Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS PUISI SURAT UNTUK IBU KARYA JOKO PINURBO DENGAN

PENDEKATAN STRUKTURALISME
Rama Yana
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas PGRI Sumatera Barat
yanarahma622@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur puisi Surat Untuk Ibu karya Joko Pinurbo.
Yaitu struktur antar kalimat dan pragraf. Juga mengkaji diksi serta majas yang terkandung
dalam puisi tersebut. Selain itu adalah mengungkap makna atau pesan yang terdandung
dalam puisi Surat Untuk Ibu. Puisi tersebut menarik untuk diteliti karena akan menggunakan
pendekatan strukturalisme sebagai pisau analisisnya. Strukturalisme sastra adalah pendekatan
yang menekankan unsur intrinsik yang membangun karya. Salah satu unsur strukturalisme
adalah tipografi. Menurut Kosasih (2012), tipografi merupakan pembeda yang sangat penting
antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-larik puisi tidak berbentuk paragraf, melainkan
berbentuk bait. Yang dimaksud tipografi puisi adalah penyusunan baris dan bait puisi.
Tipografi juga sering disebut ukiran bentuk, yang didalamnya terdapat kata, frase, baris, bait,
dan akhirnya menjadi sebuah puisi. Diksi adalah pilihan kata di dalam tulisan yang digunakan
untuk memberi makna sesuai dengan keinginan penulis. Jenis penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah metode dimana data yang akan
dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka. Dari analisis data dapat
disimpulkan bahwa puisi Joko Pinurbo yang berjudul Surat Untuk Ibu, mengandung unsur-
unsur intrinsik yaitu mengurai unsur internal berupa tipografi diksi, dan gaya bahasa yang
sangat kuat sehingga cocok dikaji dengan pendekatan struktural.
Kata-kata kunci: Strukturalisme, Tipografi, Diksi, Puisi

PENDAHULUAN
Puisi adalah karya sastra yang indah. Puisi selalu menghadirkankan diksi yang indah

sebagai bentuk keunikan untuk menggugah hati memahami makna dari puisi tersebut. Senada

dengan itu, Waluyo (2003:1) menyatakan bahwa puisi adalah karya sastra dengan bahasa

yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-

kata kias (imajinatif). Dunia sangat mengenal puisi bahkan puisilah yang menjadi sastra
tertulis yang paling awal ditulis oleh manusia sehingga wajar pada zaman sekarang puisi

sangat semerbak dan membumi.

Deskripsi yang dibuahkan mempunyai peranan sangat penting dalam upaya memahami

karya sastra secara keseluruhan. Selain itu, perlu diketahui bahwa bahasa sastra bukan

sekadar referensial yang mengacu pada hal tertentu melainkan mempunyai fungsi ekspresif,

menunjukan nada, dan sikap pengarangnya. (Al-Ma’ruf, 2009: 68). Begitu pula halnya pada

puisi Surat Untuk Ibu Karya Joko Pinurbo.

Puisi Surat Untuk Ibu karya Joko Pinurbo ini memiliki fungsi ekspresif dan

menunjukkan nada dan suasana hati pengarang melalui gaya estetis yang diungkapkan dalam

puisi tersebut. Isu politik dalam puisi ini disajikan dengan “indah” oleh Joko Pinurbo. Puisi

Surat Untuk Ibuadalah bagian puisi dalam antologi Buku Latihan Tidur yang diterbitkan oleh

Gramedia pada 2017. Jika kita melihat kondisi Indonesia pada saat itu, maka kita dapat

mengaitkannya dengan peristiwa penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok. Segala bentuk

isi hati dan kritik yang diungkapkan pengarang melalui puisi ini, mampu dibungkus dengan

estetis, sehingga pengkajian stilistika pada puisi ini sangat menarik untuk dilakukan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur puisi Surat Untuk Ibu karya Joko

