Anda di halaman 1dari 8

TUGAS UTS LINGUISTIK UMUM

Nama : Nurul Maghfirah


Identitas Mahasiswa : NIM : 2205076050
Kelas : PBSI B (2022)
Judul : Linguistik Umum (Edisi Revisi)
Identitas Referensi : Pengarang : Dr. Alek, M.Pd.
Penerbit : Erlangga
Tahun Terbit : 2018
A. Fonologi (Fonemik)
1. Fonem
Objek kajian fonemik adalah fonem, yakni bunyi bahasa yang
membedakan makna kata. Jika bunyi itu membedakan makna, maka
bunyi tersebut kita sebut fonem dan bukan fonem apabila tidak
membedakan makna. Jadi, jelaslah bahwa fonem adalah bunyi bahasa
yang fungsional, yaitu membedakan makna kata.

2. Identifikasi Fonem
Jika tenyata kedua kata itu berbeda maknanya, maka bunyi tersebut
merupakan sebuah fonem, karena bunyi itu membedakan makna kedua
kata tersebut. Misalnya, kata Indonesia lupa dan rupa. Kedua kata itu
mirip. Masing-masing terdiri dari empat buah bunyi.
[l], [u], [p], [a]
[r], [u], [p], [a]
Jika diperhatikan secara seksama dari kedua kata di atas, perbedaannya
hanya pada bunyi fonem yang pertama, yaitu bunyi [l] dan bunyi [r].
Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bunyi [l] dan bunyi [r]
adalah dua buah fonem yang berbeda di dalam bahasa Indonesia.
Contoh lain, dalam bahasa Indonesia adalah kata suku dan suhu. Bunyi
[k] pada kata pertama dan bunyi [h] pada kata kedua, masing-masing
adalah fonem yang berlainan, yaitu fonem /k/ dan fonem /h/, karena
kedua bunyi itu membedakan makna kedua kata tersebut.

3. Alofon
Bunyi-bunyi merupakan realisasi dari sebuah fonem disebut alofon,
seperti bunyi /p/ dan /ph/ untuk fonem /p/ bahasa Inggris, pada kata
pace [pheis] dan space [speis]. Seperti juga dengan identitas fonem,
identitas alofon juga hanya berlaku pada satu bahasa tertentu, dengan
cara membandingkan bunyi pada distribusi komplementer.
Distribusi komplementer (distribusi saling melengkapi) adalah yang
tempatnya tidak bisa dipertukarkan. Di samping distribusi
komplementer, fonem juga berdistribusi bebas. Yang dimaksud
distribusi bebas adalah bahwa alofon-alofon itu boleh digunakan tanpa
persyaratan lingkungan bunyi tertentu.

4. Klasifikasi Fonem
Secara umum, bunyi bahasa diklasifikasikan menjadi dua :
bunyi-bunyi segmental dan bunyi-bunyi suprasegmental.

- Bunyi segmental: bunyi yang dapat dipenggal atas ruas/segmen-


segmennya, dapat dibagi-bagi.
- Bunyi segmental ialah bunyi yang dihasilkan oleh pernafasan, alat
ucap dan pita suara.
- Bunyi Segmental ada empat macam :
1. Konsonan : bunyi yang terhambat oleh alat ucap
2. Vokal : bunyi yang tidak terhambat oleh alat ucap
3. Diftong : dua vokal yang dibaca satu bunyi, misalnya: /ai/ dalam
sungai, /au/ dalam /kau/
4. Kluster : dua konsonan yang dibaca satu bunyi

- Bunyi suprasegmental: bunyi yang tidak dapat dipenggal atas


segmen-segmennya/tidak dapat dibagi-bagi.
- Bunyi suprasegmental ialah bunyi yang menunjang pemaknaan
bunyi segmental.
- Bunyi suprasegmental ada 3, yaitu :
1. Intonasi : jeda, tempo, tekanan (pitch), nada, irama
2. Ekspresi (mimik/gesture)
3. Kinesik (gerakan organ tubuh : mata, tangan, kaki,
kepala, dan lain-lain).
Dalam bahasa tulis ditandai dengan , ; . ! ? Atau tanda
baca lainnya.

