Anda di halaman 1dari 13

PERS MAHASISWA SEBAGAI SARANA

PEMBINAAN KARAKTER1
Bagir Manan

1. Pendahuluan

Keikutsertaan mahasiswa dalam aktivitas pers sudah dijalankan


sejak masa kolonial. Dalam salah satu (oto) biografinya, Bung Hatta
menulis atau mencatat, kira-kira sebagai berikut: “Ketika akan
melanjutkan studi ke negeri Belanda, beliau mengikat perjanjian untuk
menulis secara teratur di suatu Koran. Honorarium menulis itu bukan saja
menopang tambahan atas beasiswa, tetapi melapangkan membeli buku-
buku”. Sekedar keterangan tambahan, Bung Hatta kita kenal memiliki
kepustakaan yang sangat banyak. Dalam cerita lain, ketika berangkat
menuju pembuangan ke Digul (Papua) bersama Bung Sjahrir, beliau
membawa berpuluh-puluh peti buku (17 peti). Begitu pula pada waktu
dipindahkan dari Digual ke Banda Neira. Menjelang akan dibebaskan dari
Banda Neira kembali ke Jakarta, salah satu kesibukan Bung Sjahrir adalah
membantu Bung Hatta mengepak buku-buku beliau yang banyak itu.
Keterlibatan dalam kegiatan jurnalistik dilakukan juga oleh Bung
Karno, Bung Sjahrir, dan mahasiswa lainnya. Sebagai pemimpin atau
anggota pergerakan kemerdekaan, tema tulisan mereka sekitar perlawanan
terhadap kolonialisme, imperialisme dan cita-cita kemerdekaan.
Tradisi ini berlanjut terus. Tidak hanya terbatas pada menulis di
media, tetapi menjadi wartawan. Banyak sekali mahasiswa-mahasiswa
setelah kemerdekaan, sambil kuliah menjadi wartawan untuk koran atau
majalah. Akibat aktivitas ini, ada yang sangat lambat menyelesaikan kuliah
atau sama sekali tidak pernah menyelesaikan program kesarjanaannya.
Tentu ada yang meraih dua-duanya sekaligus, menjadi wartawan handal

1
Tulisan ini pertama kali disampaikan pada pelantikan pengurus HMI Jawa Barat, di Bandung beberapa bulan yang
lalu. Ada tambahan-tambahan, tanpa mengubah kerangka maupun esensinya.
dan meraih pula gelar kesarjanaan. Kalau harus memilih, lebih terhormat
menjadi wartawan yang tidak menyelesaikan kuliah, dibandingkan mereka
yang menghabiskan kiriman dari kampung untuk sekedar berfoya-foya.
Lebih parah lagi ada yang menjadi aktivis sekedar pelarian karena malas
belajar atau tidak sanggup memenuhi kewajiban akademik dari dosen atau
fakultas.

