Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH

“AYATULLAH KHOMEINI”

Mata Kuliah: Kajian Politik Timur Tengah


Dosen Pengampu : Moh. Iqbal Bulgini, S.S., M.Si

Disusun oleh kelompok 6 :

1. Femia Chandra Adilla (U20183020)


2. Amelia Rachmi Maulidah (U20183041)
3. Fatimatus Zahro (U20183052)

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
2020
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur senantiasa tercurahkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya yang berupa iman dan kesehatan sehingga akhirnya penyusun memiliki
kemudahan dan kesempatan dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Dan tidak
lupa pula shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda besar kita Nabi Muhammad
Shalallahu Alaihi Wasallam, yang darinya semoga syafaatnya selalu mengalir kepada kita kelak.
Makalah yang berjudul “Ayatullah Khomeini” ini disusun guna memenuhi tugas mata
kuliah “Kajian Politik Timur Tengah” dengan dosen pengampu beliau Moh. Iqbal Bulgini, S.S.,
M.Si. Adapun menyinggung mengenai tema pembahasan kali ini beliau Ayatullah Khomeini
adalah seorang pemimpin spiritual ulama, sekaligus pemimpin politik yang sangat dihormati di
Iran. Imam Khomeini adalah salah satu tokoh terpenting di balik revolusi Iran dan kelahiran
Republik Islam Iran. Karena perannya dalam memimpin revolusi Iran, Imam Khomeini pun
ditunjuk sebagai Pemimpin Revolusi Islam, sebagaimana tercantum dalam konstitusi Iran yang
disahkan pada bulan Desember 1979. Salah satu gagasan paling menonjol dalam pemikiran
politik Imam Khomeini adalah idenya tentang Wilayatul Faqih (tata kelola faqih).
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit kendala yang penyusun lalui. Dan
penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang sudah membantu dalam
proses penyusunan makalah ini berkat dorongan semangat dan bantuan yang diberikan sehingga
penyusun bisa menghadapi kendala-kendala dalam penyusunan makalah.
Penyusun menyadari dari makalah yang sudah sedemikian rupa disusun masih memiliki
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran selaku dari pembaca sendiri akan penyusun
terima guna menjadikan makalah ini menjadi lebih baik di massa yang akan datang. Dan
penyusun berharap makalah ini dapat berguna bagi kalangan akademis yang utamanya terkait
pembahasan politik di timur tengah.

Banyuwangi, 17 Oktober 2020

Penyusun

ii
Daftar Isi

Cover...............................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
Daftar Isi…………………………………………………………………………………….......iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................................2
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................3
A. Biografi Ayatullah Khomeini............................................................................................3
B. Kondisi Sosial Politik Pra Revolusi Iran..........................................................................15
C. Revolusi Iran.....................................................................................................................19
D. Konsep Pemikiran Politik Ayatullah Khomeini................................................................26
E. Perkembangan Gagasan Ayatullah Khomaeni..................................................................35
BAB III PENUTUP....................................................................................................................42
A. Kesimpulan.......................................................................................................................42
B. Saran.................................................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................43