5. Khazanah Fonem
Khazanah fonem adalah banyaknya fonem yang terdapat dalam suatu
bahasa. Jumlah fonem yang dimiliki suatu bahasa tidak sama jumlahnya
dengan yang dimiliki bahasa lain.
Khazanah fonem dalam bahasa Indonesia yaitu ada yang menghitung
hanya 24 buah yang terdiri dari 6 buah fonem vokal dan 18 buah fonem
konsonan. Ada pula yang memasukkan fonem /x/. Selain itu, ada juga
yang menghitung 31 buah yaitu dengan menambahkan 3 diftong yakni
/aw/, /ay/, dan /oy/. Akhirnya ada juga yang mendaftarkan adanya
fonem glotal stop /?/, tetapi ada juga yang tidak karena hanya
menganggapnya sebagai alofon dari fonem lain, yaitu fonem /k/.

6. Perubahan Fonem
Beberapa perubahan fonem yang dikenal antara lain asimilasi dan
disimilasi, netralisasi dan arkifonem, umlaut, ablaut, dan harmoni vokal,
kontraksi dan hilangnya bunyi atau metatesis.
a. Asimilasi dan Disimiasi
Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang
lain akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya sehingga bunyi itu
menjadi sama dengan bunyi yang mempengaruhinya.
Disimilasi adalah perubahan yang menyebabkan dua buah fonem yang
sama menjadi fonem yang berbeda atau berlainan.
b. Netralisasi dan Arkifonem
Fonem mempunyai fungsi sebagai pembeda makna kata. Dalam kasus
pasangan abad dan abat kedua bunyi itu tidak membedakan makna.
Fungsi pembeda makna itu menjadi batal. Fonem /d/ pada kata abad
yang bisa berwujud /t/ atau /d/ dalam kajian linguistic disebut
arkifonem. Dalam hal ini, biasanya dilambangkan dengan huruf besar
/D/. Mengapa dipilih /D/ dan bukannya /T/? Karena bentuk “aslinya”
yang tampak dalam bentuk asli adalah /d/, bukan /t/. contoh lainnya
dalam bahasa Indonesia ada kata jawab yang diucapkan menjadi
[jawap] atau juga [jawab]; tetapi bila diberi akhiran -an) bentuknya
menjadi jawaban. Jadi, di sini ada arkifonem /B/, yang realisasinya bisa
menjadi /b/ atau /p/.
c. Umlaut, Ablaut dan Harmoni Vokal
Perubahan umlaut terbatas pada peninggalan vokal akibat pengaruh
bunyi berikutnya, maka ablaut bukan akibat pengaruh bunyi berikutnya
dan bukan terbatas pada peninggalan bunyi; bisa juga pada
pemanjangan, pemendekan, atau penghilangan vokal. Dalam bahasa
Turki, harmoni vokal atau keselarasan vokal itu berlangsung dari kiri ke
kanan, atau dari silabel yang mendahului ke arah silabel yang menyusul.
Sebaliknya, ada pula harmoni vokal dari kanan ke kiri.
d. Kontraksi
Kontraksi adalah bentuk penyingkatan dari ujaran yang panjang menjadi
pendek. Umpamanya, dalam bahasa Indonesia tidak ada diucapkan
menjadi tiada; ungkapan baru saja menjadi barusan. Dalam bahasa
Inggris kita jumpai shall not menjadi shan’t bentuk will not menjadi
won’t; bentuk are not menjadi aren’t; bentuk it is menjadi it’s.
e. Metatesis dan Epentesis
Proses metatesis adalah mengubah urutan fonem yang terdapat dalam
suatu kata. Bentuk asli dan bentuk perubahannya sama-sama terdapat
dalam kata tersebut dan tampak sebagai variasi. Dalam bahasa
Indonesia, misalnya kita temukan, selain bentuk sapu ada bentuk apus
dan usap; selain berantas ada banteras; selain jalur ada lajur; selain
kolar ada koral.
Berbeda halnya dengan metatesis, dalam proses epentesis sebuah
fonem tertentu, biasanya fonem yang homorgan dengan lingkungannya,
disisipkan ke dalam sebuah kata. Dalam bahasa Indonesia ada kata
sampi disamping sapi; ada kata disamping kapak dan ada jumblah
disamping jumlah. Pada kata sampi dan sapi atau kampak dan kapak
ada bunyi [m] yang disisipkan di tengah kata; pada kata jumblah dan
jumlah ada bunyi [b] yang disisipkan di tengah kata.