1. Kategori pers mahasiswa

Ada dua kategori pers mahasiswa. Pertama; pers mahasiswa di


dalam kampus. Sering disebut pers kampus. Kedua; pers mahasiswa di
luar kampus. Pers mahasiswa di luar kampus dapat pula dibedakan antara
yang diselenggarakan ikatan-ikatan mahasiswa di luar kampus (ikatan
mahasiswa ekstra universitas) seperti oleh HMI dan lain-lain. Bahkan HMI
(hingga sekarang) memiliki Lembaga Pers Himpunan Mahasiswa Islam
(LAPMI). Ada pula pers di luar kampus yang diselenggarakan mahasiswa
yang bekerja bersama sesama mahasiswa. Misalnya, di Bandung pernah
ada mingguan Mahasiswa Indonesia (dipimpin Rahman Tolleng, mahasiswa
FISIP UNPAD), mingguan Mimbar Demokrasi (dipimpin Sugeng Saryadi,
mahasiswa FIKOM UNPAD, Adi Sasono dan Purwoko Handoko mahasiswa
ITB). Di Jakarta ada harian KAMI dipimpin Nono Anwar Makarim,
mahasiswa FH. UI. Salah satu wartawannya  almarhum Tarman Azzam
pernah menjadi ketua umum PWI) dan lain-lain seperti Ismail Hadad.
Pers mahasiswa di luar kampus sangat maju di awal Orde Baru.
Sangat professional. penopang utamanya adalah Ikatan Pers Mahasiswa
Indonesia (IPMI) yang menyelenggarakan secara teratur dan intensif
pelatihan-pelatihan pers mahasiswa (terutama di Jakarta dan Bandung).
Baik pers mahasiswa di dalam kampus maupun di luar kampus
sangat fluktuatif, antara lain karena:
Pertama; tergantung pada mahasiswa peminat jurnalistik atau karena
tuntutan program studi yang sangat padat. Kedua; regenerasi berjalan
dengan cepat karena tamat kuliah atau memasuki pekerjaan lain. Mereka
yang tamat segera mencari pekerjaan lain atau meneruskan pekerjaan pers
di tempat lain. Ketiga; kebijakan pemerintah. Suatu ketika, Menteri
Pendidikan menjalankan kebijakan yang disebut NKK dan BKK. Kebijakan
ini melumpuhkan semua aktivitas mahasiswa di kampus. Semua kegiatan
mahasiswa dijadikan sebagai bagian dari birokrasi kampus dan menjadi
tanggung jawab Rektor. Mahasiswa kehilangan kebebasan berekspresi,
termasuk kebebasan pers, kecuali yang telah mendapat restu dari rektor.
Sebagai imbalan, semua kegiatan mahasiswa dibiayai oleh anggaran
universitas. Mahasiswa tidak lagi terlatih mandiri. Beberapa rektor
kehilangan imajinasi sebagai pimpinan lembaga ilmiah. Mereka lebih
menampakkan diri sebagai birokrat. Takut ditindak Bapak Menteri. Tidak
jarang, raptor atau pembantu rektor, atas nama normalisasi kampus
sangat mengekang aktivitas mahasiswa.
Kelumpuhan pers mahasiswa di luar kampus berjalan seiring dengan
“konsolidasi” Orde Baru yang tidak toleran terhadap perbedaan pendapat,
apalagi kritik. Suatu ketika pers mahasiswa di luar kampus terkena
larangan terbit atau pembereidelan. Hal yang tidak kalah penting adalah
sumber pembiayaan. Umumnya pers mahasiswa di dalam maupun di luar
kampus mengandalkan sumber biaya dari bantuan sosial dari orang-orang
yang berminat menyumbangkan sebagian pendapatan untuk usaha-usaha
non komersial. Hal semacam ini bukan saja tergantung pada tinggi rendah
pendapatan mereka. Suatu ketika, pertimbangan utama adalah tidak mau
terseret atau mendapat ancaman dari penguasa.
Pers mahasiswa di kampus tidak pernah berupa surat kabar
melainkan buletin berkala atau majalah. Misalnya di FH UI pernah ada
majalah “Hukum dan Pembangunan” yang dikelola mahasiswa antara lain
oleh Wina Armada Sukardi, sekarang wartawan senior, pernah menjadi
Sekjen PWI, dua kali berturut-turut sebagai anggota Dewan Pers, Erman
Rajagukguk, kemudian menjadi guru besar di FH. UI, Andy Noya, sekarang
terkenal dengan program Kick Andy dan lain-lain. Majalah ini bukan saja
populer tetapi berwibawa secara ilmiah karena senantiasa menggunakan
tulisan-tulisan ilmiah di bidang hukum dan pembangunan hukum.
Pers kampus di masa lalu menyelenggarakan juga pers radio. Di UI
ada Radio Arif Rahman Hakim (nama untuk mengenang mahasiswa UI Arif
Rahman Hakim yang meninggal tahun 1966 tertembak dalam perlawanan
mahasiswa terhadap rezim Orde Lama dan PKI). Di Bandung, ada Radio
Ganesha 10 di kampus ITB. Di UNPAD ada Radio UNPAD, dan lain-lain.
Radio-radio mahasiswa sangat populer karena berita dan pembicaraan-
pembicaraan yang kritis dan menarik. Selain itu, radio mahasiswa berisi
hiburan yang bermutu seperti nyanyian yang bermutu yang biasanya
digemari kaum terpelajar.
Sejak reformasi, mulai kembali nampak kegiatan pers kampus.
Tetapi akibat pengekangan yang lama (sejak NKK-BKK), tidak mudah
membangkitkan kembali pers kampus. Pada saat ini sejumlah kampus
telah memiliki kembali pers mahasiswa. Dewan Pers, baik atas
pertimbangan meningkatkan sumber tenaga jurnalistik yang bermutu
maupun sebagai basis dari proses pendidikan non kurikuler, berusaha
membantu berbagai kegiatan pers mahasiswa.

