Anda di halaman 1dari 7

Jenis-Jenis Wacana

Leech mengklasifikasikan wacana berdasarkan fungsi bahasa seperti dijelaskan berikut ini;

Wacana ekspresif, apabila wacana itu bersumber pada gagasan penutur atau penulis sebagai sarana
ekspresi, seperti wacana pidato;

Wacana fatis, apabila wacana itu bersumber pada saluran untuk memperlancar komunikasi, seperti
wacana perkenalan pada pesta;

Wacana informasional, apabila wacana itu bersumber pada pesan atau informasi, seperti wacana
berita dalam media massa;

Wacana estetik, apabila wacana itu bersumber pada pesan dengan tekanan keindahan pesan,
seperti wacana puisi dan lagu;

Wacana direktif, apabila wacana itu diarahkan pada tindakan atau reaksi dari mitra tutur atau
pembaca, seperti wacana khotbah.

Berdasarkan saluran komunikasinya, wacana dapat dibedakan atas; wacana lisan dan
wacana tulis. Wacana lisan memiliki ciri adanya penutur dan mitra tutur,bahasa yang dituturkan,
dan alih tutur yang menandai giliran bicara. Sedangkan wacana tulis ditandai oleh adanya penulis
dan pembaca, bahasa yang dituliskan dan penerapan sistem ejaan. Wacana dapat pula dibedakan
berdasarkan cara pemaparannya, yaitu wacana naratif, wacana deskriptif, wacana ekspositoris,
wacana argumentatif, wacana persuasif, wacana hortatoris, dan wacana prosedural.

Sejarah Singkat Kajian Wacana

Pada mulanya linguistik merupakan bagian dari filsafat. Linguistik modern, yang dipelopori
oleh Ferdinand de Saussure pada akhir abad ke-19, mengkaji bahasa secara ilmiah. Kajian lingusitik
modern pada umumnya terbatas pada masalah unsur-unsur bahasa, seperti bunyi, kata, frase, dan
kalimat serta unsur makna (semantik). Kajian linguistik rupanya belum memuaskan. Banyak
permasalahan bahasa yang belum dapat diselesaikan. Akibatnya, para ahli mencoba untuk
mengembangkan disiplin kajian baru yang disebut analisis wacana.
Analisis wacana menginterprestasi makna sebuah ujaran dengan memperhatikan konteks, sebab
konteks menentukan makna ujaran. Konteks meliputi konteks linguistik dan konteks etnografii.
Konteks linguistik berupa rangkaian kata-kata yang mendahului atau yang mengikuti sedangkan
konteks etnografi berbentuk serangkaian ciri faktor etnografi yang melingkupinya, misalnya faktor
budaya masyarakat pemakai bahasa.

Persyaratan Terbentuknya Wacana

Penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat
berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana yang berupa rangkaian kalimat atau ujaran harus
mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent).

Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung satu topik yang
sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kalimat-kalimatnya disusun secara
teratur dan sistematis, sehingga menunjukkan keruntututan ide yang diungkapkan.

Struktur Wacana Bahasa Indonesia

•Elemen-elemen Wacana

Elemen-elemen wacana adalah unsur-unsur pembentuk teks wacana. Elemen-elemen itu tertata
secara sistematis dan hierarkis. Berdasarkan nilai informasinya ada elemen inti dan elemen luar inti.
Elemen inti adalah elemen yang berisi informasi utama, informasi yang paling penting. Elemen luar
inti adalah elemen yang berisi informasi tambahan, informasi yang tidak sepenting informasi utama.

Berdasarkan sifat kehadirannya, elemen wacana terbagi menjadi dua kategori, yakni elemen wajib
dan elemen manasuka. Elemen wajib bersifat wajib hadir, sedangkan elemen manasuka bersifat
boleh hadir dan boleh juga tidak hadir bergantung pada kebutuhan komunikasi.
•Relasi Antarelemen dalam Wacana

Ada berbagai relasi antarelemen dalam wacana. Relasi koordinatif adalah relasi antarelemen yang
memiliki kedudukan setara. Relasi subordinatif adalah relasi antarelemen yang kedudukannya tidak
setara. Dalam relasi subordinatif itu terdapat atasan dan elemen bawahan. Relasi atribut adalah
relasi antara elemen inti dengan atribut. Relasi atribut berkaitan dengan relasi subordinatif karena
relasi atribut juga berarti relasi antara elemen atasan dengan elemen bawahan.

Relasi komplementatif adalah relasi antarelemen yang bersifat saling melengkapi. Dalam relasi itu,
masing-masing elemen memiliki kedudukan yang otonom dalam membentuk teks. Dalam jenis ini
tidak ada elemen atasan dan bawahan.

Referensi dan Inferensi Wacana Bahasa Indonesia

Referensi dalam analisis wacana lebih luas dari telaah referensi dalam kajian sintaksis dan semantik.
Istilah referensi dalam analisis wacana adalah ungkapan kebahasaan yang dipakai seorang
pembicara/penulis untuk mengacu pada suatu hal yang dibicarakan, baik dalam konteks linguistik
maupun dalam konteks nonlinguistik.

Dalam menafsirkan acuan perlu diperhatikan, (a) adanya acuan yang bergeser, (b) ungkapan
berbeda tetapi acuannya sama, dan (c) ungkapan yang sama mengacu pada hal yang berbeda.
Inferensi adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam
membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau
makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur).

Kohesi dan Koherensi Wacana Bahasa Indonesia

•Kohesi Wacana Bahasa Indonesia


Istilah kohesi mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang ditandai oleh
penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk
koherensi. Oleh sebab itu, dalam sebuah teks koherensi lebih penting dari kohesi. Namun bukan
berarti kohesi tidak penting, Jenis alat kohesi ada tiga, yaitu substitusi, konjungsi, dan leksikal.

