Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengertian konstitusi, dalam praktik dapat berarti lebih luas dari pada UUD,
tetapi ada juga yang menyamakan dengan pengertian UUD. Dari beberapa aspek
konstitusi di pandang lebih luas dan melebar yaitu keseluruhan dari peraturan
peraturan baik yag tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur dan mengikat
cara bagaimana suatu pemerintahan di selenggarakan dalam suatu masyarakat.
Undang undang dasar merupakan hal dasar yang mendasari hukum secara tertulis
yang menjadi dasar semua undang undang dan peraturan lain dalam suatu negara
yang mengatur bentuk, sistem pemerintahan, pembagian kekuasaan, wewenang
badan badan pemerntahan dan lain sebagainya.
Keterkaitan konsitusi dengan UUD yaitu konstitusi adalah hukum dasar tertulis
dan tidak tertulis sedangkan UUD adalah hukum dasar yang tertulis. UUD bersifat
mengikat sedangkan konstitusi bersifat menyangkut cara suatu cara pemerintahan
diselanggarakan. Hubungan antara UUD dengan Konstitusi adalah saling
berhubungan di mana UUD masuk dalam landasan fundamental konstitusiyang tidak
bisa lepas dari konsep konstitusionalisme dimana suatu konsep yang telah
berkembang sebelum UUD pertama dirumuskan. Undang undang dasar
berkedudukan sebagai benteng pemisah anatara rakyat dengan penguasa yang
selanjutnya ditentukan sebagai ideologi yang melandasi negara
Saat ini telah di tetapkan UUD yang sesuai dengan ideologi bangsa Indonesia
yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1994 atau UUD45
yang menjadi dasar hukum tertulis yang terus diperbaharui. Konstitusi tertulis
negara Indonesia mengamanatkan dalam pembukaan UUD45 sesuai dengan tujuan
dan fungsi negara, oleh karena itu agar kepada para penyelanggaranegara supaya
lebih memfokuskan kebijakannya sesuai dengan amanat UUD 1945 agar dapat
memberikan kesejahteraan yang sebesar besar nya bagi rakyat Indonesia yang sesuai
dengan dengan tujuan dan fungsi UUD45.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana peranan Konstitusi dan UUD dalam praktek ketatanegaraan?
2. Bagaimana sejarah perkembangan konstitusi dan UUD di Indonesia?
3. Seperti apa perkembangan UUD di Indonesia?
1.3 Tujuan
1. Mendiskripsikan pengetian konstitusi
2. Mendiskripsikan pengertian UUD
3. Mendiskripsikan keberadaan konstitusi di Indonesia
4. Mendiskripsikan perubahan UUD di Indonesia
BAB II
ISI
2.1 Konstitusi
Konstitusi adalah kumpulan prinsip-prinsip yang mengatur kekuasaan
pemerintahan, hak-hak pihak yang diperintah (rakyat), dan hubungan diantaranya.
Secara garis besar konstitusi bertujuan untuk membatasi tindakan sewenang-wenang
pemerintah, menjamin hak-hak pihak yang diperintah (rakyat) dan menetapkan
pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Sehingga pada hakekatnya tujuan konstitusi
merupakan perwujudan paham tentang konstitusionalisme yang berat pembatasan
terhadap kekuasaan pemerintah disatu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga
Negara maupun setiap penduduk dipihak lain.
Fungsi Konstitusi :
1. Konstitusi berfungsi sebagai dokumen nasional (national document) yang
mengandung perjanjian luhur, berisi kesepakatan-kesepakatan tentang politik,
hukum, pendidikan, budaya, ekonomi, kesejahteraan dan aspek fundamental
yangmenjadi tujuan Negara.