1. Dilema pers kampus


Pada bagian ini, hanya akan dicatat mengenai pers kampus.
Di atas telah dicatat mengenai masalah keberlangsungan pers
mahasiswa di kampus maupun di luar kampus. Pada rubrik ini, ada dua
persoalan dasar yang akan menjadi uraian. Pertama; “Apakah pers
(mahasiswa) di kampus adalah pers?” Kedua; “Bagaimana hubungan pers
(mahasiswa) di kampus dengan institusi universitas cq. rektor?
Terhadap pertanyaan pertama (apakah pers kampus atau pers
mahasiswa adalah pers). Dalam praktek, pers mahasiswa di dalam kampus
menjalankan hampir semua fungsi pers yang meliputi fungsi informasi
(memiliki publikasi yang teratur), fungsi kontrol, dan fungsi pendidikan.
Sedangkan fungsi hiburan sangat terbatas (kalau tidak dapat dikatakan
tidak ada). Apakah dengan demikian, pers di dalam kampus dapat
digolongkan sebagai pers? Ada dua sumber tinjauan yaitu dari segi
normatif dan dari segi profesi.
Secara normatif, apabila pers mahasiswa di dalam kampus adalah
pers, harus memenuhi semua syarat hukum untuk disebut pers, seperti
syarat bentuk badan usaha, syarat pengelola yang jelas dan bertanggung
jawab, syarat keteraturan terbit dan lain-lain. Syarat-syarat hukum ini sulit
sekali dipenuhi pers mahasiswa di kampus. Ada dua kemungkinan, yaitu
pers mahasiswa di dalam kampus bukan pers (walaupun menjalankan
fungsi pers), atau mengubah pengertian normatif pers sehingga dapat
mencakup pers mahasiswa di kampus. Kalau secara normatif, pers di
dalam kampus adalah pers, mereka berhak atas segala privilege pers,
perlindungan pers, dan lain-lain hak pers sebagai profesi dalam satu
masyarakat demokratik. Segala privilege dan hak-hak itu tidak ada kalu
pers mahasiswa di kampus bukan pers. Betapa penting menemukan
formula yang tepat mengenai pers mahasiswa di kampus. Suatu pernyataan
historis atau sosiologis menunjukkan pers mahasiswa di kampus akan
selalu hadir terlepas diakui atau tidak diakui sebagai pers. Keberadaan pers
mahasiswa di kampus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
bentuk-bentuk kreativitas dan aktivitas di luar program akademik, dengan
berbagai fungsi penting lain diluar fungsi pers (diuraikan di bawah).
Bagaimana hubungan antara pers mahasiswa di kampus dengan
birokrasi universitas, seperti rekor? Sekedar ilustrasi, kita ambil contoh
Amerika Serikat yang sangat terkenal dengan Amandemen Ke-I UUD
(1791), yang melarang Kongres membuat undang-undang yang membatasi
kemerdekaan atau kebebasan pers. Kebijakan pimpinan universitas pada
dasarnya menganggap pers mahasiswa di kampus tidak dilindungi
Amandemen Ke-I. Pers mahasiswa di kampus dibatasi melalui berbagai
cara termasuk penerapan sensor, larangan terbit, atau paling tidak,
mendapat teguran (melalui telepon atau cara-cara lain). Salah satu dasar,
karena pers mahasiswa di kampus memperoleh dana dari universitas.
Sikap Mahkamah Agung Amerika Serikat sendiri berubah-ubah. Sebelum
tahun 1980-an, Mahkamah Agung berpendapat, Amandemen Ke-I berlaku
terhadap pers mahasiswa di kampus. Pada tahun-tahun itu (era 1960-
1980), pers mahasiswa menikmati kebebasan. Suasana politik (seperti
perang Vietnam yang ditentang mahasiswa), sangat mempengaruhi sikap
terhadap pers mahasiswa. Segala bentuk pengekangan dapat menambah
ketegangan dan perlawanan mahasiswa. Jadi, agak terbalik. Biasanya
pengekangan terjadi menghadapi sesuatu krisis atau menganggap
mahasiswa sebagai ancaman dan bahaya nyata (real and present danger)
