Anda di halaman 1dari 2

Lekra vs Manikebu: Pergulatan Budaya Indonesia (1950-1965)*.

Pergulatan kebudayaan Indonesia di awal kemerdekaan melahirkan segelintir cerita


tentang arah perjuangan budaya, di suatu sisi ada yang berpendapat bahwa seniman/budayawan
harus bebas dan tidak boleh terikat dengan apapun, namun di sisi lain ada yang menganggap
perjuangan kebudayaan harus melalui jalur politik sebagai panglimanya. Kita tidak bisa
menentukan, diantara dua pendapat tersebut siapa yang paling benar, karena setiap organisasi
mempunyai tujuan yang sama, yaitu membangun kesadaran masyarakat, termasuk Lekra vs
Manikebu.
Lekra merupakan suatu lembaga kebudayaan yang sering dikaitkan dengan Partai
Komunis Indonesia (PKI). Lekra sendiri lahir pada tanggal 17 agustus 1950 dengan mengusung
ideologi kebudayaan untuk rakyat. Pendekatan kebudayaan Lekra yaitu dengan terjun langsung
ke masyarakat, sehingga mereka bisa memahami apa yang menjadi cita dan tujuan rakyat dalam
mengembangkan kebudayaan. Semenjak diperkenalkan dengan “Realisme Sosialis” ala
Pramoedya, Lekra menjadi salah satu lembagakebudayaan yang banyak mengangkat isu
kemanusiaan, baik dalam teater, sastra, tari, lukisan dan lain sebagainya, sehingga karya yang
dihasilkan bukan hanya sebatas khayalan (Imajinatif) seperti legenda dan mitos, kebudayaan
lebih merakyat dan realis dibawah Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra).
Propaganda kebudayaan yang dilakukan lekra ini, ternyata tidak diterima oleh semua
seniman, Manikebu kemudian lahir sebagai tandingan atas ideologi yang diusung Lekra. Dalam
majalah bulanan Sastra yang terbit pada September 1963, terdapat naskah “Manifes
Kebudayaan” yang menyatakan bahwa,
“Kami para seniman dan cendekiawan Indonesia dengan ini mengumumkan sebuah
Manifes Kebudayaan, yang menyatakan pendirian, cita-cita, dan politik kebudayaan nasional
kami. Bagi kami kebudayaan adalah perjuangan untuk menyempurnakan kondisi hidup manusia.
Kami tidak mengutamakan satu sektor kebudayaan di atas sektor kebudayaan yang lain: setiap
sektor berjuang bersama-sama untuk kebudayaan itu sesuai dengan kodratnya. Dalam
melaksanakan kebudayaan nasional kami berusaha mencipta dengan kesungguhan yang sejujur-
jujurnya sebagai perjuangan untuk mempertahankan dan mengembangkan martabat diri kami
sebagai bangsa Indonesia di tengah-tengah masyarakat bangsa-bangsa. Pancasila adalah falsafah
kebudayaan kami.
Maksud dari Manikebu sebenarnya ingin memandirikan seniman agar tidak terikat oleh
apapun, termasuk ke dalam partai, kebetulan waktu itu partai juga turut berperan dalam
mengembangkan kebudayaan (PKI & PNI). Manikebu mempunyai slogan seni untuk seni.
Semua harus dikembalikan kepada asalnya, suatu kebudayaan tidak boleh bercampur baur
dengan politik praktis.
Dari dua ideologi kebudayaan tersebut yang bertahan mungkin hingga saat ini yaitu
Manikebu, seniman manikebu kemudian turut aktif dalam mengembangkan budaya Orde Baru,
sebab pihak Lekra yang dikaitkan dengan PKI turut diberangus dan dibungkam, banyak dari
seniman Lekra dipenjara, dibunuh bahkan tidak diketahui keberadaanya. Kebudayan merupakan
titik empuk untuk mempropagandakan politik praktis, selain perbedaan ideologi dan
pengembangan kebudayaan, Lekra dan Manikebu juga bertarung untuk mempertahankan politik
kekuasaan, kita tahu siapa yang akhirnya menang dalam pergulatan kebudayaan tersebut. dalam
teori sejarah ada yang mengungkapkan bahwa sejarah itu milik penguasa, mungkin ini juga
berlaku bagi Lekra, yang sampai saat ini jarang orang mengetahui keberadannya.

*Tan Hamzah.

Anda mungkin juga menyukai