2. Konstitusi sebagai piagam kelahiran (a birth certificate of new state).
3. Konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi.
4. Konstitusi sebagai identitas nasional dan lambang persatuan
5. Konstitusi sebagai alat membatasi kekuasaan
6. Konstitusi sebagai pelindung HAM dan kebebasan warga Negara.
Klasifikasi Konstitusi
Konstitusi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a) Konstitusi tertulis dan tidak tertulis
1) Konstitusi tertulis merupakan suatu instrument atau dokumen yang dapat
dijumpai pada sejumlah hokum dasar yang diadopsi atau dirancang oleh para
penyusun konstitusi dengan tujuan untuk memberikan ruang lingkup seluas
mungkin bagi proses undang-undang biasa untuk mengembangkan konstitusi
itu sendiri dalam aturan-aturang yang sudah disiapkan.
2) Konstitusi tidak tertulis dalam perumusannya tidak membutuhkan proses yang
panjang misalnya dalam penentuan Qourum, Amandemen, Referendum dan
konvensi.
b) Konstitusi Fleksibel dan Konstitusi Kaku
1) Ciri-ciri konstitusi fleksibel yaitu
a. Elastis, karena dapat menyesuaikan dirinya dengan mudah
b. Diumumkan dan diubah dengan cara yang sama.
2) Ciri-ciri konstitusi yang kaku
a. Mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dan peraturan undang-
undang yang lain.
b. Hanya dapat diubah dengan cara yang khusus dan istimewa Sebelum UUD
1945 di amandemen sebanyak empat kali, persyaratan yang ditetapkan
untuk mengubah UUD 1945 adalah cukup berat. Hal ini bisa dilihat dari
bunyi pasal 37. Ada dua syarat yang ditentukan dalam pasal yaitu: 1) syarat
kehadiran atau kuorum: sekurang-kurangnya 2/3 dari seluruh jumlah
anggota MPR harus hadir; 2) syarat sahnya keputusan: sekurang-kurangnya
2/3 dari jumlah yang hadir harus menyetujui. Setelah melalui proses
amandemen, Undang-Undang Dasar 1945 tergolong konstitusi yang
semakain rijid, karena selain tata cara perubahannya yang tergolong sulit,
juga dibutuhkan suatu prosedur khusus . Melihat realitas dan kondisi
Undang-Undang Dasar 1945, sekalipun termasuk katagori konstitusi yang
sulit dilakukan perubahan tetapi apabila dicermati, terdapat peluang untuk
melakukan suatu perubahan terhadap Undang-Undang Dasar meskipun
harus menempuh jalan yang berat.
c) Konstitusi derajat tinggi dan komstitusi derajat tidak tinggi
1) Konstitusi derajat tinggi ialah konstitusi yang mempunyai derajat kedudukan
yang paling tinggi dalam Negara dan berada diatas peraturan perundang-
undang yang lain. Seperti diketahui dalam setiap negara terdapat selalu
terdapat berbagai tingkat perundang-undangan baik dilihat dari isinya
maupun ditinjau dari bentuknya. Konstitusi termasuk dalam kategori derajat
tinggi apabila dilihat dari bentuknya berada di atas peraturan perundang-
undangan lainnya. Juga syarat untuk mengubah konstitusi tersebut berbeda,
dalam arti lebih berat dibandignkan dengan yang lain. Contoh Konstitusi
Derajat Tinggi adalah Dalam derajat kedudukannya maka dapat disimpulkan
bahwa Undang-Undang Dasar 1945 merupakan konstitusi yang memiliki
derajat tinggi. Dalam arti bahwa Undang-Undang Dasar 1945 merupakan
peraturan perundang-undangan tertinggi yang dijadikan pedoman dalam
membuat peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
2) Konstitusi tidak derajat tinggi ialah konstitusi yang tidak mempunyai
kedudukan serta derajat. Persyaratan untuk mengubah konsitusi ini sama
dengan persyaratan yang dipakai untuk mengubah peraturan-peraturan yang
lain, seperti undang-undang.
d) Konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan
1) Jika bentuk Negara itu serikat maka akan didapatkan system pembagian
kekuasaan antara pemerintah Negara serikat dengan pemerintah Negara
bagian.