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara-negara di Timur Tengah merupakan negara yang mayoritas penduduknya
beragama Islam. Tetapi diantara sekian banyak negara Islam di Timur Tengah, yang
menyatakan dirinya secara tegas sebagai negara 'Islam' dalam konstitusinya adalah
negara Iran. Iran telah memproklamirkan dirinya dengan nama Republik Islam Iran.
Keberadaan negara Republik Islam Iran seperti sekarang ini, kiranya tidak terlepas dari
peran.yang telah dimainkan oleh Imam al-Khumaini atau Ayatullah Khomeini.
Revolusi Iran yang terjadi pada tahun 1979, dan akhirnya menggulingkan
pemerintahan Shah Pahlevi yang mana beliau dalam pemerintahannya dianggap tidak lagi
berpihak pada ajaran Islam, dan lebih banyak memihak terhadap Barat dan banyak
penyelewengan lainnya. Oleh karena itu, beliau AI-Khomaeni menjadi demikian kuat
kedudukannya dalam pembentukan negara Republik Islam. Kekuatan Imam al-Khomeini
barangkali tidak bisa dilepaskan juga dengan sejarah panjang perjalanan umat Syi'ah itu
sendiri, baik di Iran maupun umat Syi'ah secara keseluruhan.
Salah satu gagasan paling menonjol dalam pemikiran politik Imam Khomeini
adalah idenya tentang Wilayatul Faqih (tata kelola faqih) yang pada dasarnya menuntut
kepemimpinan pada umumnya, termasuk kepemimpinan politik, harus berada di tangan
yang terpercaya. Pemikiran politik Imam Khomeini tentang Wilayatul Faqih yang
menjadi bagian terpenting dalam struktur politik Republik Islam Iran adalah menekankan
pada imamah yang didefinisikan sebagai kepemimpinan religius dan politis serta
dilakukan oleh faqih. Wilayatul faqih merupakan kelanjutan dari doktrin Imamah dalam
teori politik Syiah khususnya Syiah Imami.
Struktur ini bukanlah ide baru dalam pemikiran kalangan Syi'ah. Imam Khomeini
yang kemudian mengembangkan dan mempraktikkan wilayatul faqih ke dalam sistem
pemerintahan modern Iran. Dalam menerapkan gagasannya, Imam Khomeini berhasil
menggabungkan struktur pemerintahan religius dengan institusi demokrasi.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah biografi dari Ayatullah Khomeini dan kondisi sosial politik pra
Revolusi Iran?
2. Bagaimanakah konsep pemikiran politik dari Ayatullah Khomeini ?
3. Bagaimanakah perkembangan gagasan dari Ayatullah Khomeini?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui biografi dari Ayatollah Khomeini dan gambaran kondisi sosial
politik yang terjadi pra Revolusi Iran
2. Untuk mengetahui dan memahami konsep pemikiran politik dari Ayatullah Khomeini
3. Untuk mengetahui dan memahami perkembangan gagasan Ayatullah Khomeini

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. BIOGRAFI AYATULLAH KHOMEINI


a. Keluarga dan Masa Kecil
Beliau memiliki nama lengkap Sayid Ruhullah Musawi Khomeini yang dikenal di
negaranya Iran dengan nama Imam Khomeini (‫ني‬DD‫ام الخمي‬DD‫) اإلم‬. Beliau lahir pada 24
September 1902 dan meninggal pada 3 Juni 1989. Dikenal di dunia Barat sebagai
Ayatullah Khomeini. Ayatullah Khomeini memiliki nama kecil yakni Ruhullah,
sedangkan nama aslinya ialah Ruhullah Musavi (Musawi) Khomeini, sebutan nama
Khomeini sendiri sebenarnya diambil dari nama kota kelahiran beliau yakni di Khomein.
Di Iran memang ada semacam tradisi menggunakan nama kota/daerah sebagai nama
orang, biasanya dengan menambahkan akhiran”i”. Contoh lain, Rafsanjan menjadi
Rafsanjani, Tehran menjadi Tehrani dan sebagainya. Sedangkan gelar Sayid menunjukan
adanya garis keturunan dari Nabi Muhammad SAW.1 Beliau adalah seorang politikus
Iran, revolusioner, dan ulama. Seorang pendiri Republik Islam Iran dan pemimpin
Revolusi Iran 1979, yang menyaksikan penggulingan Shah Iran terakhir, yakni
Mohammad Reza Pahlevi, dan akhir dari monarki Persia yang berusia 2.500 tahun bisa
diruntuhkan. Setelah revolusi, beliau Khomeini menjadi Pemimpin Tertinggi negara,
sebuah posisi yang dibuat dalam konstitusi Republik Islam sebagai otoritas politik dan
agama tingkat tertinggi bangsa, yang dipegang sampai kematiannya. Kemudian
digantikan oleh Ali Khamenei pada 4 Juni 1989.
Ayatullah Khomeini lahir di Khomein pada tanggal 24 September 1902 di kota
Khomein dekat Isfahan, 30-40 KM dari Teheran, di tempat yang sekarang menjadi
Provinsi Markazi Iran. Khomein adalah sebuah dusun yang berada di Iran Tengah. Beliau
Ayatullah Khomeini dilahirkan dilingkungan dengan sebuah keluarga yang cukup berada
dan religius, nasab keturunannya bermuara pada Imam Musa Al-Kazhim bin Jafar Al-
Shadiq Ibn Muhammad Al-Baqir Ibn Ali Zayn Al-Abidin Ibn Husain Ibn Ali bin Abi
Thalib ra.
1
Fadoil, M. Heri . 2013. Konsep Pemerintahan Religius Dan Demokrasi Jurnal Al-Daulah Hukum Dan Perundangan
Islam Vol.03.No.02 Hal 457

