Anda di halaman 1dari 36

WACANA

1. Pengertian , pembagian dan Struktur Wacana


Secara definitif, wacana diartikan sebagai kesatuan makna
(semantic) antarbagian di dalam suatu bangun bahasa. Sebagai
kesatuan makna, wacana dilihat sebagai bangun bahasa yang
utuh karena setiap bagian di dalam wacana itu berhubungan
secara padu. Sejatinya, wacana merupakan kesatuan makna
yang terbentuk antarbagian dari kata, kalimat, paragraf, dan isi.
Setelah semua unsur tersebut terbentuk maka terciptalah
sebuah wacana yang dapat dipahami oleh seorang pembaca.
Karena pada dasarnya, tujuan dari sebuah wacana adalah
mengamati kesatuan wacana tersebut. Artinya, sebuah wacana
tidak bisa dipahami dalam satu kalimat atau satu paragraph an
sich, melainkan berdasarkan seluruh teks tersebut.
Kemudian Analisis wacana merupakan cabang ilnu bahasa
yang dkembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang
lcbih besar dari pada kalimat. Dalam upaya menguraikan suatu
unit bahasa Analisis Wacana tidak tcrlcpas dari penggunaan
piranti cabang ilmu bahasa Iainnya seperli yang dimiliki oleh
Semantik, sinlaksis, fonologidan lain sebagainya. D samping itu
Analisis Wacana mcmilik piranti khusus yang lidak dipergunakan
oleh cabang ilmu bahasa lainnya itu.

Analisis wacana berusaha untuk menganalisis unit bahasa


yang lebih besar dari kalimat lazim disebul wacana itu untuk
sampai kepada suatu makna yang persis sama yang paling tidak
sangat dekat dengan makna yang dimaksud olch pembicara
dalam wacana lisan, atau oleh penulis dalam wacana lulis. Untuk
mencapai lujuan tersebul Analisis wacana banyak menggunakan
pula sosiolinguistik, suatu Cabang ilmu bahasa yang menelaah
penggunaan bahasa di dalam masyarakat, piranti-pirantnya
sama temuan-temuannya yang penning. Oleh karena itu Analisis
wacana berupaya untuk mengiterpretasikan suatu wacana yang
tidak terjangkau ol'eh Semantik fonologi, sintaksis maupun
cabang ilmu bahasa lainnya.1
Lebih jauh lagi, wacana merupakan satuan bahasa dalam
komunikasi, karena wacana sebagai wahana untuk menyingkap
sebuah makna dari sebuah teks, pidato, dakwah, deklamasi, dan
lain sebagainya. Maka, berdasarkan tinjaun bahasa, Harimurti
Kridaklaksana mengemukakan bahwa wacana diklasifikasikan
menurut fungsi bahasa2. Yakni;
Wacana ekpresif, ketika wacana dipergunakan
1 Soeseno kaartomihardjo, wacan dan penerapannya hal 1
2 Kushartanti dkk, Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik
(Jakarta: Pt. Gramedia Pustaka Utama), hlm.93

sebagai mediasi atau sarana untuk mengekspresikan


gagasan, baik secara tertulis maupun lisan, seperti
halnya wacana dalam pidato, dakwah, dan lain
sebagainya.
Wacana fatis, ketika sebuah wacana itu
dipergunakan untuk memperlancar komunikasi.
Seperti halnya wacana dalam perkenalan dalam
sebuah pesta.
Wacana informasional, sebuah wacana yang
bersumber pada pesan atau informasi. Seperti
wacana berita dalam media massa.
Wacana estetik, apabila sebuah wacana menekankan
pada nilai-nilai keindahan dalam sebuah pesan.
Seperti puisi dan lagu.
Wacana direktif, sebuah wacana yang diarahkan
pada suatu tindakan dari seorang pembaca atau
mitra tutur. Seperti dalam sebuah khotbah dan lain
sebagainya.
Seirama dengan itu, klasifikasi wacana berkembang secara
konprehensif. Wacana yang merupakan satuan bahasa yang pada
fungsinya sebagai alat komunikasi. Maka bedasarkan analisa
tersebut, wacana dapat dibedakan atas dua bagian. Yaitu;
Wacana lisan, sebuah wacana yang dicirikan dengan
adanya dua subjek, yakni penutur dan mitra tutur,

bahasa yang dituturkan dan alih tutur (turn


taking)yang pada fungsinya untuk menandai
pergantian giliran bicara.
Wacana tulis, wacana ini ditandai dengan adanya
penulis dan pembaca, penerapan system ejaan, dan
bahasa yang dituliskan.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Samsuri,
seorang ahli bahasa. Ditinjau dari mitra tutur atau seorang
pembaca, wacana dapat diklasifikasikan atas dua bagian;
Wacana transaksinal, wacana ini dicirikan adanya
harapan atau keinginan penutur atau mitra tutur,
seperti dalam surat permohonan atau perintah.
Wacana intearksional, wacana ini dicirikan dengan
adanya timabal balik dari penutur atau mitra tutur,
seperti dalam pidato, debat, tanya jawab, dan lainlain.
Ada beberapa pendekatan dalam pemabagian wacana
sehingga dalam analisa wacana diklasifikasikan secara global.
Yakni;

Wacana naratif, wacana yang dicirikan dengan


adanya alur, peristiwa, dan tokoh. Seperti dalam
berita (narasi factual) dan dalam cerpen (narasi

fiktif)
Wacana deskriptif, wacana yang dicirikan oleh
adanya pemaparan secara detail dalam suatu hal,

seperti profil.
Wacana ekspositoris, wacana yang dicirikan oleh
kuatnya paparan informasi, seperti pada karangan

khas (feature).
Wacana argumentatif, wacana yang dicirikan oleh
seperangkat argumentasi yang kuat berdasarkan
bukti dan prosedur metodologis, seperti tesis dan

disertasi.
Wacana persuasive, wacana ini dicirikan dengan
adanya dorongan atau rangsangan dari mitra tutur
agar dapat mengikuti penutur, seperti pada sebuah

iklan.
Wacana hortatoris, wacana ini dicirikan pada
kuatnya amanat yamg dikandung dalam sebuah

bahasa, seperti pada khotbah keagamaaan. Dan;


Wacana procedural, wacana ini dicirikan oleh
adanya proses, langkah, atau tahap, seperti pada
buku petunjuk penggunaan alat.

