Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas makalah

Mata Kuliah : Filsafat Umum

Dosen Pengampu : Jainul Arifin, M.Ag.

Disusun oleh :

Kelompok 11

1. Sefila (2320103)
2. Rona Rofidah Salma (2320104)
3. Etika Dwi Fitriani (2320111)
4. Hunggu Raharso (2320120)
KELAS A
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt atas kehadiratnya hingga kami dapat menyususn makalah
ini dengan baik. Kegiatan perkuliahan secara daring/online ini mengakibatkan adanya sedikit
gangguan terutama dalam hal pengerjaan tugas kelompok, tapi keadaan ini tidak serta merta
membuat kami gelisah dan putus asa. Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan
mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami dengan lapang dada
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir
kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi untuk
pembaca.
Semoga upaya yang telah dilakukan ini mampu menambah makna bagi peningkatan mutu
pendidikan Islam di Indonesia, dan tercatat sebagai amal saleh dihadapan Allah SWT. Akhirnya,
kepada-Nya kita semua memohon petunjuk dan pertolongan agar upaya-upaya kecil ini bernilai
guna bagi pembangunan sumber daya manusia secara nasional dan peningkatan mutu umat Islam
di Indonesia.

Pekalongan, 6 Juni 2021

Kelompok 11

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 1

DAFTAR ISI..................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 3

1. Latar Belakang Masalah........................................................................................ 3


2. Rumusan Masalah ................................................................................................. 3
3. Tujuan Pembahasan .............................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 5

1. Aliran Progresivisme ........................................................................................... 5


2. Aliran Esensialisme .............................................................................................. 8
3. Aliran Perenialisme ............................................................................................. 12

BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 14

Kesimpulan ..................................................................................................................... 14

Saran ............................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 16

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fenomena pendidikan Islam menunjukkan adanya pemikiran tentang pengembangan
pendidikan Islam di Indonesia dalam berbagai jenis dan bentuknya. Para ahli pendidikan
menyatakan bahwa adanya kegiatan pendidikan Islam yang memiliki ciri-ciri tertentu,
menunjukkan adanya bangunan filosofis yang kokoh dari praktik pendidikan Islam. Hal ini
antara lain dikemukakan Hasan Langgulung, bahwa tidaklah mungkin dibayangkan ada
pendidikan Islam, sistem pendidikan Islam yang memiliki ciri-ciri, filsafat dan tujuan-
tujuannya, yang mencerminkan ideologi kehidupan dalam masyarakat Muslim tanpa
adanya teori pendidikan Islam, atau pemikiran filsafat pendidikan Islam.1
Pemikiran edukatif berbeda dengan pemikiran filosofis. Pemikiran filosofis dijadikan
sebagai dasar dan sumber bagi pemikiran edukatif. Aliran-aliran filsafat dalam pendidikan,
seperti esensialisme, perenialisme, progresivisme, rekonstruksionisme dan
eksistensialisme merupakan refleksi dari pemikiran edukatif yang masing-masing
mendasarkan pada pemikiran filosofis, idealisme, realisme, neo-thomisme,
eksperimentalisme atau pragmatisme, dan eksistensialisme. Pemikiran edukatif yang
dikaitkan atau tidak memisahkan diri dari landasan pemikiran filosofis akan membentuk
falsafah pendidikan.2

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, kami merumuskan masalah-masalah yang akan
dibahas di pembahasan nanti, yaitu :
1. Bagaimanakah hakikat aliran progresivisme ?
2. Bagaimanakah hakikat aliran esensialisme ?
3. Bagaimanakah hakikat aliran perenialisme ?

1
Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004), 1
2
Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis
Integratif-Interkonektif (Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada, 2011), 175-176.

