Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MATA KULIAH FONOLOGI

Konsep Dasar Fonologi, Hubungan Fonologi dengan Cabang-


Cabangnya, dan Manfaat Fonologi dalam Berbagai Bidang

OLEH:
FIRDAUSI NUZULA (210211602804)
INDAH PUSPITA LESTARI (210211602830)
NABILAH IFFAH SALSABILAH (210211602880)

OFFERING B

PRODI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH


FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2022
A. Fonologi dan Bidang Pembahasannya
A. Hakikat Fonologi
Berbicara tentang bahasa, pasti ada kaitannya dengan bunyi, karena wujud bahasa
yang paling esensial atau yang paling mendasar adalah bunyi. Menurut Busri, Hasan.
2015:56, bahasa pada hakikatnya adalah bunyi ujar. Bunyi yang diucapkan dengan arti
tertentu atau sebagai ujaran yang bermakna disebut bahasa. Bunyi yang dihasilkan oleh
alat ucap manusia yang dapat diartikan, kemudian menciptakan gelombang-gelombang
bunyi serta dapat didengar oleh telinga manusia disebut bunyi ujaran. Banyak bunyi
ujaran yang kita dengar dari seseorang ketika berbicara dengan suara yang berbeda-beda.
Seperti ketika mendengar orang yang membaca pidato ataupun puisi dengan nada yang
bervariasi. Ada suara naik atau turun, nada panjang atau pendek dan lain sebagainya.
Menurut pendapat Muslich, Masnur. 2018:1, dasar analisis cabang- cabang linguistik,
seperti morfologi, fonologi, sintaksis, semantik, dan lainnya akan berkiblat pada subtansi
data yang bersumber dari bahasa lisan. Sedangkan jika kita menemui bahasa tulis di
dalam pemakaian bahasa, maka bahasa tulis hanya menjadi transkip dari bahasa lisan.
Dengan demikian bahasa tulis tidak menjadi objek utama dalam kajian linguistik.
Semua cabang ilmu pengetahuan pasti memiliki objek untuk dikaji. Ilmu bahasa atau
lebih dikenal dengan linguistik menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Adapun
cabang-cabang yang terbagi dalam ilmu linguistik, salah satunya cabang ilmu bahasa
yang lebih menekankan pada pengkajian deretan bunyi-bunyi bahasa dan menelaah
tentang setruktur bunyi bahasa yang disebut fonologi. Kajian fonologi yang termasuk
bagian dari bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, membicarakan runtutan
bunyi-bunyi bahasa (Chaer, Abdul. 2014: 102). Fonologi secara arti luas adalah bidang
linguistik yang mendalami bunyi bahasa beserta fungsinya untuk membedakan makna.
Jika sintaksis menganalisis tentang kalimat bahasa, morfologi mengkaji tentang
pembentukan kata, semantik menelaah tentang makna bahasa, maka bidang fonologi
yang kita bicarakan ini lebih mempelajari bagaimana pembentukan bunyi-bunyi bahasa
yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang dapat membedakan arti suatu bahasa serta
mampu digunakan dalam berkomunikasi.
B. Cabang-Cabang Fonologi.
Didalam kajian fonologi sangat berkaitan dengan bunyi ujar. Bunyi-bunyi ujar dapat
dipelajari melalui dua sudut pandang (Muslich, Masnur. 2018:2), yaitu bunyi ujar hanya
dipandang sebagai bahan media bahasa saja atau hanya sebagai bahan mentahan, seperti
halnya pasir dan batu dalam bahan bangunan. Bunyi-bunyi ujar seperti itu disebut
fonetik. Sedangkan sudut pandang yang kedua adalah menempatkan bunyi uajar sebagai
sistem bahasa yang disebut fonemik. Bunyi ujar yang disebut fonemik merupakan unsur
terkecil dalam bidang bahasa yang menjadi bagian dari struktur kata serta berfungsi
untuk membedakan makna. Dari dua hal tersebut dapat disimpulkan bahwa cabang bunyi
bahasa atau bunyi ujaran didalam kajian fonologi terbagi menjadi dua macam, yaitu
fonetik dan fonemik (Busri, Hasan. 2015:56).