3
Disebutkan pula bahwa keluarga Khomeini merupakan keluarga Sayid Musawi,
yang nasabnya sampai kepada Nabi Muhammad melalui jalur imam ketujuh syiah, Musa
al-Kazhim. Baik ayahnya, Ayatullah Sayyid Mustafa al-Musavi (Musawi) al-
Khomeini,kakeknya Sayyid Ahmad Hindi lahir di kintur, maupun kakek ayahnya, Sayyid
Din Ali Syah, dikenal sebagai tokoh agama yang disegani pada masanya. Keluarga
kakeknya dari jalur ayah beliau adalah keluarga ulama terkemuka, Mir Hamed Husein
Hindi Nesyaburi, yang karyanya, Abaqat Al-Anwar, jadi kebanggan Syiah India. 2 Tidak
hanya dari pihak ayahnya yang berasal dari keturunan ulama-ulama besar, dari pihak
Ibunya-pun mengalir darah ulama terkemuka Syiah, ibunya merupakan Putri dari
Ayatullah Mirza Ahmad, seorang teolog yang dihormati di Iran dari Nishapur atau
Nesyhabur (Iran timur Laut) yang bermigrasi ke Kashmir di mana kemudian ia menetap
untuk selamanya. Ibunya, Hajar, adalah anak dari Mirza Ahmad Mujtahid Khuwansari,
seorang guru madrasah di Najf dan Karbala.
Pada tahun 1830, Sayyid Musawi meninggalkan India untuk pergi berziarah ke kota
Suci Najaf, kemudian di kota Najaf beliau bertemu dengan seorang saudagar kaya yang
berasal dari Khomein, oleh saudagar kaya tersebut, Sayyid Musawi ditunjuk sebagai
pembimbing spiritual, Sayyid Musawi pun pergi ke Khomein. Di dusun Khomein inilah
Sayyid Musawi menikahi seorang putri dari Tuan rumahnya, yang bernama Sakinah, dari
pernikahannya tersebut beliau dikaruniai empat orang, salah satunya yakni Mustafa yang
lahir pada 1856. Kemudian Sayyid Mustafa menikah dengan Hajar (Agha Khanum), dan
dikaruniai enam orang anak, salah satunya adalah Ruhullah Khomeini.3
Sayyid Mustafa, adalah salah satu ulama terpandang dilingkungan Syiah, beliau
merupakan murid Muhammad Taqi Mudarrisi dan Mirza Hasan Syirazi. Sifat alimnya,
concern atau peduli kepada dhuafa, serta keberanian dan sikap konsekuen pada sesuatu
hal yang diperjuangkannya, terbukti nantinya Ayatullah Khomeini memiliki kepedulian
kepada orang yang dianggap lemah tidak berdaya. Sayangnya tujuh bulan setelah
kelahirannya, Ruhullah Khomeini kecil harus kehilangan ayahnya, karena ayahnya
adalah seorang penentang rezim tirani dinasti Qajar, ayahnya dibunuh oleh agen rahasia
penguasa Qajar pada 1903 di umur yang ke 42 tahun terbunuh karena perjuangannya

2
Rahnema,Ali Rahnema. 1996. (Terj). Ilyas Hassan Para Perintis zaman baru. (Bandung : Mizan anggota IKAPI) Hal
70
3
Lbid hal 71

