Disusun oleh :
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Dari data bunyi tersebut dapat diketahui bahwa bunyi stop bilabial tidak bersuara ataubercetak
tebal diucapkan secara berbeda. Pada deretan kiri diucapkan secara plosif
ataubunyi letupan, sedangkan deretan kanan diucapkan secara implosif atau tidak
menghasilkanbunyi letupan. Kedua jenis bunyi ini walaupun cara pengucapannya bertbeda
namun memilikipersamaan secara fonetis. Setelah dianalisis lebih dalam, dapat dijelaskan
bahwa bunyi stop bilabial tidak bersuara diucapkan secara plosif atau berupa bunyi letupan jika
mendudukiposisi onset silaba yang mendahului nukleus, sedangkan bunyi stop bilabial tidak
bersuaradiucapkan secara implosif jika menduduki posisi koda silaba yang mengikuti nukleus.
Hal inimemiliki arti bahwa kedua bunyi tersebut berdistribusi komplementer, yaitu bunyi yang
satutidak pernah menduduki posisi bunyi yang lain. Bunyi-bunyi yang mempunyai
kesamaansecara fonetis dan masing-masing berdistribusi komplementer dapat dikatakan sebagai
alofondari fonem yang sama, yaitu /p/.
Banyak cara untuk mengetahui apakah sebuah bunyi termasuk kedalam fonem ataubukan
adalah dengan mencari pasangan minimal atau minimal pair, yaitu dua buah bentukkata yang
memiliki kemiripan bunyi dan hanya memiliki sedikit perbedaan. Menurut J.W.M Verhaar,
1981 pasangan minimal adalah seperangkat kata yang sama, kecuali dalam hal satubunyi saja.
Penulisan fonem ditulis dengan tanda dua garis miring sejajar /..../. Contoh misalnya dalam
kata bahasa Indonesia :
/Laba/
/Raba/
Kedua kata tersebut memiliki kemiripan. Masing-masing terdiri dari 4 buah bunyi yang pertama
mempunyai bunyi /l/, /a/, /b/, /a/, dan yang kedua mempunyai bunyi /r/, /a/, /b/ dan/a/. Jika kita
amati dan dibandingkan :
/L/ /a/ /b/ /a/
/R/ /a/ /b/ /a/
Dari contoh diatas terlihat perbedaan yang terletak pada bunyi pertama yaitu bunyi
/l/dan /r/ sehingga bunyi /l/ dan /r/ dapat disebut sebagai dua buah fonem yang berbeda didalam
bahasa Indonesia. Contoh lain pada kata “batu” dan “bahu” yang masing-masing terdiri dari
2buah bunyi maka bunyi /t/ pada kata pertama dan bunyi /h/ pada kata ke 2
masingmasingadalah fonem yang berlainan yaitu fonem /t/ dan /h/.
Fonem dapat dibagi menjadi dua bagian yakni fonem vokal dan fonem konsonan.
Sementara itu, kedua anggota itu seperti yang terletak di rangkaian alfabetis bisa
dibedakankembali berdasarkan posisi fonem itu. Selanjutnya fonem-fonem yang
berada di bahasaIndonesia sudah mencapai jumlah wujud integrasi atau penyatuan dari
bahasa asing. Sebagaiwujud linguistik terkecil yang melainkan definisi, wujud fonem
tidak sekadar berwujudbunyi-bunyi segmental baik vokal ataupun konsonan, tapi
bisa juga seperti unsur-unsursuprasegmental mau itu berupa nada, tekanan, durasi
ataupun jeda. Meskipun ada unsursuprasegmental ini, unsur, tidak dapat dilepas oleh
bunyi-bunyi segmental, sewaktu itu dapatdipastikan dengan empiris sebagai unsur yang dapat
membedakan arti, yang berarti fonem.
Wahab (1990, 13) menyatakan bahwa, fonemik adalah bagian cabang dari linguistik
yang menyelidiki bagaimana bunyi-bunyi bahasa dapat membedakan arti. Pike (dalam
Wahab, 1990) menyatakan bahwa, fonemik memberikan teknik untuk memroses data
fonetik yang masih kasar untuk memeroleh kesatuan bunyi yang signifikan dan
kemudian melambangkannya ke dalam suatu alfabet yang mudah dibaca oleh penuturnya.