1. Fonetik
Fonetik adalah bidang kajian yang menganalisis tentang cara manusia berbahasa,
mendengar, serta menghasilkan bunyi bahasa dalam ujaran (Muslih, Masnur. 2018:8).
Selain itu, ilmu fonetik juga berusaha menemukan kebenaran umum tentang bunyi-
bunyi dan pengucapannya. Tetapi ilmu fonetik ini jika dalam mempelajari bunyi tidak
memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna. Seperti pengucapan
huruf [i] pada kata [indah], [ambil], dan [angin] serta huruf [p] pada kata
<pace>,<space>, dan <map> adalah tidak sama (Chaer, Abdul.2014:102).
Ketidaksamaan bunyi tersebut merupakan masalah yang harus dikaji atau menjadi
objek kajian bidang fonetik ini. Menurut Muslih. (2018), Dalam bidang fonetik
terbagi menjadi tiga bidang kajian anatara lain fonetik artikulatoris atau fonetik
organis, fonetik akustik, dan fonetik auditoris.
 Fonetik Artikulatoris atau Fonetik Fisiologis
Artikulatoris adalah cabang fonetik yang mempelajari aspek ujaran yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia (Busri, 2015:56). Fonetik artikulatoris disebut
juga dengan fonetik fisiologis yang mengkaji tentang bagaimana bunyi bahasa itu
dihasilkan berdasarkan fungsi mekanisme biologis organ tutur manusia. Dengan
kata lain, manusia yang normal pasti mampu menghasilkan berbagai bunyi
bahasa dengan menggerakkan atau memanfaaatkan organ-organ tuturnya, seperti
lidah bibir, gigi bawah, dll.
 Fonetik Akustis
Fonetik ini mempelajari aspek gelombang bunyi yang dihasilkan suatu ucapan
dan selanjutnya gelombang bunyi tersebut menggetarkan udara yang dilalui
(Busri, 2015:56). Kajian fonetik akustik ini bertumpu pada pada struktur fisik
bunyi-bunyi bahasa dan bagaimana alat pendengaran manusia memberikan reaksi
kepada bunyi-bunyi bahasa yang diterima (Malmberg, 1963:1). Menurut Masnur
(2018), terdapat tiga ciri utama bunyi bahasa yang mendapat penekanan dalam
kajian fonetik akustik, yaitu frekuensi, tempo, dan kenyaringan. Frekuensi adalah
sebuah getaran yang mampu terdengar oleh manusia berada pada rentang 20 Hz
hingga 20 kHz pada amplitude umum (Sutanto, 2015:1). Tempo adalah ukuran
kecepatan dalam birama lagu. Menurut KBBI, kenyaringan adalah sebuah
resonansi bunyi seperti kelantangan yang mungkin bunyi tersebut lebih menonjol
dari yang lain.
Intinya dalam pengkajian fonetik akustik ini, pengkaji berusaha menguraikan
berbagai hal tentang bagaimana suatu bunyi bahasa dihasilkan oleh mekanisme
pengucapan manusia.
 Fonetik Auditoris
Fonetik ini mengkaji tentang bunyi bahasa dari aspek penerimaan gelombang
bunyi oleh alat pendengar manusia (Busri, 2015:56). Selain itu, fonetik auditoris
juga mengkaji tentang persoalan bagaimana manusia menentukan pilihan bunyi-
bunyi yang diterima alat pendengarannya. Jadi kajian fonetik auditoris meneliti
bagaimana seorang pendengar menanggapi bunyi-bunyi yang diterimanya sebagai
bunyi yang harus diproses untuk menjadi bunyi bahasa yang bermakna. Intinya,
fonetik auditoris mengkaji respon sistem pendengaran rangsangan gelombang
bunyi yang diterima.
