Anda di halaman 1dari 19

MODUL BAHAN AJAR

FONOLOGI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Konsep Dasar Bahasa Indonesia yang
Diampu oleh Bapak Dwi Heryanto, M. Pd

Disusun Oleh Kelompok 1 :

1. Annisa Indriyani (2104271)


2. Chitra Rubi’ah (2104895)
3. Salsabila Fatiha Surur (2105668)
4. Vira Rinanta (2107201)
5. Yasmin Az’zahra (2109655)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

DEPARTEMEN PEDAGOGIK

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2021

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang dipakai manusia untuk
tujuan komunikasi dengan menggunakan tanda, misalnya kata dan gerakan.
Bahasa menjadi salah satu unsur paling penting dalam kehidupan maupun
kebudayaan manusia. Oleh karena itu, pengajaran Bahasa Indonesia
hakikatnya memiliki peran yang sangat penting dalam menumbuhkan
kemampuan mengungkapkan pikiran dan perasaan agar seseorang dapat
berkomunikasi dengan baik dan benar.
Banyak kajian teori mengenai bahasa ini, salah satunya adalah kajian
tentang fonologi. Fonologi sendiri merupakan cabang ilmu bahasa yang
membahas mengenai bunyi. Objek kajian fonologi yang pertama adalah bunyi
bahasa (fon) yang disebut tata bunyi (fonetik) dan yang kedua mengkaji
fonem yang disebut tata fonem (fonemik). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa fonologi adalah cabang ilmu bahasa (linguistik) yang
mengkaji bunyi-bunyi bahasa, proses terbentuknya dan perubahannya.
Fonologi mengkaji bunyi bahasa secara umum dan fungsional. Mempelajari
ilmu fonologi bagi calon pendidik sangat diperlukan untuk dijadikan pedoman
mengajarkan pelajaran Bahasa Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, terdapat
beberapa rumusan yang terdapat dalam pertanyaan penelitian di antaranya :
1. Bagaimana hakikat, pengertian, dan tujuan dari ilmu fonologi?
2. Apa saja kajian fonem dalam ilmu fonologi?
3. Apa saja kajian fonetik dalam ilmu fonologi?
4. Bagaimana pembentukan vokal, konsonan, diftong, dan kluster
5. Apa saja gejala dan manfaat ilmu fonologi?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan secara umum adalah untuk memahami ilmu fonologi
dan hal yang terkait dengan ilmu fonologi sebagai berikut :
1. Mengetahui hakikat, pengertian, dan tujuan ilmu fonologi.
2. Mengetahui kajian apa saja yang terdapat pada fonem dalam ilmu
fonologi.
3. Mengetahui kajian apa saja yang terdapat pada fonetik dalam ilmu
fonologi.
4. Mengetahui bagaimana pembentukan vokal, konsonan, diftong, dan
kluster.
5. Mengetahui gejala dan manfaat apa saja dalam ilmu fonologi.

D. Kerangka Materi

FONOLOG
P
m
e
b
t
n n
a
k
u
s
i
.
a
l
e
1
G
K
j i
s
a
k
fi
k
u
i
j
a
H
T
K
M
f
n
,
l
a
k
o
V
1
.
b
F
n
h
m
P
r
j
e
B
.
u
i
n
o
P
1
B
F
g
k
a
r
e
y
l
a
i
s
e
n
2
I
o
d
.
F
l
h
g
P
K
3
2
n
o
.
u
r
F
h
b
y
P
j
e
a
s
a
t
n
m
e
n
s
a
h
a
r
s
ti
m
i
g
m
e
n
,
m
s
h
B
n
a
a
s
i
e
n
4
I
o
d
.
K
t
m
r
F
k
s
a
h
e
.
n
2
B
F
T
o
A
i
J
f
l
e
n
o
F
D
5
3
n
o
ft
i
u
S
.
b
d
,
g
F
r
p
m
e
P
t
k
a
s
a
i
s
e
n
I
o
d
g
o
l
s
ti
i
r
n
k
i
m
ti
g
o
l
l
t
n
e
m
s
h
B
a

