Anda di halaman 1dari 5

Tugas 1

Ida Yohana

020711923

FONOLOGI BAHASA INDONESIA

1. Kajian fonologi mencakup dasar-dasar fonetik dan dasar-dasar fonemik. Jelaskan kedua
dasar kajian tersebut, menurut pendapat Anda!

Jawab :

Menurut Chaer (2012:103), fonetik adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi
bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda
makna atau tidak. Marsono (2008:1) mengatakan, fonetik ialah ilmu yang menyelidiki
dan berusaha merumuskan secara teratur tentang hal ikhwal bunyi bahasa. Sedangkan
menurut Verhaar (2010:19), fonetik adalah cabang ilmu linguistik yang meneliti dasar
"fisik" bunyi-bunyi bahasa.

Dari pendapat-pendapat tersebut, dapat penulis simpulkan bahawa fonetik merupakan


cabang ilmu linguistik yang meneliti berbagai hal tentang bunyi bahasa tanpa
memperhatikan apakah bunyi bahasa tersebut memiliki fungsi makna atau tidak.

. Jenis-jenis Fonetik

a. Fonetik Artikulatoris

Heryadi (2016:10), menyebutkan bahwa fonetik artikulatoris adalah fonetik yang lebih
memfokuskan pengkajian pada aspek bagaimana bunyi bahasa diproduksi atau dihasilkan
oleh organ tubuh manusia yang berfungsi skunder sebagai alat ucap. Adapun pendapat
Verhaar (2010:19), mengatakan, fonetik artikulatoris meneliti alat-alat organik manakah
yang kita pakai untuk menghasilkan bunyi bahasa. Dari kedua pendapat itu, dapat
disimpulkan bahwa fonetik artikulatoris merupakan fonetik yang mengkaji bagaimana
cara bekerja alat-alat manusia dalam menghasilkan bunyi-bunyi bahasa.

b. Fonetik Akustik

Menurut Chaer (2012:103), fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa
fisis atau fenomena alam. sementara menurut Verhaar (2010:20), fonetik akustik
menyelidiki bunyi menurut sifat-sifatnya sebagai getaran udara. Dari penjelasan-
penjelasan tersebut, penulis simpulkan bahwa fonetik akustik ialah fonetik yang mengkaji
bagaimana bunyi-bunyi bahasa mengalir melalui getaran udara.

c. Fonetik Auditoris

Heriyadi (2016:10), mengungkapkan bahwa fonetik auditoris adalah fonetik yang


memfokuskan pengkajian pada aspek bagaimana bunyi ujar ditangkap dan diproses oleh
indra pendengaran manusia. Menurut pendapat lain, Chaer (2012:103), menyebutkan
bahwa fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu
oleh telinga kita. Adapun menurut simpulan penulis, yang dimaksud dengan fonetik
auditoris merupakan fonetik yang mempelajari bagaimana telinga manusia dalam
memproses dan menangkap bunyi-bunyi bahasa.

Dasar-dasar analisis fonem adalah pokok-pokok pikiran yang dipakai sebagai pegangan
untuk menganalisis fonem-fonem suatu bahasa.Pokok –pokok pikiran tentang bunyi
berbentuk pernyataan-pernyataan yang lumrah atau maklum sehingga tidak perlu
dipersoalkan lagi, maka pokok-pokok pikiran itu bisa disebut premis-premis.
Pokok-pokok pikiran atau premis-premis yang dimaksud adalah sebagai berikut:
2.2.1 Bunyi-Bunyi Suatu Bahasa Cenderung Dipengaruhi oleh lingkungannya
Premis ini bisa dibuktikan dengan deretan bunyi pada kata-kata bahasa Indonesia berikut:
[nt] pada [tinta] dan [ṇḍ] pada [tuṇḍa]
[mp] pada [mampu] dan [mb] pada [kәmbar]
[ñc] pada [piñcaƞ] dan [ƞg] pada [taƞga]
[ƞk] pada [nanka] dan [ñj] pada [panjaƞ]
Deretan bunyi tersebut saling mempengaruhi dan saling menyesuaikan demi kemudahan
pengucapan. Deretan bunyi tersebut mempunyai kesamaan fonetis. Bunyi [n], [t], dan [d]
sama-sama bunyi dental, bunyi [m], [p] dan [b] sama-sama bunyi bilabial, bunyi [ñ], [c],
dan [j] sama-sama bunyi palatal, sedangkan bunyi [ƞ], [k], dan [g] sama-sama bunyi
velar.

Sistem Bunyi Suatu Bahasa Berkecenderungan Bersifat Simetris Kesimetrisan sistem


bunyi ini bisa dilihat pada bunyi-bunyi bahasa Indonesia berikut.Selain ada bunyi hambat
bilabial[p]dan [b],juga ada nasal bilabial[m].Selain ada bunyi hambat dental[t] dan
[d],juga ada bahasa nasal dental [n].Pemikiran pola simetris ini bisa dikembangkan pada
sistem bunyi lain ketika menemukan fonem-fonem yang menyangkut bunyi-bunyi bahasa
yang diteliti,baik pola-pola atau sistem pengucapan maupun pola-pola atau sistem
fonemnya.

