Anda di halaman 1dari 5

PERKEMBANGAN SOSIAL BUDAYA PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

1. Pendidikan

Murid-murid sekolah lanjutan pertama dan tingkat atas pada tahun 1950-an
jumlahnya melimpah dan berharap menjadi mahasiswa. Mereka ini adalah produk pertama
dari system pendidikan setelah kemerdekaan. Universitas baru didirikan di ibukota propinsi
dan jumlah fakultas ditambah meskipun kekurangan tenaga pengajar. Perguruan tinggi swasta
semakin banyak terutama tahun 1960. Eksplosi pendidikan tinggi ini disebabkan meluasnya
aspirasi untuk menjadi mahasiswa.

Untuk memenuhi keinginan golongan islam didirikan Institut Agama Islam Negeri
(IAIN). Sedangkan umat Kristen dan katolik didirikan sekolah Tinggi Theologia serta seminari-
seminari. Sistem penerimaan mahasiswa yang mudah dan pembebasan biaya kuliah
menyebabkan peningkatan jumlah mahasiswa besar-besaran. Penambahan mahasiswa
mencapai seratus ribu dengan perguruan tinggi 181 buah pada tahun 1961.

Sejak tahun 1959 dibawah menteri P dan K Prof. Dr. Prijono disusun suatu rencana
pengajaran yang disebut Sapta Usaha Tama, yang meliputi :

a. Penertiban aparatur dan usaha-usaha Departemen P dan K,

b. Meningkatkan seni dan olahraga

c. Mengharuskan usaha halaman

d. Mengharuskan penabungan

e. Mewajibkan usaha-usaha koperasi

f. Mengadakan kelas masyarakat

g. Membentuk regu kerja di kalangan SLTP/SLTA dan Universitas

Sejak tahun 1962 sistem pendidikan SMP dan SMA mengalami perubahan dalam
kurikulum SMP baru di tambahkan mata pelajaran ilmu administrasi dan kesejahteraan
masyarakat. Sistem pendidikan SMA di lakukan penjurusan mulai kelas II jurusan di bagi
menjadi kelas budaya, soiial, ilmu pasti dan alam. Melihat pembagian di SMA seperti itu
menunjukkan mereka dipersiapkan untuk memasuki peguruan tinggi.

Tentang penyelenggaraan seni dan olah raga ditentukan kewajiban mempelajari dan
menyanyikan 6 lagu nasional selain lagu kebangsaan Indonesia Raya. Olah raga sepak bola dan
bola volley banyak dikembangkan.
Yang dimaksud Usaha halaman adalah usaha yang dapat dilakukan di halaman sekolah
maupun rumah, yang hasilnya dapat dibuat sebagai penambah pangan. Usaha halaman
sekolah berlaku untuk semua tingkat sekolah negeri maupun swasta.

Gerakan menabung bagi setiap murid dilakukan pada bank tabungan pos, kantor pos,
kantor pos pembantu. Cara penabungan di atur oleh departemen P dan K bersama dengan
Direksi Bank Tabungan Pos. usaha ini untuk mendidik anak berhemat selain untuk
pengumpulan dana masyarakat. Gerakan koperasi sekolah juga digiatkan. Murid aktif dalam
penyelenggaraan koperasi. Kepala sekolah dan guru sebagai pengawas dan penasehat
koperasi.

Suatu kelas masyarakat yang waktu pendidikannya 2 tahun dibentuk untuk


menampung lulusan sekolah rakyat yang karena sesuatu hal tidak dapat melanjutkan sekolah.
Mereka dididik dalam kelas masyarakat ini untuk mendapat ketrampilan.

Sekitar tahun 1960-an dikalangan pendidikan muncul masalah yakni usaha PKI untuk
menguasai organisasi profesi guru “Persatuan Guru Replubik Indonesia” (PGRI). Hal ini
menimbulkan perpecahan dikalangan guru dan PGRI. Perpecahan PGRI bertepatan dengan
dilancarkannya system pendidikan baru oleh menteri PP dan K. system baru itu adalah
Pancasila dan Pancawardhana. Adapun sistem Pancawardhana atau lima pokok
penjabarannya :

I. Perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral nasional


/internasional/keagamaan.

II. Perkembangan intelegensi.

III. Perkembangan nasional-artistik atau rasa keharusan dan keindahan lahir dan batin.

IV. Perkembangan keprigelan ( kerajinan tangan ).

V. Perkembangan jasmani.

2. Komunikasi Massa

Surat kabar dan majalah yang tidak seirama dengan Demokrasi Terpimpin, harus
menyingkir dan tersingkir. Persyaratan untuk mendapatkan Surat Ijin Terbit dan Surat Ijin
Cetak (SIT) diperketat. Sejak tahun 1960, semua penerbit wajib mengajukan permohonan SIT
dengan dicantumkan 19 pasal yang mengandung pertanggungjawaban surat kabar/majalah
tersebut.