n
o
F
I
ti
d
e
k i
K
u
l
t
s
r
e a
s

BAB III

PEMBAHASAN
A. Hakikat Fonologi
Bidang-bidang kajian linguistik tersebut membentuk hierarki atau
tataran bahasa yang menggambarkan tata urut bahasa mulai yang terkecil
hingga yang terbesar (Achmad dan Krisanjaya, 2007:13). Bidang
linguistik yang mempelajari tataran bahasa paling tinggi atau paling besar
adalah sintaksis (ilmu tentang kalimat), sedangkan bidang linguistik yang
mempelajari tataran bahasa paling kecil adalah fonologi (dan Krisanjaya,
2007:13). Mengacu pada pendapat (Achmad dan Krisanjaya, 2007:13),
tampak bahwa pembentukan hierarki tersebut didasarkan pada objek yang
dikaji.
Dalam hal ini yang dikaji fonologi adalah bunyi-bunyi bahasa,
sehingga fonologi berada pada tingkat paling bawah. Bunyi-bunyi bahasa
tersebut akan membentuk kata, yang nantinya akan dikaji dalam bidang
morfologi, yaitu ilmu yang mempelajari susunan dan bentuk kata. Kata-
kata tersebut akan membentuk kalimat, yang nantinya akan dikaji dalam
bidang sintaksis. Dengan demikian, dalam linguistik fonologi berada pada
tingkat dasar dalam sebuah tata urut bahasa.

B. Pengertian Fonologi
Istilah fonologi berasal dari bahasa Yunani yaitu phone = ‘bunyi’,
logos = ‘ilmu’. Secara harfiah, fonologi adalah ilmu bunyi. Fonologi
merupakan bagian dari ilmu bahasa yang mengkaji bunyi. Objek kajian
fonologi yang pertama bunyi bahasa (fon) yang disebut tata bunyi
(fonetik) dan yang kedua mengkaji fonem yang disebut tata fomen
(fonemik). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fonologi adalah
cabang ilmu bahasa (linguistik) yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa,
proses terbentuknya dan perubahannya. Fonologi mengkaji bunyi bahasa
secara umum dan fungsional.
Roger Lass dalam Achmad dan Krisanjaya (2007:1.4) menyatakan
bahwa dalam arti sempit, fonologi sebagai subdisiplin ilmu bahasa
mempelajari fungsi bunyi bahasa. Hal itu berarti fonologi mengkaji
bunyi-bunyi bahasa, baik bunyi-bunyi itu kelak berfungsi dalam ujaran
atau bunyi-bunyi bahasa secara umum. Robins (1992:23—24), yaitu
fonologi adalah bagian linguistik yang mempelajari pola dan organisasi
bahasa dalam kaitannya dengan ciri-ciri dan kategori fonetis, sedangkan
fonetik adalah bagian linguistik yang mempelajari alat ucap.

Roger Lois dalam Achmad dan Krisanjaya (2007:1.4), menyatakan


bahwa fonologi memiliki arti luas dan arti sempit. Fonologi memiliki arti
luas berarti fonologi tersebut mencakup fonemik dan fonetik.Dengan
demikian, kajian fonologi tidak sekadar pada organisasi bunyi berupa
sistem dan pola bunyi, tetapi juga mengkaji bagaimanabunyi-
bunyitersebut diucapkan, termasuk organ ucapnya. Pengertian fonologi
dalam arti luas tersebut digunakan oleh para linguis di Inggris.
Sebaliknya, fonologi dalam arti sempit berarti hanya mencakup fonemik,
yaitu hanya mengkaji pada organisasi bunyi berupa sistem dan pola bunyi
(fonem) serta fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna.