4
membela kaum tani dari kesewenang-wenangan tuan tanah kaya. Ia terbunuh di tangan
Walikota Khomein yaitu Ja’far Quli Khan saat memprotes pemerasan pajak yang tidak
adil, serta praktek penindasan yang dilakukan aparat Dinasti Qajar di daerahnya tersebut
merasa tidak senang atas keberadaan dan sikap Sayyid Musthafa dalam membela kaum
yang lemah. Waktu itu Sayyid Mustafa sedang dalam perjalanan menuju ibukota provinsi
Arak untuk menemui Gubernur Adhuh al-Sultan, guna melaporkan situasi yang tidak
aman di kota Khomayn, jenazah Sayyid Mustafa segera di bawah ke Najaf. Para Ulama
Taheran, Arak, Isfahan, Golpaygan, dan Khumayn, mengadakan upacara untuk
mengenang kematiannya. Dengan meninggalnya seorang keluarga yang dicintainya
beliau menjadi yatim sejak masih kecil.
Setelah kehilangan ayahnya, Ruhullah kecil diasuh oleh ibunya Hajar Agha
Khanum dan bibinya Sahiba. Sejak kecil Ruhullah Khomeini merupakan anak yang
energik, kuat, pemberani dan bersemangat dalam hal apapun. Tak heran apabila Ruhullah
sejak kecil sudah mengenyam pendidikan agama dari keluarganya, karena hal ini
didukung dengan latar belakang lingkungan keluarga yang religius. Ia dibesarkan oleh
ibunya, Hajar Agha Khanum, dan bibinya Sahiba setelah pembunuhan ayahnya.
b. Pendidikan
Sebagai seorang syiah, Khomeini hidup dan besar dalam tradisi keagamaan Syiah.
Masa kecil dan remajanya Khomeini mulai belajar bahasa Arab, Syair Persia dan
Kaligrafi di sekolah negeri dan di Maktab, tempat menulis dalam bahasa Arabnya,
sebenarnya merupakan tempat membaca di Iran. Seorang Mullah tua atau wanita
setempat mengajarkan abjad dan pelafalan huruf-huruf arab. Anakanak duduk dilantai,
dan menirukan apa saja yang dikatakan oleh guru. Displin di Maktab sangatlah keras.
Kalau diukur dengan standar dewasa ini, hukuman untuk salah menghapalkan kata-kata
Al-Quran disana amat keras. Penderitaan anakanak di Iran di Maktab lazim diketahui
orang.4
Seperti anak-anak lain, Khomeini diajar menghafal beberapa surah terakhir Al-
Quran dan beberapa frase serta kata Arab tentang Nabi dan para Imam. Selain berbagai
buku riwayat hidup para Imam dan sebuah buku hadist Nabi Muhammad, diajarkan pula
sejarah versi Syiah. Misalnya, ada kenyakinan bahwa Nabi maupun keluarga Nabi
4
Rahnema. Ali. 1995. Para Perintis Zaman Baru Islam. Diterjemahkan dari Pionerers Of Islamic Revival (Bandung :
Mizan) Hal 70.