Ketika dalam sebuah wacana melibatkan subjek atau


peserta komunikasi, maka wacana diklasifikasikan berdasarkan
hal tersebut ke dalam dua bagian3, yakni;
3 Soenjono Dardjowidjojo. 2003. Psikolinguistik (Pengantar Pemahaman Bahasa
Manusia). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hlm. 120

Wacana monolog, wacana ini melibatkan satu orang


saja dalam peristiwa komunikasi, seperti pada
siaran TV dan Radio.
Wacana dialog, wacana ini melibatkan dua orang
dalam peristiwa komunikasi, seperti komunikasi
melalui telepon atau surat menyurat.
Dalam kajian wacana tidak terlepas dari aspek
kebahasaan, dan bahasa merupakan ruh dari sebuah wacana.
Bahasa tulis dan lisan membutuhkan suatu organ atau proposisiproposisi yang kemudian membentuk sebuah bangunan yang
terstruktur, mulai dari kata, kalimat, dan paragraf. Berdasarkan
analisa tersebut, dalam diskursus wacana ada sebuah struktur.
Sinclair dan Coulthard (1975) mengemukakan bahwa struktur
wacana merupakan tata urutan interaksi antara seorang guru
dan siswa di dalam proses belajar mengajar. Yaitu transaksipertukaran, gerak-tindak.
Lebih jauh lagi, senada dengan itu, Hoed (1976)4
menggambarkan sebuah wacana berita dengan bentuk piramida
terbalik. Yang terdiri dari tiga tingkatan. Bagian kesimpulan
merupakan bagian terpenting dan memiliki space atau tempat
yang terbesar dalam sebuah berita yang berisikan informasi

4 BH. Hoad,Wacana, teks dan kalimat (Jakarta: PT. Intermasa ),hlm.8

tentang apa dan siapa dalam sebuah peristiwa. Bagian


penjelasan berisikan informasi lebih lanjut, seperti kapan dan di
mana peristiwa itu terjadi. Dan bagian analisis mengakhiriri
berita. Analisis ini memberikan informasi mengenai mengapa dan
bagaimana peristiwa itu terjadi.
Dalam wacana dialog yang di anggap sebagai joint activity
ada empat unsur yang terlibat 1. Personalia (personel), 2. Latar
bersama (common ground), 3. Perbuatan bersama (joint action),
dan 4. Kontribusi.5
1. Personalia
Pada unsure ini , sebuah wacana minimal harus ada dua
prtisipan, yakni, pembicara dan interlocutor. Namun tidak
menutup kemungkinan juga adanya pendengar (side
participants). Disamping itu, personalia juga bisa mencakup
bystanders, yakni partisipn yang mempunyai jalan untuk
mengetahui apa yang dibicarakan oleh pembicara dan
interlocutor dan kehadirannya diakui, lain halnnya dengan
penguping ( eavesdroppers)
.
2. Unsur latar bersama
Konsep ini merujuk pada anggapan bahwa baik pembicara
maupun interlokutornya, kedunya memiliki pengetahuan

5 Soenjono Dardjowidjojo. 2003. Psikolinguistik (Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia).


Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hlm. 121

yang sama.
3. Unsur perbuatan bersama
Yang dimaksud dengan perbuatan bersama adalah bahwa
baik pembicara maupun interlokutornya melakukan
perbuatan yang pada dasarnya mempunyai aturan yang
mereka ketahui bersama. Dalam hal ini seperti, ketika si
pembicara mengucapkan salam dalam sebuah percakapan
via telepon, dengan sendirinya interlocutor akan menjawab
salam dan seterusnya. Singkatnya, perbuatan bersama ini
artiny antara pembicra dan interlocutor mengetahui urutan
pembicaraan dimuali dari pembukaan, isi dan penutup.
4. Unsur Kontribusi
Kontribusi pada umumnya mempunyai dua tahap, tahap
presentasi dimana si pembicara menyampaikan sesuatu
untuk difahami oleh interlocutor dan tahap pemahaman di
mana interlocutor telah memahami apa yang disampaikan
oleh pembicara. Suatu percakapan hanya akan dapat
berlanjut bila perlataran seperti ini terbentuk. Perlataran juga
tumbuh secara akumulatif. Artinya, perlataran itu
berkembang dan juga bisa berubah dari satu kalimat ke
kalimat lain tergantung pada isi pembicaraan.
Wacana dialog secara sepintas serupa dengan percakapan.
Karena harus ada empat unsure-unsur diatas. Selanjutnya,
terkadang orang mengira bahwa percakapan itu adalah

perbuatan verbal yang bersifat spontanitas tanpa adanya aturan.