7. Fonem dan Grafem


Dari uraian terdahulu dapat disimpulkan bahwa fonem adalah satuan
bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau membedakan makna kata.
Untuk menetapkan sebuah bunyi berstatus sebagai fonem atau bukan,
antara lain harus dicari pasangan minimalnya, yang berupa dua buah
kata yang mirip, yang memiliki lingkungan yang sama dan satu bunyi
yang berbeda. Bila ternyata kedua kata itu memiliki makna yang
berbeda, maka kedua bunyi itu adalah dua buah fonem yang berbeda.
Fonem dianggap sebagai konsep abstrak, yang di dalam percakapan
direalisasikan oleh sebuah alofon atau lebih yang sesuai dengan
lingkungan tempat hadirnya fonem tersebut.
Alofon-alofon yang merealisasikan sebuah fonem itu dapat
dilambangkan secara akurat dalam wujud tulisan atau transkripsi
fonetik. Dalam transkripsi fonemik, penggambaran bunyi-bunyi itu
sudah kurang akurat, sebab alofon-alofon yang bunyinya jelas tidak
sama dilambangkan dengan lambang yang sama. Yang dilambangkan
adalah fonemnya, bukan alofonnya. Misalnya, alofon [o] dan [ ] dari
fonem /o/ dalam bahasa Indonesia dilambangkan dengan huruf yang
sama, yaitu huruf <o>. Begitu juga alofon [k] huruf <k>. Bandingkan
ucapan huruf <k> pada kata rakyat dan raksasa.
Di antara transkripsi yang paling tidak akurat adalah transkripsi
ortografis, yakni penulisan fonem-fonem suatu bahasa menurut system
ejaan yang berlaku pada suatu bahasa.
Berikut ini, agar bisa dipahami dengan lebih baik, didaftarkan semua
fonem bahasa Indonesia, alofon-alofonnya, beserta grafemnya, dan
contohnya terdapat pada lampiran (1).

B. Morfologi
1. Morfem
Sebelumnya dijelaskan bahwa morfologi mengkaji unsur dasar atau
satuan terkecil dari suatu bahasa. Satuan terkecil, atau satuan
gramatikal terkecil itu disebut morfem. Sebagai suatu satuan
gramatikal, morfem memiliki makna. Istilah terkecil mengisyaratkan
bahwa satuan gramatikal (morfem) itu tidak dapat dibagi lagi menjadi
satuan yang lebih kecil.

2. Identifikasi Morfem
Untuk menentukan apakah sebuah satuan gramatikal itu morfem atau
bukan, kita perlu membandingkan bentuk satuan gramatikal tersebut di
dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk lain. Dalam ujaran, bentuk
tersebut ternyata muncul secara berulang-ulang (walaupun dengan
bentuk lain), maka bentuk tersebut adalah sebuah morfem. Di samping
merupakan bentuk yang berulang, morfem juga menunjuk makna
tertentu, baik leksikal maupun gramatikal. Dalam studi morfologi, suatu
satuan bentuk yang berstatus sebagai morfem biasanya dilambangkan
dengan mengapitnya di antara kurung kurawal.

3. Morf dan Alomorf


Sudah disebutkan bahwa morfem adalah bentuk yang sama, yang
muncul berulang-ulang dan mempunyai makna yang sama.
Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama itu
disebut alomorf. Atau dapat dikatakan, alomorf adalah perwujudan
konkret dalam ujaran dari sebuah morfem.

4. Jenis Morfem
Morfem-morfem dalam setiap bahasa dapat digolongkan berdasarkan
beberapa kriteria. Antara lain berdasarkan kebebasannya, keutuhannya,
maknanya, dan sebagainya.

- Morfem Bebas dan Terikat


- Morfem Utuh dan Terbagi
- Morfem Segmental dan Suprasegmental
- Morfem Beralomorf Zero
- Morfem Bermakna Leksikal dan Tidak Bermakna Leksikal

5. Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (Stem), dan Akar (Root)


Morfem dasar, bentuk dasar (lebih umum dasar (base) saja), pangkal
(stem), dan akar (root) :
- Istilah morfem dasar biasanya digunakan sebagai bandingan
dengan morfem afiks. Sebuah morfem dasar dapat menjadi
sebuah bentuk dasar atau dasar (base) dalam proses morfologi.
- Konsep bentuk dasar atau dasar (base) saja biasanya digunakan
untuk menyebut sebuah bentuk yang menjadi dasar dalam suatu
proses morfologi. Bentuk dasar ini dapat berupa morfem tunggal,
dan dapat juga berupa gabungan morfem.
- Pengertian pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk
dasar dalam proses infleksi atau proses pembubuhan afiks
inflektif. Dalam bahasa Indonesia kata menangisi bentuk
pangkalnya adalah tangisi dan morfem {me-} adalah sebuah afiks
inflektif.
- Akar (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat
dianalisis lebih jauh lagi. Artinya, akar itu adalah bentuk yang
tersisa setelah semua afiksnya ditanggalkan.