2. Fonemik
Fonem merupakan kesatuan bunyi terkecil suatu bahasa yang dapat membedakan
makna atau arti (Busri, 2015:66). Adapun cara untuk membuktikan suatu bunyi
disebut fonem atau bisa berfungsi sebagai pembeda, maka cara yang digunakan, yaitu
dengan mencari pasangan minimal dari kata kontras atau kata yang berbeda makna,
kemudian dibandingkan dengan bentuk kata yang diteliti.
Seperti contoh terdapat perbedaan bunyi [p] dan [b] pada kata [paru] dan [baru].
Perbedaannya hanya pada bunyii fonem pertama dalam kata [p], [a], [r], [u] dan [b],
[a], [r], [u]. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bunyi [p] dan [b] adalah dua
fonem atau dua bunyi yang memiliki fungsi pembeda didalam bahasa Indonesia.
Adapun contoh lain, pada kata [muda] dan [mudah] terdapat perbedaan kata dan
jumlah bunyi, tetapi kedua kata tersebut tetap menjadi pasangan minimal meskipun
jumlah bunyinya tidak sama persis. Karena adanya bunyi [h] pada kata kedua dan
ketidak adanya bunyi [h] pada kata pertama menandakan bahwa kedua kata tersebut
berbeda makna. Dengan demikian bunyi [h] dalam kata kedua termasuk sebuah
fonem.
C. Dasar Kajian Fonologi
Pada pembahasan pertama sudah disinggung mengenai hakikat fonologi, yaitu cabang
linguistik yang mempelajari bagaimana pembentukan bunyi-bunyi bahasa yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia yang dapat membedakan arti suatu bahasa serta
mampu digunakan dalam berkomunikasi (Achmad, 14). Berinteraksi saling berbicara dan
mendengar adalah suatu hal yang normal untuk dilakukan oleh manusia. Kemampuan
berinteraksi juga bergantung pada fungsi alat bicara untuk mengetahui dan memahami
bunyi yang digunakan. Jadi kesimpulannya adalah dasar kajian fonologi tidak lepas dari
bunyi ujar yang merupakan hal mendasar dari ilmu bahasa serta memperhatikan
kemampuan berkomunikasi manusia.
D. Tujuan Kajian Fonologi
Menurut (Achmad. 28), dalam kajian fonologi terdapat dua tujuan untuk
menggambarkan suatu proses dan hasil kajiannya, yaitu tujuan teoritis dan tujuan praktis.
a. Tujuan Teoritis
Menurut ahli fonetik, secara garis besar tujuan teoritis mengkaji fonologi adalah untuk
menemukan suatu kebenaran umum dan merumuskan hukum-hukum bunyi dan
pendengarannya. Sedangkan menurut ahli fonemik, secara garis besarnya bertujuan
untuk menemukan suatu kebenaran umum dan merumuskan hukum-hukum bunyi
tertentu serta mampu mengenal fungsi bunyi bahasa tersebut.
b. Tujuan Praktis
Menurut ahli fonetik, kajian ini bertujuan melatih berbicara dan membantu penderita
tunawicara dengan menghasilkan kamus yang disertai transkipsi fonetis dan menjadi
bahasa kedua bagi mereka. Sedangkan menurut ahli fonemik, secara garis besarnya
kajian ini bertujuan untuk menemukan bahasa purba dengan menggunakan metode
“rekrontuksi fonem.” Rekontruksi fonem adalah suatu metode yang digunakan untuk
memperoleh fonem dari suatu kelompok bahasa yang pernah ada dalam bahasa purba
(Mumahyati, 2002).
