Oleh:
Surel: ferliana.rahmah-2017@fib.unair.ac.id
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Puisi adalah pikiran dan perasaan pengarang yang diungkapkan dengan
kata-kata yang tepat, indah serta ditulis dalam bentuk bait dan baris. Pradopo
(1987: 7) mengatakan bahwa puisi adalah karya sastra yang mengapresiasikan
pemikiran, mengakibatkan perasaan yang merangsang imajinasi pancaindra dan
susunan yang berirama.
Selain itu, penulisan puisi biasanya terkait akan isu-isu yang sedang
berkembang di kehidupan masyarakat, meliputi politik, sosial-budaya,
keagamaan, asmara-tragedi, dan masih banyak lainnya. Puisi berperan sebagai
gambaran keresahan pengarang dalam menyikapi fenomena yang sedang atau
telah terjadi. Puisi juga dapat digunakan sebagai media kritik dan kecaman dari
pengarang yang mewakili suatu kelompok masyarakat tertentu atau seluruhnya
dalam menanggapi kebijakan pemerintah, dan lain sebagainya.
Salah satu karya kumpulan puisinya yang menarik adalah Buku Latihan Tidur
yang terbit pertama kali pada tahun 2016 oleh Gramedia Pustaka Utama. Ada 45
judul puisi yang terkumpul dalam buku tersebut. Berbagai topik puisi dihadirkan
dalam buku antologi puisi tersebut, yang semuanya tidak terlepas dari isu-isu yang
relevan dengan apa yang sedang dialami masa kini. Selain itu, melalui bahasa
yang sederhana, Jokpin mampu meramu tanda dan simbol menjadi makna-makna
puisi yang mendalam dan padat.
Atas alasan itulah, peneliti tertatik untuk mengkaji puisi-puisi karya Joko
Pinurbo dengan kajian semiotika, khususnya menggunakan teori Roland Barthes
yaitu signifikasi, denotasi, konotasi, dan mitos. Puisi-puisi yang dipilih sebagai
objek penelitian ini di antaranya: Kemacetan Tercinta (2014), Pisau (2016), Hati
Jogja (2014), Lubang Kopi (2015), dan Sajak Balsem untuk Gus Mus (2016).
Selain itu, peneliti juga berniat meneliti relevansi makna-makna dalam kelima
puisi pada kumpulan puisi Buku Latihan Tidur dengan kehidupan masyarakat saat
ini.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang adalah sebagai
berikut.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
Landasan Teori
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda-tanda. Istilah
semiotika berasal dari Bahasa Yunani, semeion yang artinya ‘tanda’. Sedangkan
tanda dimaknai sebagai sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain. Pradopo (1995:
119) berpendapat bahwa semiotika mengkaji sistem-sistem, aturan-aturan, serta
konvensi-konvensi tambahan yang memungkinkan tanda-tanda tersebut memiliki
arti.
PEMBAHASAN
Analisis Semiotika Roland Barthes Terhadap Kumpulan Puisi Buku Latihan
Tidur Karya Joko Pinurbo
Analisis ini akan menggunakan teori semiotika Roland Barthes, di mana
penulis akan menganalisis makna konotatif dan denotatif pada puisi tersebut. Jika
diperlukan, penulis juga bisa menggunakan analisis visual, verbal, serta audio,
pada tahap sebelumnya.
“Kemacetan Tercinta”
Sudah jam sembilan malam
dan jalan menuju rumahnya masih macet.
Ia bunyikan klakson mobilnya berkali-kali
hanya agar sepi tak cepat mati.
Pada bait pertama, baris pertama dan kedua sudah memberi gambaran
terhadap isi puisi secara keseluruhan. Sudah jam sembilan lewat sembilan, / jalan
menuju rumahnya masih macet. // Kedua baris tersebut memberi clue bahwa
suasana yang terbangun pada puisi tersebut adalah saat kemacetan. Dan peristiwa
tersebut terjadi pada pukul sembilan malam. Hal itu dapat dibuktikan pada bait
kedua, tepatnya baris pertama dan kedua: Malam adalah senja yang salah waktu.
/ Matahari telah diganti lampu-lampu. // Sama seperti pada bait pertama di mana
baris pertama dan kedua dijadikan sebagai penanda. Ia lihat bayangan ibunya di
kaca spion. // Ia hirup harum kopi dari pendingin udara. // Dari citraan tersebut
dapat diambil pemahaman bahwa stuktur puisi tersebut menggunakan orang
ketiga serba tahu, dengan tokoh sopir dan ibu di dalamnya.