Pada kenyataannya, tidak begitu, jikalau dalam sebuah
percakapan tidak ada aturan, maka setiap orang baik itu
pembicara maupun interlocutor akan terjadi tabrakan dalam
giliran berbicara.
Mengenai giliran berbicara, terdapat aturan yang
umumnya sudah kita jalankan namun kita tidak sadar bahwa itu
adalah sebuah aturan. Ketika ada tiga orang terlibat dalam
sebuah pembicaraan, maka orang yang diajak bicara itulah wajib
merespon. Sendainya ada A,B dan C dan A bertindak sebagai
pembicra dan dia mengarahkannya kepada B, maka B wajib
menjawab.
2. Ruang lingkup wacana
Dalam diskursus analisis wacana, ada beberapa istilah
yang merupakan sebuah prasarat dalam membentuk suatu
wacana. Prasarat inilah yang kemudian membentuk wacana
sebagai kesatuan bahasa yang pada gilirannya tidak terlepas
dari unsure semantic (makna) dan gramatikal (tata bahasa).
a. Konteks dan Koteks
Seperti yang telah dipaparkan di muka, bahwa wacana

terbentuk atas satu kesatuan bangun antar kata, kalimat, dan


paragraf. Dan atas adanya hubungan semantic (makna). Selain
daripada itu, wacana terikat dengan sebuah konteks yang secara
definitif diartikan sebagai situasi wacana yang memberikan
penafsiran terhadap makna ujaran. Dalam sebuah konteks
wacana itu terikat dengan situasi pembicara, pendenagar, waktu,
tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk amanat (surat, esai,
iklan), dan kode (dialektik). Misalnya,ada sebuah kalimat
Hematlah Air!, kalimat ini oleh seorang pemilik rumah ditulis
dalam sebuah kertas yang kemudian digantungkan atau
direkatkan di dalam kamar mandi. Nah, kalimat ini berhubungan
dengan sebuah konteks wacana yang berhubungan penulis,
pembaca, tempat dan waktu. Maka dengan adanya konteks,
kalimat itu menjadi sangat jelas dan berjalan sesuai dengan
fungsinya. Yakni, untuk mengingatkan siapapun orang yang
hendak menggunakan air di kamar mandi tersebut.
Dalam perkembangannya, konteks dalam sebuah wacana
dapat diklasifikasikan pada dua bagian; yang petama,wacana
lisan yang merupakan keastuan bahasa yang terikat dengan
konteks situasi penuturannya. Hymes (1974) mengemukakan
bahwa speaking merupakan sebuah konteks atas suatu tuturan
daalam wacana lisan. Yang kedua,wacana tulis yang merupakan

10

keastuan bahasa yang dituliskan. Wacana tulis pada


penerapannya yaitu kalimat lain yang sebelum atau sesudah
dalam sebuah kalimat. Bagian kedua ini yang kemudian disebut
dengan koteks. Misalnya pada kalimat surat Bapak tertanggal
30 Juli 2005 telah kami terima. Untuk itu kami ucapkan terima
kasih atas perhatian Bapak kepada perusahaan kami. Pada
kalimat ini ada koteks yang tertera dalam ungkapan surat Bapak
tertanggal 30 Juli 2005. Koteks merupakan koordinat antar
wacana atau koteks sangat penting dalam menentukan
penafsiran makna dalam ujaran. Karena pengertian sebuah teks
dalam wacana sering ditentukan oleh sebagian pengertian yang
diberikan oleh teks lain. Teks secara global dipahami dalam
sebuah ujaran, paragraf, wacana, dan pada rambu-rambu lalu
lintas.
Pada dasarnya, penafsiran dalam wacana ada yang bersifat
lokal, yakni pesapa tidak membentuk konteks yang lebih besar.
Dan ada yang bersifat analogi, yakni wacana menggunakan akal
pikiran sebagai pembimbing atau pedoman dalam
penafsirannya.

b. Kohesi dan Koherensi

6 Kushartanti dkk, Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik


hal 102

11

Dalam sebuah wacana secara definitif tidak terlepas dari


aspek gramatikal (tata bahasa) dan semantis (makna). Kedua
aspek inilah yang kemudian membentuk wacana secara
sempurna. Dalam analisanya, aspek gramatikal yang
menghubungkan antara unsure yang satu dengan unsure yang
lain dalam segi bentuk sehingga tercipa pengertian yang serasi
dan apik maka ini dinamakn dengan kohesi. Dalam
perkembangannya.
Kohesi merupkan konsep yang lahir daripada konsep
wacana yang pertama kali di perkenalkan oleh halliday dan
hasan (1976) untuk memajukan teori tentang bagaimana
pendengar atau pembaca memahamu kaitan antara beberapa
bagian dalam ujaran atau teks. Dan perlu diketahui bahwa kohesi
bukan satu-satunya syarat untuk menghasilkan wacana. Adanya
kohesi menjadi harus dalam sebuah tekks yang bertaraf
wacana.7
Kohesi dan pembagiannya
1. Kohesi Rujukan
Terdapat dua cara untuk mendapaykan makna bagi
perkataan rujukan dalam suatu teks. Pertama, dengan melihat di
sekeliling teks yaitu mencari makna perkataan rujukan dari
7 Mohd azidan abdul jaba, analisis wacana bahasa arab, hal :42