B. Hubungan Fonologi dengan Cabang-cabang Linguistik
A. Hakikat Linguistik
Linguistik berasal dari Bahasa Latin ‘Lingua’ yang berarti bahasa. Sedangkan
linguistik sendiri berarti ilmu bahasa. Dalam Matthews (1997) linguistik diartikan
sebagai ilmu bahasa atau studi ilmiah mengenai bahasa. Linguistik dapat
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari bahasa atau ilmu bahasa. Dapat
disimpulkan bahwa linguistik adalah ilmu yang mempelajari tentang bahasa.
B. Cabang – Cabang Linguistik
Menurut Verhaar, fonetik dan fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik
dianggapnya sebagai cabang dari linguistik. Sementara itu, dalam Chaer, lima hal ini
dikenal sebagai tataran linguistik. Saat ini linguistik dapat dibagi menjadi beberapa
cabang yaitu, fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Berikut adalah penjelasan
tentang cabang – cabang linguistik tersebut.
1. Fonologi
Fonologi adalah cabang linguistik yang berkonsentrasi pada kapasitas suara
untuk mengenali atau membedakan kata-kata tertentu. Fonologi dapat
didefinisikan sebagai ilmu bahasa yang mempelajari kaidah bunyi atau tata bunyi
dan cara menghasilkan bunyi melalui alat ucap manusia.
2. Morfologi
Morfologi adalah cabang dari linguistik yang berkonsentrasi pada morfem.
Morfologi juga dapat berarti ilmu bahasa yang mengkaji bentuk, struktur, dan
klasifikasi kata. Dalam kajian linguistik, morfologi membahas mengenai
pembentukan kata.
3. Sintaksis
Sintaksis adalah cabang dari linguistik yang berkonsentrasi mengenai kata dan
kelempok kata. Menurut Manaf, sintaksis didefinisikan sebagai ilmu bahasa yang
mempelajari mengenai struktur internal kalimat. Struktur internal kalimat yang
dimaksud ialah frasa, klausa, dan kalimat.
4. Semantik
Semantik adalah cabang dari linguistik yang berkonsentrasi pada makna atau
arti kata. Menurut Chaer, semantik didefinisikan sebagai ilmu bahasa yang
membahas makna dari kata serta hal yang dirujuk dari makna tersebut. Dapat
disimpulkan bahwa semantik adalah ilmu bahasa yang membahas tentang makna
kata.
C. Hubungan Fonologi dengan Cabang Linguistik Lainnya
1. Fonologi dengan Semantik
Semantik adalah cabang dari linguistik yang berkonsentrasi pada makna yang
terkandung dalam suatu bahasa, kode, atau jenis penggambaran lainnya. Lebih
mudahnya, semantik adalah penyelidikan makna. Fonologi dicirikan sebagai
penyelidikan bahasa yang berkonsentrasi pada bunyi – bunyi bahasa yang
diciptakan oleh alat ucap manusia. Oleh karena itu, hubungan antara semantik dan
fonologi adalah untuk mengkaji perbedaan bentuk, sehingga maknanya berbeda.
Contohnya penggunaan kata ‘Tahu’. Dalam KBBI, kata tersebut dapat
bermakna mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami, dan sebagainya)
dan dapat bermakna makanan dari kedelai putih yang digiling halus-halus,
direbus, dan dicetak. Berbeda penyebutan kata ‘Tahu’, maka berbeda pula
maknanya.
2. Fonologi dengan Morfologi
Hubungan fonologi dengan morfologi ialah dengan adanya istilah
morfofonemik atau morfofologi. Morfofonemik adalah ilmu yang membahas
mengenai perubahan fonem atau bunyi yang diakibatkan adanya proses morfologi.
Contohnya seperti adanya fonem /y/ pada kata dasar ‘maki’ yang apabila diberi
sufiks -an, maka maki+an menjadi ‘makiyan’.