5
(termasuk para Imam Syiah) wafat secara tidak alamiah. Ini ditunjukkan oleh perkataaan
yang dinisbahkan kepada para Imam Syiah, “ kami kalau tidak diracun, ya dibunuh.
”Perjuangan antara kebenaran dan kebatilan ini, atau melihat segalanya dalam hitam dan
putih, membekas pada jiwa dan pikiran Khomeini.5
Ketika masih anak-anak, ia sering melukiskan perasaanya yang memprihatinkan
kondisi masyarakat sekitar dalam coret-coret buku gambarnya. Perasaan itu semakin
dalam ia rasakan sejalan dengan perjalanan waktu. Dalam salah satu bukunya yang ia
tulis ketika masih berusia antara 9 dan 10 tahun ia mengekspresikan kegalauannya: “
Dimanakah kecemburuan Islam ? Atau Dimanakah Gerakan Kebangsaan? kepada bangsa
Iran, Imam Khomeini menulis “ Wahai bangsa Iran, Iran terancam petaka atau Negara
Daryush dijarah bangsa Nicholas ”.6
Menjelang dewasa, Khomeini mulai belajar agama dengan lebih serius. Ketika
berusia lima belas tahun, dia mulai belajar tata bahasa Arab kepada saudaranya, Mirtaza,
yang belajar bahasa arab dan teologi di Isfahan. Khomeini tekun belajar, punya bakat
khusus dalam menulis dan menyusun syair persia. Dia banyak belajar syair klasik,
dengan penekanan setidak-tidaknya pertama-tama pada syair moral dan etika seperti
klasik besar Golistan Sa’di (Taman Mawar). Nader-e Naderpour, seoarang penyair, Iran
kontemporer yang bertemu Khomeini pada awal 1960-an di Qum, berkata: “Kami
membacakan syair selama empat jam. Setiap baris pertama yang saya bacakan dari
seorang penyair, dia membacakan baris keduanya”. Khomeini juga memperhatikan minat
pada kaligrafi Persia, mempelajarinya dari seorang syaikh yang bernama Hamzah
Mahallati. Inilah kecakapan yang dipraktikannya, bahkan ketika sudah tua.7
Menginjak usia remaja, Ayatullah Khomeini sanggup mengingat beratus-ratus versi
dari puisi-puisi yang berbeda-beda. Baik puisi yang bertemakan klasik maupun puisi
keagamaan, di masa itu juga Ia dapat membedakan makna puisi yang satu dengan makna
puisi yang lainnya. Ayatullah Khomeini dikenal sebagai seseorang yang bersahaja.
Pakaian yang ia kenakan hanya seperti pakaian yang lazim rakyat biasa pakai, bahkan
Khomeini tidak mau bermewah-mewahan. Hal ini dapat dipahami bahwa Ayatullah
5
Lbid hal 70
6
Iqbal,Muhammad.2010. Pemikiran Politik Islam Dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer( Jakarta : Fajar
Interpratama Mandiri ). Hal 231
7
Rahnema, Ali. 1995. Para Perintis Zaman Baru Islam Diterjemahkan dari Pionerers Of Islamic Revival (Bandung :
Mizan) Hal 71.

6
Khomeini adalah seorang zahid yang tidak suka pada kemewahan duniawi. Oleh karena
itu, pada suatu saat Ia condong tertarik kepada Filsafat dan ‘Irfan. Selama masa
remajanya, Ia juga menciptakan puisi-puisi bertema agamis, politik dan sosial. Kumpulan
puisinya diterbitkan setelah Khomeini wafat, berupa tiga buah koleksi, The Confidant,
The Decear Of Love, dan Turning point & Divan. Salah satu puisinya yang terkenal
adalah “Mass of The Drunk”.8
Sekitar lima bulan kemudian, Khomeini yang pada saat itu sedang belajar
Motawwal, sebuah buku retorika dan semantik mengikuti jejak Ha‟eri pergi ke Qum, dan
tinggal di sekolah teologi dekat tempat suci itu. Salah seorang guru pertama Khomeini di
tempat tinggal barunya adalah Muhammad Reza Masjed Syahi. Dari Syahi inilah dia
belajar retorika dan syair. Dan karena Syahi ini pula Khomeini mulai tertarik kepada
topik baru teori evolusi Darwin yang digunakan oleh kaum sekuler anti-ulama untuk
mencela dan mengejek ulama. Masjed Syahi adalah salah satu diantara banyak Mullah
yang berupaya membantah Darwin. Khomeini segera mempelajari dan mendiskusikan
buku gurunya, Kritik Terhadap Filsafat Darwin.
Khomeini menyelesaikan studi fiqih dan ushul dengan seorang guru dan Kasyan,
yang sebelas tahun lebih tua darinya, yaitu Ayatullah Ali Yasrebi Kasyani (meninggal
1959). Pada awal 1930-an, Khomeini menjadi Mujtahid dan menerima ijazah untuk
menyampaikan hadist dari empat guru terkemuka. Yang pertama dari keempat guru itu
adalah Muhsin Amin Ameli (W. 1952), seorang ulama terkemuka dari lebanon. Imam
Musa Shadr menggantikan kedudukan Amin sebagai pemimpin Syiah lebanon. Guru
kedua adalah Syaikh Abbas Qumi (W. 1959), ahli hadist terkemuka dan sejarahwan
Syiah. Qumi adalah penulis yang tulisannya sangat digemari di Iran modern. Bukunya
yang berjudul Mafatih Al Jinan (Kunci Surga), diberikan kepada setiap suka relawan
perang setelah revolusi. Guru ketiganya adalah Abdul Qasim Dehkordi Isfahani (W.
1934) seorang Mullah terkemuka di Isfahan. Guru keempatnya adalah Muhammad Reza
Masjed Syahi (W. 1943) yang datang ke Qum pada 1925 karena protes menentang
kebijakkan anti-Islam Reza Syah.9
Setelah mempelajari Filsafat, Khomeini mulai mempelajari Tasawuf. Dia terutama
tertarik kepada Syarh-i Fushush, sebuah ulasan oleh Syarafuddin Dawud Qaisari (W.
8
Sihbudi, M. Riza. 2007. Menyandera Timur Tengah (Jakarta : Mizan Publika) Hal 67.
9
Lbid hal 73