2) Dalam Negara kesatuan, pembagian kekuasaan tidak dijumpai karena seluruh
kekuasaannya terpusat pada pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam
konstitusi.
e) Konstitusi system pemerintahan parlementer dan konstitusi system pemerintahan
republik.
1. Konstitusi Pemerintahan parlementer Sistem parlementer adalah sebuah sistem
pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam
pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat
perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu
dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan
sistem presidensiil, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden
dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya
pemerintahan. Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya
pemerintahan, namun dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi
simbol kepala negara saja. Sistem parlementer dibedakan oleh cabang
eksekutif pemerintah tergantung dari dukungan secara langsung atau tidak
langsung cabang legislatif, atau parlemen, sering dikemukakan melalui sebuah
veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan kekuasaan yang jelas
antara cabang eksekutif dan cabang legislatif, menuju kritikan dari beberapa
yang merasa kurangnya pemeriksaan dan keseimbangan yang ditemukan
dalam sebuah republik kepresidenan. Kekurangannya adalah dia sering
mengarah ke pemerintahan yang kurang stabil, seperti dalam Republik
Weimar Jerman dan Republik Keempat Perancis. Sistem parlemen biasanya
memiliki pembedaan yang jelas antara kepala pemerintahan dan kepala negara,
dengan kepala pemerintahan adalah perdana menteri, dan kepala negara
ditunjuk sebagai dengan kekuasaan sedikit atau seremonial. Namun beberapa
sistem parlemen juga memiliki seorang presiden terpilih dengan banyak kuasa
sebagai kepala negara, memberikan keseimbangan dalam sistem ini. Negara
yang menganut sistem pemerintahan parlementer adalah Inggris, Jepang,
Belanda, Malaysia, Singapura dan sebagainya.
2. Konstitusi Pemerintahan Republik, yaitu sebuah negara di mana tampak
pemerintahan akhirnya bercabang dari rakyat, bukan dari prinsip keturunan
bangsawan dan sering dipimpin atau dikepalai oleh seorang presiden
Konstitusi Republik Indonesia Serikat, atau lebih dikenal dengan atau
Konstitusi RIS adalah konstitusi yang berlaku di Republik Indonesia Serikat
sejak tanggal 27 Desember 1949 (yakni tanggal diakuinya kedaulatan
Indonesia dalam bentuk RIS) hingga diubahnya kembali bentuk negara federal
RIS menjadi negara kesatuan RI pada tanggal 17 Agustus 1950. Sejak tanggal
17 Agustus 1950, konstitusi yang berlaku di Indonesia adalah Undang-Undang
Dasar Sementara Republik Indonesia, atau dikenal dengan sebutan UUDS
1950 Konstitusi Republik Indonesia Serikat disahkan sebagai undang-undang
dasar negara berkaitan dengan pembentukan Republik Indonesia Serikat oleh
hasil Konfrensi Meja Bundar, sejak 27 Desember 1949 berdasarkan poin
pertama dan kedua. Pemberlakuan Konstitusi Republik Indonesia Serikat tidak
serta merta mencabut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 karena perbedaan
ruang lingkup penerapan. Konstitusi Republik Indonesia Serikat berlaku
sampai dengan tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950
berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 pada Perubahan Konstitusi
Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sosial
Republik Indonesia, Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS
tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta. Konstitusi Republik Indonesia Serikat
terdiri atas mukadimah, isi dan piagam persetujuan. Isi Konsitusi Republik
Indonesia Serikat terdiri atas enam bab dan seratus sembilan puluh tujuh pasal.
Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat berisi secara ringkas
pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang menekankan aspek
kesatuan, kedaulatan, ketuhanan dan filosofi negara Pancasila.
f). Konstitusi Teokrat
Istilah teokrasi diserap dari bahasa Yunani, theos (tuhan) dan kratein
(memerintah), yang terjemahan bebasnya: pemerintahan tuhan. Kata demokrasi
juga dari bahasa Yunani, demos (rakyat) dan kratein, dan diartikan sebagai:
pemerintahan rakyat. Dalam sistim pemerintahan teokrasi, negara teokrasi
dipimpin oleh seseorang atau sekelompok orang dari golongan pemimpin agama
dan menjalankan ketentuan agama yang diakui negara dalam pemerintahannya.
Pada beberapa negara tertentu, pemimpin negara ini malah dianggap sebagai
wakil tuhan atau bahkan terkadang jelmaan tuhan. Konsekwensinya, pemimpin
negara adalah dari kalangan agamawan. Ketentuan yang dijalankan adalah
amanah tuhan yang tersurat dalam kitab suci dan diperuntukan untuk rakyat.
Sehingga rakyat tidak lebih sebagai kelompok penderita dan menerima apa
adanya segala ketentuan dan kebijakan dalam negara. Karena undang-
undangnya dari tuhan, maka sudah sewajarnya bila peraturan-peraturannya
ditujukan hanya untuk kalangan warga negara yang percaya pada kitab suci
agama tersebut. Contohnya negara yang pernah menggunakan konstitusi
teokratis adalah Belanda dan Swiss pada masa pemerintahan pengikut Calvin.
Pada masa sekarang negara yang menganut paham ini adalah Tibet.
g). Konstitusi Otokratif
Otokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya
dipegang oleh satu orang. Istilah ini diturunkan dari bahasa Yunani autokratr
yang secara harfiah berarti "berkuasa sendiri" atau "penguasa tunggal".
Sehingga dalam menyusun konstitusi aturan aturan dalam menjalankan
pemerintahannnya, pemerintah yang berkuasa lebih menguntungkan diri sendiri
sehingga pemerintah yang berkuasa hanya ituitu saja dalam artian bahwa
dalam suatu Negara hanya di pimpin oleh seorang pemimpin saja dalam jangka
waktu yang panjang.

Sejarah Perkembangan Konstitusi di Negara Indonesia
Konstitusi sebagai satu kerangka kehidupan politik telah lama dikenal yaitu
sejak zaman yunani yang memiliki beberapa kumpulan hokum (semacam kitab
hukum pada 624 404 SM) sehingga sebagai Negara uokum Indonesia memiliki
konstitusi yang dikenal sebagai UUD 1945 yang telah dirancang sejak 29 Mei 1945
sampai 16 Juli 1945 oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) yang mana tugas pokok badan ini sebenarnya menyusun
rancangan UUD. Namun dalam praktik persidangannya berjalan berkepanjangan
khususnya pada saat membahas masalah dasar Negara.diakhir siding I
BPUPKIberhasil membentuk panitia kecil yang disebut panitia sembilang, panitia ini
pada tanggal 22 juni 1945 berhasil mencapai kompromi untuk menyetujui sebuah
naskah mukhodimah UUD yang kemudian diterima dalam siding II BPUPKI tanggal
11 Julu 1945. Setelah itu Ir. Soekarno membentuk panitia kecil pada tanggal 16 juli
1945 yang diketuai oleh Soepomo dengan tugas menyusun rancangan UUD dan
membentuk panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang beranggotakan
21 orang. Sehingga UUD atau konstitusi Negara republic Indonesia diatukan
ditetapkan oleh PPKI pada hari sabtu tanggal 18 Agustus 1945. Dengan demikian
sejak itu Indonesia telah menjadi suatu Negara modern karena telah memiliki suatu
system ketatanegaraan yaitu dalam UUD 1945.
Dalam perjalanan sejarah, konstitusi Indonesia telah mengalami beberapa kali
pergantian baik nama maupun subtansi materi yang dikandungnya, yaitu :
1) UUD 1945 yang masa berlakunya sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember
1949.
2) Konstitusi republic Indonesia serikat yang lazim dikenal dengan sebutan
konstitusi RIS (17 Desember 1949 17 Agustus 1950).