C. Tujuan Fonologi
1. Praktis
a. Fonetik menemukan kaidah-kaidah umum bunyi bahasa untuk
keperluan memecahkan masalah secara praktis misalnya, latihan
lafal untuk penderita tuna wicara
b. Fonemik untuk keperluan memecahkan masalah misalnya, ejaan.
2. Teoritis
a. Fonetik untuk menemukan kaidah – kaidah bunyi secara umum.
b. Fonemik menemukan kaidah – kaidah bunyi bahasa tertentu.

E. Beberapa Pengetian Mengenai Tata Bunyi


1) Fonem
Fonem dalam bahasa mempunyai beberapa macam lafal yang
bergantung pada tempatnya dalam kata atau suku kata. Contoh
fonem /t/ jika berada di awal kata atau suku kata, dilafalkan secara
lepas. Pada kata topi/, fonem /t/ dilafalkan lepas. Namun jika berada di
akhir kata, fonem /t/ tidak diucapkan lepas. Bibir kita masih tetap rapat
tertutup saat mengucapkan bunyi, misal pada kata /buat/.
Istilah fonem dapat didefinisikan sebagai satuan bahasa terkecil yang
bersifat fungsional, artinya satuan fonem memiliki fungsi untuk
membedakan makna. Fonem juga dapat dibatasi sebagai unit bunyi
yang bersifat distingtif atau unit bunyi yang signifikan.
Dalam hal ini perlu adanya fonemisasi yang ditujukan untuk
menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka pembedaan
makna tersebut. Dengan demikian fonemisasi itu bertujuan untuk (1)
menentukan struktur fonemis sebuah bahasa, dan (2) membuat
ortografi yang praktis atau ejaan sebuah bahasa.
Untuk mengenal dan menentukan bunyi-bunyi bahasa yang
bersifat fungsional atau fonem, biasanya dilakukan melalui “ kontras
pasangan minimal”. Dalam hal ini pasangan minimal ialah pasangan
bentuk-bentuk bahasa yang terkecil dan bermakna dalam sebuah
bahasa (biasanya berupa kata tunggal) yang secara ideal sama, kecuali
satu bunyi berbeda. Sekurang-kurangnya ada empat premis untuk
mengenali sebuah fonem, yakni (1) bunyi bahasa dipengaruhi
lingkungannya, (2) bunyi bahasa itu simetris, (3) bunyi bahasa
yangsecara fonetis mirip, harusdigolongkan ke dalam kelas fonem
yang berbeda, dan (4) bunyi bahasa yang bersifat komplementer harus
dimasukkan ke dalam kelas fonem yang sama.

2) Alofon
pertama pada kata makan dan makna secara fonetis berbeda. Variasi
suatu fonem yang tidak membedakan arti dinamakan alofon. Alofon
dituliskan diantara dua kurung siku […]. Kalau [p] yang lepas kita
tandai dengan [p] saja, sedangkan [p] yang tak lepas kita tandai
dengan [p>]. Maka kita dapat berkata bahwa dalam Bahasa Indonesia
fonem /p/ mempunyai dua alofon, yakni [p] dan [p>].

