Definisi Fonem Dan Jenisnya, Dasar Analisis Fonem, Dan Prosedur Analisis Fonem
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2022
A. Definisi Fonem dan Jenisnya
Dalam suatu susunan bahasa terdapat bagian-bagian terkecil yang fungsional, salah
satunya yaitu Fonem. Sebelum mengetahui definisi dari fonem itu sendiri, kita harus
mengetahui terlebih dahulu pengertian dari fonemik. Sehingga, tidak salah dalam
mengartikan antara fonemik dan fonem. Fonemik adalah cabang kajian fonologi yang
mengkaji bunyi-bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsinya sebagai pembeda makna
(kata). Sedangkan fonem adalah satuan bunyi terkecil yang menjadi objek kajian fonemik.
Banyak para ahli yang berpendapat tentang definisi Fonem. Menurut Abdul Chaer
fonem adalah satu kesatuan bunyi terkecil yang dapat membedakan makna suatu kata. Dari
definisi ini dapat disimpulkan jika tidak dapat membedakan makna kata maka bukan disebut
fonem. Menurut Masnur Muchlis fonem adalah kesatuan bunyi terkecil suatu bahasa yang
berfungsi membedakan makna. Pendapat ini tidak jauh berbeda dengan yang disampaikan
oleh Abdul Chaer. Menurut Samsuri fonem adalah bunyi-bunyi yang membedakan arti.
Menurut Harimurti Kridalaksana fonem merupakan satuan bunyi terkecil yang mampu
menunjukkan kontras makna. Sedangkan menurut J. W. M Verhaar fonem merupakan bunyi
yang mempunyai fungsi membedakan kata dari kata yang lain.
Kenneth L. Pike (1947:63) mengatakan fonem adalah salah satu unit bunyi yang penting
atau suatu yang menunjukan kontras makna. Sedangkan L Bloomfield (1961:79) dalam
pernyataannya menjelaskan bahwa fonem adalah satuan bunyi yang berfungsi sebagai
pembeda makna. Dari berbagai pendapat para ahli tersebut dapat dismpulkan bahwa, Fonem
adalah satuan bunyi terkecil yang berfungsi untuk membedakan makna suatu kata. Definisi
ini memberikan perhatian pada perbedaan yang kontras antara kata yang satu dengan kata
yang lainnya, sehingga jika bunyi-bunyinya berbeda, maka jenis katanya pun berbeda.
Di dalam bahasa indonesia dijumpai bentuk-bentuk linguistik [palaŋ] ‘palang’. Bentuk ini
bisa dipisah menjadi lima bentuk linguistik yang lebih kecil, yaitu [p], [a], [l], [a], dan [ŋ].
Kelima bentuk itu linguistik ini (masing-masingnya) tidak mempunyai makna. Jika salah satu
bentuk linguistik terkecil tersebut (misalnya [p]) diganti dengan bentuk linguistik terkecil lain
(misalnya diganti [k], [t], [j], [m], [d], [g], maka makna bentuk linguistik yang lebih besar,
yaitu [palaŋ] akan berubah.
[kalaƞ] ’sangga’ [malaƞ] ‘celaka’
[talaƞ] ‘sejenis ikan [dalaƞ] ‘dalang’
[jalaƞ] ‘liar’ [galaƞ] ‘galang’
Berdasarkan bukti empiris tersebut diketahui bahwa bentuk linguistik terkecil [p]
berfungsi membedakan makna terhadap bentuk linguistik yang lebih besar, yaitu [palaŋ],
walaupun [p] sendiri tidak mempunyai makna. Bentuk linguistik terkecil yang berfungsi
membedakan makna itulah disebut fonem. Jadi, bunyi [p] adalah realisasi dari fonem /p.
Pengertian fonem juga bisa diarahkan pada distribusinya, yaitu perilaku bentuk linguistik
terkecil dalam bentuk linguistik yang lebih besar.
Perhatikan data bentuk-bentuk linguistik berikut.
[palaƞ] ‘palang’ [atap] ‘atap’
[pita] ’pita’ [sap’tu] ‘sabtu’
[sapu] ‘sapu’ [kap’sul] ‘kapsul’
Dari deretan bunyi di atas dapat diketahui bahwa bunyi stop bilabial tidak bersuara
(tercetak tebal) diucapkan secara berbeda. Pada deretan kiri diucapkan plosif, sedangkan
deretan kanan diucapkan implosif. Kedua jenis bunyi ini mempunyai kesamaan fonetis.
Setelah diamati, ternyata bunyi stop bilabial tidak bersuara diucapkan secara plosif apabila
menduduki posisi onset silaba (mendahului nuklus), sedangkan bunyi stop bilabial tidak
bersuara diucapkan secara implosif apabila menduduki posisi koda silaba (mengikuti nuklus).
Ini berarti, kedua bunyi tersebut berdistribusi komplemeter, yaitu bunyi yang satu tidak
pernah menduduki posisi bunyi lain. Bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis dan
masing-masing berdistribusi komplementer merupakan alofon dari fonem yang sama, yaitu
/p/.