12

sumber dalam wacana itu sendiri, cara ini dikenal sebagai


rujukan teks (text reference). Kedua, ialah dengan melihat keluar
teks yaitu mendapatkan makna perkataan rujukan dengan
melihat kepada dunia luar atau konteks situasi wacana. Kaedah
ini dikenal sebagai rujukan situasi(situation reference).8
Alat-alat kohesi rujukan yang boleh digunakan dalam wacana
Arab ialah damir dan i'sm al-'isyarat. Berikut adalah penjelasan
bagi setiap alat kohesi rujukan Arab.
a. Rujukan Damir
Damir atau kata ganti diri adalah kata nama jamid yang
menunjukan kepada mutakalim (diri pertama) atau mukhatab
(diri kedua) atau gha'ib (diri ketiga) dan berada ditempat sesuatu
yang ditunjukannya.9 Kata ganti diri pertama atau damir
mutakalim dan diri kedua atau damir mukhatab juga dikenal
sebagai kata ganti hadir, karena orang yang ditunjukan oleh
ganti nama berkenaan mesti hadir atau berada pada masa ia
diujarkan.10
Dalam bahasa Arab damir boleh digunakan sebagai alat kohesi
8 Mohd azidan abdul jaba hal : 60
9 Mohd azidan abdul jaba hal : 62
10 Mohd azidan abdul jaba hal: 62

13

rujukan seperti yang terdapat dalam contoh berikut:


. .
Dalam konteks diatas, ganti nama ( )yang terdapat dalam ayat
kedua memerlukan rujukan kepada ayat sebelumnya bagi
mengetahui interpretasinya yang benar. Rujukan ini
menghasilkan pertalian diantara kedua-dua ayat melalui
perkaitan yang dikenali sebagai kohesi rujukan.
Damir menurut kaidah linguistik Arab diklasifikasikan kepada
beberapa jenis seperti berikut:
b. Damir Munfasil
Damir munfasil adalah kata ganti yang tidak bersambung dengan
mana-mana perkataan sama ada kata nama, kata kerja ataupun
huruf. Damair munfasil ini boleh diletakan di awal ayat atau di
akhirnya. Ia mempunyai bentuk yang tetap dan tidak boleh
ditukarkan kepada mutsanna atau jamak.11
c. Damir Muttasil
Damir muttasil adalah kata ganti yang bersambung dengan akhir
perkataan sama ada kata nama, kata kerja ataupun kata tugas.12
11 Mohd azidan abdul jaba hal : 62
12 Mohd azidan abdul jaba hal : 63

14

Damir muttasil aiani biasanya diletakan diakhir perkataan dan ia


tidak boleh diletakan diawal perkataan atau ayat, yaitu tidak
boleh disebut secara bersendirian.13
Dari segi i'rab, damir muttasil boleh berada dalam kasus marfu'
atau mansub dan majrur.
d. Damir Bariz
Damir bariz adalah kata ganti yang mempunyai bentuk
yang nyata sama ada dari segi sebutan atau penulisan.14 Damir
bariz diklasifikasikan secara umumnya kepada dua bagian utama
yaitu munfasil dan muttasil seperti yang dijelaskan tadi. Damir
bariz munfasil boleh terdapat dalam keadan marfu' dan dalam
keadaan mansub. Ia tidak boleh terdapat dalam keadaan majrur.
Damir bariz muttasil pula boleh terdapat dalam keadaan marfu',
mansub dan majrur.
e. Damir Mustatir
Damir mustatir adalah kata ganti yang tersembunyi atau
tidak nyata dari segi sebutan dan penulisan.15 Damir mustatir
terbagi menjadi dua kategori, yaitu mustatir jawaz dan mustatir
13 Mohd azidan abdul jaba hal : 63
14 Mohd azidan abdul jaba hal : 64
15 Mohd azidan abdul jaba hal :64

15

wujub. Jika damir mustatir menunjukan kepada ghai'b, maka ia


termasuk dalam kategori mustatir jawaz, jika ia menunjukan
kepada hadir, maka ia termasuk dalam kategori mustatir wujub.16
Damir mustatir jawaz adalah ganti nama yang diharuskan berada
dalam keadaam bersembunyi. Dmair mustatir jawaz ialah
dalam dan dalam . Damir mustatir wujub adalah
ganti nama yang dimestikan berada dalam keadaan bersembunyi
dan ditengah berada dalam keadaan nyata. Damir mustatir
wujub ialah dalam , dalam dan dalam
serta .17
f. Rujukan Ism al-'isyarat
Ism al-'isyarat atau kata ganti penunjuk adalah kata ganti yang
digunakan untuk menunjukan sesuatu yang boleh dilihat atau
dirasa. Dalam bahasa Arab, ism al-isyarat boleh digunakan
sebagai alat kohesi rujukan seperti yang terdapat dalam contoh
berikut:

Dalam contoh diatas, interpretasi kata ganti penunjuk ()
adalah tergantung dan memerlukan rujukan kepada bagian teks
16 Mohd azidan abdul jaba hal :64
17 Mohd azidan abdul jaba hal : 64

16

sebelumnya bagi mengetahui maksud yang benar kata ganti


penunjuk berkenaan.
Ism al-'isyarat menurut kaedah linguistik Arab boleh di
klasifikasikan berdasarkan jenis, bilangan, dan manusia serta
berdasarkan jarak dekat dan jauh.
g. Hunna dan Thamma
Abbas Hasan menyatakan bahwa perkataan dan sebagai
ism al-'isyarat selain zarf makan. adalah kata ganti penunjuk
untuk tempat yang dekat dan boleh dimasukkan al-tanbih
untuk menjadi . Ia boleh ditambah dengan al-khitab di
akhirnya ataupun beserta al-tanbih. Ini akan menghasilkan
, dan yang menunjukan tempat yang sederhana jauh.