3) UUD 1950 (17 Agustus 1950 05 Juli 1959).
4) UUD 1945 yang merupakan pemberlakuan kembali konstitusi pertama Indonesia
dengan masa berlakunya sejak dekrit presiden 05 Juli 1959 sampai Sekarang.
2.2 Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat
UUD 1945 atau UUD '45, adalah hukum dasar tertulis (basic law), konstitusi
pemerintahan negara Republik Indonesia saat ini.
UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku
Konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS
1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan
dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959.
Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan
(amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia.
1. Awal Perubahan UUD 1945
Tuntutan reformasi yang menghendaki agar Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 diubah, sebenarnya telah diawali dalam Sidang
Istimewa MPR tahun 1998. Pada forum permusyawaratan MPR telah menerbitkan
tiga ketetapan MPR. Ketetapan itu memang tidak secara langsung mengubah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tetapi telah
menyentuh muatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 .
Pertama, Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/ 1998 tentang Pencabutan
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum. Ketetapan MPR tentang
referendum itu menetapkan bahwa sebelum dilakukan perubahan terhadap Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus dilakukan referendum
nasional untuk itu, yang disertai dengan persyaratan yang demikian sulit.
Kedua, Ketetapan MPR Nomor XIII/MPR/ 1998 tentang Pembatasan Masa
Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Ketentuan Pasal 1
Ketetapan MPR Nomor XIII/MPR/1998 berbunyi Presiden dan Wakil Presiden
Republik Indonesia memegang jabatan selama masa lima tahun, dan sesudahnya
dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Ketentuan MPR yang membatasi masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden tersebut,
secara substansial sesungguhnya telah mengubah Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yakni mengubah ketentuan Pasal 7 yang berbunyi
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali.
Ketiga, Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/ 1998 tentang Hak Asasi
Manusia. Terbitnya Ketetapan MPR itu juga dapat dilihat sebagai penyempurnaan
ketentuan mengenai hak asasi manusia yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, seperti Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29 ayat (2)
Terbitnya Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/ 1998, Ketetapan MPR Nomor
XIII/MPR/1998, dan Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 dapat dikatakan
sebagai langkah awal bangsa Indonesia dalam melakukan perubahan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setelah terbitnya tiga
ketetapan MPR tersebut, kehendak dan kesepakatan untuk melakukan perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 makin mengkristal
di kalangan masyarakat, pemerintah, dan kekuatan sosial politik, termasuk partai
politik. Pasca penyelenggaraan Sidang Istimewa MPR tahun 1998 fraksi-fraksi MPR
makin intensif membahas perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Begitu pula dalam sidang-sidang MPR, pengambilan putusan
terhadap materi rancangan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 tetap lebih mengedepankan kebersamaan. Badan Pekerja
MPR yang merupakan alat kelengkapan MPR membentuk Panitia Ad Hoc III (pada
masa sidang tahun 1999) dan Panitia Ad Hoc I (pada masa sidang tahun 1999-2000,
tahun 2000-2001, tahun 2001-2002, dan tahun 2002-2003) untuk membahas
rancangan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Panitia Ad Hoc itu terdiri atas wakil-wakil fraksi MPR yang jumlahnya
mencerminkan perimbangan jumlah kursi yang dimilikinya di MPR. Anggota Panitia
Ad Hoc III maupun Panitia Ad Hoc I berjumlah 45 orang.
2. Dinamika Pembahasan
Pada Sidang Umum MPR tahun 1999, Komisi C Majelis menyepakati cara
penulisan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang dilakukan dalam bentuk adendum. Cara penulisan itu kemudian menjadi acuan
dalam penulisan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 selanjutnya. MPR pada sidang itu juga menerbitkan Ketetapan MPR
Nomor IX/MPR/2000 tentang Penugasan Badan Pekerja MPR RI untuk
Mempersiapkan Rancangan Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Ketetapan MPR itu disertai lampiran yang menjadi bagian
tak terpisahkan dari ketetapan MPR tersebut. Lampiran itu berupa Materi
Rancangan Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Hasil Badan Pekerja MPR RI Tahun 1999-2000. Terbitnya ketetapan MPR
Nomor IX/MPR/2000 tersebut dimaksudkan untuk menjadi dasar hukum bagi
pembahasan rancangan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 selanjutnya.