7
1350) atas Fushush Al - Hikam, salah satu karya Ibn al-Arabi yang memaparkan secara
mistis sifat-sifat Allah yang tercermin dalam sifat para Nabi sejak Nabi Adam hingga
Nabi Muhammad SAW. Pada 1937, Khomeini menulis ulasan mengenai Fushush
tersebut.
Ada puluhan karya Khomeini yang menyangkut dalam berbagai bidang seperti
irfan, akhlak, kalam politik, dalam ushul dan fiqh, ada 20 Karyanya. Selain itu sejumlah
kesimpulan Fatwa atau kuliah umum yang disusun oleh para muridnya, kemudian
kumpulan pilahan pidato, surat, wawancara, dan pernyataan-pernyataan. Yang muncul
selama sebelas tahun terakhir sejak kemenangan Revolusi Islam Iran.10 Karya-karya
Imam Khomeini yang membahas, irfan antara lain Syarh Du’ a al - Sahar atau Mukhtar Fi
Syarrh al – Du’ a al - Muta’ Alliq Bi Al Sahar dan Musbah al - Hidayah Fi al - Khilafah
Wa al – Wilayah.11 Serta Kasyf al-Asrar dan Valayat-i Faqih merupakan dua karya
Khomeini yang terpenting, dalam hubungannya dengan pemikiran Ilmu Kalam dan
politiknya. 12
c. Keterlibatan Dalam Politik
Ketokohan al-Khumaini dalam dunia politik baru dikenal sepeninggalnya al-
Burujirdi (1961). Sebelumnya ia mengikuti garis politik al-Burujirdi, yang menduduki
kepemimpinan ulama Qum setelab aI-Raid (w. 1935). Pada masa al-Burujirdi, al-
Khumaini adalah pembantu dekatnya 13
Aktifitas politik al-Khumaini pada tahun 1960-an, menurut bukan hanya merupakan
aksi sosial yang melibatkan ulama, tetapi jelas merupakan protes politik, sebagai terlihat
dalam kritik-kritik yang dilontarkannya. Protes politiknya terlihat pada usaha menentang
otokrasi Shah, masalah korupsi, kepincangan sosial dan ketidak-adilan, diminasi asing,
pemberian hak suara bagi kaum wanita dan kebijakan pemilikan tanah oleh pemerintah.14
Pada tanggal 3 Juni 1963, bertepatan dengan 10 Muharram, yang merupakan hari
ritual kaum Syi'ah paling emosional. Imam al-Khumaini mengungkapkan dalam
10
Syam, Firdaus . 2010. Pemikiran Politik Barat, Sejarah Filsafat, Ideologi Dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Ke - 3
( Jakarta : Bumi Aksara) Hal 348
11
Sari, Rahayu Manda. 2017. KONSEP WILAYATUL FAQIH DALAM SYIAH MODERN (Analisis Pemikiran khomeini).
Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Sumatera Utara. Hal 48
12
Sudrajat, Ajat. 1996. IMAM AL-KHUMAINI DAN NEGARA REPUBLIK ISLAM IRAN. Jurnal Cakrawala Pendidikan
Nomor 1, Tahun Xv, Februari. Hal 38
13
Esposito, John L. 1987. Dinamika Pembangunan Islam. Jakarta :Rajawali Press. Hal 182
14
Nasution, Harun,dan Azyumardi Azra. 1985. Perkembangan Modern Dalam Islam. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia. Hal 181