Bunyi-Bunyi Suatu Bahasa Cenderung Berfluktuasi Gejala fluktuasi bunyi ini sering
dilakukan penutur bahasa,tetapi dalam batas-batas wajar,yaitu tidak sampai membedakan
makna.Contoh: Untuk makna yang sama,selain [papaya]juga diucapkan[pәpaya],selain
[sәkadar] juga diucapkan [sәkәdar].
Bunyi-Bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis digolongkan tidak berkontras apabila
berdistribusi komplementer dan atau bervariasi bebas. Tidak berkontras adalah tidak
membedakan makna.bunyi-bunyi dikatakan berdistribusi komplementer apabila bunyi
yang mempunyai kesamaan fonetis itu saling mengekslusifkan. Contoh:Bunyi[k]dan
[?]adalah bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis.Dalam bahasa indonesia,kedua bunyi
itu saling mengekslusifkan.bunyi [k]tak pernah menduduki posisi[?]dan bunyi[?]tak
pernah menduduki

Bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis digolongkan ke dalam fonem yang


berbeda apabila berkontras dalam lingkungan yang sama atau mirip.
Mengetahui kontras tidaknya bunyi-bunyi suatu bahasa dilakukan dengan cara pasangan
minimal,yaitu penjajaran dua atau lebih bentuk bahasa terkecil dan bermakna dalam
bahasa tertentu yang secara ideal(berbunyi)sama,kecuali satu bunyi yang berbeda Contoh:
[tari] -[dari] [paku]-[baku]

2. Jelaskan mengenai Alofon, dan berikan 3 contoh dalam bahasa Indonesia!

Jawab :

Alofon adalah pembedaan realisasi pelafazan fonem karena posisi yang berbeda dalam
kata. Misalkan fonem /b/ dalam bahasa Indonesia dilafalzkan pada posisi awal ("besar")
dan tengah ("kabel") berbeda dengan fonem ini pada posisi akhir ("jawab").

Kalau kita melihat kembali pembicaraan mengenai vokal maka kita melihat bahwa bunyi
vokal depan tinggi ada dua, yaitu: vokal depan tinggi atas [i] dan vokal depan tinggi
bawah [I]. begitu juga vokal belakang tinggi ada dua, yaitu: vokal belakang tinggi atas
[u]dan vokal belakang tinggi bawah [U]. demikianjuga vokal belakang sedang ada dua,
yaitu vokal belakang sedang atas [o] dan vokal belakang sedang bawah [‫]כ‬.

Persoalan kita sekarangapakah bunyi vokal [i] dan vokal [I] dua buah fonem atau sebuah
fonem. Alau kita menggunakan cara dengan mencari pasangan minimal untuk kedua
bunyi vokal itu dalam bahasa Indonesisa ternyata sampai saat ini tidak ada. Yang menjadi
kenyataan adalah bahwa kedua vokal itu, [i] dan [I] memiliki distribusi yang berbeda.
Vokal [i] menempati posisi pada silabels (suku kata) terbuka, silabel yang tidak memiliki
koda, sedangkan vokal [I] menempati silabel yang mempunyai koda. Simak:

Vokal [i] pada kata [ini]; [titi]; dan [isi]

Vokal [I] pada kata [b∂nIh]; [batik]; dan [tasIk]


Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa:

a. Vokal [i] dan [I] bukanlah merupakan dua fonem, melainkan cuma anggota dari
sebuah fonem yang sama yaitu fonem /i/

b. Vokal [i] dan vokal [I] distri businya tidak sama: vokal [i] berdistribusi pada silabel
terbuka atau silabel tidak berkoda; sedangkan vokal [I] berdistribusi pada silabel tertutup
atau silabel berkoda.

c. Vokal [i] dan vokal [I] memiliki distribusi komplementer, berdistribusi yang saling
melengkapi.

Analog dengan kasus vokal [i] dan vokal [I], maka dapat dikatakan vokal [u] dan vokal
[U] juga merupakan anggota dari satu fonem yang sama, yaitu fonem /u/, yang juga
berdistribusi secara komplementer. Vokal [u] untuk silabel terbuka (tak berkoda), dan
vokal [U] untuk silabel tertutup (berkoda). Seperti yang tertera dibawah ini, yaitu sebagai
berikut:

Vokal [u] pada kata [buku]; [ibu]; dan [itu]

Vokal [U] pada kata [akUr]; [libUr]; dan [atUr]

Hal yang sama terjadi juga pada kasus vokal [o] dan vokal [‫]כ‬. Dimana vokal [o]
untuk silabel terbuka, seperti pada kata [took] dan [bodo], sedangkan vokal [‫ ]כ‬untuk
silabel tertutup seperti [t ‫כ‬k ‫כ‬h] dan [b ‫כ‬d ‫כ‬h].

Vokal-vokal yang menjadi anggota dari sebuah fonem, seperti [u] dan [U] untuk
fonem /u/ disebut dengan istilah alofon. Dengan demikian kalau dibalik, bisa dikatakan
alofon adalah anggota dari sebuah fonem atau varian dari sebuah fonem.

Dari pembicaraan tentang fonem dan alofon diatas, dapat dikatakan bahwa fonem
merupakan konsep abstrak karena kehadirannya dalam ujaran dia diwakili oleh alofon
yang sifatnya konkrit, dapat diamati (didengar) secara empiris. Jadi, misalnya fonem /i/
pada kata diwakili oleh alofon [i], karena lafal kata itu adalah [tani], sedangkan pada kata
diwakili oleh alofon [I], karena lafalnya adalah [tarIk]. Contoh fonem /k/ pada kata
diwakili oleh alofon [k] karena lafalnya adalah [baku], sedangkan pada kata diwakili oleh
alofon [?] karena lafalnya [bapa?]

Anda mungkin juga menyukai