•Koherensi Wacana Bahasa Indonesia

Koherensi adalah kepaduan gagasan antarbagian dalam wacana. Kohesi merupakan salah satu cara
untuk membentuk koherensi. Cara lain adalah menggunakan bentuk-bentuk yang mempunyai
hubungan parataksis dan hipotaksis (parataxis and hypotaxis). Hubungan parataksis itu dapat
diciptakan dengan menggunakan pernyataan atau gagasan yang sejajar (coordinative) dan
subordinatif. Penataan koordinatif berarti menata ide yang sejajar secara beruntun.

Jenis-Jenis Wacana Bahasa Indonesia

•Wacana Lisan dan Tulis

Berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, wacana dibedakan atas wacana tulis dan
wacana lisan. Wacana lisan berbeda dari wacana tulis. Wacana lisan cenderung kurang terstruktur
(gramatikal), penataan subordinatif lebih sedikit, jarang menggunakan piranti hubung (alat kohesi),
frasa benda tidak panjang, dan berstruktur topik-komen. Sebaliknya wacana tulis cenderung
gramatikal, penataan subordinatif lebih banyak, menggunakan piranti hubung, frasa benda panjang,
dan berstruktur subjek-predikat.

•Wacana Monolog, Dialog, dan Polilog

Berdasarkan jumlah peserta yang terlibat pembicaraan dalam komunikasi, ada tiga jenis wacana,
yaitu wacana monolog, dialog, dan polilog. Bila dalam suatu komunikasi hanya ada satu pembicara
dan tidak ada balikan langsung dari peserta yang lain, maka wacana yang dihasilkan disebut
monolog.

Dengan demikian, pembicara tidak berganti peran sebagai pendengar. Bila peserta dalam
komunikasi itu dua orang dan terjadi pergantian peran (dari pembicara menjadi pendengar atau
sebaliknya), maka wacana yang dibentuknya disebut dialog. Jika peserta dalam komunikasi lebih dari
dua orang dan terjadi pergantian peran, maka wacana yang dihasilkan disebut polilog.

Wacana Deskripsi, Eksposisi, Argumentasi, Persuasi dan Narasi

Dilihat dari sudut pandang tujuan berkomunikasi, dikenal ada wacana dekripsi, eksposisi,
argumentasi, persuasi, dan narasi. Wacana deskripsi bertujuan membentuk suatu citra (imajinasi)
tentang sesuatu hal pada penerima pesan. Aspek kejiwaan yang dapat mencerna wacana narasi
adalah emosi. Sedangkan wacana eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada
penerima agar yang bersangkutan memahaminya. Wacana eksposisi dapat berisi konsep-konsep dan
logika yang harus diikuti oleh penerima pesan. Oleh sebab itu, untuk memahami wacana eksposisi
diperlukan proses berpikir.

Wacana argumentasi bertujuan mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima


pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan pada pertimbangan logika maupun
emosional. Untuk mempertahankan argumen diperlukan bukti yang mendukung. Wacana persuasi
bertujuan mempengaruhi penerima pesan agar melakukan tindakan sesuai yang diharapkan
penyampai pesan. Untuk mernpengaruhi ini, digunakan segala upaya yang memungkinkan penerima
pesan terpengaruh. Untuk mencapai tujuan tersebut, wacana persuasi kadang menggunakan alasan
yang tidak rasional. Wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita. Oleh karena itu,
unsur-unsur yang biasa ada dalam narasi adalah unsur waktu, pelaku, dan peristiwa.

Konteks Wacana Bahasa Indonesia

•Hakikat Konteks
Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi
penggunaan bahasa. Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan dapat pula berupa
konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa teks atau bagian teks dan menjadi
lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama dapat disebut konteks ekstralinguistik berupa hal-
hal yang bukan unsur bahasa, seperti partisipan, topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan
peristiwa), saluran (bahasa lisan atau tulis), bentuk komunikasi (dialog, monolog, atau polilog).

Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan
menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat
konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus diperhatikan adalah konteks linguistik dan
konteks ekstralinguistik.

•Macam-macam Konteks

Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Secara garis besar, konteks wacana
dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik
adalah konteks yang berupa unsur-unsur bahasa. Konteks linguistik itu mencakup penyebutan
depan, sifat kata kerja, kata kerja bantu, dan proposisi positif. Di samping konteks ada juga koteks.
Koteks adalah teks yang berhubungan dengan sebuah teks yang lain. Koteks dapat pula berupa unsur
teks dalam sebuah teks.Wujud koteks bermacam-macam, dapat berupa kalimat, pargraf, dan bahkan
wacana.

Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa. Konteks
ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar, saluran, dan
kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi
berbahasa. Partisipan mencakup penutur, mitra tutur. dan pendengar. Latar adalah tempat dan
waktu serta peristiwa beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam bahasa dan sarana yang
digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau dialek yang digunakan dalam
wacana.
Dalam menganalisis wancana sasaran utamanya bukan pada struktur kalimat tetapi pada status dan
nilai fungsional kalimat dalam konteks, baik itu konteks linguistik ataupun konteks ekstralinguistik.

Tiga manfaat konteks dalam analisis wancana

1. Penggunaan konteks untuk mencari acuan, yaitu pembentukan acuan berdasarkan konteks
linguistik.

2. Penggunaan konteks untuk menentukan maksud tuturan, yaitu bahwa maksud sebuah tuturan
ditentukan oleh konteks wancana.

3. Penggunaan konteks untuk mencari bentuk tak terujar yaitu bentuk yang memiliki unsur tak
terujar atau bentuk eliptis adalah bentuk yang hanya dapat ditentukan berdasarkan konteks.

Anda mungkin juga menyukai