi masing-masing yang sangat berbeda. Antara satu tema rubrik tajuk opini pasti akan berbeda dengan rubric opini, begitupun yang lainnya. Sehingga dibawah ini akan dipaparkan spesifikasi masing-masing. a. Opini Bila berita sebagai hasil konstuksi dari peristiwa (fakta) dan dituntut obyektif dalam penyajiannya, maka tidak demikian halnya dengan opini. Opini bukan merupakan konstruksi peristiwa, tetapi lebih pada penilaian terhadap peristiwa (fakta), jadi terdapat unsure-unsur subyektifitas penulis dalam penyajiannya. Penulisannya tidak berdasarkan pada 5W+IH sebagaimana berita.

Langkaha awal yang harus dilakukan sebelum mengumpulkan bahan dan menulis opini dalah menentukan tema (problem yang akan diurai). Tema merupakan bentangan benangmerah dalam benak penulis yang menggambarkan tujuan tulisan, merupakan gagasan pokok. Tanpa tema tulisan opini tidak akan utuh dan menentu arahnya. Ada beberapa bentuk penulisan opini dalam jurnalistik; artikel, kolom, esai, resensi. Beberapa bentuk tulisan tersebut lazimnya merupakan ruang bagi pembaca. Selain bentuk-bentuk tersebut masih ada penilisan lain yang disebut opini. Namun, opini ini lebih merupakan pendapat media bersangkutan terhadap realitas yang berkembang. Salah satunya adalah editorial/tajuk yang merupakan penilaian atau analisa dari redaksi tentang situasi dan berbagai masalah. Juga ada pojok, ia merupakan tulisan tanpa sentilan, sindiran terhadap realitas yang ditulis dengan gaya satire, lucu, kocak. Dan karikatur juga merupakan penilaian redaksi terhadap realitas, ia tidak jauh beda dengan pojok, namun diungkapakn melalui gambar/kartun. Syarat-syarat Opini Orsinil Faktual, Aktual Bersifat ilmiah Sistematis Mengandung gagasan atau ide

Menggunakan bahasa yang baik dan benar (Sesuai dengan kaidah bahasa, baik Indonesia ataupun serapan). b. Tajuk Rencana (Editorial) Suatu karya tulis yang merupakan pandangan redaksi terhadap suatu fakta/realitas, karena merupakan pandangan redaksi maka tajuk bersangkutan dengan penilaian redaksi. Tajuk rencana memuat fakta dan opini yang disusun secara ringkas dan logis. Yang perlu diperhatikan dalam membuat tajuk Judul yang sifatnya meghimbau pembaca Kalimat untuk lead (paragraf awal) tidak terlalu panjang

Tajuk rencana yang baik mengandung keseimbangan antara hasil karya seorang ilmuan dan seorang seniman. Denga jiwa ilmuan, dimaksudkan dalam menentukan dan menganalisa problema bersifat logis, sangat mempertimbangakn temuan-temuan dalam