Pedoman resmi untuk penerbitan surat kabar dan majalah diseluruh Indonesia,
dikeluarkan pada tanggal 12 Oktober 1960 yang ditanda tangani oleh Ir. Juanda selaku Pejabat
Presiden. Pedoman yang berisi 19 pasal tersebut mudah digunakan penguasa untuk menindak
surat kabar/majalah yang tidak disenangi. Maka satu demi satu penerbit yang menentang
dominasi PKi di cabut SITnya. Yakni, Harian Pedoman, Nusantara, Keng Po, Pos Indonesia, Star
Weekly dan sebagainya. Surat kabar Abadi lebih memilih menghentikan penerbitan daripada
menandatangani persyaratan 19 pasal itu. Dengan semakin sedikitnya pers Pancasila yangb
masih hidup, dapat digambarkan betapa merajalelanya Surat Kabar PKI seperti Harian Rakyat,
Bintang Timur, dan Warta Bhakti.

Melalui Harian Rakyat surat kabar resminya, pimpinan PKI memimpin propaganda
untuk menyingkirkan lawan politiknya. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) satu-satunya
organisasi profesi wartawan yang ada dan diakui pemerintah, didominasi oleh golongan
komunis dan satelit-satelitnya. Karena itu wartawan diluar kubu komunis tidak bisa bergerak
karena terkepung. Bahkan Departemen Penerangan akhirnya dapat digiring kepada sikap
mendukung garis yang diajukan PKI.

Sajuti Melik menyebarluaskan ajaran-ajaran Bung Karno yang murni (belum


dipengaruhi oleh komunisme) dalam tulisan-tulisan yang dimuat dalam surat kabar dengan
jdul tulisan “Belajar Memahami Soekarnoisme”. Isi pokok tulisan Sajuti Melik ialah “Tidak
setuju Nasakom”, melainkan setuju Nasasos. Maksudnya ialah untuk mengingatkan berbagai
pihak akan ajaran-ajaran Bung Karno yang semula. Dengan demikian diharapakan untuk
membendung penyimpangan-penyimpangan oleh PKI terhadap ajaran-ajaran itu. Pada
mulanya tulisan itu di muat oleh Suluh Indonesia, Koran PNI, dan dari Koran itu di kutip oleh
harian dan majalah lain. Tapi setelah ada protes keras dari PKI, maka dihentikan pemuatannya
oleh Suluh Indonesia. Berdasarkan tulisan sajuti Melik ini, berdirilah Badan Pendukung
Soekarnoisme (BPS). Pengurus BPS adalah ketua : Adam Malik; Wakil Ketua : B. M. Diah; Ketua
Harian : Sumantoro; Wakil Ketua Harian : Junus Lubis; Sekretaris Umum : Drs. Asnawi Said;
Bendahara : Sunaryo Prawiroadinata; Biro Dalam Negeri : Sugiarso; Biro Luar Negeri : Zain
Effendi AI; Penghubung : Adyatman. BPS terbukti mendapat dukungan luas dalam masyarakat,
dilain pihak mendapat tantangan dari PKI. Melalui surat kabar, rapat-rapat dan demonstrasi
PKI menfitnah BPS dengan slogan to kill Soekarno With Soekarnoisme.

Pemerintah Soekarno pada saat itu mendapat tekanan dari golongan komunis untuk
menindak BPS. Pada akhirnya Presiden Soekarno, selaku pemutus terakhir turun tangan.
Keputusan yang di ambil Presiden Soekarno pada bulan februari 1965 ialah: “ …melarang
semua aktivitas BPS dan mencabut izin terbit Koran-koran penyokong BPS”. Ini berarti BPS
bubar.

Akibat dilarangnya Koran pendukung BPS banyak karyawan pers yang dengan itikat
baik hendak menyebarkan ajaran Bung Karno menurut tafsiran yang murni dan bukan tafsiran
Komunis., kehilangan nafkahnya.

3. Kehidupan Budaya
Sesuai dengan semboyan PKI “ politik adalah panglima” maka seluruh kehidupan
masyarakat diusahakan untuk berada di bawah dominasi politiknya. Kampus diperpolitikkan
mahasiswa yang tidak mau ikut dalam rapat umumnya, appel-appel besarnya dan
demonstrasi-demonstrasi revolusionernya di caci maki dan dirongrong oleh unsur Consentrasi
Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) atau satelit-satelitnya. Wartawan yang ikut BPS dimaki-
maki sebagai antek Nekolim atau agen CIA. Bahkan para budayawan maupun seniman juga
tak luput dari raihan tangan mereka.