2. Kohesi Elipsis
Dalam konteks tertentu,beberapa perkataan dan frasa dalam
teks boleh ditiadakan atau dihilangkan tanpa perlu diulang.
Kaedah penghilangan seperti ini dinamakan elipsis. Dalam
analisis wacana, elipsis bermaksud menggantikan perkataan
atau bagian tertentu ayat dalam teks dan dengan sifat iaitu
dengan sesuatu yang pada hakikatnya ada tetapi tidak
dizahirkan dalam bentuk ucapan maupun tulisan. Harinurmukti

17

kridalaksana mendifinisikan elipsis sebagai peniadaan kata atau


satuan lain yang wujud pada asalnya dan boleh diramal dari
konteks bahasa atau luar bahasa.18 Perhatikan contoh yang
berikut:
> <
.
Lambang < > diletakan bagi menunjukan terdapat
perkataan atau klausa yang dihilangkan. Pengguna lambang < >
yang menunjukan tempat bberlakunya elipsis dikemukakan oleh
Salkie (1995). Dalam contoh tersebut, perkataan yang
dihilangkan ialah (
) . Perkataan yang dihilangkan itu tidak
diganti dengan apa-apa dan tempatnya dibiarkan kosong.
Penghilangan ini menghasilkan pertalian diantara dua unsur
wacana yang dikenali sebagai kohesi elipsis.
Dalam bahasa Arab, kaedah elipsis dikenali sebagai kaedah alhadhf yang boleh berlaku dalam beberapa keadaan sama ada
melibatkan kata nama, kata kerja maupun ayat. Abbas Hasan
menyatakan bahwa elipsis sesuatu unsur dalam bahasa Arab
boleh dilakukan jika memenuhi dua syarat. Pertama, jika terdapat
qarinat atau petunjuk yang jelas tentang unsur yang dihilangkan
tempatnya. Kedua, jika elipsis suatu unsur itu tidak merusak

18 Mohd azidan abdul jaba hal :68

18

struktur nahwu dan makna ayat.19


a. Elipsis Mubtada dan khabar
Mubtada dan khabar adalah dua unsur utama dalam jumlah
ismiyah yaitu ayat yang bermula dengan kata nama. Dalam
kaedah nahwu Arab, mubtada dan khabar boleh dihilangkan
daripada ayat atas sebab-sebab tertentu yang tidak menjelaskan
makna dan struktur ayat serta mempunyai isyarat yang jelas
untuk pemerolehan makna. Pengguguran mubtada atau khabar
atau kedua-duanya sekali dalam ayat boleh dinyatakan sebagai
suatu kaidah elipsis dalam wacana Arab.
b. Elipsis Mubtada' dan Khabar secara pilihan
Penghilangan secara pilihan ini boleh melibatkan mubtada' atau
khabar atau kedua-duanya sekali. Perhatikan contoh-contoh
berikut:
Contoh a:
. > <
Contoh b:
< >
Contoh c:

19 Mohd azidan abdul jaba hal :70

19

, ,
< >
Dalam contoh a, jawaban yang diberi kepada soalan
sebelum nya menyaksikan penghilangan mubtada' yaitu ().
Elipsis seperti ini diharuskan karena pendengar atau pembaca
boleh mengetahui perkataan mana yang menduduki mubtada'
dengan membuat rujukan kepada soalan yang dilontarkan
Dalam contoh b pula, jawaban yang diberi kepada soalan
sebelumnya menyaksikan penghilangan khabar yaitu ( .).
Pendengar atau pembaca boleh mengetahui perkataan mana
yang menduduki gatra khabar dengan membuat soalan yang
dilontarkan. Ini membuat pembaca membuat andaian terhadap
jawaban yang penuh iaitu ( ) . Begitu juga dalam
contoh c yang memperlihatkan penghilangan satu klausa penuh
yang terdiri daripada mubtada dan khabar secera serentak yaitu
( ) . Pendengar atau pembaca boleh mengetahui unsurunsur yang menduduki gatra yang dihilangkan dengan membuat
rujukan kepada klausa-klausa sebelumnya.20
c. Elipsis Mubtada' dan khabar secara wajib
Penghilangan secara wajib ini boleh melibatkan mubtada
ataupun khabar. Elipsis mubtada wajib berlaku dalam keadaan20 Mohd azidan abdul jaba hal :71

20

keadaan berikut:
1. Perkataan yang pada asalnya adalah na't atau adjektif
yang dipotomg daripada klausa asalnya untuk dijadikan
khabar bagi mubtada yang dihilangkan, contohnya:
. > <
Perkataan ( )pada contoh diatas pada asalnya adalah
adjektif majrur bagi perkataan ( )akan tetapi ia
dipotong daripada klausa asalnya untuk dijadikan khabar
marfu mubtada yang telah dihilangkan yaitu ().
2. Khabar bagi mubtada yang dihilangkan dikhususkan
(makhsus) bagi atau contohnya:
. > <
Dalam contoh tersebut, perkataan ( ) yang
dikhususkan dalam pujian ( )menjadi khabar bagi
mubtada yang telah dihilangkan yaitu ().
3. Dalam ayat qasam. Contohnya:
.
> <

Khabar dalam contoh diatas ialah (
)
manakala

mubtada yang dihilangkan secara wajib ialah ().


