Anda di halaman 1dari 7

Dasar-Dasar Fonologi

“Pengenalan Ilmu Fonologi”

Dosen Pengampu :
Dr. Drs. Somadi, M.Pd

DISUSUN OLEH :
Fatiyah Rahmadanti – 232001516010
I. PENDAHULUAN
Linguistik sebagai suatu ilmu juga memiliki cabang-cabang dan bawahan yang
membentuk hierarki atau tingkatan. Contoh hal itu dikemukakan Achmad dan
Krisanjaya (2007:1.3), yaitu psikologi atau ilmu jiwa terbagi dalam bidang-bidang
seperti psikologi kepribadian, psikologi perkembangan, dan lainnya. Begitu pula
dengan linguistik, terdapat pembidangan linguistik. Misalnya pada mikrolinguistik
terdapat linguistik historis, fonetik, sosiolinguistik, dll., sedangkan pada
makrolinguistik terdapat leksikografi, penerjemahan, grafologi, dll. (Kridalaksana,
1993: xxviii). Bidang-bidang kajian linguistik tersebut membentuk hierarki atau
tataran bahasa yang menggambarkan tata urut bahasa mulai yang terkecil hingga yang
terbesar (Achmad dan Krisanjaya, 2007:13). Bidang linguistik yang mempelajari
tataran bahasa paling tinggi atau paling besar adalah sintaksis (ilmu tentang kalimat),
sedangkan bidang linguistik yang mempelajari tataran bahasa paling kecil adalah
fonologi (dan Krisanjaya, 2007:13).
Dalam hal ini yang dikaji fonologi adalah bunyi-bunyi bahasa, sehingga fonologi
berada pada tingkat paling bawah. Bunyi-bunyi bahasa tersebut akan membentuk kata,
yang nantinya akan dikaji dalam bidang morfologi, yaitu ilmu yang mempelajari
susunan dan bentuk kata. Kata-kata tersebut akan membentuk kalimat, yang nantinya
akan dikaji dalam bidang sintaksis. Dengan demikian, dalam linguistik fonologi
berada pada tingkat dasar dalam sebuah tata urut bahasa.

2
II. DEFINISI
1. Fonologi
Satuan rangkaian bunyi disebut suku kata atau istilah berbicara. Ini adalah unit
urutan suara yang ditandai dengan satu unit suara terbesar, yang mungkin disertai atau
tidak suara lain terdengar di depannya. Bidang studi linguistik, Menganalisis dan
mendiskusikan urutan bunyi ujaran disebut fonologi, yang secara etimologis berasal
dari kata phon yang berarti bunyi dan logika khususnya ilmu pengetahuan.
Dengan kata lain, fonologi adalah bidang linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi
bahasa menurut fungsinya (Kridalaksana, 1983:45) atau sebagai bidang yang khusus
dalam linguistik yang mengamati bunyi-bunyi bahasa tertentu menurut fungsinya
untuk eksposisi bersifat memaparkan topik atau fakta; wacana persuasi bersifat
mengajak, menganjurkan, atau melarang; dan wacana argumentasi bersifat memberi
argument atau alasan terhadap suatu hal (Chaer, 1994:272).

2. Fonologi Teoretis
Fonologi teoretis merupakan fonologi yang bertujuan untuk mengkaji bunyibunyi
bahasa guna kepentingan teoretis. Contoh bidang tersebut adalah fonetik dan fonemik.
Achmad dan Krisanjaya (2007:1.29) mengemukakan tujuan teoretis studi fonetik bagi
seorang ahli fonetik yang mencakup hal berikut.
 Mendeskripsikan fungsi organ tubuh sebagai alat bicara dan penghasil bunyi-
bunyi bahasa.
 Mendeskripsikan proses terjadinya bunyi bahasa.
 Mendeskripsikan runtunan bunyi dalam satuan-satuan bunyi tertentu, yang
salah satu satuan bunyinya adalah silabis.
 Pelambangan bunyi dalam tulisan fonetis.
3. Fonologi Terapan
Fonologi terapan (praktis) berarti fonologi yang bertujuan untuk mengkaji bunyi-
bunyi bahasa atau hubungan dengan faktor-faktor luar bahasa guna pemecahan
masalah fonologis (praktis) yang ada di masyarakat. Contoh dalam kajian fonetik
adalah pengkajian terhadap produksi bunyi bahasa berkaitan dengan bidang-bidang
interdisipliner, misalnya pengajaran bahasa dan terapi wicara.
Pada pengajaran bahasa, pengkajian fonetik dapat digunakan untuk memecahkan
permasalahan yang ada pada pembelajaran bahasa, misalnya latihan mengujarkan
fona-fona dalam bahasa asing, latihan pengujaran fonafona dalam pembelajaran