8
pidatonya penyangkalan tuduhan sementara yang ditujukan kepada kaum ulama sebagai
golongan reaksioner, bahwa kaum ulama ingin kembali ke zaman pertengahan dan bahwa
golongan ulama menentang modernisasi. Ia juga menuntut peranan Islam dalam
konstitusi. Karena Islam baginya adalab sumber kebebasan dan kebesaran. Ia
menegaskan, penghinaan terhadap ulama sarna dengan penghinaan terhadap Islam . 15
Pernyataan-pernyataan politik al-Khumaini tahun 1960-an, pada intinya tersimpul dalam
dua motif utama. Pertama, tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh rezim Shah
terhadap konstitusi Iran dan pelanggaran sumpah yang diucapkan Shah untuk memelihara
dan melindungi Islam. Kedua, sikap ketergantungan Shah terhadap kekuatan asing,
terutama Amerika Serikat dan Israel.16
Aktifitas politik al-Khumaini ternyata berpengaruh terhadap masyarakat, yang pada
gilirannya menimbulkan demontrasi dan pemberontakan di beberapa kota di Iran. Situasi
ini membawa kepada penahanan al-Khumaini oleh pemerintah. Pada tahun 1964, ia
diasingkan. Mula-mula ke Turki, baru kemudian di perkenankan pergi Najf, Irak dan
terakhir ke Paris tahun 1979. Bagi pemerintah, dengan cara pengasingan ini diharapkan
pengaruh al-Khumaini akan berakhir dan popularitasnya akan surut. Tetapi kenyataanya,
selama dalam pengasingan, ia secara periodik masih mengeluarkan pertanyaan-
pertanyaan mengenai Iran. Pernyataan-pernyataan sampai ke Iran dan membawa
pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan opini publik Iran. Disebutkan misalnya,
soal penyelenggaraan peringatan 25 abad berdirinya kerajaan Jran yang banyak,
menghabiskan biaya dan sistem partai tunggal (partai Rostabliz) buatan Shah (1975-
1978) .17
Peran dan perjuangan Ayatullah Khomeini sebenarnya sudah terlihat ketika Ia
menulis sebuah buku yang berjudul Kasyf al-Asrar, yang merupakan buah kritikan
tajamnya terhadap Shah Reza (ayah Muhammad Reza Pahlevi), disebabkan Shah Reza
mengabaikan pedoman ajaran Islam demi mengadopsi imprealisme, memerintah Iran
secara sewenang-wenang, menjadikan Iran sebagai budak negara asing, menghancurkan
kebudayaan Islam yang sudah melekat pada rakyat Islam dan berlaku sangat kejam
terhadap rakyat Iran.

15
Esposito, John L. 1987. Dinamika Pembangunan Islam. Jakarta :Rajawali Press. Hal 185-189
16
Algar Hamid, dkk. 1984 .Revolusi Islam al-Islamiyah. Teheran AlMaktabah al-Islamiah al-Kubra. Hal 216
17
Lbid hal 214

