ngok gila-gilaan. Bahkan, pada tanggal 8 mei 1964 Presiden Soekarno mengeluarkan
perintah larangan terhadap Manifes Kebudayaan. Soekarno melarang Manifes
Kebudayaan karena dianggap tandingan dari Manipol Negara.
b. Perkembangan Pers
Pada masa Demokrasi Terpimpin partai politik dan organisasi politik tidak bisa
lepas dari peran pers. Mengapa demikian? Hamper setiap partai politik memiliki surat
kabar, baik yang terbit secara harian, mingguan, dan bulanan. Beberapa partai politik
memiliki surat kabar sendiri. Misalnya, surat kabar Suluh Indonesia milik PNI, Harian
Abadi milik Masyumi, Duta Masjarakat milik MU, serta Harian Rakyat dan Warta
Bhakti milik PKI. Pada tahun 1960 Angkatan Darat menerbitkan surat kabar Angkatan
Bersendjata dan Berita Yudha. Manipol-USDEK yang diperkenalkan Presiden Soekarno
sebagai dasar pelaksanaan Demokrasi Terpimpin menjadikan pelaksanaan Demokrasi
Terpimpin menjadikan kebebasan pers semakin terbatas. Persyaratan untuk
memperoleh Surat Izin Terbit dan Surat Izin Tjetak (SIT) diperketat. Untuk
memperoleh SIT, penerbit dan percetakan harus mendukung Manipol-USDEK. System
kekuasaan pada masa Demokrasi Terpimpin memengaruhi fungsi pers yang lebih
bersifat corong kekuasaan pemerintah yang berkuasa sehingga fungsi pers sebagai
control social tidak tampak. Pers diarahkan menjadi pers terpimpin dan pers manipol.
Sedemikian intensifnya wartawan meliput kebijakan Presiden Soekarno hingga
muncul pers sebagai bayang-bayang Soekarno. Akan tetapi, tidak semua pers
mengikuti keinginan pemerintah. Akibatnya, pada masa ini terjadi pertentangan
antara pers pemerintah dan pers oposisi, seperti yang terjadi pada kasus Barisan
Pendukung Soekarno (BPS).
Pemerintah melakukan pembredelan berita surat kabar yang tidak selaras
dengan garis kebijakan pemerintah. Surat kabar yang pernah dibredel pada masa
Demokrasi Terpimpin antara lain Majalah Baru (Samarinda), Berita Minggu (Jakarta),
Indonesia Raya (Jakarta), Pedoman (Jakarta), dan Pembangunan (Palembang).
c. Perkembangan Arsitektur
Pada periode tahun 1959-1965 perkembangan arsitektur di beberapa kota di
Indonesia dipengaruhi oleh rancangan arsitektur Soekarno. Gaya arsitektur Soekarno
disebut padu padan yang memadukan beberapa gaya sekaligus. Gaya padu
padan Soekarno pada saat Demokrasi Terpimpin direalisasikan pertama kali ketika
Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962.
Sebagai konsekuensinya, Indonesia harus menyiapkan sport veneus bertaraf
internasional seperti yang disyaratkan oleh Komite Asian Games.
Perhatikan gambar di samping! Apakah nama bangunan pada gambar di
samping? Gambar di samping adalah salah satu karya arsitektur landmark Indonesia,
yaitu mainstadium Gelora Bung Karno sebagai masterpiece bangunan pada periode
1959-1965. Gagasan Soekarno untuk merancang stadion tersebut mendorong tim
arsitek dari Rusia menciptakan rancangan atap temu gelang. Ornamen khas Jawa
Kuno juga ditemukan di area bangunan tersebut berupa patung Sri Rama sedang
memanah. Di Jakarta arsitektur peninggalan Soekarno antara lain Hotel Indonesia,
masjid Istiqlal, pusat perbelanjaan Sarinah, gedung PMI Jakarta, dan masterplan Kota
Jakarta yang bertumpu pada Monumen Nasional sebagai titik awal pengembangan
kota.
Rancangan arsitektur Soekarno lainnya antara lain bundaran besar di tengah
Kota Palangkaraya yang berupa rancangan skematik, gedung Herbarium Bogor, Hotel
Ambarukmo Yogyakarta, dan Hotel Bali Beach Denpasar. Untuk memperindah kota,
Soekarno membangun banyak patung atau monumen. Patung-patung tersebut
antara lain Patung Selamat Datang, Patung Pangeran Diponegoro, Patung Tani,
Patung Pembebasan Irian Barat, dan Patung Dirgantara. Selain untuk memperindah
kota, pembangunan patung dimaksudkan sebagai ekspresi peringatan kepahlawanan
Indonesia.