Ada tiga macam morfem dasar bahasa Indonesia dilihat dari status atau
potensinya dalam proses gramatika yang dapat terjadi pada morfem
dasar itu.
Pertama, adalah morfem dasar bebas, yakni morfem dasar yang secara
potensial dapat langsung menjadi kata, sehingga langsung dapat
digunakan dalam ujaran.
Kedua, morfem dasar yang kebebasannya dipersoalkan. Yang termasuk
disini adalah sejumlah morfem berakar verba, yang dalam kalimat
imperatif atau kalimat perintah, tidak perlu diberi imbuhan; dan dalam
kalimat deklaratif imbuhannya dapat ditanggalkan.
Ketiga, morfem dasar terikat, yakni morfem dasar yang tidak
mempunyai potensi untuk menjadi kata tanpa terlebih dahulu
mendapat proses morfologis.
Lampiran (1)
Fonem Alofon Grafem Contoh
/i/ /i/ i i.ni; ni.la
/I/ il.ham; ba.tik
/u/ /u/ su.su; ka.mu

/U/ un.tuk; buk.ti


/e/ /e/ sa.te; be.be

/ε / ro.bek; mo.nyet
/Ә/ /Ә/ ke.ra; be.tul
/o/ /o/ o so.to; bak.so
/‫כ‬/ to.koh; bo.doh
/a/ /a/ a a.pa; ka.dal
/ay/ /ay/ ai an.dai; gu.lai
/aw/ /aw/ au au.la; ker.bau
/oy/ /oy/ oi am.boi; se.koi
/y/ /y/ y ya.kin; sa.ya
/w/ /w/ w wa.ris; ka.wan
/p/ /p/ pa.sar; a.sap
/b/ /p/ sab.tu; ja.wab

/b/ bu.ka; sa.bun


/f/ /f/ f fa.sih; si.fat
v va.ri.a; vi.tal
/m/ /m/ m ma.ri; a.mal
/t/ /t/ t ta.ri; da.pat
/d/ /d/ d da.ri; a.dat
/c/ /c/ c ca.ri; a.car
/j/ /j/ j ja.ri; a.jar
/s/ /s/ s sa.ri; be.sar
/z/ /z/ z za.kat; zi.a.rah
/r/ /r/ r ra.ja; la.par
/n/ /n/ n na.si; bi.nal
/ƒ/ /ƒ/ sy sya.rat; in.syaf
/ñ/ /ñ/ ny nya.ring; ba.nyak
/k/ /k/ k ka.bar; de.kat
/? / nik.mat; rak.yat
/g/ /g/ gu.dek; gu.buk
g ga.ji; tu.gas
/x/ /x/ kh khot.bah; a.khir
/ŋ/ /ŋ/ ng nga.nga; a.ngan
/h/ /h/ h ha.sil; pa.hat
/l/ /l/ l la.ri; bu.lat

Catatan:
1. Grafem e dipakai untuk melambangkan dua buah fonem yang berbeda, yaitu
fonem /e/ dan fonem /Ә/.
2. Grafem p selain dipakai untuk melambangkan fonem /p/, juga dipakai untuk
melambangkan fonem /b/ untuk alofon /p/.
3. Grafem v digunakan juga untuk melambangkan fonem /f/ pada bebe-rapa kata
tertentu.
4. Grafem t selain digunakan untuk melambangkan fonem /t/ digunakan juga
untukmelambangkan fonem /d/ untuk alofol /t/.
5. Grafem k selain digunakan untuk melambangkan fonem /k/ diguna-kan juga
untukmelambangkan fonem /g/ untuk alofon /k/ yang berada pada posisi akhir.
6. Grafem n selain digunakan untuk melambangkan fonem /n/ digunakan juga
untukmelambangkan fonem /ñ/ pada posisi di muka konsonan /j/ dan /c/.
7. Gabungan grafem masih digunakan: ng untuk fonem /ŋ/, ny untuk fonem /ñ/,
khuntuk fonem /X/, dan sy untuk fonem /ƒ/.
8. Bunyi glotal stop diperhitungkan sebagai alofon dari fonem /k/; jadi
dilambangkandengan grafem k.

Anda mungkin juga menyukai