mengurai problem. Dengan semangat seniman, dimaksudkan lebih pada penyajian hasil analisa dalam bentuk tulisan agar lebih enak dibaca. c. Artikel Merupakan karya jurnalisik yang mempunyai karya ilmiah. Ada juga yang mengatakan artikel merupakan karya ilmiah. Kenapa? Dalam artikel susunan penulisannya seperti halnya karya ilmiah: ada batasan-batasan permasalahannya yang diungkapkan untuk selanjutnya diurai dalam tulisan, juga dimungkinkan ada problem solfing. Bahasa yang digunakan adalah bahasa-bahasa ilmiah-baku, namun tidak kaku. Jadi dalam menulis artikel langkah utama adalah menentukan permasalahan yang akan diurai (tema). Mensistematiskan supaya lebih mudah untuk ditarik benang merah. Ini perlu diperhatikan dalam menulis artikel. Tema dalam bahasan artikel bisa berupa apa saja, dari teknologi sampai politik, dari masalah yanglebih kecil sampai pada masalah yang paling besar. d. Kolom / Essai Sama halnya dengan artikel, menulis kolom diperlukan menentukan permasalahan yang akan diurai, juga sistematisasi permasalahan untuk ditarik benang merah. Ini dimaksudkan untuk menjadikan lebih terarah. Dalam penulisannya, kolom tidak ketat seperti artikel. Bahasa yang digunakan lebih lentur, mudah dipahami, terkesan santai dalam memaparkan idenya. Dalam essai lebih longgar lagi dan tulisannya lebih pendek dari kolom. Biasanya karakter penulis tercerminkan dalam tulisan essai kekhasan personal lebih ditonjolkan. Sama halnya dengan kolom dalam memaparkan idenya terkesan santai, bahasanya lentur,alur bahasa lebih lugas. Juga seperti halnya dalam penulisan opini yang lain, ada permasalahan yang diuraikan. e. Resensi Resensi merupakan bentuk tulisan dalam hal pengambaran/analisa terhadap sebuah teks. Teks disini bisa berupa buku, film, teater, maupun lagu. Sebagian menyebut resensi sama halnya dengan synopsis, pengambaran secara global tentang teks. Tapi sebenarnya tidak sama, karena dalam resensi ada sedikit sentuhan analisa penulis dan seorang resensor harus berlaku subyektif mungkin dalam menggambarkan atau menganalisa teks. PENULISAN BERITA a. Membuat Judul Judul berita memang bukan merupakan hal yang urgen dalam penulisan berita. Tapi bisa menjadi hal yang vital. Sebelum membaca isi berita pembaca cenderung membaca

judulnya lebih awal. Ketika judul tidak menarik, pembaca akan enggan untuk membaca isinya. Maka usahakan dalam membuat judul mudah dimengerti dengan sekali baca, juga menarik, sehingga mendorong pembaca mengetahui lebih lanjut isi berita. Tapi judul yang menarik belum tentu benar dalam kaidah penulisan judul. Pada dasarnya judul seharusnya mencerminkan isi berita. Jadi disamping mencerminkan isi dan menarik. Judul perlu kejelasan asosiatif setiap unsure subjek, objek dan keterangan. Selain itu dalam menuliskan judul juga bisa menggunakan kalimat langsung, artinya mengutip langsung ungkapan dari narasumber. Biasanya suatu pernyataan itu mengarah subjek yang melontarkan, untuk menjelaskan subjek (nama-nama narasumber atau sebuah kegiatan maka digunakan kickers (pra judul). Atau jika tidak menggunakan kickers, penulisan judul dalam dua tanda petik. b. Pembuatan Lead lead merupakan paragraph awal dalam tulisan berita yang berfungsi sebagai kail sebelum masuk pada uraian dalam tulisan berita. Ada beberapa maca lead yang bisa digunakan dalam menulis berita: 1. Lead ringkasan: Biasanya dipakai dalam penulisan Berita keras. Yang ditulis inti beritanya saja, sedangkan interesting reader diserahkan kepada pembaca, lead ini digunakan karena adanya persoalan yang kuat dan menarik. 2. Lead bercerita: Ini digemari oleh penulis cerita fiksi karena dapat mebarik dan membenamkan pembaca alur yang mengasikkan. Tekhniknya adalah membiarkan pembaca menjadi tokoh utama dalam cerita. 3. Lead pertanyaan: Lead ini efektif apabila berhasil menantang pengetahuan pemabaca dalam mengenal permasalah yang diangkat. 4. Lead menuding langsung: Biasanaya melibatkan langsung pembaca secara pribadi, rasa ingin tahu mereka sebagai manusia diusik oleh penudingan lead oleh penulis. 5. Lead Penggoda: Mengelabui pembaca dengan acara bergurau. Tujuan utamanya menggaet perhatian pembaca dan menuntunnya supaya pembaca habis cerita yang ditawarkan. 6. Lead Nyetuk: Lead yang menggunakan puisi, pantun, lagu atau yang lain. Tujuannya menarik pembaca agar menuntaskan cerita yang kita atawrkan. Gays lead ini sangat has dan ekstrim dalam bertingkah. 7. Lead Deskriptif: Menciptakan gambaran dalam pikiran pembaca tentang seorang tokoh atau suatu kejadian, Lead ini banyak digemari wartawan ketka menulis feature profil pribadi. 8. Lead Kutipan: Lead yang mengutip perkataan, statement, teori dari orang terkenal. 9. Lead Gabungan: Lead yang menggabungkan dua atau lebih macam lead yang sudah ada. Semisal lead kutipan digabung dengan lead deskriptif.