Pada tanggal 18 Agustus 2000, bersamaan dengan diputuskannya Perubahan
Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Rapat
Paripurna Majelis pada Sidang Tahunan MPR tahun 2000 menyepakati untuk
membakukan penyebutan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setelah
melalui pembahasan yang mendalam, Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR masa
sidang tahun 2000-2001 menyepakati beberapa materi rancangan perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dari Materi
Rancangan Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 sebagaimana terlampir dalam Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2000. Materi
itu kemudian diajukan kepada rapat Badan Pekerja MPR masa sidang tahun 2000-
2001 untuk dibahas dan diambil putusan. Selanjutnya, materi rancangan perubahan
yang telah diputuskan oleh Badan Pekerja MPR itu diajukan untuk dibahas dan
diambil putusan dalam Sidang Tahunan MPR tahun 2001. MPR dalam forum
permusyawaratan tersebut, setelah melalui pembahasan yang panjang dan
mendalam, mengesahkan Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Dari proses perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, dapat diketahui bahwa perubahan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan oleh MPR dalam
satu kesatuan perubahan yang dilaksanakan dalam empat tahapan perubahan. Hal itu
terjadi karena materi rancangan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 telah disusun secara sistematis dan lengkap pada masa
pembahasan di tingkat Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR masa sidang tahun
1999-2000. Tidak seluruhnya dapat dibahas dan diambil putusan dalam Sidang
Tahunan MPR tahun 2000. Untuk itu pembahasan dan pengambilan putusan
dilanjutkan dalam Sidang Tahunan MPR tahun 2001 dan baru dapat dituntaskan
dalam Sidang Tahunan MPR tahun 2002. Hal itu berarti bahwa perubahan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilaksanakan secara
sistematis-berkelanjutan karena senantiasa mengacu dan berpedoman pada materi
rancangan yang telah disepakati pada Sidang Tahunan MPR tahun 2000.

3. Tingkat - tingkat Pembicaraan
Proses perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 mengikuti ketentuan Pasal 92 Peraturan Tata Tertib MPR mengenai tingkat-
tingkat pembicaraan dalam membahas dan mengambil putusan terhadap materi
sidang MPR. Tingkat-tingkat pembicaraan sebagaimana tercantum dalam ketentuan
Pasal 92 Peraturan Tata Tertib adalah sebagai berikut.
a. Tingkat I
Pembahasan oleh Badan Pekerja Majelis terhadap bahan-bahan yang masuk dan
hasil dari pembahasan tersebut merupakan rancangan putusan Majelis sebagai bahan
pokok Pembicaraan Tingkat II.
b. Tingkat II
Pembahasan dalam Rapat Paripurna Majelis yang didahului oleh penjelasan
Pimpinan dan dilanjutkan dengan Pemandangan Umum Fraksi-fraksi.
c. Tingkat III
Pembahasan oleh Komisi/Panitia Ad Hoc Majelis terhadap semua hasil pembicaraan
Tingkat I dan II. Hasil pembahasan pada Tingkat III ini merupakan rancangan
putusan Majelis.
d. Tingkat IV
Pengambilan putusan dalam Rapat Paripurna Majelis setelah mendengar laporan dari
Pimpinan Komisi/Panitia Ad Hoc Majelis dan bilamana perlu dengan kata akhir dari
fraksi-fraksi.