Pinurbo. Yaitu struktur antar kalimat dan pragraf. Juga mengkaji diksi serta majas yang

terkandung dalam puisi tersebut. Selain itu adalah mengungkap makna atau pesan yang

terdandung dalam puisi Surat Untuk Ibu. Puisi tersebut menarik untuk diteliti karena akan

menggunakan pendekatan strukturalisme sebagai pisau analisisnya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka rumusan masalah yang akan didiskusikan adalah

bagaimana tipografi Surat Untuk Ibu karya Joko Pinurbo? Bagaimana diksi Surat Untuk Ibu

karya Joko Pinurbo? Bagaimana gaya kalimat Surat Untuk Ibu karya Joko Pinurbo? Untuk

menjawab rumusan masalah ini adalah menggunakan strukturalisme. Menurut Imron (1995:
370), strukturalisme adalah semua metode yang dengan tahap abstraksi tertentu menganggap

semua objek studinya bukan sekedar sekumpulan unsur yang terpisah-pisah, melainkan suatu

perpaduan unsur-unsur yang berkaitan satu dengan yang lain, yang satu bergantung dengan

yang lain dan hanya dapat didefinisikan dalam hubungan dengan unsur-unsur lainnya dalam

satu keseluruhan. Maksud dari pernyataan tersebut adalah, secara umum strukturalisme

berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu sendiri, dengan mekanisme antar

hubungannya, di satu pihak antar hubungan unsur yang satu dengan unsur yang lainnya, di

pihak yang lain hubungan antara unsur dengan totalitasnya.

Salah satu unsur strukturalisme adalah tipografi. Menurut Kosasih (2012), tipografi

merupakan pembeda yang sangat penting antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-larik

puisi tidak berbentuk paragraf, melainkan berbentuk bait. Yang dimaksud tipografi puisi

adalah penyusunan baris dan bait puisi. Tipografi juga sering disebut ukiran bentuk, yang

didalamnya terdapat kata, frase, baris, bait, dan akhirnya menjadi sebuah puisi, (Martono:

2009).

Metafora adalah gaya bahasa yang memperbandingkan sesuatu hal dengan hal lainnya

yang pada dasarnya tidak serupa. Perbandingan (simile) adalah bahasa kias yang

membandingkan dua hal yang secara hakiki berbeda, tetapi dipersamakan dengan

menggunakan kata-kata seperti, serupa, bagaikan, laksana, dan sejenisnya. Dengan kata lain,

dalam simile bentuk perbandingannya bersifat eksplisit, yang ditandai oleh pemakaian unsur

konstruksional semacam kata: seperti, sebagai, serupa, bagai, laksana, bagaikan, bak, dan ada

kalanya juga morfem se-.

Personifikasi dapat diartikan sebagai pemanusiaan. Artinya jika metapora-simile

merupakan bentuk pembandingan tidak dengan manusia, personifikasi merupakan pemberian

sifat-sifat manusia pada suatu hal. Hiperbola adalah kiasan yang mengungkapkan suatu hal
atau keadaan secara berlebih-lebihan. Hiperbola tradisional dapat dijumpai dalam bahasa

sehari-hari, seperti bekerja membanting tulang, menunggu seribu tahun, hatinya bagai diiris

sembilu, rambut dibelah tujuh, dan sebagainya.

METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. mengatakan

penelitian kualitatif diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan perhitungan, metode

kualitatif ini adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau tulisan dari orang dan perilaku yang diamatinya,( Moleong: 2012).

Data penelitian adalah puisi Surat Untuk Ibu karya Joko Pinurbo yang yang terkumpul

dalam antologi puisi berjudul Buku Latiha Tidur. Sedangkan metode pengumpulan data ini

adalah studi pustaka dengan teknik baca catat. Setelah melakukan pembacaan atas puisi Surat

Untuk Ibu, kemudian mengklasifi¬kasikan data dengan mencatat data beru¬pa paragraf yang

sesuai dengan masalah yang dikaji dalam penelitian ini. Data di¬analisis dengan metode

analitik deskriptif. Data dikumpulkan dengan membaca isi puisi dan menginventarisasi,

mengklasifi¬kasi data dan menganalisis data dengan teori strukturalisme genetik.

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN


Pendekatan struktural berangkat dari pandangan kaum strukturalisme yang menganggap

karya sastra sebagai struktur yang unsurnya terjalin secara erat dan berhubungan antara satu

dan lainnya. Karya sastra merupakan sebuah kesatuan yang utuh. Sebagai kesatuan yang

utuh, maka karya sastra dapat dipahami maknanya jika dipahami bagian-bagiannya atau

unsur-unsur pembentuknya, relasi timbal balik antara bagian dan keseluruhannya. Dalam

penulisan puisi dengan menggunakan teori strukturalisme maka kita harus memperhatikan

unsur-unsur puisi, seperti tipografi, diksi, dan gaya bahasa.