3. Fonologi dengan Sintaksis
Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa fonologi adalah ilmu bahasa yang
mengkaji tentang bunyi bahasa. Dalam fonologi terdapat unsur segmental dan
unsur suprasegmental. Unsur segmental ialah unsur yang terdapat didalam kata
yang diucapkan seperti konsonan, vokal, diftong, dan kluster. Sedangkan unsur
suprasegmental ialah unsur mengenai pengucapan kata seperti lafal, intonasi, jeda,
dan ritme.
Hubungan antara fonologi dengan sintaksis ialah terletak pada jeda yang
merupakan unsur suprasegmental fonologi yang digunakan sebagai batas dari
frasa, klausa, dan kalimat dalam sintaksis. Dengan penempatan jeda yang benar,
maka akan membantu penentuan bagian – bagian dalam kalimat. Menurut KBBI,
jeda adalah hentian sebentar dalam ujaran (sering terjadi di depan unsur kalimat
yang mempunyai isi informasi yang tinggi atau kemungkinan rendah. Jeda juga
sebagai isyarat batas bagian tuturan yang satu dengan yang lainnya. Jeda sebagai
batas kalimat ialah jeda panjang yang berlambang palang ganda (#), berada di
awal dan di akhir kalimat. Jeda sebagai batas klausa ialah jeda sedang yang
berlambang garis miring rangkap (//). Jeda sebagai batas frasa ialah jeda pendek
yang berlambang garis tunggal (/). (Surono, 2014).
Contohnya ialah pada kalimat berikut ini:
a. Ketika saya datang, mobil itu sedang diperbaiki.
#Ketika/ saya/ datang// mobil itu/ sedang diperbaiki#
Dengan penempatan jeda dalam kalimat diatas dapat diketahui bahwa
kalimat tersebut terdiri dari 2 klausa. Klausa pertama terdiri dari 3 bagian
dan klausa kedua terdiri dari 2 bagian.
b. Mereka sudah pergi, kami akan melanjutkan diskusi ini.
#Mereka/ sudah pergi// kami/ akan melanjutkan/ diskusi ini#
Dengan penempatan jeda yang tepat, kalimat diatas terdiri dari 2 klausa.
Klausa pertama menjadi 2 bagian dan klausa kedua menjadi 3 bagian.

C. Manfaat Fonologi dalam Berbagai Bidang


A. Bidang Kebahasaan
1. Fonologi dalam Penyusunan Ejaan dalam Bahasa
Ejaan adalah sebutan bagi penggambaran atau perlambangan bunyi ujar suatu
bahasa. Bunyi ujar sendiri adalah suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan
dapat diterima manusia lain melalui alat pendengaran. Segmental dan suprasegmental
adalah dua unsur yang ada pada bunyi ujar, jadi ejaan digambarkan oleh dua unsur
tersebut. Segmental dalam bunyi ujar tidak hanya membahas bagaimana cara
melambangkan bunyi-bunyi ujar dalam bentuk tulisan atau huruf, melainkan juga cara
bagaimana menuliskan dalam bentuk kata, frase, klausa dan kalimat. Sedangkan
suprasegmental sendiri membahas mengenai bagaimana cara melambangkan tekanan,
nada, durasi, jeda dan intonasi. Hal itu dapat kita kenal dengan tanda baca atau
pungtuasi. Maka dari itu, penggunaan fonologi sangat diperlukan dan memberikan
manfaat berupa kemudahan dalam penyusunan bahasa. Tanpa adanya suprasegmental
dan segmental, tentu akan ada kesulitan bagi manusia untuk mengetahui dan
memahami Bahasa.
2. Bidang Pendidikan Bahasa
 Fonologi dalam Pendidikan Bahasa Arab
Bahasa Arab adalah bahasa yang hampir mirip dengan Indonesia. Contoh
huruf ba’ dalam bahasa arab jika di bahasa Indonesia menjadi huruf b, huruf alif
jadi a, huruf dal jadi d dan lain sebagainya. Tanpa adanya bunyi (fonem) maka
akan terjadi kesulitan dalam mengenai dan memahami hurufnya. Dalam huruf
arab ada beberapa yang hurufnya sama dan bunyinya juga hampir sama. Contoh
ha’ dan kha, to dan tho, ka dan kha. Jika tidak ada unsur ilmu fonologi yang
menjadi dasar belajar untuk membedakan disetiap hurufnya, maka akan kesulitan
dalam mengenali, berbicara dan memahami bahasa arab.