F. Kajian Fonetik
a. Klasifikasi Bunyi
1) Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam
saluran suara.
a) Vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak
mengalami rintangan. Pada pembentukan vokal tidak ada
artikulasi.
b) Konsonan adalah bunyi bahasa yang dibentuk dengan
menghambat arus udara pada sebagian alat ucap. Dalam hal ini
terjadi artikulasi.
c) Bunyi semi-vokal adalah bunyi yang secara praktis termasuk
konsonan, tetapi karena pada waktu diartikulasikan belum
membentuk konsonan murni.
2) Berdasarkan jalan keluarnya arus udara.
a) Bunyi nasal, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan menutup arus
udara ke luar melalui rongga mulut dan membuka jalan agar
arus udara dapat keluar melalui rongga hidung.
b) Bunyi oral, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan jalan
mengangkat ujung anak tekak mendekati langit-langit lunak
untuk menutupi rongga hidung, sehingga arus udara keluar
melalui mulut.
3) Berdasarkan ada tidaknya ketegangan arus udara saat bunyi
diartikulasikan
a) Bunyi keras (fortis), yaitu bunyi bahasa yang pada waktu
diartikulasikan disertai ketegangan kuat arus.
b) Bunyi lunak (lenis), yaitu bunyi yang pada waktu
diartikulasikan tidak disertai ketegangan kuat arus.
4) Berdasarkan lamanya bunyi pada waktu diucapkan atau
diartikulasikan
a) Bunyi panjang
b) Bunyi pendek
5) Berdasarkan derajat kenyaringannya
Bunyi dibedakan menjadi bunyi nyaring dan bunyi tak nyaring.
Derajat kenyaringan ditentukan oleh luas atau besarnya ruang
resonansi pada waktu bunyi diucapkan. Makin luas ruang resonansi
saluran bicara waktu membentuk bunyi, makin tinggi derajat
kenyaringannya. Begitu pula sebaliknya.
6) Berdasarkan perwujudannya dalam suku kata
a) Bunyi tunggal, yaitu bunyi yang berdiri sendiri dalam satu suku
Kata (semua bunyi vokal atau monoftong dan konsonan).
b) Bunyi rangkap, yaitu dua bunyi atau lebih yang terdapat dalam
satu suku kata. Bunyi rangkap terdiri dari :
- Diftong (vokal rangkap) : [ai], [au] dan [oi].
- Klaster (gugus konsonan) : [pr], [kr], [tr] dan [bl].
7) Berdasarkan arus udara
a) Bunyi egresif, yaitu bunyi yang dibentuk dengan cara
mengeluarkan arus udara dari dalam paru-paru. Bunyi egresif
dibedakan menjadi :
(1) Bunyi egresif pulmonik : dibentuk dengan mengecilkan
ruang paru-paru, otot perut dan rongga dada.
(2) Bunyi egresif glotalik : terbentuk dengan cara merapatkan
pita suara sehingga glotis dalam keadaan tertutup.
b) Bunyi ingresif, yaitu bunyi yang dibentuk dengan cara
menghisap udara ke dalam paru-paru.
(1) Ingresif glotalik : pembentukannya sama dengan egresif
glotalik tetapi berbeda pada arus udara.
(2) Ingresif velarik : dibentuk dengan menaikkan pangkal lidah
ditempatkan pada langit-langit lunak.

Kebanyakan bunyi bahasa Indonesia merupakan bunyi egresif.

b. Jenis Fonetik
1) Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik
fisiologis, mempelajari bagaimana bunyi-bunyi bahasa dihasilkan
oleh alat-alat bicara.
2) Fonetik akustik mempelajari bunyi-bunyi bahasa menurut aspek-
aspek Fisiknya. Bunyi-bunyi itu diselidiki sumbernya, frekuensinya,
getarannya, Amplitudonya, intensitasnya dan timbrenya. Hal ini
memerlukan peralatan elektronik yang dikerjakan di laboratorium
bahasa.
3) Fonetik auditoris, yaitu fonetik yang mempelajari bagaimana
mekanisme penerimaan bunyi bahasa oleh telinga kita.