Surat untuk Ibu


By: Joko Pinurbo
Akhir tahun ini saya tak bisa pulang, Bu.
Saya lagi sibuk demo memperjuangkan nasib saya
yang keliru. Nantilah, jika pekerjaan demo
sudah kelar, saya sempatkan pulang sebentar.

Oh ya, Ibu masih ingat Bambung ’kan?


Itu teman sekolah saya yang dulu sering numpang
makan dan tidur di rumah kita. Saya baru saja
bentrok dengannya gara-gara urusan politik
dan uang. Beginilah Jakarta, Bu, bisa mengubah
kawan menjadi lawan, lawan menjadi kawan.

Semoga Ibu selalu sehat bahagia bersama penyakit


yang menyayangi Ibu. Jangan khawatirkan
keadaan saya. Saya akan normal-normal saja.
Sudah beberapa kali saya mencoba meralat
nasib saya dan syukurlah saya masih dinaungi
kewarasan. Kalaupun saya dilanda sakit
atau bingung, saya tak akan memberi tahu Ibu.

Selamat Natal, Bu. Semoga hatimu yang merdu


berdentang nyaring dan malam damaimu
diberkati hujan. Sungkem buat Bapak di kuburan.
(2016)

1. Tipografi

Berdasarkan jenis tipografinya, puisi diatas adalah jenis puisi dengan tipografi teratur

dengan jumlah baris dan bait yang tidak sama. Alasannya, pada puisi tersebut pengarang
tidak menggunakan persamaan bunyi atau rima, jumlah kata dan penyusunan kata meskipun

baris dan baitnya tidak sama.

2. Diksi

Diksi atau kata bertujuan untuk menghidupkan ruh dan memberikan gambaran yang

jelas sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan penyair dalam puisi Surat Untuk Ibu.

Pemilihan kata yaitu dilakukan dalam rangka kepentingan tertentu. Diksi dibagi menjadi dua

jenis yaitu (1) kata konkret dan (2) kata konotatif. Kata konkret disebut juga kata denotasi

yang berarti lugas dan sesuai dengan kamus, sedangkan konotasi adalah arti kias, yang

diasosiasikan atau disarankannya.

Secara umum dalam puisi Surat Untuk Ibu menggunakan kata-kata konotatif. Artinya,

ada kata kiasan yang mewakili makna tertentu. Adapun kata-kata konkret yang mewakili

puisi Surat Untuk Ibu, seperti pulang, demo, nasib, Jakarta, teman, bentrok, politik, Natal,

dan ibu. Penggunaan kata-kata konotatif dalam puisi itu terutama pemanfaatan alegori,

pertanyaaan retoris, paradoks, perbandingan, dan metafora.

Puisi Surat Untuk Ibu menyiratkan cerita singkat yang mengandung makna kiasan. Jadi,

penyair mencoba melukiskan perasaannya melalui cerita singkat yang memiliki makna

tersirat. Makna tersebut tampak kondisi yang bertentangan antara bertahan hidup di Jakarta

dan bertemu ibunya di kampung. Joko Pinurbo menunjukkan kondisi bentrok politik di

ibukota yang dapat berpengaruh pada seluruh aspek, seperti hubungan antar teman, keluarga,

dan rekan kerja. Surat ini sebagai bentuk perasaan penyair ang sedang berada di lingkaran

setan sehingga tidak memiliki banak waktu untuk bertemu keluarga, terutama ibu. Selain itu,

berikut analisis kata konotatif sebagai pembentuk majas.

a. Bait Pertama
Pada bait pertama, penyair memanfaatkan oksimoron pada kata-kata memperjuangkan

nasib saya yang keliru. Maksudnya, ada gabungan kata-kata yang bertentangan untuk

mencapai efek tertentu. Kata “memperjuangkan” seharusnya digunakan untuk sesuatu hal

yang positif atau baik, tetapi Joko Pinurbo memilih kata “nasib yang keliru”. Ada makna

tersirat, yaitu bentuk tindakan atau perasaan dari penyair yang tidak bisa berubah atau lepas

dari kondisi yang salah.