Sehingga halinilah yang menjadi tujuan dari dasar analisis fonem itu sendiri, yakni agar
dapat memproses data fonetik sehingga dapat memperoleh hasil berupa kesatuan bunyi
yang signifikan. Pada analisis fonem tentunya akan terdapat dasar bagaimana analisis
tersebut dapatdilakukan. Dasar analisis suatu fonem sendiri adalah dengan
menggunakan pokok-pokok pikiran yang menjadi pedoman atau suatu pegangan dalam
melakukannya. Pokok pikiran atau dapat juga disebut dengan premis yang
menjelaskan persoalan bunyi ini akan dijelaskan dalam bentuk sebuah uraian serta
pernyataan yang biasa. Menurut pendapat Pike (dalam Wahab, 1990) prosedur suatu
fonemik harus dilandasi oleh premis-premis yang berkaitan dengan ciri universal yang
mendasari bahasa-bahasa di dunia ini walaupun konklusi yangdiperoleh dari prosedur
itu ternyata secara teknik dan praktik kurang memadai. Maka berdasarkan pendapatnya
pula, menurut Pike terdapat lima premis pokok yang akan menjadi dasar dalam analisis
suatu fonem. Pokok pikiran atau premis yang dimaksud adalah sebagai berikut:
2.2.1 Bunyi-Bunyi Suatu Bahasa Cenderung Dipengaruhi oleh lingkungannya
Hal ini berasal dari suara nasal pada bunyi akhir berawalan meN(asal) ternyata
dapatberubahubah, maka tentu saja hal ini bergantung pada bagaimana bunyi awal kata yangdiberi
awalan itu. Contohnya, pada bunyi nasal tersebut dapat menjadi bilabial apabila bunyiberikutnya juga
merupakan bilabial. Maka, meN(asal) ditambah bagi sama dengan membagi.Sedangkan suatu kata akan
menjadi alveolar apabila bunyi berikutnya juga merupakanalveolar. Maka meN(asal) ditambah dorong
sama dengan mendorong. Kemudian premis jugadapat dibuktikan pada deretan bunyi bahasa Indonesia,
di antaranya sebagai berikut:
[nt] pada [tinta] dan [ṇḍ] pada [tuṇḍa]
[mp] pada [mampu] dan [mb] pada [kәmbar]
[ñc] pada [piñcaƞ] dan [ƞg] pada [taƞga]
[ƞk] pada [nanka] dan [ñj] pada [panjaƞ]
Deretan bunyi yang terdapat pada contoh tersebut adalah saling mempengaruhi serta Saling
menyesuaikan antara satu dengan lainnya, hal ini agar dapat memudahkan pengucapan.Selanjutnya pada
deretan bunyi tersebut juga terdapat kesamaan fonetis, yaitu [n], [t], dan [d]adalah sama-sama bunyi
dental, bunyi [m], [p], dan [b] merupakan bunyi bilabial, kemudianbunyi [n], [c], dan [j] sama-sama
bunyi palataL.
2.2.2 Sistem Bunyi Suatu Bahasa Berkecenderungan Bersifat Simetris
Berdasarkan hal ini diketahui bahwa apabila pada suatu bahasa tertentu
ditemukanfonem /p/,/k/,/b/, dan /d/, dalam suatu analisis fonologis, maka dapat dicurigai
bahwa bahasatersebut mungkin memiliki fonem /g/. Begitu pula apabila dalam analisis
fonologis suatubahasa, ditemukan fonem /p/, /k/, /b/, /d/, /g/, maka pada prinsip
simetri akan dapatmenemukan/meramalkan adanya fonem /t/ pada bahasa tersebut.
Penjelasan selanjutnya adalah pada kesimetrisan suatu bunyi bahasa dapat dilihat
bahwaselain adanya bunyi hambat bilabial [p] dan [b] juga akan terdapat nasal bilabial [m].
Selainitu, juga terdapat bunyi hambat dental [t] dan [d] serta bahasa nasal dental [n]. Hal ini
dapatjuga ditemukan apabila menemukan fonem yang ada kaitannya pada bunyi
bahasa yangdianalisis.
Kesimetrisan sistem bunyi ini bisa dilihat pada bunyi-bunyi bahasa Indonesia
berikut.Selain ada bunyi hambat bilabial[p]dan [b],juga ada nasal bilabial[m].Selain ada
bunyi hambat dental[t] dan [d],juga ada bahasa nasal dental [n].Pemikiran pola simetris ini
bisa dikembangkan pada sistem bunyi lain ketika menemukan fonem-fonem yang
menyangkut bunyi-bunyi bahasa yang diteliti,baik pola-pola atau sistem pengucapan
maupun pola-pola atau sistem fonemnya.
Dalam fonem yang berbeda apabila berkontras dalam lingkungan yang sama atau
mirip. Mengetahui kontras tidaknya bunyi-bunyi suatu bahasa dilakukan dengan cara
pasangan minimal,yaitu penjajaran dua atau lebih bentuk bahasa terkecil dan bermakna
dalam bahasa tertentu yang secara ideal(berbunyi)sama,kecuali satu bunyi yang berbeda.