c. Pembuatan Ending Untuk menutup ending atau ending story, ada beberapa jenis: 1. Penyegar: penuto yang biasanya diahiri kata-kata yang mengagetkan pembaca dan seolah-olah terlonjak 2. Klimaks: penutup ini ditemukan pada cerita yang ditulis secara kronologis. 3. Tidak ada penyelesaian: penulis mengahiri cerita dengan memberikan sebuah pertanyaan pokok yang takterjawab. Jawaban diserahkan pada pembaca untuk membuat solusi atau tanggapan tentang permasalahan yanga ada. d. Alur Penulisan Kita sering membaca sebuah tulisan, tapi setelah selesai kita tidak tahu apa yang dikatakan dan yang dimaksud oleh tulisan tersebut. Dalam kasus ini, sebagai penulis ia gagal msnyampaikan ide/pikiran pada pembaca. Ada dua kemungkinan kenapa pembaca tidak memahami tulisan tersebut. Pertama bahasa yang digunakan penulis. Kedua, alur tulisan yang tidak terarah. Jika yang terjadi adalah factor kedua maka penulis telah melakukan kesalahan yang sangat fatal. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan acuan: 1. 2. 3. Sebab- akibat Akibat- sebab Diskriptif-kronologis

BAHASA JURNALISTIK Bahasa jurnalistik sewajarnya didasarkan atas terbatasnya ruang dan waktu. Salah satu sifat dasar jurnalisme menghendaki kemampuan komunikasi capat dalam ruang dan waktu yang relative terbatas. Dengan demikian diobutuhkan suatu bahasa jurnalistik yang lebih efisien. Dengan efisien dimaksudkan lebih hemat dan lebih jelas. Asas hemat dan jelas ini sangat penting buat seorang jurnalis dalam usaha kearah efisiensi dan kejelasan dalam tulisan. Penghematan diarahkan kepada penghematan ruang dan waktu. Ini bisa dilakukakn didua lapisan. (1) unsur kata, dan (2) unsur kalimat. a. Penghematan. Unsur Kata 1. beberapa kata indinesia sebenarnya bisa dihemat tanpa mengorbankan tata bahasa dan jelasnya arti. Misalnya

agar supaya menjadi agar, supaya akan tetapi menjadi tapi apabila menjadi bila sehingga meskipun menjadi hingga menjadi meski

walaupun menjadi walau tidak menjadi tak (kecuali diujung kalimat atau berdiri sendiri) 2. kata daripada atau dari pada juga bisa disingkat jadi dari misalnya:

keadaan lebih baik dari pada zaman sebelum perang, menjadi keadaan lebih baik dari sebelum perang, tapi mungkin masih janggal mengatakan:: dari hidup berputi mata, lebih baik mati berputih tulang. 3. Beberapa kata mempunyai sinonim yang lebih pendek. Misalnya: = lalu = kian = kaget = amat = begitu = kini

kemudian makin terkejut sangat demikian sekarang

catatan: dua kata yang bersamaan arti belum tentu bersamaan efek, sebab bahasa bukan hanya soal perasaan. Jadi dalam soal memilih sinonim pendek perlu mempertimbangkan rasa bahasa. Penghematan Unsur Kalimat Lebih efektif penghematan kata adalah penghematan melalui struktur kalimat. Banyak contoh pembuatan kalimat dengan pemborosan kata. 1. pemakaian kata yang sebenarnya tak perlu, diawal kalimat, misalnya:

adalah merupakan kenyataan, bahwa pencaturan politik internasional berubah ubah setiap zaman. (bisa disingkat: merupakan kenyataan, bahwa.) apa yang dikatakan Wijoyo Nitisastro sudah jelas. (bisa disingkat: yang dikatakan Wijoyo Nitisastro). 1. pemakaian apakah atau apa (mungkin pengaruh bahasa daerah) yang sebenarnya bisa ditiadakan misalnya: apakah Indonesia akan terus tergantung pada bantuan luar negeri (bisa disingkat: akan terus tergantungkah Indonesia) baik kita lihat, apa(kah) dia dirumah atau tidak, bisa disingkat baik kita lihat dia dirumah atau tidak 1. pemakaian dari sepadan dengan of (inggris) dalam hubungan milik yang sebenarnya bisa ditiadakan: juga dari pada misalnya: dalam hal ini pengertian dari pemerintah diperlukan bisa disingkat: dalam hal ini pengertian pemerintah diperlukan. sintaksis adalah bagian dari pada tata bahasa bisa disingkat: sintaksis adalah bagian tata bahasa. 1. pemakaian untuk sepadan dalam to (inggris) yang sebenarnya dapat ditiadakan. Misalnya: Unisoviet cenderung untuk mengakui hak-hak India , bisa disingkat Unisoviet cenderung megakui hak-hak India. pendirian semacam itu mudah untuk dipahami menjadi pendirian semacam itu mudah dipahami. Catatan: Dalam kalimat: mereka setuju untuk tidak setuju, kata untuk demi kejelasan dipertahankan 1. pemakaian adalah sepadan dengan is atau are (inggris) tak selamanya perlu: misalnya:kera adalah binatang pemamah biak bisa disingkat kera binatang pemamah biak. Catatan: dalam struktur kalimat lama, adalah ditiadakan, tapi kata itu ditambahkan, misalnya dalam kalimat: pikir itu pelita hati. Kita bisa memakainya meski lebih baik dihindari, misalnyakalua kita harus menerjemahkan man is a better driver than women, bisa mengacaukan bila disalin:pria itu pengemudi yang lebih baik dari pada wanita.

1. pembunuhan akan, telah, sedang sebagai penunjuk waktu sebenarnya bisa dihapuskan, kalau ada keterangan waktu. Misalnya: presiden besok akan meninjau pabrik ban Goodyear bisa disingkat presiden besok meninjau pabrik tadi telah dikatakan bisa disingkat tadi dikatakan

kini Clay sedang sibuk mempersiapkan diri bisa disingkat kini Clay mempersiapkan diri 1. pembunuhan bahwa sering bisa ditiadakan: misalnya: Gubernur Ali Sadikin membantah desas desus yang mengatakan bahwa ia akan diganti. Tidak diragukan lagi bahwa ialah orang yang tepat bisa disingkat tidak diragukan ia lah orangnya yang tepat. Catatan: sebagai ganti bahwa ditaruhkan koma, atau pembuka (;), bila perlu 1. yang, sebagai penghubung kata benda dengan kata sifat, kadang juga bisa ditiadakan dalam konteks kalimat tettentu misalnya: Indinesia harus menjadi tetangga yang baik dari Australia bisa disingkat Indonesia harus menjadi tetangga yang baik Australia kami adalah pewaris yang sah dari kebudayaan dunia 1. pembentukan kata benda (ke ++ an atau pe ++ an) yang berasal dari kata kerja kata sifat, kadang meski tak selamanya menambah beban kalimat dengan kata yang sebenarnya tak perlu. Misalnya: PN sedang menderita kerugian Rp. 3 juta bisa disingkat PN sedang rugi Rp. 3 juta. ia telah tiga kali melakukan penipuan tehadap saya bisa disingkat ia telah tiga kali menipuan tehadap saya. b. Kejelasan Setelah dikemukakan 16 pasal yang merupakan pedoman dasar bagaimana penghematan dalam menulis, dibawah ini pedoman dasar kejelasan dalam menulis. Menulis secara jelas membutuhkan perasyarat:

1. penulisan harus memahami betul soal yang mau ditulisnya, bukan pura-pura paham atau belum yakin benar akan pengetahuan sendiri. 2. penulis harus punya kesadaran tentang pembaca.