b. Bait Kedua

Erotesis atau pertanyaan retoris dalam bait kedua tampak dari bentuk interogatif. Kata-

kata ingat Bambang kan? menunjukkan adanya efek yang lebih mendalam dan penekanan

yang sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban. Pertanyaan retoris tersebut juga

sebagai bentuk perbandingan antara waktu dulu dan sekarang. Unsur alegori dalam puisi

menceritakan bahwa Bambang yang dulu adalah sahabat baik dan dekat dengan penyair

kemudian seiringnya waktu ketika di dunia kerja atau politik menjadi “lawan” yang

menyebabkan adanya perselisihan. Hal tersebut tampak pada kata-kata, seperti makan dan

tidur di rumah, bentrok urusan politik dan uang, lawan jadi kawan, serta kawan jadi lawan.

c. Bait Ketiga

Pada bait ketiga, penyair menggunakan kata-kata bahagia bersama penyakit yang

menyayangi ibu menunjukkan adanya gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang

nyata dengan fakta-fakta yang ada. Jadi, kata-kata konotatif tersebut memanfaatkan majas

paradoks. Penyair mengibaratkan juga bahwa penyakit yang sudah lama dirasakan ibunya

sebagai bentuk wujud yang tidak selalu perlu dikhawatirkan atau dikeluhkan. Kata-kata

seperti, penyakit, menyayangi menunjukkan bahwa penyair memberikan rasa tenang kepada

ibunya bahwa penyakit yang diderita sebagai teman atau diri sendiri yang wajib selalu

disayangi agar tidak menimbulkan rasa resah. Keseluruhan kata-kata dalam bait ini
menunjukkan kelanjutan cerita dari bait 1 dan 2 yang sudah pada proses pesan dan harapan

penyair kepada ibunya.

d. Bait Keempat

Penyair sudah memakai makna konotatif bermajas metafora pada kata-kata hatimu yang

merdu berdentang nyaring. Penyair mengibaratkan hati ibunya selalu memiliki merdu yang

nyaring. Artinya, hati ibunya sangat baik untuknya. Pada bait ini, penyair sudah menunjukkan

pada tahap penutupan atau perpisahan dengan ibunya dan memberikan ucapan “Natal” dan

kata “sungkem. Kata “Natal” juga menginterpretasikan setting waktu pada puisi ini atau

kondisi puisi dengan penyair saat itu.

3. Gaya Kalimat

Setiap sajak dalam puisi memerlukan kepadatan dan ekspresivitas karena sajak tersebut

hanya mengemukakan inti dariapa yang ingin disampaikan olehpengarang kepada pembaca.

Oleh karena itu, hanya yang perlu dinyatakan saja yang disampaikan secara tersurat

sedangkan kalimat-kalimat yang lain dinyatakan secara implisit, hanya tersirat saja. Gaya

kalimat demikian disebut gaya kalimat implisit. Kepadatan kalimat dengan gaya implisit juga

terdapat dalam puisi Surat untuk Ibu karya Joko Pinurbo.

Pada bait satu, terdapat kata yang diimplisitkan, yakni kata “Mohon maaf” yang

seharusnya terdapat di awal kalimat kedua pada bait satu. Jadi, kalimat kedua pada bait satu

seharusnya berbunyi: (Mohon maaf)/ Akhir tahun ini saya tak bisa pulang, Bu/. Demikian

pula kalimat ketiga pada bait satu tersebut terdapat bagian kalimat yang diimplisitkan, yakni

“untuk”. Bunyi yang tepat pada baris ketiga ini, sebagai berikut. /Nantilah, jika pekerjaan

demo sudah kelar, saya sempatkan (untuk) pulang sebentar/. Kedua kata baik terdapat pada

kalimat pertama maupun ketiga ini sengaja tidak ditampilkan atau diimplisitkan agar kalimat

tersebut terasa lebih padat dan efektif.