3
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasannya yaitu :
1. Untuk mengetahui hakikat aliran progresivisme.
2. Untuk mengetahui hakikat aliran esensialisme.
3. Untuk mengetahui hakikat aliran perenialisme.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Aliran Progresivisme
1. Pengertian Progresivisme
Menurut bahasa istilah progresivisme berasal dari kata progresif yang artinya
bergerak maju. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kata
progresif diartikan sebagai ke arah kemajuan; berhaluan ke arah perbaikan
sekarang; dan bertingkat-tingkat naik. Dengan demikian, secara singkat progresif
dapat dimaknai sebagai suatu gerakan perubahan menuju perbaikan. Sering pula
istilah progresivisme dikaitkan dengan kata progres, yaitu kemajuan. Artinya
progesivisme merupakan salah satu aliran yang menghendaki suatu kemajuan, yang
mana kemajuan ini akan membawa sebuah perubahan. Pendapat lain menyebutkan
bahwa progresivisme sebuah aliran yang mengingikan kemajuan-kemajuan secara
cepat.3
Menurut Gutek (1974:138) progresivisme modern menekankan pada konsep
‘progress’; yang menyatakan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk
mengembangkan dan menyempurnakan lingkungannya dengan menerapkan
kecerdasan yang dimilikinya dan metode ilmiah untuk menyelesaikan
permasalahan yang timbul baik dalam kehidupan personal manusia itu sendiri
maupun kehidupan sosial. Dalam konteks ini, pendidikan akan dapat berhasil
manakala mampu melibatkan secara aktif peserta didik dalam pembelajaran,
sehingga mereka mendapatkan banyak pengalaman untuk bekal kehidupannya.
Pendapat lain menyebutkan bahwa progresivisme sering pula dinamakan sebagai
instrumentalisme, eksperimentalisme, dan environmentalisme (Jalaluddin dan
Abdullah Idi, 2012:78). Dinamakan instrumentalisme, karena aliran progresivisme
beranggapan bahwa kemampuan inteligensi manusia sebagai alat untuk hidup,
untuk kesejahteraan, dan untuk mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan
eksperimentalisme, karena aliran ini menyadari dan mempraktikkan asas

3
Muhmidayeli. (2011). Filsafat Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.hlm.151.

5
eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Kemudian, dinamakan
environmentalisme, karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu
mempengaruhi pembinaan kepribadian. Selain itu, ada pula yang menyebutnya
sebagai aliran naturalisme, yaitu sebuah pandangan yang menyatakan bahwa
kenyataan yang sebenarnya adalam alam semesta ini, buka kenyataan spiritual dan
superanatural (Djumransjah, 2006:176).
Dari beberapa penjelesan tersebut dapat dipahami bahwa aliran progresivisme
adalah suatu aliran dalam filsafat pendidikan yang menghendaki adanya perubahan
secara cepat praktik pendidikan menuju ke arah yang positif. Dengan kata lain,
pendidikan harus mampu mebawa perubahan pada diri peserta didik menjadi
pribadi yang tangguh dan mampu menghadapi berbagai persolan serta dapat
menyesuikan diri dengan kehidupan sosial di masyarakat. Oleh karena itu,
progresivisme sangat menghendaki adanya pemecahan masalah dalam proses
pendidikan. 4
2. Sejarah Progresivisme
Progresivisme dilatar belakangi ketidakpuasan terhadap pelaksanaan
pendidikan yang sangat tradisional, cenderung otoriter dan peserta didik hanya
dijadikan sebagai objek pembelajaran. Menurut Gutek (1974:139) Aliran ini
berakar dari semangat pembaharuan sosial pada awal abad ke 20 yakni gerakan
pembaharuan politik Amerika. Adapun aliran progresif pendidikan Amerika
mengacu pada pembaharuan pendidikan di Eropa barat. Pendapat lain
menyebutkan bahwa aliran progresivisme secara historis telah muncul pada abad
ke-19, namun perkembangannya secara pesat baru terlihat pada awal abad ke-20,
khususnya di negara Amerika Serikat (Muhmidayeli, 2011:151). Kedua pendapat
tersebut meskipun sedikit berbeda pandangan, namun dapat ditarik benang
merahnya yaitu perkembangan aliran progresivisme ini secara pesat terjadi pada
abad ke-20.
Menurut sejarah munculnya aliran progresivisme ini sangat dipengaruhi oleh
tokoh-tokoh filsafat pragmatisme sebagaima telah disebutkan di atas, seperti

4
M. Fadlillah,“ Aliran Progresivisme Dalam Pendidikan Di Indonesia” (Ponorogo: Jurnal Dimensi Pendidikan dan
Pembelajaran Vol. 5 No. 1, 2017), hlm.19.