Kejelasan Unsur Kata 1. Berhemat dengan kata-kata asing. Dewasa ini begitu derasnya arus istilah-istilah asing dalam pers kita. Misalnya: income percapita, meet the press, steam-bath,midnight show, project officer, floating mass, program-oriented, floor-price, City Hall, upgrading, the best photo of the year, reshuffle, approach, single, seeded.dan lain lagi. Kata-kata itu sebenarnya bisa diterjemahkan, tapi dibiarkan begitu saja sementara diketahui bahwa tingkat pelajaran bahasa inggris sedang merosot, bisa diperhitungkan sebentar lagi pembaca Koran Indonesia akan terasing dari informasi, mengingat timbulnya jarak bahasa yang kian melebar. Apalagi jika i diingat rakyat rakyat kebanyakan memahami bahasa inggris sepatahpun tidak. Sebelum terlambat, ikhtiar menterjemah kata-kata asing yang relative mudah diterjemah harus segera dimulai. Tapi sementara ini diakui perkembangan bahasa tak berdiri sendiri melainkan di topang perkembangan sector kebudayaan lain. Maka sulitlah kita mencari terjemah dari lunar module feasibility study, after shafe-lotion,, drive-in, pant-sul dari perbendaharaan kata-kata asing. Tehnical know-how, backhand drive, smash, slow motion, enterperneur, boom, longplay, crash program, buffet dinner, double-breast, dll. Karena pengertian-pengertian itu tak berasal dari perbendaharaan cultural kita. Walau ikhtiar mencari salinan Indonesia yang tepat dan enak (misalnya bell-bottom dengan cutbray) tetap perlu. 2. menghindari sejauh mungkin akronim setiap bahasa mempunyai akronim tapi agaknya sejak lima belas tahun yang kemarin, berbahasa Indonesia bertambah gemar mempergunakan akronim, hingga sampai hal-hal yang kurang perlu. Akronim mempunyai manfaat menyingkap ucapan dan penulisan dengan cara dan mudah diingat. Dalam bahasa Indonesia, yang kata-katanya bersuku, kata tunggal, dan yang rata-rata dituliskan dengan banyak huruf, dan kecenderungan membentuk akronim lumrah Hankam, Bappenas, Daswati, Humas, memang lebih ringkas dari pertahanan dan keamanan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Daerah Swantara Tingkat, dan Hubungan Masyarakat tapi kiranya akan teramat membingungkan kalau kita seenaknya saja membikin akronim sendiri dan selalu sering, disamping itu, perlu diingat ada yang membuat akronim untuk alat praktis dalam dinas (misalnya yang dilakukan kalangan ketentaraan) ada yang membaut akronim untuk bergurau, mengejek, dan mencoba lucu (misalnya dikalangan remaja sehari-hari: (ortu) untuk (orang tua), (keruk nasi) untuk (kerukunan nasional).

Tapi ada juga yang membaut akronim atau menciptakan efek propaganda dalam permusuhan politik, misalkan: (manikebu) untuk ( manifestasi kebudayaan), (Nikolin) untuk (neo kolonialisme), (cinkom) untuk (cina komunis), (asu) untuk (Ali Suracman). Bahasa jurnalistik dari sikap objektif, seharusnya menghindarkan akronim jenis yang terakhir. Akronim bahas apojok sebaiknya juga dihindarkan dari bahasa pemberitaan, misalnya (Djagung) untuk (jaksa agung). (Gepeng) untuk (gerakan penghematan), (sassus) untuk (desas desus). Karena akronim bisa menghamburkan pengertian kata-kata yang diakronimkan Kejelasan unsur kalimat Seperti halnya dalam asas penghematan, asas kejelasan juga lebih efektif jika dilakukan dalam struktur kalimat. Satu-satunya untuk itu ialah dihindarkannya kalimat-kalimat majemuk yang paling panjang kalimatnya: terlebih-lebih lagi jika kalimat majemuk itu bercucu kalimat.

Anda mungkin juga menyukai