4. Mubtada dan khabar terdiri dari masdar atau kata nama
perbuatan yang serupa, lafaz yang serupa dan juga
daripada kata kerja yang serupa, contohnya:
> <
Khabar dalam contoh diatas ialah (), manakala mubtada
yang dihilangkan secara wajib ialah ().21
5. Apabila mubtada berada selepas contohnya:
. > <
Khabar dalam contoh ini ialah , manakala mubtada yang

21 Mohd azidan abdul jaba hal : 73

21

dihilangkan secara wajib ialah


d. Elipsis Nawasikh
Nawasikh adalah lafaz kata kerja atau huruf yang masuk
kedalam mubtada dan khabar sekaligus menukar hukum tata
bahasa dalam ayat sedia supaya selaras dengan ayat baru yang
telah dimasukan nawasikh.22
Dalam kaidah nahwu Arab, lafaz-lafaz nawasikh boleh
dihilangkan daripada ayat dalam keadaan-keadaan tertentu
secara wajib atau pilihan. Penghilangan nawasikh daripada ayat
boleh dinyatakan sebagai satu kaidah elipsis dalam wacana Arab.
e. Elipsis Fa'il
Dalam kaedah nahwu Arab, fa'il boleh dihilangkan daripada ayat
atas beberapa sebab. Pengguguran fa'il dalam ayat boleh
dinyatakan sebagai salah satu kaedah elipsis dalam wacana
Arab. Kohesi elipsis mulai peniadaan fa'il boleh berlaku secara
pilihan ataupun wajib yaitu dalam keadaan-keadaan berikut:
1. Apabila kata kerjanya berada dalam keadaan mabniyy li al
majhul atau pasif. Dalam keadaan ini, elipsis fa'il adalah
menjadi kemestian. Contoh:
. > <
Dalam contoh ini yang dipetik daripada surah al-Baqarah,
ayat 183, fa'il ( )yang terdapat selepas kata kerja ()
telah dihilangkan.
22 Mohd azidan abdul jaba hal :77

22

2. Apabila fa'il terdiri daripada al-jama'at atau al


mukhatabat dan kata kerjanya pula disambungkan dengan
al-tawkid. Dalam keadaan ini,elipsis fa'il adalah menjadi
kemestian. Contohnya:
Contoh a:
.

Contoh b:

.

Dalam contoh a, fa'il al-mukhatabat yang merupakan damir
bariz muttasil dihilangkan untuk mengelakkan kecacatan
morfologi yaitu karena iltiqa al-sakinayn. Ungkapan asalnya ialah
(
) . Begitu juga dalam contoh b yang menyaksikan
penghilangan fa'il yaitu, al-jama'at daripada ungkapan asal (
) .
3. Apabila amilnya dalam bentuk masdar atau kata nama
perbuatan. Dalam keadaan ini elipsis fa'il adalah secara
pilihan. Contohnya:
. > <
Dalam contoh ini, fa'il ( )yang merupakan damir mustatir
dihilangkan selepas masdar ( )yang berfungsi sebagai
amil.
4. Apabila fa'il dan amilnya ditiadakan atas tujuan balaghat
dengan syarat terdapat petunjuk yang jelas terhadap
maksud ayat. Dalam keadaan ini elipsis fa'il adalah secara
pilihan, contohnya:
> <
Dalam contoh diatas, fa'il ( )yang merupakan damir bariz
muttasil dihilangkan bersama kata kerjanya yaitu ().

23

Selain daripada fa'il, elipsis juga boleh berlaku kepada amil


fa'il sekiranya terdapat qarinat atau petunjuk yang jelas
tentang amil yang dihilangkan. Contoh nya:
.
> <
Dalam contoh ini, amil ( )yang terdapat dalam jawaban
bagi soalan yang diajukan mengalami elipsis secara
23
pilihan, manakala fa'ilnya yaitu (
) dikekalkan.

f. Elipsis Maf'ul
Maf'ul termasuk dalam kategori fadlat yang bukan merupakan
unsur yang asas dalam pembinaan ayat. Walaupun
bagaimanapun,dalam kebanyakan keadaan maf'ul dinyatakan
dalam ayat bagi menjelaskan makna sesuatu ungkapan. Dalam
keadaan nahwu Arab, maf'ul boleh dihilangkan daripada ayat
atas sebab-sebab tertentu setelah memenuhi syarat-starat yang
akan dinyatakan. Pengguguran maf'ul boleh berlaku dalam
beberapa keadaan berikut:
1. Penghilangan maf'ul bih boleh dilakukan secara pilihan
karena memelihara lafaz seperti memelihara wazan syair
atau perkataan di akhir ayat-ayat yang mempunyai
pertalian semantik ataupun sebab-sebab makna.
Contohnya:
Contoh a:


< >

23 Mohd azidan abdul jaba hal : 79

24

Contoh b:
,< > , < >
< >
Dalam contoh a yang dipetik daripada surah ad duha, ayat
1-3, maf'ul bih ( )dihilangkan supaya wazan atau bentuk
kata kerja ( )bersesuaian dengan wazan kata kerja ()
yang terdapat dalam ayat sebelumnya. Dalam contoh b,
maf'ul bih dalam bagian ayat pertama yaitu (),
bahagian ayat yang kedua yaitu (). Dan yang ketiga
yaitu ( )dihilangkan supaya tidak wujud pergantungan
maksud diantara satu bahagian ayat dengan bahagian ayat
yang lain.
2. Penghilangan kedua-dua maf'ul bih dalam ayat atau salah
satu daripadanya boleh dilakukan secara pilihan dalam
situasi jawaban.
3. Penghilangan maf'ul li ajlih boleh dilakukan secara oulihan
jika ia terdapat sebelum masdar mu'awwal. Seperti contoh:
. > <
Dalam contoh diatas yang dipetik dari surah an-nisa ayat
176, maf'ul li ajlih yang mengalami elipsis ialah ().24
g. Elipsis mustatsna
Penghilangan musthana boleh dilakuan secara pilihan dalam ayat
sekiranya memenuhi tiga syarat. Pertama adat istishna mesti
terdiri dari & kedua adat istisna mesti didahului oleh
perkataan dan ketiga makna ungkapan dapat difahami
dengan jelas. Contohnya
24

25



Dalam contoh diatas,mustasna dihilangkan selepas adat istisna
dan . Ayat diatas sebenarnya bermaksud __

25

h. Ellipsis hal
Penghilangan hal boleh dilakukan secara pilihan dalam ayat
sekiranya lafadz hal itu berasil dari perkataan contohnya
,
....