6
Charles S. Peirce, William James dan John Dewey, serta aliran
ekspereimentalisme Francis Bacom. Selain itu, adalah John Locke yang
merupakan tokoh filsafat kebebasan politik dan J.J. Rousseu dengan ajarannya
tentang kebaikan manusia telah dibawa sejak lahir . 5
Adapun pemikiran-pemikiran yang berpengaruh terhadap perkembangan aliran
progresivisme adalah pemikiran Johan Heinrich Pestalozzi, Sigmund Freud, dan
John Dewey.6 Pemikiran ketiga tokoh tersebut merupakan inspirasi bagi aliran
progresivisme. Johann Heinrich Pestalozzi, seorang pembaharu pendidikan Swiss
pada abad 19, menyatakan bahwa pendidikan seharusnya lebih dari pembelajaran
buku, dimana merangkul kesuluruhan bagian pada anakemosi, kecerdasan, dan
tubuh anak. Pendidikan lama, menurut Pestalozzi, seharusnya dilakukan di sebuah
lingkungan yang terikat secara emosional dengan anak dan memberi keamanan
pada anak. Pendidikan tersebut seharusnya juga dimulai di lingkungan anak sejak
dini dan melibatkan indera anak pada benda-benda di sekililingnya.
Pengaruh pemikiran Sigmund Freud terhadap pendidik progresif ialah
melalui kajian kasus Histeria (gangguan pada syaraf), Freud mengusut pada asal
usul penyakit mental ini dari masa kanak-kanak. Orang tua yang otoriter dan
lingkungan tempat tinggal anak sangat memengaruhi kasus tersebut.
Kekerasan/penindasan, khususnya pada masalah seksual dapat menjadi penyebab
penyakit syaraf yang dapat menganggu perkembangan anak bahkan sampai
mereka dewassa. Adapun pengaruh pemikiran John Dewey dan para pengikutnya
ialah didasarkan pada penjelasannya yang menyatakan bahwa pendidikan
progresif merupakan sebuah gerakan yang tepat sebagai perkumpulan para
penentang paham tradisionalisme. Kebanyakan dari mereka terinspirasi pada
paham naturalis Eropa seperti Rousseau dan Pestalozzi, dari teori psikoanalisis
Freudian dan neoFreudian,serta penganut aliran sosial politik Amerika dan juga
paham John Dewey instrumentalisme pragmatik. 7
3. Tujuan Pendidikan Progresivisme

5
Muhmidayeli,Op Cit.hlm.152
6
Gutek. Gerad Lee. (1974). Philosofical Alternatives in Education. Loyala University of Chicago.hlm.139.
7
M. Fadlillah,Op Cit.hlm.19-20.

7
Berkaitan dengan tujuan pendidikan, maka aliran progresivisme lebih
menekankan pada memberikan pengalaman empiris kepada peserta didik, sehingga
terbentuk pribadi yang selalu belajar dan berbuat (Muhmidayeli, 2012:156).
Maksudnya pendidikan dimaksudkan untuk memberikan banyak pengalaman
kepada peserta didik dalam upaya pemecahan masalah yang dihadapi di lingkungan
sehari-hari. Dalam hal ini, pengalaman yang dipelajari harus bersifat riil atau sesuai
dengan kehidupan nyata. Oleh karenanya, seorang pendidik harus dapat melatih
anak didiknya untuk mampu memecahkan problem-problem yang ada dalam
kehidupan.
Sejalan dengan itu, tujuan pendidikan progresivisme harus mampu memberikan
keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk berinteraksi dengan lingkungan
yang berbeda dalam proses perubahan secara terus menerus.Yang dimaksud dengan
alat-alat adalah keterampilan pemecahan masalah (problem solving) yang dapat
digunakan oleh individu untuk menentukan, menganalisis, dan memecahkan
masalah.Pendidikan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
memecahkan berbagai masalah baru dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan
sosial, atau dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang berada dalam proses
perubahan. Menurut Barnadib, sebagaimana dikutip Jalaluddin dan Abdullah Idi
(2011:89) progresivisme menghendaki pendidikan yang progres. Dalam hal ini,
tujuan pendidikan hendaklah diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang
terus-menerus. Pendidikan bukan hanya menyampaikan pengetahuan kepada anak
didik, melainkan yang terpenting melatih kemampuan berpikir secara ilmiah.
Dalam konteks pendidikan di Indonesia, maka tujuan pendidikan menurut
progresivisme ini sangat senada dengan tujuan pendidikan nasional yang ada di
Indonesia. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