Makna konotatif adalah sebuah bentuk dari makna asosiatif yang di mana
makna tersebut yang akan timbul berasal dari sikap sosial, sikap pribadi, dan
kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual.
Makna konotatif yang terdapat dalam puisi “Kemacetan Tercinta”
cenderung bias. Pada bagian akhir, disinggung mengenai kemacetan dan
kaitannya dengan bobroknya negara: Kemacetan ini terbentang antara hati yang
kusut dan pikiran ruwet .// Kamu dan negara sama-sama mumet. // pemilihan
diksi hingga membentuk bangun imaji bahwa negara dan sopir tersebut sama-
sama mumet adalah perbandingan sederhana dari perumpamaan akan riuhnya
permasalahan negara.
Dalam puisi tersebut sebenarnya juga ada masalah kelas sosial yang
disinggung. Dalam kehidupan sosial bermasyarakat di Indonesia, taksi/mobil
cenderung dipandang sebagai mode transportasi khusus untuk kelas menengah ke
atas. Di dalam puisi tersebut juga terdapat visualisasi bagaimana keadaan
kemacetan yang dalam kaitannya dengan kelas-kelas wilayah, sungguh urban
sekali. Hal ini bisa membuka sedikit gambaran bahwa tokoh di dalam puisi itu
adalah orang yang bekerja kantoran dan pulang malam jam sembilan
menggunakan taksi. Kehidupan masyarakat urban sudah cukup terwakili bahkan
hanya dari dua bait awal dalam puisi itu saja.
Namun, di dalam puisi tersebut tak dijelaskan bahwa itu taksi. Tak
dijelaskan juga bahwa ‘ibu’ yang dimaksud adalah penumpang atau ibu kandung
dari si sopir. Namun pada kalimat “Selamat malam, Bu. Apakah di tengah
kemacetan ini kecantikan masih berguna?” sekilas menandakan adanya jarak
antara pengendara dengan ibu. Entah itu memang diciptakan sebagai unsur artistik
yang dibangun di balik puisi ataukah memang menandakan bahwa mereka tidak
memiliki hubungan darah. Namun, yang jelas, di luar semua itu, unsur urbanitas
merupakan tanda yang menonjol di dalam puisi ini.
c. Makna Mitos dalam Puisi “Kemacetan Tercinta”
Gambaran suasana klakson dan jam pulang kerja pada malam hari adalah
gambaran dari kehidupan pekerja-pekerja di wilayah urban. Di mana wilayah
tersebut adalah penggerak bisnis dan ekonomi, sehingga terciptalah perputaran
uang. Dalam masa kini, puisi memang tak dianggap begitu krusial dalam berbagai
lini kehidupan, tetapi di dalam puisi—khususnya puisi “Kemacetan Tercinta”—ini
dikembangkannya imaji urban cukup menandakan hubungan antara karya sastra
dengan lingkup sosial yang aktual dan yang ada di sekitarnya.
1. Penanda 2. Petanda
Macet Tersendatnya lalu lintas
3. Tanda Denotatif
Macet penyebab tokoh ibu terlambat untuk pulang
4. Penanda Konotatif 5. Petanda Konotatif
Pembuka obrolan antara supir dan ibu. Perbincangan urban dan politik
6. Mitos
Representasi Urban
Tabel Puisi 1
2. Puisi “Pisau”
Puisi “Pisau” merupakan salah satu karya Joko Pinurbo yang ditulis pada
tahun 2016 dan terkumpul dalam Buku Latihan Tidur. Di dalam puisi “Pisau”
hanya terdapat satu bait yang berisi dua baris puisi. Berikut deskripsi puisi
“Pisau” karya Joko Pinurbo.
“Pisau”
Ia membungkus pisau dengan namaMu.
Ia ingin melukai Kau dengan melukaiku.
Berikut adalah hasil analisis dari puisi “Pisau” kaya Joko Pinurbo.