terhadap kekuasaan, seperti pengekangan ala NKK-BKK. Memang,
meskipun mahasiswa (di Amerika) pada waktu itu anti perang Vietnam,
tetapi mereka tidak mengancam (sebagai ancaman terhadap) kekuasaan.
Mereka hanya mengkritik dan menggunakan hak berbeda pendapat. Suatu
ketika, pernah ada mahasiswa yang diadili, karena mengucapkan di depan
umum yang mengancam melakukan kekerasan terhadap Presiden. Oleh
Mahkamah Agung dibebaskan, karena mahasiswa yang bersangkutan
hanya ngomong, tidak diikuti sesuatu gerakan untuk mewujudkan
ancamannya. Antara lain, hakim menanyakan: “Apa yang dilakukan setelah
mengeluarkan ancaman?” Mereka mengatakan kami pulang ke asrama
(tidur). Mereka dibebaskan hakim. Di sini berlaku prinsip: “Seorang
dipidana karena perbuatannya bukan karena ucapannya”. Tetapi sejak
1980-an, Mahkamah Agung berpendapat, Amandemen Ke-I tidak berlaku
untuk pers mahasiswa. Mahkamah Agung ingin lebih menguatkan posisi
rektor menghadapi mahasiswa. Sekedar catatan kenangan, pada masa-
masa pergerakan mahasiswa di Jakarta tahun 70-an, ada mahasiswa yang
diadili dan dihukum karena dalam suatu kerumunan mengeluarkan
ucapan yang dianggap mengancam kenyamanan penguasa, meskipun
hanya sekedar ucapan (omong doang). Ucapan mahasiswa tersebut
dikategorikan sebagai makar atau melawan pemerintah yang sah. Cara
penafsiran yang sangat kolonialistik dan sewenang-wenang. Penguasa
menjadi begitu paranoid menghadapi mahasiswa. Hakim menjadi alat
penguasa semata. Sangat memalukan.
Bagaimana dengan pers mahasiswa di Indonesia?
Ada persamaan karakter pers mahasiswa kampus di Indonesia
dengan di negara-negara lain. Mereka sangat menonjolkan fungsi kontrol
dan kritik terhadap kebijakan universitas. Hal ini acapkali menimbulkan
ketegangan dengan pengelola universitas (rektor, dekan dan lain-lain). Di
satu pihak, pengelola universitas beranggapan, mahasiswa c.q. pers
mahasiswa tidak dalam kapasitas menilai kebijakan universitas karena
pers mahasiswa dibiayai anggaran universitas. Di pihak lain, pers
mahasiswa berpendapat, pengawasan dan kritik terhadap pengelolaan
universitas, merupakan bagian dari partisipasi mahasiswa sebagai warga
kampus, untuk mendorong responsibilitas dan akuntabilitas universitas.
Sesungguhnya, persoalan di atas dapat diatasi. Di pihak universitas
harus ada keterbukaan (oppeness) sehingga segala sesuatu dapat diketahui
dengan baik oleh warga kampus termasuk pers mahasiswa.
Di pihak pers mahasiswa, wajib menjalankan prinsip-prinsip
jurnalistik seperti:  check and recheck, berita atas dasar fakta, tidak ada
unsur fitnah atau mencemarkan nama baik, menghakimi dan lain-lain.
Untuk itu, selain keterampilan jurnalistik pers mahasiswa harus
memperhatikan kode etik jurnalistik, dan asas-asas pers yang baik (the
principles of good journalism).
Hubungan harmonis antara universitas dan keras Mahasiswa dapat
juga didasarkan pada asas toleransi ilmiah. Meskipun terhadap pers
mahasiswa secara teknis hukum tidak (belum) berlaku prinsip kebebasan
mimbar akademik, tetapi mereka tetap memiliki hak atas kebebasan ilmiah
dan menikmati prinsip toleransi ilmiah (academic tolerance). Atas dasar ini,
seyogyanya rektor senantiasa toleran terhadap berbagai pandangan atau
kritik mahasiswa. Jangan mudah menjatuhkan sanksi terhadap
mahasiswa. Sikap toleran juga dapat ditinjau sebagai bagian dari fungsi
pendidikan yaitu melatih mahasiswa mengembangkan kepribadian atau
karakter.