8
bertanggungjawab. Jadi berdasarkan pengertian ini, maka aliran progresivisme
sangat sejalan dengan tujuan pendidikan yang ada di Indonesia. 8

B. Aliran Esensialisme
1. Latar Belakang Esensialisme
Esensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan ciri-ciri utamanya berbeda
dengan progresivisme. Progresif mempunyai pandangan bahwa banyak hal itu
mempunyai sifat yang serba fleksibel dan nilai-nilai itu berubah dan berkembang.
Esensialisme menganggap bahwa dasar pijak fleksibilitas dalam segala bentuk dapat
menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, pelaksanaan yang kurang
stabil dan tidak menentu.
Pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang bersifat demikian ini dapat
menjadikan pendidikan itu sendiri kehilangan arah. Berkaitan dengan hal itu
pendidikan haruslah bersendikan atas nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan.
Agar dapat terpenuhi maksud tersebut nilai-ailai itu perlu dipilih yang mempunyai tata
yang jelas dan telah teruji oleh waktu.
2. Hakikat Aliran Esensialisme
Esensialisme merupakan aliran yang ingin kembali kepada kebudayaan-
kebudayaan lama yang warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-
kebaikannya bagi kehidupan manusia. Esensialisme didasari atas pandangan
humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah kepada
keduniawian, serba ilmiah dan materialistic. Selain itu juga didasari oleh pandangan-
pandangan dari penganut aliran idealisme dan realisme.
Esensialisme juga merupakan konsep yang meletakkan sebagian dari ciri alam piker
modern. Sebagaimana halnya sebab musabab munculnya renaisans. Eensialisme
pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan
dogmatisme abad pertengahan. Maka disusunlah konsep yang sistematis dan
menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta yang memenuhi tuntutan zaman
modern.
Realisme modern yang menjadi salah satu eksponen esensialisme, titik berat
tinjauannya adalah mengenai alam atau dunia fisik. Sedangkan idealisme modern