Pada baris pertama puisi tersebut, muncul makna denotasi yaitu sosok ‘ia’
membungkus pisau dengan mengatasnamakan nama sosok ‘Kau/ -Mu’. Kata ‘ia’
secara denotatif bermakna kata ganti orang ketiga. Kata membungkus pisau pada
baris pertama dapat dimaknai secara denotatif sebagai kegiatan melapisi pisau
dengan sesuatu lain, seperti sarung pisau, dengan tujuan untuk menyimpan pisau
tersebut secara aman. Kata pisau secara denotatif bermakna piranti manusia
berwujud benda tajam yang digunakan untuk memotong atau membelah sesuatu.
Kata ‘-Mu’ secara denotatif bermakna kata ganti milik orang kedua.
Pada baris kedua puisi tersebut, muncul makna denotasi yaitu sosok ‘ia’
memiliki niat untuk menyakiti sosok ‘Kau’ dengan cara menyakiti sosok ‘-ku/
aku’. Kata melukai secara denotatif bermakna kegiatan menyakiti atau melakukan
sesuatu terhadap orang, hewan, atau tumbuhan dengan maksud membuat terluka
atau merasakan sakit. Kata Kau secara denotatif bermakna kata ganti orang kedua.
Kata -ku dalam kata melukaiku bermakna denotatif sebagai kata ganti milik orang
pertama.
Jadi, makna denotatif pada puisi “Pisau” adalah sesuatu yang disimbolkan
dengan kata ‘ia’ membungkus pisau itu atas nama sesuatu yang dilambangkan
dengan kata ‘-Mu’. Kemudian, ‘ia’ berniat menyakiti sosok yang disimbolkan
dengan kata ‘Kau’ dengan cara melukai sosok ‘-ku’. Pada baris pertama dan baris
kedua puisi “Pisau” terdapat penanda, yaitu terletak pada kata ia, membungkus,
pisau, namaMu, ingin melukai, Kau (merujuk pada namaMu), serta -ku. Adapun
jika dilihat dari letak sudut pandang pengarang, puisi “Pisau” menggunakan sudut
pandang orang pertama pelaku sampingan karena sosok ‘ia’ (mengacu pada kata
ganti orang ketiga: dia/ ia) lebih ditonjolkan pengarang sebagai pelaku utama
daripada sosok ‘-ku’ (mengacu pada kata ganti orang pertama: aku).
Jadi, makna konotasi pada puisi “Pisau” ialah tindakan suatu kelompok
agama tertentu yang kerap kali menyakiti kelompok masyarakat lain yang berbeda
suku, agama, ras, maupun golongan dan berdalih tindakannya itu benar dengan
mengatasnamakan ajaran suatu agama.
c. Makna Mitos dalam Puisi “Pisau”
Hal tersebut bertentangan dengan esensi dari ajaran agama manapun, bahwa tidak
ada satu pun agama yang menghalalkan manusia untuk menyakiti sesama
manusia. Adapun makna dari puisi “Pisau” sangat relevan dengan apa yang terjadi
di kehidupan masyarakat masa kini.
“Hati Jogja”
Dalam secangkir teh
ada hati Jogja yang lembut meleleh.
Dalam secangkir kopi
ada hati Jogja yang alon-alon waton hepi.
Dalam secangkir senja
ada hati Jogja yang hangat dan berbahaya.
Berikut adalah hasil analisis dari puisi “Hati Jogja” kaya Joko Pinurbo.
Senja juga merupakan sebuah kata yang sedang populer saat ini
dikalangan anak muda. Senja menggambaekan sesuatu yang indah yaitu ketika
matahari terbenam dan langit akan berubah warna menjadi jingga. Terbenamnya
matahari yang merupakan peralihan siang ke malam membawa suasana yang
hangat sehingga di waktu senja ini sering digunakan merenung oleh sebagian
remaja untuk memikirkan apa yang sudah, sedang, dan akan terjadi kedepan.
Penggunaan kota Jogja sebagai latar tempat juga merupakan bagian dari
fenomena anak indie, kota Jogja digambarkan begitu romantis sehingga sering
digunakan dalam sebuah karya, misalnya pada puisi yang sedang dianalisis ini
yaitu "Hati Jogja", kemudian ada lagu yang sangat populer karya Adhitya Sofyan
yang berjudul "Sesuatu di Jogja".
Kemudian karena seringnya kata teh, kopi, senja, dan Jogja digunakan oleh
beberapa seniman, kata-kata tersebut menjadi familiar dan sering digunakan oleh
masyarakat luas dalam tulisannya di media sosial
1. Penanda 2. Petanda
Secangkir teh
Keadaan sore hari
3. Tanda Denotatif
Sebuah benda berbentuk bundar salah satu alat rumah tangga yang digunakan
untuk minum. Benda cair yang berwarna coklat menandakan bahwa itu the dan
beda cair berwarna hitam menunjukkan bahwa itu kopi.