Realisme sosialis sebagai doktrin komunis dibidang seni dan sastra diusahakan untuk
menjadi doktrin di Indonesia juga. Akan tetapi pelaksanaan doktrin tersebut lebih represif dari
pada persuasive seperti adanya larangan bagi pemusik-pemusik pop untuk memainkan lagu-
lagu ala imperialis barat. Peristiwa yang paling diingat oleh masyarakat pada bidang budaya
adalah heboh mengenai Manifes Kebudayaan dan Konferensi Karyawan Pengarang
Indonesia (KKPI). Sesungguhnya isi dari Manifes Kebudayaan itu tidaklah baru atau luar biasa.
Yang diungkap adalah konsepsi humanisme universal yang timbul dalam masyarakat liberal
yang menekankan kebebasan individu untuk berkarya secara kreatif. PKI tidak serta merta
menyerang manifes tersebut akan tetapi berselang 4 bulan setelah kemunculannya baru
mulai angkat senjata. Hal ini terjadi karena para sastrawan Pancasilais baik yang mendukung
manifes kebudayaan maupun tidak sedang menyiapkan rencana untuk menyelenggarakan
Konferensi Karyawan Pengarang Indonesia (KKPI). PKI menganggap bahwa sebuah manifest
saja bukanlah ancaman bagi mereka akan tetapi suatu pengelompokan yang terorganisasi
merupakan bahaya yang harus segera ditumpas sebelum berkembang lebih besar. Para
sastrawan yang sudah menyiapkan KKPI memiliki perencanaan yang matang. Mereka
sudah melakukan pengaman secukupnya baik berupa konsepsi maupun dukungan dari
pejabat-pejabat dan kekuatan-kekuatan pancasilais. Setelah kemunculan Persatuan Karyawan
Pengarang Indonesia (PKPI) barulah PKI mulai mengadakan kampanye untuk mengidentifikasi
KKPI dan PKPIdengan manifest kebudayaan untuk sama-sama dihancurkan. Serangan
terhadap manifest kebudayaan terus dilancarkan melalui tulisan yang semakin tajam
dalam Harian Rakyat, Bintang Timur dan Zaman Baru. PKI menganggap manifest kebudayaan
sebagai bentuk penyelewengan dari revolusi Indonesia yang berporos pada soko guru tani,
buruh dan prajurit. Di lain sisi PKI mendukung penuh gagasan manifest politik karena dalam
ide-ide tersebut terdapat penyesuaian gagasan sikap politik budaya dari perjuangan
komunisme. Manifes kebudayaan dianggap mengesampingkan manifest politik karena
memisahkan antara politik dan kebudayaan. Propaganda PKI yang hebat sedikit banyak telah
mempengaruhi massa, serangan-serangan terhadap pendukung manifest kebudayaan dan
KKPI tidak ada hentinya dalam harian, pidato, tokoh-tokoh PKI maupun aksi politik. Serangan
lewat media mass media, aksi turun kejalanberdemonstrasi dilakukan oleh penyokong PKI.
Aksi-aksi tersebut mengundang presiden Soekarno sehingga pada ulang tahun Departemen
Perguruan Tinggi dan ILmu Pengetahuan (PTIP) yang ke-3 menyampaikan pidato yang
mendesak mahasiswa revolusioner dan molotan untuk menggeser guru-guru besar dan
sarjana anti manifest politik. Pidato Presiden Soekarno tentang Manipol-Usdek yang
dimanfaatkan PKI untuk pentrapan bagi konsumsi rakyat. Dalam pidato ini Presiden soekarno
mengecam adanya kebudayaan barat yang diasosiasikan dengancita-cita imperialism barat.
Kekuatan Pki setelah tahun 1963sangat besar dan berpengaruh sekali, Bahkan PKI dapat
keluar masuk istana secara mudah. Sehingga Presiden soekarno mengeeluarkan larangan
terhadap manifest kebudayaan karena manifesto politik republic Indonesia sebagai pancaran
pancasiala telah menjadi garis besar haluan negara tidak mungkin didampingi manifesto lain
apalagi kalau manifesto itu menunjukkan sikap ragu-ragu terhadap revolusi dan member
kesan berdiri disampingnya. Pernyataan Presiden Soekarno yang menganggap pendukung
manifest kebudayaan bertentangan dengan manipol merupakan suatu tuduhan yang sangat
berbahasa pada saat itu. Pencetus utama manifest kebudayaan H.B Jassin, wiratmo Sukitodan
Trisno sumardjo merasakan ahwa mereka harus membuat suatu pernyataan berkenaan
dengan perintah pelarangan dari Presiden soekarno untuk menjelaskan posisi manifesto
kebudayaan, membersihkan diri mereka dari massa yang digerakkkan PKI. Oleh sebab itu pada
tanggal 11 Mei 1964 ketiga tokoh tersebut menanggapi larangan Presiden Soekarno.
Pernyataan ini dibuat agar angka korban yang jatuh akibat dukungan kepada manifest
kebudayaan tidak meningkat.

Pada tanggal 27 Agustus-2 September 1964 PKI mengadakan Konferensi Nasional


Sastra dan Seni Revolusioner (KSSR) di Jakarta. KSSR ini dimaksudkan untuk menandingi KKPI
yang diadakan bulan Maret lalu. KSSR mau membuktikan bahwa suasana kebudayaan berada
dibawah kekuasaaan PKI. Dengan demikian berhasilllah PKI memukul manifest kebudayaan
akan tetapi PKPI tidak dapat mereka hancurkan. Benteng Pancasila tidak dapat ditaklukkan
oleh PKI selain itu para sastrawan Indonesia mendapatkan pelajaran berharga bahwa untuk
menghadapi komunisme diperlukan juga senjata berupa organisasi

Anda mungkin juga menyukai