4. Pers mahasiswa di kampus sebagai wadah pendidikan dan pelatihan.


Dahulu, hampir selalu disebut-sebut mengenai Tri Dharma
perguruan tinggi setiap perguruan tinggi harus secara serempak
menjalankan fungsi pendidikan semestinya fungsi pengajaran ilmiah atau
keilmuan fungsi penelitian untuk perkembangan ilmu yang disebut basic
research atau grounded research dan penelitian terapan atau Applied
research untuk antara lain kebijakan yang tepat dan fungsi pengabdian
pada masyarakat untuk mendekatkan perguruan tinggi dan mahasiswa
dengan masyarakat seperti mengenali kenyataan sosial problem sosial
kebutuhan sosial dan lain-lain fungsi ketiga ini sebagai koreksi atas
anggapan perguruan tinggi adalah sebuah menara Gading Ivory tower
selalu berada di awal-awal sebenarnya sebutan the Ivory tower hanya
berlaku pada saat pengajaran ilmiah terbatas pada pelajaran filsafat dan
ilmu ilmu murni tetapi dengan masuknya ilmu ilmu teknologi
perkembangan ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi sebuah ke iPhone Tower
hanya sekedar karbon bahkan ilmu murni sekali pun seperti fisika murni
mempunyai juga fungsi terapan apalagi yang disebut fisika terapan
walaupun begitu fungsi atau Dharma pengabdian pada masyarakat tetap
penting untuk secara Dini membiasakan mahasiswa dekat dengan
masyarakat peri kehidupan dan persoalan masyarakat hanya yang perlu
diperhatikan fungsi pengabdian kepada masyarakat harus merupakan
bagian dari penerapan ilmu bukan sesuatu yang terpisah misalnya kuliah
kerja mahasiswa di lapangan pertanian bukan sekedar membantu petani
mencangkul atau panen kepada petani dapat dikenalkan cara menanam
yang baik cara memupuk yang benar menjauhkan pestisida dan lain-lain
dengan berbagai alasannya.
pada saat ini kita jarang mendengar sebutan atau diskursus Tri
Dharma perguruan tinggi DG pengabdian kepada masyarakat ada
beberapa kemungkinan pertama pada saat ini semua kebijakan lebih
ditujukan pada perkembangan ilmu kemdiknas berkutat dengan
kurikulum atau segala sesuatu yang diletakkan pada kurikulum
termasuk bahan-bahan di luar kerangka ilmu mulai dari TK harus hafal
urutan-urutan Pancasila pendidikan kepribadian nasional pendidikan
cinta tanah air dan lain-lain semacam itu suatu bentuk pengajaran
Patriotisme ini bukan pengajaran apalagi pengajaran ilmiah melainkan
suatu bentuk indoktrinasi Patriotisme tidak hadir karena diajarkan atau
di indoktrinasi kan Patriotisme tumbuh sebagai perwujudan tanggung
jawab sebagai hasil dari suasana lingkungan dan pengalaman di satu
pihak mahasiswa atau pelajar harus hafal dan menghayati Pancasila di
pihak lain Mereka menyaksikan korupsi merajalela pada seluruh sektor
publik pemerintahan dan kenegaraan indoktrinasi telah gagal di masa
orde lama dan orde baru Hal yang sama gagal disparta nasi dan terakhir
di negara-negara komunis semestinya kita belajar.
pada saat ini di perguruan perguruan tinggi lebih memusatkan diri
pada perkembangan strata pendidikan akademik semua ingin dan boleh
misalnya yang menyelenggarakan program S3 tidak heran kalau gelar
doktor bertebaran dimana-mana tanpa lagi mengingat program itu
sebenarnya .
kedua pengabdian kepada masyarakat telah melekat dalam kegiatan