Pada bait dua, pemadatan juga dilakukan penyair dengan mengimplisitkan bagian

kalimat tertentu. Pada baris pertama, sebenarnya terdapat kata “dengan” di depan kata

“Bambang”. /Oh ya, Ibu masih ingat (dengan) Bambung ’kan?/. Akan tetapi, kata tersebut

sengaja diimplisitkan sehingga menjadi kalimat yang lebih efektif.Pada baris kedua kalimat

kata ganti orang ketiga juga diimplisitkan, yaitu “Bambang” menjadi “itu”.Seharusnya,

kalimat tersebut berbunyi sebagai berikut. /(Bambang) Itu teman sekolah saya yang dulu

sering numpang makan dan tidur di rumah kita./ Penggantian kata ganti orang tersebut tidak

mengganggu hubungan antar kalimat melainkan justru menambah efektifitas kalimat dan

menimbulkan efek makna khusus sekaligus mampu mencapai efek estetis. Kalimat ketiga dan

keempat pada bait kedua juga terdapat gaya implisit yakni dihilangkannya kata “mengalami”

sebelum kata “bentrok”, kata “kehidupan” danawalan “-di” sebelum kata “Jakarta” serta kata

“dan” sebelum kata “lawan”. /Saya baru saja (mengalami) bentrok dengannya gara-gara

urusan politik dan uang./ /Beginilah (kehidupan) (di) Jakarta, Bu, bisa mengubah kawan

menjadi lawan, (dan) lawan menjadi kawan./ Dengan diimplisitkannya kata “mengalami”,

“kehidupan”, “di”, dan “dan” tersebut, kalimat menjadi lebih ekspresif dan efektif.

Bait ketiga pada baris pertama dan kedua juga terdapat kata yang diimplisitkan. Kata

“dan” sesudah kata “sehat”, kata “dengan” sesudah kata “bersama”, dan kata ”mohon” atau

“tolong” di awal kalimat ketiga sebelum kata “jangan”. /Semoga Ibu selalu sehat (dan)

bahagia bersama (dengan) penyakityang menyayangi Ibu./ (Mohon) atau (Tolong)/Jangan

khawatirkankeadaan saya./

Bait keempat pada keseluruhan kalimat juga mengandung kata yang diimplisitkan.

Padabaris pertama terdapat kata “saya” dan “ucapkan” sebelum kata “selamat”. Pada baris

kedua terdapat kata “bersuara” sebelum kata “merdu”, kata “dengan” sesudah kata

“berdentang”, serta kata ”tetesan” dan “air” sebelum kata “hujan”. Adapun pada kalimat

ketiga terdapat kata “sampaikan” di awal kalimat sebelum kata “sungkem” (Saya)
(ucapkan)/Selamat Natal, Bu./ /Semoga hatimu yang (bersuara) merdu berdentang (dengan)

nyaring dan malam damaimu diberkati (tetesan) (air) hujan./ (Sampaikan)/Sungkem buat

Bapak di kuburan./

Dari kajian gaya kalimat di atas, dapat dikemukakan bahwa dalam puisi Surat untuk Ibu

karya Joko Pinurbo tersebut terlihat kalimat-kalimat mengalami pemadatan dengan gaya

implisit. Pemadatan kalimat dengan gayaimplisit ini tidak menggangguhubungan antar

kalimat melainkan justrumenambah efektivitas kalimat dan menimbulkan efek makna khusu

ssekaligus mampu mencapai efekestetis.

KESIMPULAN

Pada puisi Joko Pinurbo yang berjudul Surat Untuk Ibu dapat disimpulkan bahwa, puisi

ini mengandung unsur-unsur intrinsik yaitu mengurai unsur internal berupa tipografi diksi,

dan gaya bahasa yang sangat kuat sehingga cocok dikaji dengan pendekatan struktural.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ma’ruf, Ali Imron. 2009. Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian Estetika Bahasa.
Solo : Cakra Books.
Aminnuddin. 1997. Stilistika, Pengantar Memahami Karya Sastra. Semarang:
CV. IKIP Semarang Press.
Faruk. 1988. Strukturalisme Genetik dan Epistemologi Sastra. Yogyakarta: Lukman Offset.
Goldmann, Lucien. 1977. The Hidden God: A Study of Tragic Vision in the Pensees
of Pascal and the Tragedies of Racine, translated from the French by Philip Thody.
London: Routledge and Kegan Paul Ltd.
Pinurbo, Joko. 2017. Buku Latihan Tidur. Jakarta: Gramedia
Martono. 2009. Ekspresi Puitik Puisi Munawar Kalahan (Suatu Kajian Hermeneutika).
Pontianak: STAIN Pontianak Press.
Kosasih, E. 2012. Dasar-Dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: CV. Yrama Widya

Anda mungkin juga menyukai