Dari uraian tersebut muncul pertanyaan bagaimana cara mengetahui bahwa kesatuan
bunyi terkecil tersebut dapat membedakan makna kata? Salah satu cara untuk mengetahui
sebuah bunyi itu adalah fonem atau bukan adalah dengan mencari pasangan minimal atau
minimal pair, yaitu dua buah bentuk kata yang bunyinya mirip dan hanya sedikit
berbeda. Menurut J.W.M Verhaar pasangan minimal adalah seperangkat kata yang sama
kecuali dalam hal satu bunyi saja, sedangkan menurut Edi Subroto pasangan minimal adalah
pasangan yang berupa kata tunggal atau akar dengan perbedaan sebuah unsur bunyi (vokoid
atau kontoid). Sebagai tanda penulisan fonem ditulis dalam tanda dua garis miring
sejajar /..../. Contoh misalnya dalam kata bahasa Indonesia :
/Laba/
/Raba/
Kedua kata itu sangat mirip. Masing-masing terdiri dari 4 buah bunyi yang pertama
mempunyai bunyi /L/, /a/, /b/, /a/, dan yang kedua mempunyai bunyi /r/, /a/, /b/ dan /a/.
Jika kita bandingkan:
/L/ /a/ /b/ /a/
/R/ /a/ /b/ /a/
Ternyata perbedaannya hanya pada bunyi yang pertama yaitu bunyi /l/ dan /r/ kesimpulannya
bahwa bunyi /l/ dan /r/ adalah dua buah fonem yang berbeda didalam bahasa Indonesia.
Contoh lain pada kata “baku” dan “bahu” yang masing-masing terdiri dari 2 buah bunyi maka
bunyi /k/ pada kata pertama dan bunyi /h/ pada kata ke 2 masing-masing adalah fonem yang
berlainan yaitu fonem /k/ dan /h/.
Jadi untuk membuktikan sebuah fonem atau bukan harus mencari pasangan
minimalnya. Kendalanya kadang-kadang pasangan minimal ini tidak mempunyai jumlah
bunyi yang persis sama, misalnya “muda” dengan “mudah”. Ini merupakan pasangan
minimal sebab tiadanya bunyi /h/ pada kata pertama dan adanya bunyi /h/ pada kata kedua
menyebabkan kedua kata itu berbeda-beda makna. Jadi bunyi /h/ adalah sebuah fonem.
Fonem pada bahasa Indonesia mempunyai beberapa macam lafal yang bergantung
pada tempat fonem dalam kata atau suku. Contoh : fonem /t/ apabila letaknya berada di awal
kata atau suku kata pertama, dilafalkan secara lepas. Misal, pada kata [to#pi], fonem /t/
dilafalkan lepas. Namun hal itu akan berbeda jika fonem /t/ berada di akhir kata, fonem /t/
tidak diucapkan lepas. Bibir kita masih tetap rapat tertutup saat mengucapkan bunyi, misal
pada kata [bu#lat], [sa#bit] dan [kom#plit].
Fonem dapat dibagi ke dalam dua bagian besar yakni fonem vokal dan fonem
konsonan. Sedangkan kedua bagian tersebut (seperti yang terdapat pada urutan alfabetis)
dibedakan kembali menurut letak fonem tersebut. Selain itu fonem-fonem yang terdapat pada
bahasa Indonesia sudah mengalami beberapa bentuk integrasi dari bahasa asing. Sebagai
bentuk linguistik terkecil yang membedakan arti, wujud fonem tidak hanya berupa bunyi-
bunyi segmental (baik vokal maupun konsonan) tetapi juga bisa berupa unsur-unsur
suprasegmental (baik, nada, tekanan, durasi, dan jeda). Meskipun adanya unsur
suprasegmental ini, tidak dapat di lepaska dengan bunyi-bunyi segmental, selama itu dapat
dibuktikan dengan empiris sebagai unsur yang dapat membedakan arti, yang disebut fonem.
Dalam buku Tata Bahasa baku Bahasa Indonesia atau biasa kita sebut TBBI, Alwi
(1998:58) menyatakan bahwa bahasa Indonesia mempunyai enam buah variasi vokal.
Adapun gambaran vokal tersebut sebagai berikut.
Sedangkan untuk konsonan yang terdiri 21 huruf, dapat diklasifikasikan seperti yang
tergambar pada tabel di bawah ini.
2. Mencatat bunyi fonem yang ada di dalam korpus data ke dalam bentuk peta
bunyi.
A. Bunyi Vokoid
B. Bunyi Kontoid
bilab Lab Api Apik Apik La Me Dor Uvu Lari Fari Glo
ial io ko o o min dio so lar ngal ngal tal
dent dent alve palat o pala vela
al al olar al alve tal r
olar
Ha B b d d g ?
mb
at
TB p t ţ k
Pa B j
du
an
TB c
Ge B v θ z
ser
an
TB f ð s h h
Ge B r ŗ R
tar
TB
Lat B L
era
l
TB
Na B m n ň ŋ
sal
Se TB w y
mi
vo
kal