8
M. Fadlillah,Op Cit.hlm.21.

9
sebagai ekspon yang lain, pandangannya bersifat spiritual. John Deonal Butler
mengutarakan secara singkat cirri dari masing-masing ini.
Idealisme modern mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan
substansi gagasan-gagasan atau ide. Dibalik dunia fenomenal ini ada jiwa yang tidak
tebatas yaitu Tuhan yang merupakan pencipta adanya kosmos. Manusia sebagai
makhluk yang berpikirberada dalam lingkungan kekuasaan tuhan. Dengan menguji
dan menyelidiki ide-ide serta gagasan-gagasannya, manusia akan dapat mencapai
kebenaran yang sumbernya adalah Tuhan sendiri.
Idealisme modern dengan tokoh-tokoh utamanya di jerman pada abad ke 17 dan
18, mengutarakan dan membahas pokok-pokok persoalan yang dekat dengan manusia,
diantaranya terolahnya kesan-kesan indera oleh akal dan proses penjelmaannya
nenjadi pengetahuan. Demikian pula oleh realisme, masalah-masalah tersebut juga
menjadi objek peninjauan seperti terbukti dari gagasan-gagasan dari tokoh-tokohnya
di inggris sebelum idealisme muncul.
3. Pandangan-Pandangan Aliran Esensialisme
a) Pandangan mengenai realita
Sifat yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsesi bahwa dunia
ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur dunia beserta isinya dengan
tiada cela pula. Ini berarti bahwa bagaimanapun bentuk, sifat, kehendak dan cita-
cita manusia haruslah disesuaikan dengan tata tersebut. Di bawah ini adalah uraian
mengenai penjabarannya menurut realisme dan idealisme.
· Realisme yang mendukung esensialisme disebut realisme objektif, karena
mempunyai cara pandang yang sistematis mengenai alam serta tempat manusia di
dalamnya.
· Idealisme objektif mempunyai pandangan kosmis yang lebih optimis
dibandingkan dengan realisme objektif. Yang dimaksud dengan ini adalah bahwa
pandangan-pandangannya bersifat menyeluruh yang boleh dikatakan meliputi
segala sesuatu., dengan landasn pikiran bahwa totalitas dalam alam semesta ini
pada hakekatnya adalah jiwa atau spirit, idelisme men etapkan suatu pendirian
bahwa segala sesuatu yang ada ini nyata.
b) Pandangan mengenai pengetahuan
Pada kaca mata realisme, masalah pengetahuan ini, manusia adalah sasaran
pandangan dengan penelaahan bahwa manusia perlu dipandang sebagai makhluk
yang padanya berlaku hukum yang mekanistis evolusionistis. Sedangkan menurut

10
idealisme, pandangan mengenai pengetahuan ini bersendikan pada pengertian
bahwa manusia adalah makhluk yang adanya merupakan refleksi dari Tuhan dan
yang timbul dari hubungan antara makrokosmos dan mikrokosmos.
Bersendikan prinsip di atas dapatlah dimengerti bahwa relisme
memperhatikan berbagai pandangan dari tiga aliran psikologi asosianisme,
behaviorisme dan koneksionisme. Dengan memperhatikan tiga aliran ini, yang
pada dasarnya mencerminkan adanya penerapan metode-metode yang lazim untuk
ilmu pengetahuanalam kodrat, realisme menunjukkan sikap lebih maju mengenai
masalah pengatahuan ini dibanding dengan idealisme.
c) Pandangan mengenai nilai
Menurut realisme kwalitas nilai tidak dapat ditentukan secara konseptual
terlebih dahulu, melainkan tergantung dari apa atau bagaimana keadaannya bila
dihayati oleh subjek tertentu dan selanjutnya akan tergantung pula dari sikap subjek
tersebut.
Teori lain yang timbul dari realisme disebut determinisme etis. Dikatakan
bahwa semua yang ada dalam ala mini termasuk manusia mempunyai hubungan
hingga merupakan rantai sebab-akibat. Realisme berdasarkan atas keturunan dan
lingkungan. Nilai keindahan adalah suatu kenikmatan yang dihasilkan dalam
pengalaman bila kognisi dan perasaan bercampur atau saling berpengaruh. Yang
dimaksud dengan kognisi disini adalah persoalan persepsi sebagaimana
dihubungkan dengan kenikmatan keindahan. Kenukmatan seseorang mengenai
keindahan itu merupakan perpaduan antara pengalaman, persepsi, dan perasaan.
d) Pandangan mengenai pendidikan
Pandangan mengenai pendidikan yang diutarakan disini bersifat umur,
simplikataf dan selektif, dengan maksud agar semata-mata dapat memberikan
gambaran mengenai bagian-bagian utama dari esensialisme. Esensialisme timbul
karena adanya tantangan mengenai perlunya usaha emansipasi diri sendiri
sebagaimana dijalankan oleh para filsuf pada umumnya ditinjau dari sudut abad
pertengahan.
e) Pandangan mengenai belajar
Menurut idealisme, bila seorang itu belajar pada taraf permulaan adalah
memahami dirinya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif.
Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Pandangan Immanuel Kant, bahwa