Dalam proses perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang dibahas dalam empat kali sidang MPR sejak tahun 1999 sampai
dengan 2002, hampir seluruh materi rancangan perubahan disetujui dengan cara
aklamasi setelah sebelumnya dilakukan pembahasan sangat mendalam, kritis, dan
objektif. Hal ini menunjukkan keberhasilan dari seluruh anggota MPR dan fraksi-
fraksi MPR serta dalam arti luas seluruh bangsa Indonesia karena telah berhasil
menyamakan persepsi dan materi perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Dari puluhan materi yang dibahas dan diputuskan dalam empat sidang MPR,
hanya satu materi saja yang diputuskan dengan cara pemungutan suara yaitu Pasal 2
Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai
susunan keanggotaan MPR, yang terdiri atas dua alternatif sebagai berikut.
Alternatif 1
Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum, ditambah
dengan utusan golongan yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat, yang
selanjutnya diatur oleh undang-undang.
Alternatif 2
Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur
lebih lanjut dengan undang-undang.
Dari proses pengambilan putusan yang mengutamakan cara aklamasi dibanding
pemungutan suara tersebut, dapat disimpulkan bahwa kuatnya semangat dan ikatan
kebersamaan, kekeluargaan, persahabatan, persaudaraan, serta toleransi dan jiwa
besar antar anggota MPR. Semangat dan ikatan luhur itu melampaui keragaman
paham dan sikap antar fraksi MPR sebelumnya, pada awal-awal pembahasan.
Semangat kenegarawanan antar anggota MPR itu menunjukkan besarnya hasrat dan
cita-cita membangun keindonesiaan yang dilandaskan pada keragaman (bhinneka)
tetapi pada satu titik mencapai kesatuan pendapat (tunggal ika). Hal itu juga
menunjukkan bahwa perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 merupakan kebutuhan MPR untuk menyempurnakan aturan dasar dalam
mewujudkan kehidupan bangsa dan negara yang lebih baik pada masa yang akan
datang.
4. Jenis Perubahan UUD 1945
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dilakukan untuk menyempurnakan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, bukan untuk mengganti Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu jenis perubahan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dilakukan oleh MPR adalah
mengubah, membuat rumusan baru sama sekali, menghapus atau menghilangkan,
memindahkan tempat pasal atau ayat sekaligus mengubah penomoran pasal atau
ayat. Untuk itu dapat dikemukakan contoh sebagai berikut.


a. Mengubah rumusan yang telah ada.
Sebagai contoh rumusan Pasal 2 ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang semula berbunyi:
Pasal 2
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan
golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-
undang.
Setelah diubah menjadi:
Pasal 2
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui
pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
b. Membuat rumusan baru sama sekali.
Contohnya adalah rumusan ketentuan Pasal 6A ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945:
Pasal 6A
(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara
langsung oleh rakyat.
c. Menghapuskan/menghilangkan rumusan yang ada.
Sebagai contoh, ketentuan Bab IV Dewan Pertimbangan Agung.
BAB IV DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG
Pasal 16
(1) Susunan Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan dengan undang-
undang.
(2) Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan
berhak memajukan usul kepada pemerintah.
Setelah diubah menjadi:
BAB IV DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG
Dihapus.
d. Memindahkan rumusan pasal ke dalam rumusan ayat atau sebaliknya
memindahkan rumusan ayat ke dalam rumusan pasal sekaligus mengubah
penomoran pasal atau ayat.
Contoh pemindahan rumusan pasal ke dalam rumusan ayat sekaligus mengubah
penomoran pasal atau ayat adalah ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 :
Pasal 34
"Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
Setelah diubah menjadi:
Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
Contoh pemindahan rumusan ayat ke dalam rumusan pasal sekaligus mengubah
penomoran pasal atau ayat yakni ketentuan Bab VIII Hal Keuangan Pasal 23 ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 23
(2) Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.
Setelah diubah menjadi:
Pasal 23B
Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.