Dalam contoh ini perkataan yang menduduki gatra hal
yaitu ( )dihilangkan karena ia boleh difahami berdasrkan
qorinat ungkapan

i. Ellipsis naat
Ellipsis naat atau adjektif dan manutnya boleh dilakukan salh
satu atau keduanya. Contoh :


Pada contoh tersebut kedua naat da manutnya dihilangkan yaitu
25 Mohd azidan abdul jaba hal : 81

26

( ) .26
3. Kohesi subtitusi
Kohesi subtitusi atau penggantian pada asasnya sama dengan
khesi ellipsis karena keduanya melibatkan peniadaan unsure
tertentu dalamm teks. Perbedaanya ialah unsure yang ditiadkan
digantikan dengan unsur lain dalam kohesi subtitusi.
Selanjutnya, hubungan dalam kohesi dapat dikalsifikasikan
dengan berbagai pendekatan;
Hubungan sebab akibat, jenis hubungan ini bersifat
mantiki, alami, pengalaman, dan urutan waktu.
Hubungan antar kata
Hubungan pemarkah-pemarkah ( seperti konjungsi)
Pengulangan kata atau frasa (seperti kolokasi)
Sedangkan dalam tataran makna (semantic) dalam sebuah
wacana dinamakan dengan koherensi.27 Koherensi merupakan
keberterimaan suatu tuturan atau teks karena kepaduan
semantisnya atau sebagai hubungan antara teks dan factor di
luar teks berdasarkan pengetahuan seseorang. Artinya,
pengetahuan seseorang yang berada di luar teks itu sering di
sebut konteks bersama (shared-konteks) atau penetahuan
bersama (shared-knowledge). Misalnya dalam sebuah
26 Mohd azidan abdul jaba hal : 86
27 Kushartanti, Untung Yuwono, Multamina RMT Lauder (Penyunting).: 101

27

percakapan;
Istri: Ada telepon dari Joko! (sang istri sembari mengetruk
pintu kamar mandi)
Suami: lagi tanggung, nih! Lima belas menit lagi, deh!
(sang suami sedang mencuci pakaian di kamar mandi)
Istri: Oke!
Kata tanggung dalam percakapan di atas harus dihubungkan
dengan konteks di luar teks, yakni kegiatan suami sedang
mencuci baju. Maka dengan demikian orang lain atau istri dapat
memahami bahwa kegiatan suami hampir selesai. Dan pada
contoh dialog;
Roni: Saya lapar sekali.
Asti: Tunggu sebentar, ada nasi dan lauk di dapur (seraya
bergegas menuju ke dapur)
Dari dialog di atas merupakan dialog yang koheren. Karena
wacana terbentuk dengan adanya tanggapan atau jawaban dari
Asti. Yang walaupun Roni tidak ada unsure memerintah atau
menyuruh.
Kedua unsure inilah yang tidak bisa dipisahkan dalam

28

menganalisa sebuah wacana. Artinya, keduanya saling


berpautan. Akan tetapi bukan merupakan sarat yang mutlak
dalam sebuah wacana untuk terikat dengan keduanya.
3.

Kriteria-kriteria ketekstualan wacana

Sebuah wacana yang benar-benar komunikatif mestilah


menampakan pertalian di antara bagian-bagianya. Apa yang
dimaksudkan dengan pertalian adalah ciri-ciri ketekstualan yang
perlu ada dalam bagian-bagian teks selayaknya sebagai wacana.
Ini bertepatan dengan apa yang dinyatakan oleh Halliday dan
Hasan :
"A text has texture, and this is what distinguishes it from
something that is not a text."
Tujuh piawaian ketekstualan yang diberikan oleh
beaugrande dan Dressler ialah kohesi, koheren, tujuan,
kebolehterimaan, maklumat, keadaan, dan intertekstualiti.28
Piawaian ketekstualan kohesi dan koheren lebih bersifat tumpuan
teks saja karena operasinya lebih tertumpu kepada bahan atau
isi teks itu sendiri manakala lima piawaian ketekstualan yang lain
bersifat tumpuan pengguna karena ia lebih menumpukan kepada
aktiviti komunikasi teks diantara penghasil dan penerima teks

28 Mohd azidan abdul jaba hal :40

29

Kohesi
Kohesi merujuk kepada hubungan yang wujud diantara
unsur-unsur dalam suatu teks. Hubungan berkenaan terhasil
apabila interpretasi terhadap suatu unsur bergantung kepada
unsur yang lain.
Koheren
Koheren merujuk kepada hubungan diantara teks dengan
pengetahuan di luar teks yang diamdaikan dimiliki oleh penerima
sama ada pendengar atau pembaca.
Tujuan
Tujuan bermaksud penutur atau penulis mesti mempunyai
niat dan tujuan untuk mencapai matlamat yang khusus daripada
wacana yang dihasilkannya seperti menyampaikan maklumat,
memberi pandangan, menyatakan hujah, memujuk penerima
terhadap suatu perkara dan sebagainya.
Kebolehterimaan
Kebolehterimaan bermakna struktur dan format kohesi dan
koheren dalam teks mestilah mendapat pengiktirafan penerima
yaiitu pendengar dan pembaca. Ia bermakna unsur yang
terkandung dalam teks mestilah dirasakan logik dan boleh

30

diterima oleh penerima.