11
segala pengetahuan yang dicapai oleh manusia melalui indera memerlukan unsur
apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
Bila orang berhadapan dengan benda-benda, tidak berarti bahwa mereka itu
sudah mempunyai bentuk, ruang dan ikatan waktu. Bentuk, ruang dan waktu sudah
ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atau pengamatan. Jadi, apriori
yang terarah bukanlah budi kepada benda, tetapi benda-benda itu yang terarah
kepada budi. Budi membentuk, mengatur dalam ruang dan waktu. Dengan
mengambil landasan pikir tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang
berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual. Jiwa membina dan
menciptakan diri sendiri.
4. Aliran Perenialisme
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad
kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal atau
selalu. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif.
Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan
sesuatu yang baru. Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan
mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip prinsip
umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat dan kukuh pada zaman kuno
dan abad pertengahan.
Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak
menentu dan penuh kekacauan serta mambahayakan tidak ada satu pun yang lebih
bermanfaat dari pada kepastian tujuan pendidikan serta kestabilan dalam perilaku
pendidik.
Menurut pandangan perenialis, pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat
perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme
memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan
manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.
Aliran perenialisme sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokohnya: Plato, Aristoteles, dan
Thomas Aquinas. Asas yang dianut perenialisme bersumber pada filsafat kebudayaan
yang berkiblat dua, yaitu:

12
a. perenialisme yang theologis bernaung di bawah supremasi geraja Katolik, dengan
orientasi pada ajaran dan tafsir Thomas Aquinas.
b. perenialisme sekuler berpegang pada ide dan cita filosofis Plato dan Aristoteles.
Perenialisme mengambil jalan regresif karena mempunyai pandangan bahwa tidak ada
jalan lain kecuali kembali kepada prinsip umum yang telah menjadi dasar tingkah laku
dan perbuatan zaman Yunani Kuno dan Abad Pertengahan. Maksudnya adalah
kepercayaan-kepercayaan aksiomatis mengenai pengetahuan, realitas, dan nilai dari
zaman tersebut.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Aliran progresivisme adalah suatu aliran dalam filsafat pendidikan yang
menghendaki adanya perubahan secara cepat praktik pendidikan menuju ke arah yang
positif. Dengan kata lain, pendidikan harus mampu mebawa perubahan pada diri
peserta didik menjadi pribadi yang tangguh dan mampu menghadapi berbagai persolan
serta dapat menyesuikan diri dengan kehidupan sosial di masyarakat. Oleh karena itu,
progresivisme sangat menghendaki adanya pemecahan masalah dalam proses
pendidikan. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional disebutkan bahwa pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Esensialisme merupakan aliran yang ingin kembali kepada kebudayaan-
kebudayaan lama yang warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-
kebaikannya bagi kehidupan manusia. Esensialisme didasari atas pandangan
humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah kepada
keduniawian, serba ilmiah dan materialistic. Selain itu juga didasari oleh pandangan-
pandangan dari penganut aliran idealisme dan realisme.
Esensialisme juga merupakan konsep yang meletakkan sebagian dari ciri alam piker
modern. Sebagaimana halnya sebab musabab munculnya renaisans. Eensialisme
pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan
dogmatisme abad pertengahan. Maka disusunlah konsep yang sistematis dan
menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta yang memenuhi tuntutan zaman
modern.
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua
puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal atau selalu.
Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme
menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang

14
baru. Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke
belakang, dengan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip prinsip umum yang
telah menjadi pandangan hidup yang kuat dan kukuh pada zaman kuno dan abad
pertengahan.
B. Saran
Dalam penulisan makalah yang berjudul Filsafat Pendidikan Islam ini, penulis
menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan, baik dari segi isi maupun
cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat
berharap ada kritikan dan saran yang sifatnya membangun. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembacanya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadhari
Berbasis Integratif-Interkonektif (Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada, 2011).

Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004).

Gutek. Gerad Lee. (1974). Philosofical Alternatives in Education. Loyala University of Chicago

Muhmidayeli. (2011). Filsafat Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.

Kristiawan, Muhammad. "Filsafat Pendidikan." (2016).

Nisa, Zaibun. "Aliran Filsafat Pendidikan Perenialisme." Filsafat Pendidikan Islam (2020).

16

Anda mungkin juga menyukai