Keadaan sore hari dengan ditandai terbenamnya matahari dan warna langit mejadi
jingga,
4. Penanda Konotatif 5. Petanda Konotatif
Dalam secangkir teh - Teh menggambarkan
ada hati Jogja yang lembut rasa yag lebih lembut
meleleh. dibandingkan dengan
Dalam secangkir kopi kopi, menikmatinya
ada hati Jogja yang alon-alon dapat menimbukan
waton hepi. perasaan yang tenang,
Dalam secangkir senja sama halnya dengan
ada hati Jogja yang hangat dan kota Jogja yang penuh
berbahaya.
dengan ketenangan
dan kelembutan
sehingga dapat
membuat hati meleleh.
- Kopi menggambarkan
minuman yang kuat
akan rasanya, dalam
menikmati kopi perlu
berhati-hati karena
sebagian orang tidak
bisa menikmati kopi
dengan mudah. Pelan-
pelan dalam
menikmati kopi akan
menemukan
kebahagiaan tersendiri.
Seperti halnya kota
Jogja, tidak hanya ada
hal-hal yang indah saja
seperti yang
digambarkan oleh
media sosial, Jogja
juga mempunyai
pahitnya, maka dalam
menjalani kepahitan
itu lebih baik pelan-
pelan saja, akan nada
kebahagiaan yang
dating.
- Senja merupakan
waktu peralihan antara
siang ke malam,
pemandangan langit
yang indah membuat
orang senang dan
tenang. Menikmati
senja di kota Jogja
yang terkenal dengan
keromantisannya akan
menambah nilai
kebahagiaan.
6. Mitos
Romantisasi kota Jogja dan fenomena anak indie yang selalu membawa kopi, the,
dan senja dalam tulisannya.
Tabel Puisi 3
“Lubang Kopi”
Jam tiga pagi Waktu Indonesia Bagian Kopi
lampu tidur di matanya menyala kembali.
Hujan tinggal bekas dan kopi sudah menjadi miras.
Senja juga merupakan sebuah kata yang sedang populer saat ini
dikalangan anak muda. Senja menggambaekan sesuatu yang indah yaitu ketika
matahari terbenam dan langit akan berubah warna menjadi jingga. Terbenamnya
matahari yang merupakan peralihan siang ke malam membawa suasana yang
hangat sehingga di waktu senja ini sering digunakan merenung oleh sebagian
remaja untuk memikirkan apa yang sudah, sedang, dan akan terjadi kedepan.
makna yang ditambahkan pada makna denotasi. Pada puisi “Lubang Kopi”,
analisis makna konotatifnya adalah sebagai berikut.
Pada bait ke tiga baris pertama sampai dengan baris kelima menyatakan mengenai
seekor kucing yang bermata ceriang dan manis, kucingnya biru yang dulu hilang
dibalik hujan seperti halnya awan biru yang indah yang hilang setelah hujan
datang.
1. Penanda 2. Petanda
Kopi Buah kopi
3. Tanda Denotatif
Biji bijian yang dapat digunakan sebagai minuman, memiliki cita rasa pahit dan
berwarna hitam.
4. Penanda Konotatif 5. Petanda Konotatif
Jam 3 pagi Waktu Indonesia Bagian Pada bait pertama baris pertama
Kopi.
menyatakan mengenai “Jam 3 Pagi
Lampu tidur di matanya menyala Waktu Indonesia Bagian Kopi”.
kembali. Dalam pemakaian atau penyebutan
Hujan tinggal bekas dan kopi sudah waktu secara normal biasanya WIB
jadi miras. (Waktu Indonesia Barat) atau WIT
(Waktu Indonesia Timur) dan lain
sebagainya yang memang semestinya
digunakan dalam penyebutan waktu.
Namun, dalam puisi “Lubang Kopi”
dinyatakan dengan Waktu Indonesia
Bagian Kopi, waktu merupakan saat
tertentu atau menyatakan melakukan
sesuatu. Pada bait pertama baris
pertama sampai ketiga mememberikan
pernyataan mengenai waktu meminum
kopi dipagi hari jam 3 dan kopi
tersebutlah yang telah membuat
matanya kembali hidup menyala.