3
bahasa kedua, dan peningkatan kemampuan berbicara pada periode kritis
pemerolehan bahasa. Salah satu contoh hal tersebut adalah pengkajian fona-fona
bahasa Indonesia yang dapat membantu penutur asing untuk mempelajari bahasa
Indonesia.
III. Penjenisan Fonologi dan Contoh Kasus

Sebagai suatu ilmu, objek kajian fonologi adalah bunyi bahasa atau bunyi ujar,
yang juga memiliki premis-premis atau hipotesis. Premis adalah sejenis pokok-pokok
pikiran tentang sifat-sifat bunyi secara umum (universal). Sehubungan dengan hal itu
terdapat dua premis bunyi bahasa, yaitu :

1. Bunyi-bunyi bahasa cenderung membentuk pola-pola simetris;

2. Bunyi-bunyi bahasa cenderung saling mempengaruhi (Achmad dan


Krisanjaya,
2007:1.4).

Dua premis tersebut dapat dipahami sebagai berikut. Dalam bahasa Indonesia terdapat
kata

(1) ambil

(2) simpan

(3) tendang

(4) untung

(5) unggul

(6) tengkuk

(7) tunjuk

(8) ancam (Achmad dan Krisanjaya, 2007:1.4).

Dari delapan kata di atas, terdapat rangkaian konsonan, yaitu

(1) [mb] pada kata ambil

(2) [mp] pada kata simpan

(3) [nɖ] pada kata tendang

4
(4) [nt] pada kata untung

(5) [] pada kata unggul

(6) [k] pada kata tengkuk

(7) [ɳj] pada kata tunjuk

(8) [ɳc] pada kata ancam

Selain dua premis tersebut, fonologi juga memiliki hipotesis yang dijadikan dasar
analisisnya sebagai berikut.

1. Bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip harus dianggap sebagai fonem yang
berbeda apabila bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip itu kontras dalam
pasangan minimal;
2. Bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip harus digolongkan dalam dua fonem
yang sama apabila terdapat dalam lingkungan yang komplementer.

Contoh penerapan hipotesis tersebut ada pada contoh berikut. Dalam bahasa
Indonesia, Anda tentu mengenal kata berikut.

 saya [saya] – saja [saja]


 sakit [sakit] – rakit [rakit]
 rumah [rumah] – rubah [rubah] ‘nama binatang’
 kelam [klam] ‘gelap’ – kelak [klaˀ] ‘nanti’

Secara umum peraturannya fonologi memiliki rumus seperti pada di bawah:

a. Penambahan segmen adalah penambahan atau penyisipan segmen pada kata.


Kaidah ini dapat dirumuskan seperti dibawah ini: A  Ø / B __ C
b. Pelesapan segmen adalah penghilangan segmen pada kata. Kaidah ini dapat
dirumuskan seperti dibawah ini: Ø  A / B __ C
c. Penyatuan segmen adalah proses fonologis ketika dua suara bergabung
menjadi suara tunggal yang memiliki sifat masing-masing dua suara asli.
Seringkali suara yang dihasilkan memiliki tempat artikulasi salah satu suara
sumber dan acara artikulasi yang lain. Dalam kaidah ini gugus konsonan
maupun vokal diucapkan menjadi satu bunyi. Contoh rumus koalisi: [xy]  z / #
__