G. Pembentukan Vokal, Konsonan, Diftong, dan Kluster


1. Pembentukan Vokal
Vokal dibedakan berdasarkan tinggi rendahnya lidah, bagian
Lidah yang bergerak, bentuk bibir, dan strikturnya. Berikut ini jenis-
jenis vokal berdasarkan cara pembentukannya, yakni:
a. Berdasarkan bentuk bibir : vokal bulat, vokal netral, dan vokal tak
bulat
b. Berdasarkan tinggi rendahnya lidah : vokal tinggi, vokal
madya(sedang), dan vokal rendah;
c. Berdasarkan bagian lidah yang bergerak : vokal depan, vokal
tengah, dan vokal belakang.
d. Berdasarkan strukturnya : vokal tertutup, vokal semi-tertutup, vokal
semi-terbuka, dan vokal terbuka.
2. Pembentukan Konsonan
Pembentukan konsonan didasarkan pada empat faktor, yakni daerah
artikulasi, cara artikulasi, keadaan pita suara, dan jalan keluarnya udara.
Berikut ini klasifikasi konsonan tersebut:
a. Berdasarkan daerah artikulasi : konsonan bilabial, labio dental,
apikodental, apikoalveolar, palatal, velar, glotal, dan laringal.
b. Berdasarkan cara artikulasi : konsonan hambat, frikatif, getar, lateral,
nasal, dan semi-vokal.
c. Berdasarkan keadaan pita suara : konsonan bersuara dan konsonan tak
bersuara.
d. Berdasarkan jalan keluarnya udara : konsonan oral dan konsonan
nasal.
3. Pembentukan Diftong
Diftong adalah dua buah vokal yang berdiri bersama dan pada saat
diucapkan berubah kualitasnya. Perbedaan vokal dengan diftong adalah
terletak pada cara hembusan nafasnya.
Diftong dalam bahasa indonesia adalah sebagai berikut:
a. Diftong /au/, pengucapannya [aw]. Contohnya :
- [harimaw] /harimau/
- [kerbaw] /kerbau/
b. Diftong /ai/, pengucapannya [ay]. Contohnya :
- [santay] /santai/
- [sungay] /sungai/
c. Diftong /oi/, pengucapannya [oy]. Contohnya :
- [amboy] /amboi/
- [asoy] /asoi /
4. Pembentukan Kluster
Gugus atau kluster adalah deretan konsonan yang terdapat bersama
pada satu suku kata.
a. Gugus konsonan pertama : /p/,/b/,/t/,/k/,/g/,/s/ dan /d/.
b. Gugus konsonan kedua : /l/,/r/ dan /w/.
c. Gugus konsonan ketiga : /s/,/m/,/n/ dan /k/.
d. Gugus konsonan keduanya adalah konsonan lateral /l/, Misalnya :
(1) /pl/ [pleno] /pleno/
(2) /bl/ [blaƞko] /blangko/
(3) Dan begitu seterusnya hingga konsonan kedua /r/ dan /w/.
e. Jika tiga konsonan berderet, maka konsonan pertama selalu /s/, yang
kedua /t/,/p/ dan /k/ dan yang ketiga adalah /r/ atau /l/.
Contohnya :
(1) /spr/ [sprey] /sprei
(2) /skr/ [skripsi] /skripsi/
(3) /skl/ [sklerosis] /sklerosis/

H. Gejala Fonologi Bahasa Indonesia


1. Penambahan Fonem
Penambahan fonem pada suatu kata pada umumnya berupa
penambahan bunyi vokal. Penambahan ini dilakukan untuk kelancaran
ucapan.
2. Penghilangan Fonem
Penghilangan fonem adalah hilangnya bunyi atau fonem pada
awal, tengah dan akhir sebuah kata tanpa mengubah makna.
Penghilangan ini biasanya berupa pemendekan kata.

3. Perubahan Fonem
Perubahan fonem adalah berubahnya bunyi atau fonem pada
sebuah kata agar kata menjadi terdengar dengan jelas atau untuk
tujuan tertentu.
4. Kontraksi
Kontraksi adalah gejala yang memperlihatkan adanya satu atau
lebih fonem yang dihilangkan. Kadang-kadang ada perubahan atau
penggantian fonem.
5. Fonem Suprasegmental
Fonem vokal dan konsonan merupakan fonem segmental karena
dapat diruas-ruas. Fonem tersebut biasanya terwujud bersama-sama
dengan ciri suprasegmental seperti tekanan, jangka dan nada. Di
samping ketiga ciri itu, pada untaian terdengar pula ciri
suprasegmental lain, yakni intonasi dan ritme.
1) Jangka, yaitu panjang pendeknya bunyi yang diucapkan. Tanda
[…]
2) Tekanan, yaitu penonjolan suku kata dengan memperpanjang
pengucapan, meninggikan nada dan memperbesar intensitas
tenaga dalam pengucapan suku kata tersebut.
3) Jeda atau sendi, yaitu ciri berhentinya pengucapan bunyi.
4) Intonasi, adalah ciri suprasegmental yang berhubungan dengan
naik turunnya nada dalam pelafalan kalimat.
5) Ritme, adalah ciri suprasegmental yang berhubungan dengan pola
pemberian tekanan pada kata dalam kalimat.