6. Mitos
Kopi saat ini banyak digemari oleh masyarakat. Tidak hanya kalangan tua ke atas,
namun muda mudi pun juga menggandrungi kopi. Kopi dapat dipercaya untuk
memberikan kekuatan dalam menahan rasa ngantuk entah diakibatkan oleh
kelelahan atau pekerjaan yang membosankan atau bisa juga karena kekurangan
pola istirahat dalam waktu panjang, hal tersebut banyak diyakini oleh kalangan
penikmat minuman kopi.
Tabel Puisi 4
5. Puisi “Sajak Balsem untuk Gus Mus”
Puisi “Sajak Balsem untuk Gus Mus” merupakan salah satu karya Joko
Pinurbo yang ditulis pada tahun 2016 dan terkumpul dalam Buku Latihan Tidur.
Di dalam puisi “Sajak Balsem untuk Gus Mus,” terdapat enam bait yang berisi
tiga sampai tujuh baris puisi. Berikut deskripsi puisi “Sajak Balsem untuk Gus
Mus” karya Joko Pinurbo.
Pada bait pertama, baris pertama sampai baris keempat memiliki makna
denotatif seperti berikut.
Pada baris pertama dijelaskan bahwa orang gila yang dimaksud penulis
merujuk pada sekelompok orang terlalu serius dalam menjalani hidup sampai-
sampai kehilangan akal sehat atau bisa dibilang tidak bisa menggunakan
logikanya dengan baik sama seperti seorang fakir cinta yang bisa dimaknai yang
benar-benar membutuhkan kasih sayang kalau istilahnya yang kekinian bucin.
Identiknya orang-orang yang diberi label bucin merupakan seseorang yang
terlalu memikirkan mencintai seseorang sampai-sampai ia melupakan dirinya
sendiri.
Pada bait kedua baris kedua dan keempat menggunakan repetisi kata habis
sembahyang pengulangan ini dapat dinegasikan bahwa sembahyang atau ibadah
itu penting yang mana hal itu merupakan hal yang baik, namun dilihat lebih lanjut
terdapat kontradiksi pada frase terus mencaci dan ngajak kelahi kedua hal tersebut
merupakan hal yang tidak bermoral. Pada bait ini penulis berusaaha menunjukan
bahwasannya manusia yang tidak semata-mata berbuat baik saja namun juga bisa
berbuat jahat. Kemudian pada bait ketiga baris ketiga sampai kelima terdapat
makna konotasi
Pada bait keenam ini dapat dimaknai bahwasannya penulis ingin sekali
meneladani sifat Gus Mus, sebab terdapat kata ganti –mu yang ditunjukkan kepada
Gus Mus. Penulis ingin meneladani sifat Gus Mus yang sabar, sederhana, dan legowo.
Melalui puisi Joko Pinurbo berjudul “Sajak Balsem untuk Gus Mus”
terdapat relevansi yang nyata pada kehidupan masa kini yang mana kita melihat
banyak sekali orang mengaku beragama dan percaya akan Tuhan namun saling
memaki atau mencaci. Seperti contoh kejadian Habib Riziq Shihab, Ust. Maheer
dan Nikita Mirzani. Sangat disayangkan memang seorang pemuka agama yang
harusnya menjadi contoh teladan yang baik dalam perkataan dan perbuatan
mengatakan sesuatu hal yang tidak baik bersifat memaki dengan menggunakan
berbagai istilah-istilah yang kurang menyenangkan untuk di dengar seperti yang
kita ketahui Habib Riziq juga melakukan hal yang sama saat dia memaki dan
mengucapkan kata-kata yang seharusnya kurang etis diucapkan apalagi saat
kegiatan beragama dan di dengar oleh pengikutnya.
Pengikut Habib Riziq pula melakukan hal yang sama denagn membanjiri
kolom komentar instagram dengan memaki Nikita Mirzani. Hal ini sungguh miris
rasanya melihat bahwasannya kita perlu memilah mana yang baik untuk ditiru dan
mana yang bukan. Tuhan mengajarkan hal-hal baik melalui utusan nabi dan kitab
suci, maka dari itu jangan menjadikan agama hanya sebagai rutinitas saja namun
perlu tanpa memaknai hal-hal baik dan mempraktekkannya dalam kehidupan
nyata.