5
d. Asimilasi adalah perubahan bunyi dari satu fonem menjadi fonem yang lain
sebagai akibat dari peletakan morfem-morfem bersamaan. Dengan kata lain,
asimilasi adalah dua bunyi yang tidak sama menjadi bunyi yang sama atau
yang hampir sama.
IV. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian makalah ini dijelaskan bahwa setiap Bahasa


mempunyai perkembangan yang berbeda. Pemahaman terhadap kondisi tersebut
penting untuk mengidentifikasi model penelitian terapan khususnya dalam
pembelajaran bahasa daerah, meskipun tidak semua bahasa daerah perlu
dikembangkan melalui pembelajaran bahasa. Mengingat kondisi dan kedudukan
bahasa-bahasa daerah tersebut berbeda-beda. Pemerolehan Bahasa merupakan proses
yang terjadi pada anak ketika memperoleh bahasa pertama (bahasa ibu). Hal
tersebut tentunya dipengaruhi oleh factor lingkungan, sosial, maupun factor kognitif
yang diperoleh saat proses pembelajaran. Bahasa pertama dapat diperoleh dari
pemerolehan bahasa, nsedangkan bahasa kedua dapat diperoleh melalui proses
pembelajaran.

Fonologi bermanfaat pada penyusunan ejaan bahasa Indonesia. Ejaan adalah


peraturan pelambangan bunyi bahasa dalam suatu bahasa (Muslich, 2008:5). Bunyi
bahasa yang dilambangkan meliputi bunyi segmental dan bunyi suprasegmental.
Muslich (2008:5) menambahkan bahwa perlambangan unsur segmental bunyi bahasa
tidak sekadar bagaimana melambangkan bunyi-bunyi bahasa tersebut dalam bentuk
tulisan atau huruf tetapi juga meliputi bagaimana menuliskan bunyibunyi bahasa
tersebut dalam bentuk kata, frasa, klausa, dan kalimat. Perlambangan bunyi
suprasegmental menyangkut bagaimana melambangkan tekanan, nada, durasi, jeda,
dan intonasi. Perlambangan bunyi suprasegmental tersebut dikenal dengan istilah
tanda baca atau pungtuasi (Muslich, 2008:5). Pada bahasa Indonesia, ejaan bahasa
Indonesia yang diterapkan selama ini dalam penulisan memanfaatkan hasil studi
fonologi bahasa Indonesia terutama yang berkaitan dengan pelambangan fonem;
sebab itulah ejaan bahasa Indonesia dikenal dengan ejaan fonemis (muslich, 2008:5)

6
DAFTAR PUSTAKA

S. Nafisah, "PROSES FONOLOGIS DAN PENGKAIDAHANNYA DALAM KAJIAN FONOLOGI

I. N. S. Khairul Paridi, "PENYULUHAN STANDARDISASI SISTEM FONOLOGIBAHASA SUMBAWA,"


Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Masyarakat, vol. 1, no. 2, pp. 1-6, 2018.

S. M. Siminto, "Pengantar Linguistik," Palangka Raya, Penerbit Cipta Prima Nusantara Semarang,
CV, 2013, pp. 1-64.

S. G. B. Arsyad, "KAJIAN TEORITIS STRUKTUR INTERNAL BAHASA (Fonologi, Morfologi, Sintaksis,


dan Semantik)," ‘A Jamiy,Jurnal Bahasa dan Sastra Arab , vol. 7, no. 1, pp. 1-20, 2018.
GENERATIF," DEIKSIS, vol. 9, no. 1, pp. 1-9, 2017.

L. M. Wijayanti1, "Penguasaan Fonologi dalam Pemerolehan Bahasa: Studi Kasus Anak Usia
1.5," Journal Of Psychology and Child Development, vol. 1, no. 1, pp. 1-13, 2021.

S. Lubis, PENGANTAR LINGUISTIK UMUM, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan


Bahasa, 1985.

R. N. P. C. H. Priyantoko, Mengenal Lebih Dekat Fonologi Bahasa Indonesia, Yogyakarta: CV Budi


Utama, 2023.

A. Kurniawan, Linguistik Umum, Padang: PT. GLOBAL EKSEKUTIF TEKNOLOGI, 2022.

D. A. D. Savitri, "Hakikat Fonologi," [Online]. Available: https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp-


content/uploads/pdfmk/PBIN410202-M1.pdf.

Anda mungkin juga menyukai