Pada tataran kata, tekanan, jangka, dan nada dalam bahasa


Indonesia tidak membedakan makna. Namun, pelafalan kata yang
menyimpang dalam hal tekanan, dan nada akan terasa janggal.

I. Manfaat Fonologi
1. Manfaat fonologi dalam pembelajaran bahasa Indonesia
Suhendra (1998:6) mengemukakan bahwa fonologi dapat membantu
para guru bahasa dalam proses pengajaran bahasa yang efektif. Hal itu
dilakukan dengan cara membandingkan sistem fonologi bahasa yang
diajarkan dengan bahasa ibu para muridnya. Misalnya saja, murid yang
berbahasa ibu Jawa atau Melayu cenderung mengubah bunyi-bunyi
frikatif laminoalveolar dengan bunyi plosif palatal, sehingga mereka
akan mengujarkan kata izin dengan [ijin], bukan [izin]; kata ijazah
dengan [ijajah], bukan [ijazah]. Hal itu terjadi karena tidak ada fonem
[z] pada bahasa Jawa dan Melayu. Jika pun ada, fonem /z/ tersebut
merupakan pinjaman dari bahasa Arab Dengan membandingkan antara
bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia, guru dapat mengantisipasi
permasalahan tersebut, misalnya dengan menunjukkan cara
mengujarkan /z/ pada murid-muridnya. Suhendra (1998:7) juga
mengemukakan bahwa pengetahuan fonologi dapat diterapkan dalam
pengajaran membaca dan menulis pada anak-anak.
2. Manfaat fonologi dalam penyusunan ejaan bahasa Indonesia
Fonologi bermanfaat pada penyusunan ejaan bahasa Indonesia. Ejaan
adalah peraturan pelambangan bunyi bahasa dalam suatu bahasa
(Muslich, 2008:5). Bunyi bahasa yang dilambangkan meliputi bunyi
segmental dan bunyi suprasegmental. Muslich (2008:5) menambahkan
bahwa pelambangan unsur segmental bunyi bahasa tidak sekadar
bagaimana melambangkan bunyi-bunyi bahasa tersebut dalam bentuk
tulisan atau huruf tetapi juga meliputi bagaimana menuliskan bunyi-
bunyi bahasa tersebut dalam bentuk kata, frasa, klausa, dan kalimat.
Pelambangan bunyi suprasegmental menyangkut bagaimana
melambangkan tekanan, nada, durasi, jeda, dan intonasi. Pelambangan
bunyi suprasegmental tersebut dikenal dengan istilah tanda baca atau
pungtuasi (Muslich, 2008:5). Pada bahasa Indonesia, ejaan bahasa
Indonesia yang diterapkan selama ini dalam penulisan memanfaatkan
hasil studi fonologi bahasa Indonesia terutama yang berkaitan dengan
pelambangan fonem; sebab itulah ejaan bahasa Indonesia dikenal
dengan ejaan fonemis (muslich, 2008:5).
3. Manfaat fonologi dalam pembakuan kata bahasa Indonesia
Kita ketahui bahwa dasar pembakuan kata dalam bahasa Indonesia,
terutama kata serapan adalah kajian fonologis. Sebab itu, kajian
fonologis memberikan manfaat yang besar bagi perkembangan
kosakata bahasa Indonesia, terutama kosakata serapan.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fonologi adalah cabang ilmu bahasa (linguistik) yang mengkaji
bunyibunyi bahasa, proses terbentuknya dan perubahannya. Fonologi
mengkaji bunyi bahasa secara umum dan fungsional.
Istilah fonem dapat didefinisikan sebagai satuan bahasa terkecil yang
bersifat fungsional, artinya satuan fonem memiliki fungsi untuk membedakan
makna. Varian fonem berdasarkan posisi dalam kata, misal fonem pertama
pada kata makan dan makna secara fonetis berbeda. Variasi suatu fonem yang
tidak membedakan arti dinamakan alofon.
Kajian fonetik terbagi atas klasifikasi bunyi yang kebanyakan bunyi
bahasa Indonesia merupakan bunyi egresif. Dan yang kedua pembentukan
vokal, konsonan, diftong, dan kluster.
Dalam hal kajian fonetik, perlu adanya fonemisasi yang ditujukan
untuk menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka pembedaan
makna tersebut. Dengan demikian fonemisasi itu bertujuan untuk (1)
menentukan struktur fonemis sebuah bahasa, dan (2) membuat ortografi yang
praktis atau ejaan sebuah bahasa.
Gejala fonologi Bahasa Indonesia termasuk di dalamnya yaitu
penambahan fonem, penghilangan fonem, perubahan fonem, kontraksi,
analogi, fonem suprasegmental. Pada tataran kata, tekanan, jangka, dan nada
dalam bahasa Indonesia tidak membedakan makna. Namun, pelafalan kata
yang menyimpang dalam hal tekanan, dan nada kan terasa janggal.