Fonologi dalam bahasa Arab sangat berperan penting. Terkadang banyak para
tenaga kependidikan yang belum mampu mengucapkan Lafad dalam bahasa Arab
dengan baik, untuk itu fonologi memberikan manfaat yang baik untuk
mempelajari dan mengajarkan bahasa Arab. Fonologi dalam bahasa Arab disebut
al-Aswath. Terdapat dua kajian dalam ilmu fonologi, yaitu fonemik dan fonetik.
Fonetik menghasilkan makharij huruf, persepsi suara dan sifat fisis bunyi itu.
Sedangkan fonemik mempelajari mengenai satuan bunyi atau fonem. Maka dapat
disimpulkan bahwa fonologi membantu dan memudahkan dalam menyampaian,
pengajaran dan pemahaman bahasa Arab (Tontowi, hal. 4).
3. Bidang Politik
 Penggunaan Fonetik dalam Kampanye dan Debat
Fonetik merupakan unsur kajian fonologi yang mempelajari tentang bunyi dari
sudut hakikat bunyi dalam suatu percakapan dan mudah diterima oleh pendengar
(bunyi sebagai bahasa), tanpa melihat inti dan arti suatu bunyi dalam suatu bahasa
tertentu. Dalam pelaksanaan kampanye, bahasa yang diujarkan tentu menjadi
sorotan. Penggunaan bahasa dan juga cara mengucapkanya mulai dari penekanan
dan intonasi tentu akan berpengaruh besar. Jika penggunaan bahasa,
pengucapannya yang jelas dan tepat maka akan mengubah pemikiran masyarakat
yang bertujuan agar memihak dan mendukung.
4. Bidang Hukum
 Pentingnya Fonologi dalam Penegakan Hukum
Tidak hanya dalam ranah politik, namun fonologi memiliki peran penting
dalam penegakan hukum. Berbicara mengenai bunyi, penggunaannya dalam
hukum sangat penting. Bahasa sebagai sarana yang kuat dalam hal ini, tentu
ujaran-ujaran yang digunakan harus sesuai dan nantinya mampu menggerakkan
hati masyarakat agar menaati peraturan Penggunaan Bahasa dan pemilihan
katanya juga harus baik dan benar. Jika terdapat kesalahan, hal itu akan
menimbulkan masalah dan akan berdampak buruk bagi peraturan yang ada.
Materi Tambahan:
Fonologi adalah yang mempelajari tentang bunyi secara murni yang dihasilkan oleh
alat ucap manusia untuk membedakan makna dan dapat digunakan untuk berkomunikasi
yang berupa sistem lambang yang berartikulasi, berisi kesadaran, bersifat arbiter dan
konvesional. Bunyi alat ucap manusia membedakan makna untuk komunikasi.
Adapun terdapat dua model dalam menganalisis bahasa atau sebuah dasar dalam
mengenal bahasa, yaitu language dan parole. Language adalah sistem bahasa dalam
menganalisis bahasa yang bersifat abstrak, sistematis, dan merupakan konvensi diantara para
penutur bahasa. Language juga termasuk kaidah bahasa yang menguasai parole. Parole
adalah bentuk bahasa yang digunakan secara nyata oleh individu dalam berkomunikasi secara
sosial. Parole juga termasuk gejala bahasa yang bersifat konkret dan merupakan ekspresi-
ekspresi bahasa yang diatur oleh language. Contoh:
 Language: /itik/ [itik] = jawa (itek)
[itik] = Betawi
 Parole: /itik/ terdapat empat bunyi: /i/, /t/, /i/, dan /k/
terdapat tiga fonem: /i/, /t/, dan /k/.
terdapat dua bunyi yang bergetar: /i/ (vokal) dan /t/,/k/ (konsonan).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kata ‘itik’ mempunyai dua parole dan satu
language.