Contoh:[tari] -[dari]
[paku]-[baku]
Contoh:
1) [pa+pan] ‘papan’
2) [ra+tap’ ] ‘ratap’
3) [pi+kīr] ‘fikir’
4) [pa+pa+ya] ‘pepaya’
5) [fa+mi+li] ‘fàmili’
6) [pa+sar] ‘pasar’
7) [kә+lap+kә+lip] ‘kelap-kelip’
8) [ku+ku] ‘kuku’
9) [fi+kīr] ‘fikir’
10) [kɛ +mah] ‘kemah’
11) [bә+sar] ‘besar’
12) [si+pat’] ‘sifat’
13) [kɛ +cap’] ‘kecap’
14) [pa+ham] ‘faham’
15) [pә+pa+ya] ‘pepaya’
16) [tap+tu] ‘taptu’
17) [ki+cap’] ‘kicap’
18) [si+fat’] ‘sifat’
19) [fa+ham] ‘faham’
20) [kO+ta] ‘kota
2.3.2 Mencatat bunyi yang ada dalam korpus data ke dalam peta bunyi.
Depan Tengah Belakang
Tinggi I U Agak
Tinggi I ә
Agak Rendah ԑ O
Rendah a
[p] [p’]
1) [pa+pan] ‘papan’
2) [ra+tap’] ‘ratap’
3) [pi+kīr] ‘fikir’
4) [kɛ+cap’] ‘kecap’
[p] [p]
Golongan 1 Golongan 2 Golongan 2
1) [#pa+pan#] ‘papan’ 3)[#pi+kīr#] 9)[#fi+kīr#]
Jika bunyi [p] dan [f] bisa bervariasi bebas, maka bagaimanakah kondisinya?
Hasil: bunyi dari [f] sebagai onset silaba yang ada pada bunyi kata pada bagian kedua,
kemudian bunyi [p] sebagai koda silaba yang bervariasi bebas bersama dengan bunyi [f]
yangada pada bunyi kata pada bagian kedua.
Simpulan: bunyi [p] sebagai onset silaba yang ada pada bagian pertama, dan pada bunyi [p]
dan juga [f] adalah bentuk bunyi yang sama, hingga pada kata yang ada dalam bagian yakni
fonem /p/. Mencatat bunyi-bunyi yang berkontras dalam lingkungan yang sama(identis).
Contoh:
1) [#kԑcap’#] ‘kecap’
2) [#ki+cap’#] ‘kicap’
2.3.7 Mencatat bunyi-bunyi yang berkontras dalam lingkungan yang mirip (analogis).
Berdasarkan dari hasil pemaparan korpus di atas, bahwa pada bunyi [ ]dan [i] begitu
ɛsaling berkontras secara lingkungan yang mirip. Maksudnya, pada poin ini hampir sama
seperti poin sebelumnya yakni no 7, bedanya lebih masuk akal fikiran saat bunyi tersebut
dilafakan yang disebut analogis. Seperti halnya contoh berikut di bawah ini.
(1) [k +cap]ɛ‘kecap’
(2) [ki+cap] ‘kicap’
Ternyata: pada bunyi [k] apabila diikuti dari vokoid yang di belakang. Dan pada bunyi [k]
apabila diikuti diikuti dari vokoid yang di depan. Jadi, [k] dan [ḳ] adalah berubah lingkungan
2.3.9 Mencatat bunyi-bunyi dalam inventori fonetis dan fonemis, condong menyebar
secara simetris.
Sudah diketahui sebelumnya bahwa langkah-langkah pada poin nomor lima yakni bunyi [p]
dan [p’] merupakan alofon dari fonem yang sama, yaitu /p/, karena kedua bunyi yang secara
sefonis tersebut berdistribusi komplementer. Maka dari itu hasilnya berdasarkan premis
kesimetrisan dari bunyi [t] dan [t’] yang semestinya juga merupakan alofon dari fonem
/t/.
Berikut di bawah ini adalah bukti yang berdasarkan dari hasil pemaparan korpus data di atas
[t] [t’]
(1) [ra+tap] ‘ratap’ (4) [si+pať] ‘sifat’
(2) [tap+tu] ‘taptu’ (5) [si+fat’] ‘sifat’
(3) [kO+ta] ‘kota’
Terbukti: pada bunyi [t] sebagai onset silaba.
pada bunyi [t’] sebagai koda silaba.
Simpulan: maka dengan demikian, pada bunyi [t] dan [t’] merupakan alofon dari fonem yang
sama, yakni fonem /t/. Jadi, [t] dan [t’] adalah alofon dari fonem yang sama, yaitu/t/.
Maka dari itu, pada kedua bunyi yang ada di dalam korpus di atas tadi dianggap sebagai
bunyi yang berfluktuasi. Jadi pada bunyi [a] dan [ә] adalah alofon dari fonem yang memang
sama.
Muslich, Masnur. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia: Tinjauan Deskritif Sistem Bunyi Bahasa
Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara
Verhaar, J.W.M. 2001. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia . Jakarta: Rineka Cipta.
Samsuri. 1987. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus
Linguistik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kuntarto, E. 2017. Modul 1 Dasar-Dasar Telaah Linguistik untuk Guru Bahasa. Hlm. 139.
Universitas Jambi.
Wulandari, I., Fitriana, F., dkk. 2017. Fonologi (Fonem, Dasar-Dasar Analisis dan
Prosedur Analisis Fonem). Hlm. 1-10. Universitas Brawijaya.