B. Saran
Adapun saran yang dapat penyusun sampaikan yaitu kita sebagai calon
pendidik, harus selalu menggali potensi yang ada pada diri kita. Cara
menggali potensi dapat dilakukan salah satunya dengan cara mempelajari
makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat untuk kita ke
depannya. Amiinn.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Alwi, dkk.2003.Tata Bahasa Baku bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Husen, Akhlan, dan Yayat Sudaryat. 1996. Fonologi Bahasa Indonesia.
Jakarta: Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Misdan, Undang.1980.Bahasa Indonesia Pelajaran Bahasa II. Jakarta:
Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Muchlisoh, dkk. 1992. Pendidikan Bahasa Indonesia 3. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Resmini, Novi. 2006. Kebahasaan (Fonologi, Morfologi, dan Semantik).
Bandung: UPI PRESS. Susandi. 2009. Seputar Bahasa dan Fonologi.
[Online]. Tersedia: http://susandi.wordpress.com/. 24 September 2010.
Achmad H.P. dan Krisanjaya. 2007. Fonologi Bahasa Indonesia (Modul).
Jakarta: Depdiknas Universitas Terbuka.
Crystal, David. 2008. A Dictionary of Linguistics and Phonetics. Fourth
Edition. Cambridge: Blackwell Publisher.
Marsono. 1986. Fonetik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Muslich, Masnur. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia: Tinjauan Deskriptif
Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Yusuf, Suhendra. 1998. Fonetik dan Fonologi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama

EVALUASI
1. Fonologi berasal dari Bahasa Yunani yaitu …
a. Phone dan Dreizehn
b. Logos dan Glossa
c. Nikos dan Logos
d. Phone dan Logos
2. Apa yang dimaksud Fonetik Akustik…
a. Bunyi - bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat – alat bicara
b. Penerimaan bunyi bahasa
c. Bunyi yang dihasilkan dengan menutup arus udara
d. Bunyi – bunyi bahasa menurut aspek fisiknya.
3. Di bidang linguistik fonologi berada di tingkat …
a. Atas
b. Terbesar
c. Dasar
d. Sintaksis
4. Contoh huruf dari lamino alveolar adalah ….
a. b,p,m,v,f,r.
b. d,t,n,z,s,r.
c. j,c,y,g,r,z.
d. h,x,k,c,s.
5. Dua uah vokal yang berdiri bersama dan pada saat diucapkan berubah
kualitasnya. Dari penjelasan di atas merupakan pengertian dari …
a. Konsonan
b. Klaster
c. Diftong
d. Bunyi Egresif

Anda mungkin juga menyukai