Maklumat
Maklumat bermaksud setiap wacana yang dihasilkan mesti
memberi faedah kepada penerima dan mengandung maklumat
yang baru. Setiap teks yang dihasilkan mesti memiliki nisbah
yang berkesesuaian diantara maklumat yang tersedia dengan
maklumat yang baru.
Keadaan
Keadaan memerlukan setiap teks mengambil persekitaran
atau budaya di sekeliling penerima sebelum menghasilkan ayat.
Ini bermakna teks yang dihasilkan dalam konteks dan waktu
tertentu mestilah relevan dan boleh membantu interpretasi dan
kefahaman penerima terhadap maksud teks.

Intertekstualiti
Intertekstualiti memerlukan setiap rangkaian teks berkeupayaan

31

membawa penerima kepada pengetahuan terhadap rangkaianrangkaian teks yang lain sebelumnya sama ada melalui bentuk
dan makna.29

4. Kedudukan Wacana dalam Linguistik


Dalam tataran Linguisik (ilmu lughah) tidak terlepas dari
pelbagai traktat ilmu pengetahuan dalam kajian bahasa, yakni
ditinjau dari segi bentuk kata atau kalimat membutuhkan disiplin
ilmu yang secara khusus meninjau lebih jauh dari aspek
gramatikal (tata bahasa) yaitu sintaksis (ilmu nahwu), dan
morfologi (ilmu sharaf). Sedangakan ditijau dari segi makna,
maka membutuhkan suatu disiplin ilmu yang disebut dengan
ilmu dilalah (semantic). Wacana merupakan sub disiplin ilmu
pengeatahuan yang lahir dalam rahim ilmu lughah (linguistik)
dan tumbuh kembang dalam tataran semantic.
Wacana merupakan ilmu pengetahuan yang bergelut dalam
makna yang terdapat dalam sebuah bangun bahasa yang dalam
analisanya harus memadukan makna tersebut agar dapat
dipahami dan dimengerti secara utuh. Dengan demikian,
kedeudukan wacana dalam ilmu Lughah (linguistic) sangat erat
29 Mohd azidan abdul jaba hal : 41

32

kaitannya dalam mengkanji bahasa baik secara tulisan maupun


tulisan. Dalam segi lisan wacana dipahami sebagai rekaman
kebahasaaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi.
Sedangkan dalam segi tulisan itu dapat diwujudkan dengan
surat, iklan, dan lain sebagainya seperti yang dipaparkan di
muka. Maka, analisis wacana tidak dapat dipisahkan dalam kajian
linguistik, karena sangat erat kaitannya dalam ilmu kebahasaan.

33

PENUTUP
A. Kesimpulan
Para ahli bahasa dan pakar linguistik dalam menganalisa
sebuah wacana menggunakan pelbagai pedekatan, tentunya
argumentasi-argumentasi yang dikemukakan dapat
dipertanggungjawabkan secara teoritis, metodologis dan
ontologis. Analisis wacana merupakan bagian dari kajian dari
linguisti (ilmu lughah) yang mecoba mendobrak suatu makna
yang tersimpan dalam rentetan kata, kalimat, dan paragraf.
Sehingga melahirkan penafsiran yang koheren sesuai dengan
konteks yang peristiwa yang terjadi dan sekaligus didukung dan
diperkuat dengan kohesi. Dan pada konklusinya tercipta suatu
penafsiran yang utuh, apik, dan sempurna. Wacana tidak bersifat
isolatif (berdiri sendiri) melainkan ada dengan disertai tinjauan
fenomena yang terjadi yang kemudian di namakan dengan
konteks, dan dengan tinjauan strukjtuk pada kalimat maka
lahirlah kohesi. Dan tinjauan semantis, maka koherensi lahir
sebagai penyeimbang dalam menafsirkan sebuah wacana.
Analisis wacana tidak terlepas dari kajian kebahasaan yang
merupakan objek dari linguistik itu sendiri. Dalam sebuah kalimat
apapun bentuknya, itu terikat dengan struktur SPO (subjek,
predicat, dan objek). Begitupun dalam analisis wacana terdapat

34

truktur yang kemudian melahirkan sebiuah wacana yang ideal.


Lebih jauh lagi, aspek kebahasaan mempengaruhi fungsi wacana
yang sirama dengan fungsi bahasa. Seperti estetik,
informasional, dan lain sebagainya. Dan pada perkembangannya
pengklasifikasian wacana ditinjau dengan pelbagai pendekatan,
seperti berdasarkan saluran komunikasi yang akhirnya kemudian
melahirkan wacana lisan dan tulisan dan berdasarkan pembaca
(mitra tutur), dan peserta komukasi.
Ruang lingkup wacana yang sekaligus memperkuat sebuah
wacana, maka lahirlah koteks-konteks, dan kohesi-koherensi.
Aspek inilah yang melahirkan sebuah wacana yang ideal. Pada
akhirnya, kajian wacana merupakan bagian dari ilmu lughah
(linguistik) yang pada esensinya mengungkap sebuah makna
dari suatu kalimat baik yang tertulis maupun secara lisan.

35

DAFTAR PUSTAKA

Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik (Pengantar


Pemahaman Bahasa Manusia). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
Hoad, BH. 1994. Wacana, Teks, dan Kalimat. Jakarta: PT.
Intermasa
H.P. Ahmad. (Tanpa Tahun) Rangkuman Analisis Wacana (sebuah
makalah). Jakarta.
Kushartanti, Untung Yuwono, Multamina RMT Lauder
(Penyunting). 2005. Pesona Bahasa, Langkah Awal Memahami
Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Azidan abdul jabar, mohd Analisis Wacana Arab Malaysia.
Soeseno kaartomihardjo, Wacan Dan Penerapannya 1992

36

Anda mungkin juga menyukai