Selain itu juga banyak sekali kasus penistaan agama atau kelompok
masyarakat tertentu seperi kejadian di Sulawesi tengah mengenai pembakaran gereja,
dan pembunuhan beberapa jemaat gereja. Hal tersebut dikecam oleh banyak pihak.
Padahal Indonesia terdiri dari berbagai kepercayaan, suku, dan ras yang harus saling
memumpuk rasa toleransi satu sama lain. Jangan sampai hanya karena membela satu
kepentingan atau kelompok tertentu kita justru menyakiti sesama manusia yang lain
dan memecah belah persatuan.
1. Petanda 2. Penanda
Akhir-akhir ini banyak/ Konsep mengenai orang gila yang
orang gila baru berkeliaran, Gus// berkeliaran bebas tanpa pengawasan
Habis sembahyang terus mencaci// di kehidupan.
Habis mencaci sembahyang lagi// Melakukan sesuatu hal yang baik
Habis sembahyang ngajak kelahi// namun mengulangi kesalahan yang
buruk
3. Tanda Denotatif
Wujud seorang manusia yang tidak memiliki akal sehat sedang berkeliaran di
jalanan
4. Penanda Konotatif 5. Petanda Konotatif
Seseorang dengang wujud manusia Konsep tentang manusia yang terlalu
sebenarnya tapi tidak mampu berpikir serius memikirkan duniawi hingga
layaknya orang normal pada kehilangan akal sehatnya, dan lupa
umumnya akan kodratnya sebagai seorang
manusia yang bermoral.
6. Mitos
Wujud manusia dengan pakaian compang-camping layaknya orang gila karena
terlalu stress memikirkan masalah duniawi secara riil.
PENUTUP
Simpulan
Joko Pinurbo sebagai seorang penyair terkemuka di Indonesia hadir dengan berbagai
karya-karyanya dengan gaya bahasa sederhana namun sarat makna. Bahasanya yang
mudah dipahami yang direlevensikan dengan objek nyata dalam kehidupan
menjadikan setiap karyanya seperti pada antologi puisi “Buku Latihan Tidur” terasa
sangat dekat dengan realita kehidupan saat-saat ini. Ada beberapa yang bahasa yang
memeberikan kesan jenaka namun sebenarnya ada sebuah pesan yang begitu dalam
yang ingin disampaikan oleh Joko Pinurbo kepada setiap pembacanya. Penulisan
puisi dalam buku ini divariasi oleh istilah-istilah yang umum kita ketahui sehingga
pemahaman dalam pembacaan pertama dapat langsung ditangkap tetapi ada juga
beberapa puisi yang dituliskan dengan simbolsimbol yang diperlukan pembacaan
lebih mendalam agar dapat memaknai setiap makna denotasi dan konotasi yang
diungkapkan penulis kepada setiap pembaca
DAFTAR PUSTAKA
ANTARA. 2020. “Alasan Korban Selamat Serangan Teroris Sigi Enggan Pulang”
(https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/alasan-korban-selamat-
serangan-teroris-sigi-enggan-pulang-ke-rumah-f7Gq) diakses pertama kali
pada 3 Desember 2020 pukul 13:46 WIB.
Barthes, Roland. 2010. Imaji Musik Teks: Analisis Semiologi Atas Fotografi,
Iklan, Film, Musik, Alkitab, Penulisan dan Pembacaan Serta Kritik Sastra.
(Diterjemah oleh Agustinus Hartono). Yogyakarta: Jalasutra.
Briantika, Adi. 2020. “Di Balik Pembunuhan di Sigi & Biadabnya Teroris MIT
Ali Kalora” (https://tirto.id/di-balik-pembunuhan-di-sigi-biadabnya-
teroris-mit-ali-kalora-f7AE) diakses pada 3 Desember 2020 pukul 14:11
WIB.
Larasati, Rahma Yafi. 2019. “Diksi, Gaya Kalimat, dan Citraan dalam Kumpulan
Puisi Buku Latihan Tidur Karya Joko Pinurbo: Kajian Stilistika dan
Semiotika serta Relevansinya dalam Pembelajaran di SMA.” Skripsi.
Tidak Diterbitkan. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pinurbo, Joko. 2019. “Buku Latihan Tidur” Kumpulan Puisi Joko Pinurbo.
Cetakan Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1987. Pengkajian Analisis Sastra Norma dan Analisis
Struktur dan Semiotik. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press.