Manfaat hasil kajian ilmu Fonologi, diantaranya pemerolehan bahasa (seperti bunyi
bilabial dalam pembelajaran dasar yang paling mudah untuk bayi), digunakan untuk terapi
(membantu penyembuhan orang stroke), dan ilmu fonologi juga bermanfaat untuk
pembelajaran formal.
Dalam ilmu bahasa terdapat dua pendekatan, yaitu sintagmatik dan paradigmatik.
Sintagmatik adalah suatu hubungan linear (horizontal) antara satuan-satuan bahasa atau unit-
unit bahasa. Sedangkan paradigmatik adalah suatu hubungan secara vertikal, yang mana
menyangkut sebuah pertukaran unsur bahasa tertentu dengan unsur bahasa lainnya dalam unit
bahasa. Contoh:
 Sintagmatik: Segmental = /i/, /t/, /i/, /k/
/k/, /i/, /t/, /i/
/i/, /k/, /i/, /t/
/t/, /i/, /k/, /i/
Suprasegmental = 1. saya makan babi,
2. babi// saya, makan,
3. babi saya// makan
 Paradigmatik: Segmental = /i/, /t/, /i/, /k/
/a/, /t/, /i/, /k/
/u/, /t/, /i/, /k/
Suprasegmental = saya makan babi bobi makan babi
Daftar Rujukan

Achmad, H. P. "Hakikat Fonologi."


Busri, Hasan dan Badrih, Moch. 2015. Linguistik Indonesia: Pengantar Memahami
Hakikat Bahasa. Malang: Worldwide Readers.
Chaer, Abdul. 2014. Linguistik Umum, Tataran Linguistik (1): Fonologi. Jakarta:
Rineka Cipta.

Gani, S. (2019). Kajian Teoritis Struktur Internal Bahasa (Fonologi, Morfologi, Sintaksis,
Dan Semantik). A Jamiy: Jurnal Bahasa dan Sastra Arab, 7(1), 1-20.
Kulsum, Umi. 2021. Pengertian fonologi. Masalah Bunyi dalam Masyarakat
Indonesia, 10(1), 21-22. Dari https://doi.org/10.31980/caraka.v10i1.
Kuntarto, E. (2017). Telaah Linguistik untuk Guru Bahasa.
Muliastuti, L. (2014). Bahasa dan Linguistik.
Muslich, Masnur. 2018. Fonologi Bahasa Indonesia: Tinjauan Deskriptif Sistem
Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Siminto. 2018. Pengantar Linguistik. Jawa Tengah: Cipta Prima Nusantara Semarang.
Sinta, Eka Dewi. (2017). Pengertian, Jenis dan Manfaat Fonologi.
http://ekadewisinta.blogspot.com/2017/03/pengertian-jenis-dan-manfaat-
fonologi.html.
Subyantoro, S. (2019). Linguistik Forensik: Sumbangsih Kajian Bahasa dalam Penegakan
HUKUM. ADIL Indonesia Journal, 1(1).
Sumadi. 2021. Sintaksis Bahasa Indonesia. Malang: A3 (Asih Asah Asuh).
Susiati. 2020. Kaidah-kaidah Fonologi. Makalah.
Sutanto, Handoko. 2015. Prinsip-prinsip Akustik dalam Arsitektur. Yogyakarta.
PT Kanisius.
Tontowi, M. Fonologi Dalam Pendidikan Dan Pelatihan Bahasa Arab Guru MI Tingkat Dasar
Pada Diklat Keagamaan Kota Palembang.

Anda mungkin juga menyukai