5. Ketentuan Umum
Dalam proses dan hasil Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 terdapat beberapa hal yang perlu dijelaskan agar diperoleh
kesamaan dan keseragaman pendapat dalam memahami Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, termasuk menjadi acuan bagi para
narasumber dalam melakukan kegiatan sosialisasi Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Beberapa ketentuan tersebut, antara lain, sebagai
berikut.
a. Secara resmi kata yang dipakai dalam perubahan Undang- Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah kata perubahan. Istilah
amendemen yang berasal dari bahasa Inggris tidak digunakan sebagai istilah
resmi. Istilah amandemen banyak dipakai oleh kalangan akademis dan LSM
serta orang asing.
b.Penyebutan Undang-Undang Dasar 1945 secara resmi adalah Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penyebutan resmi ini
diputuskan dalam Sidang Paripurna Majelis pada Sidang Tahunan MPR
tahun 2000.
c. Dalam melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, MPR menyepakati cara penulisan cara adendum
yakni naskah asli Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 tetap dibiarkan utuh sementara naskah perubahan diletakkan setelah
naskah asli. Dengan demikian naskah resmi Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 adalah naskah yang terdiri atas lima bagian:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
3) Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
4) Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
5) Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
d. Penyebutan nama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 telah termasuk juga perubahannya. Oleh karena itu, tidak perlu
disebutkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dan perubahannya atau UUD 1945 dan perubahannya.
e. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas
dua bagian, yaitu Pembukaan dan pasal-pasal. Istilah Batang Tubuh yang
selama ini digunakan sebagaimana tercantum dalam Pasal II Aturan
Tambahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
tidak lagi dipakai karena sudah digantikan dengan kata pasal-pasal.
f. Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
tidak berlaku lagi sesuai dengan ketentuan Pasal II Aturan Tambahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Walaupun
demikian sebagai dokumen historis Penjelasan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tetap tercantum dalam naskah asli
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena
dalam melakukan perubahan konstitusi, MPR menganut cara adendum.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat ditarik sutau
kesimpulan bahwa sesungguhnya materi muatan yang terkandung pada Konstitusi
Indonesia (UUD 1945) mencakup hal-hal mengenai politik, ekonomi, hukum dan
HAM. Diaturnya hampir semua elemen kehidupan manusia ini memberikan
konsekuensi terhadap pelaksanaan ketatanegaraan yang harus berdasarkan kepada
kepentingan rakyat banyak atau tujuan negara itu sendiri. Mengenai ketentuan
ekonomi pada konstitusi Indonesia sudah mengalami perbaikan yang sangat berarti,
jika dibandingkan dengan UUD 1945 sebelum diamandemen. Harus juga dipahami
prinsip perekonomian seperti halnya, kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan, kemajuan,
kesatuan ekonomi nasional . Seluruhnya harus dijadikan pedoman pelaksanaan
perekonomian di Indonesia.
Terhadap ketentuan sosial yang terkadung tidak cukup mensejahterakan
rakyat, tetapi perlu juga diperhatikan demi kepentingan bersama untuk
mencerdaskan bangsa. Beberapa alasan diamandemennya UUD 1945 menjadi
koreksi bagi pemerintah atau para pelaksana perubahan UUD 1945 untuk secara
langsung melibatkan kepentingan rakyat dan aspirasi rakyat.

DAFTAR PUSTAKA
Jimly, Asshidiqie. 2005. Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia. Konstitusi
Press. Jakarta.
A.G., Pringgodigdo. 1958. Sejarah Pembentukan Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia. Majalah Hukum dan Masyarakat. Bandung
Dahlan Thaib, dkk,. 2008. Teori dan Hukum Konstitusi. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Soemantri, Sri. 2006. Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi dalam Batang-
Tubuh UUD 1945 (Sebelum dan Sesudah Perubahan UUD 1945), Ed. II,
Cet. 1, Alumni. Bandung.
Vanzhart. 2012. Sejarah Lahir dan Perkembangan Konstitusi (UUD 1945).
http://vahzhart.blogspot.com/. Diakses pada hari Rabu tanggal 23 September
2014 pukul 18.30

Anda mungkin juga menyukai