sehari-hari di kampus.
ketiga keterlibatan perguruan tinggi khususnya mahasiswa dalam
kehidupan masyarakat justru menimbulkan berbagai kegaduhan.
keempat ada bentuk baru pengabdian masyarakat para mahasiswa
seperti melakukan demonstrasi sambil merusak sarana publik atau
menjadi pendamping demonstrasi buruh yang menginspirasi aparat desa
dan lain-lain.
bagaimana dengan pers mahasiswa di kampus?
almarhum Bung Hatta dalam pidato di Universitas Indonesia 1956
tentang tanggung jawab kaum intelektual menyampaikan sebagai
sumber ilmu dapat di pelajari tetapi karakter diperoleh dari pengalaman
semata-mata ilmu dapat membawa kehancuran penguasaan ilmu harus
disertai dengan penguasaan karakter.
karakter yang dimaksud Bung Hatta adalah karakter bertanggung
jawab ilmu yang dimiliki harus diamalkan dengan dan untuk suatu
tanggung jawab yaitu tanggung jawab kepada publik.
secara tersirat Tri Dharma pengabdian pada masyarakat mengandung
makna untuk membangun karakter tanggung jawab dengan cara
menerapkan pelajaran dan mengenali ciri kehidupan masyarakat tetapi
itu bukan satu-satunya cara membangun sarjana yang berkarakter
berbagai kegiatan mahasiswa di luar kurikulum merupakan sumber
penting membangun karakter atau kepribadian yang bertanggung jawab.
Salah satu aktivitas yang konstruktif yaitu pers mahasiswa di kampus.
dalam kaitan membangun karakter pers mahasiswa berfungsi pertama
membangun kesadaran bahwa ilmu yang baik apabila mempunyai
fungsi sosial fungsi Amalia mengantarkan masyarakat menjadi lebih
baik lebih sejahtera lebih maju menghargai peradaban dan lain-lain
kebaikan ilmu yang bermanfaat.
kedua garis yang baik adalah yang selalu meletakkan kegiatannya pada
kepentingan publik.
Ketiga membangun sikap kritis terhadap lingkungan agar terjaga dari
segala bentuk demoralisasi penyelewengan kebohongan baik politik
sosial ataupun budaya.
keempat membangun sikap mencintai dan menjunjung tinggi etik.
pertanggungjawaban jurnalistik pada dasarnya adalah
pertanggungjawaban RT ciri utama profesionalisme jurnalistik adalah
kemampuan untuk senantiasa taat dan menjunjung tinggi etika Cinta
biasaan taat menjunjung tinggi etika akan melahirkan berbagai sikap
mulia dan terhormat seperti kejujuran Taat Hukum dan lain sebagainya.
5 tujuan paling praktis pers mahasiswa mahasiswa adalah membangun
keterampilan jurnalistik.
berbagai aspek di atas sepenuhnya relevan dengan aspek pendidikan
sebagai sebuah proses tentu hasilnya tidak serta merta mungkin
hasilnya baru akan nampak bertahun-tahun kemudian setelah
mahasiswa meninggalkan almamaternya lama dan sepenuhnya menjadi
Insan masyarakat.
salah satu persoalan permanen adalah ada anggapan aktivitas
mahasiswa di kampus merupakan intervening variable terhadap
lingkungan kampus sehingga tidak jarang menimbulkan ketegangan
Tension kadar tensi akan tergantung pada karakter kepemimpinan
kampus dan kecenderungan atau orientasi mahasiswa di pihak
mahasiswa ketegangan timbul karena mengeritik atau beroposisi
dipandang sebagai ciri khas aktivitas mahasiswa semua harus dikritik
atau dilawan sesuatu yang acapkali berlebihan ada seorang Rektor
Universitas di luar Jawa bercerita kepada saya:
“ di kampusnya hampir tiada hari tanpa mahasiswa mendemonstrasi
pimpinan Universitas atau fakultas suatu saat Bapak Rektor baru
meninggalkan kampus sudah agak larut baru mulai istirahat Ada
sejumlah mahasiswa yang datang dan memaksa bertemu Rektor untuk
menyampaikan suatu tuntutan begitu kesannya karakter keluar rumah
membawa Parang mahasiswa berlarian besoknya mahasiswa-mahasiswa
itu berkomentar kita berhasil memaksa pak rektor bangun dari tidur
suatu kegiatan tanpa misi yang jelas dan sesuai dengan lingkungan
kampus sebagai pusat peradaban center of Civilization.
cerita di atas menggambarkan suasana hubungan mahasiswa dengan
berbagai gula untuk mengontrol report di beberapa Universitas hal ini
menjadi semacam kultur mahasiswa penerapan kultur kebebasan
secara berlebihan menjadi tidak sehat tidak konstruktif dan tidak
bertanggung jawab di pihak lain hal semacam ini semata-mata akibat
ketertutupan pimpinan Universitas atau ada semacam sikap apriori
terhadap pikiran pendapat mahasiswa berbagai tuntutan mahasiswa
diperlakukan sama yaitu dianggap sebagai gangguan belaka.
salah satu budaya penting demokrasi yaitu dialog sebagai salah satu
instrumen keterbukaan dialog bukan saja instrumen meniadakan
purbasangka Mania apriori tetapi yang tidak kalah penting dialog
memuat latihan berdiskusi secara rasional tertib dan damai kemampuan
berdiskusi dengan baik merupakan salah satu ciri kematangan
demokrasi demokratis maturity.
pers mahasiswa merupakan satu forum dialog pertukaran pikiran
secara rasional tertib dan damai pers mahasiswa merupakan instrumen
komunikasi antar warga kampus termasuk dengan pimpinan apabila hal
hal tersebut dapat dijadikan acuan yang hendak dicapai tidak ada suatu
alasan untuk tidak mendorong perkembangan pers mahasiswa.
5. pers mahasiswa pada era media sosial
dalam tulisan yang berjudul pers bermartabat dan pemilu berkualitas
menulis Paper ini mencatat berbagai problematik Pers Indonesia antara
lain dominasi media sosial dominasi ini terjadi karena berbagai sebab
antara lain  sebagai 2 perkembangan teknologi cq teknologi komunikasi
memungkinkan media diselenggarakan secara Individual cq RS
individual system pengelolaan yang lebih sederhana cq perorganisasian
secara sederhana pembiayaan yang murah dan dapat dikerjakan dengan
cara dan fasilitas yang sederhana juga Selain itu konten media sosial
dapat tidak terbebas karena hampir tidak ada handycam ruang dan
waktu .
berbagai kemudahan diatas merupakan peluang yang lebih
memudahkan menyelenggarakan pers mahasiswa tentu saja sesuai
dengan fungsi yang diharapkan dari pers mahasiswa Supra pengelolaan
yang sederhana tetap dijalankan atas dasar prinsip prinsip dan etika
pers.  media sosial yang tidak lepas dari 7 mendidik berlatih bukan saja
mendidik dan berlatih tentang seluruh seluk beluk jurnalistik
menerapkan prinsip-prinsip jurnalisme lebih dari itu pers mahasiswa
semestinya menjadi wadah pengembangan diri baik secara keilmuan
ilmu sebagai hati nurani Syahrir pengembangan karakter bertanggung
jawab atas menjadi media informasi publik yang bermanfaat bukan
tempat menyalurkan sensasi prustasi hoax dan semacam itu.
6. m

Anda mungkin juga menyukai