Anda di halaman 1dari 2

Siaran Pers

Tolak Pengesahan RKUHP, Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Demonstrasi di Tugu Yogya

Yogyakarta- Aliansi Rakyat untuk Demokrasi yang beranggotakan jurnalis, aktivis, dan mahasiswa
Yogyakarta berdemonstrasi menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
dalam rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat yang dijadwalkan pada Selasa, 6 Desember 2022.

Unjuk rasa yang dipusatkan di Tugu Yogyakarta ini diisi dengan orasi dari setiap perwakilan jaringan
masyarakat sipil maupun individu untuk menyampaikan aspirasinya. Demonstran juga menyatakan sikap
bersama menolak RKUHP.

Pakaian hitam demonstran menyimbolkan sedang berduka dengan pengesahan aturan itu. Aliansi
memprotes pasal-pasal bermasalah RKUHP yang mengalami perubahan dari berbagai versi. Pemerintah
dan DPR tidak melibatkan partisipasi publik yang bermakna.

Pembahasan pasal-pasal itu dilakukan secara tidak transparan dan sosialisasi yang pemerintah klaim
berlangsung kilat alias hanya mengejar target pengesahan. Aturan itu anti-demokrasi, menghambat
masyarakat berpendapat dalam unjuk rasa, membungkam kebebasan pers, mengatur ruang privat, dan
bersifat karet karena mengatur penodaan agama.

Selain itu, pasal-pasal itu juga multitafsir karena mengatur larangan penyebaran ajaran Marxisme dan
Leninisme. RKUHP memberikan keuntungan kepada koruptor dan melanggar Hak Asasi Manusia.
Sejumlah pasal bermasalah itu misalnya Pasal 240 tentang penghinaan terhadap pemerintah dan
lembaga negara.

Pada bagian penjelasan mengatur yang dimaksud pemerintah adalah presiden dan wapres, sementara
lembaga negara adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat, DPR, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah
Agung, dan Mahkamah Konstitusi. Pasal lain soal merintangi dan mengganggu proses peradilan, yang
diubah lagi ke Pasal 280 hanya menghapus frasa merekam dan mempublikasikan ulang, tapi tetap perlu
izin untuk proses persidangan live streaming.

Ada juga penambahan poin soal larangan menyerang integritas aparat penegak hukum, petugas
pengadilan, atau persidangan dalam sidang pengadilan dengan ketentuan tambahan delik aduan. Dalam
negara demokrasi, kritik merupakan sesuatu yang melekat pada jalannya pemerintahan. Pasal-pasal
kontroversial tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum dan pemerintah bisa menimbulkan
ketidakpastian hukum karena rentan pada tafsir yang beragam.

Delik penghinaan tidak boleh digunakan sebagai alat menghambat kritik dan protes karena dapat
membelenggu demokrasi. Kritik sebagai hak menyatakan pendapat (freedom of opinion and expression)
merupakan hak konstitusional semua warga negara. Hak tersebut juga merupakan bagian dari hak sipil
politik.

Secara yuridis, hak tersebut tercantum dalam Pasal 18-21 International Covenant on Civil and Political
Rights (ICCPR) yaitu salah satunya hak atas kebebasan mempunyai dan menyampaikan pendapat.
Sejumlah lembaga yang bergabung dalam aksi ini sebelumnya memprotes rencana pemerintah dan DPR
mengesahkan RKUHP melalui media sosial.

Mereka juga telah melakukan telaah dan kajian mendalam RKUHP bersama para akademisi untuk
melihat pasal-pasal kontroversial. Kajian itu juga menjadi masukan bagi pemerintah dan DPR. Tapi,
celakanya masukan itu tidak mereka dengar. RKUHP yang mereka klaim mendekolonialisasi kitab hukum
pidana warisan pemerintah Belanda justru kembali pada zaman kolonial.

Dengan demikian, Aliansi Rakyat Untuk Demokrasi Yogyakarta menuntut:

1. Mengecam pengesahan KUHP yang tidak berpihak pada rakyat

2. Tolak KUHP bermasalah

Berikut lembaga yang terlibat:

1. LBH Yogyakarta
2. AJI Yogyakarta
3. BEM KM UGM
4. LKiS
5. PPMI DK Yogya
6. IMM AR Fakhruddin
7. Walhi Jogja
8. Fam-J
9. Social Movement Institute
10. Serikat Mahasiswa Indonesia Cabang Yogyakarta
11. BEM KM UMY
12. dst

Kontak yang bisa dihubungi:

1. Nana LBH Yogyakarta: nana@lbhyogyakarta.org

2. Rimbawana, Koordinator Divisi Advokasi AJI Yogyakarta: rimbawana96@gmail.com

Yogyakarta, Selasa, 6 Desember 2022

Anda mungkin juga menyukai