9
Pada tahun 1942 Khomeini mulai menampakan ketertarikannya dalam bidang
bidang politik. Ia menulis sebuah buku politik yang berjudul Kasful Asrar (Membongkar
Tabir Rahasia) yang isinya sindiran tentang kejadian-kejadian politik Iran di bawah Syah
Reza yang bekerja sama dengan Barat. Buku pertama Khomeini dalam bidang politik
adalah Kasful Asrar (Menyingkap Tabir Rahasia) yang diterbitkan tahun 1942, isinya
sindiran terhadap pemerintahan Syah dan mengopinikan tentang sistem dan pilar-pilar
pemerintahan Islam.18
Diceritakan, pada suatu hari Shah Reza Pahlevi mengunjungi ulama-ulama
Agama di Qum. Semua orang yang ada di tempat tersebut berdiri dan memberi hormat
kepadanya, kecuali Ayatullah Khomeini, yang diam dan tetap duduk dengan tenangnya.
Shah Reza Pahlevi melalui SAVAK, pernah menawarkan uang kepada Ayatullah
Khomeini sebesar US$ 200.000 agar Ia bersedia meninggalkan negara Iran. Dengan
lantang Ayatullah Khomeini menjawab, “Katakan padanya, saya beri dia dua kali lipat
dari uang itu asalkan ia yang pergi dari negeri Iran ! .19
Dari hari ke hari, perselisihan antara Shah Reza Pahlevi dengan para ulama dan
rakyat semakin menunjukan intensitasnya dan menumbuhkan konflik-konflik baru.
Ketika Shah Reza Pahlevi mengumumkan sebuah referendum mengenai “Konstitusi
Putih”-nya, Ayatullah Khomeini dan para ulama memprotesnya, karena kebijakan
Sekonomi itu kurang berhasil dan pendapatan riil untuk semua warga Iran yang tidak
terlibat secara langsung dalam sektor ekonomi modern turun. 20 Protes tersebut semakin
keras ketika para tentara menyerang dan membunuh ribuan para demonstran yang
menentang kebijakan “Revolusi Putih”nya. Setelah kejadian berdarah itu menjadikan
Ayatullah Khomeini ditangkap dan dipenjara selama beberapa bulan. Setelah itu dia juga
sempat menjadi tahanan rumah selama delapan bulan, dan baru diperbolehkan kembali ke
Qum setelah rakyat memprotes dan berdemonstrasi menuntut di bebaskannya Ayatullah
Khomeini.
Pada sekitar tahun 1963, Ayatullah Khomeini tampil sebagai suara anti
pemerintah di antara minoritas Ulama vokal yang menganggap Islam dan Iran tengah

18
Rahnema, Ali. 1995. Para Perintis Zaman Baru Islam, Diterjemahkan dari Pionerers Of Islamic
Revival . Bandung : Mizan, 1995. Hal 82
19
Antonio,Muhammad Syafii. 2012. Ensiklopedia Peradaban Islam Persia, (Jakarta : Tazkia Publishing) Hal 109.
20
Abdullah, Taufik. 2002. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta : Ichtiar Baru van Hoeve) Hal 30

10
terancam bahaya dan kekuasaan mereka melemah, dan yang mendukung keterlibatan
politik ulama. Program modernisasi Barat yang dijalankan Shah Reza Pahlevi (terutama
pembaharuan hukum pertanahan dan hak suara bagi perempuan) dan ikatan erat Iran
dengan Amerika, Israel dan perusahaan-perusahaan multinasional dipandang sebagai
ancaman bagi Iran, kehidupan muslim, dan kemerdekaan Iran. Dari tempat mimbarnya di
Qum, Ayatullah Khomeini menjadi suara oposisi yang tak kenal kompromi melawan
kekuasaan mutlak dan pengaruh asing. Kemudian setelah Khutbah Khomeini, bentrokan-
bentrokan terjadi di Qum 22 Maret 1963 dan Mashad 3 Juni 1963 menyebabkan
Ayatullah Khomeini ditahan pada 4 Juni 1963, sehingga pada 1964 Ayatullah Khomeini
diasingkan ke Turki. Sementara itu demonstrasi-demonstrasi rakyat yang dipimpin oleh
para ulama di kota-kota besar ditumpas dengan kejam.21
Ankara adalah Ibukota Turki yang merupakan tempat pengasingan Ayatullah
Khomeini di luar Iran. Ia diusir ke Turki tanggal 4 November 1964. Ia tinggal di jalan
Attaturk, beberapa hari kemudian, keluarlah larangan bagi Khomeini untuk mengenakan
sorban yang merupakan simbol keagamaan, selama keberadaannya di Ankara, Ia selalu
melakukan surat-menyurat dengan anaknya Sayyid Mustafa di Teheran. Ia tinggal di
Ankara selama delapan hari, di mana para Inteligen Turki mencarikan tempat yang lebih
cocok bagi Ayatullah Khomeini. Seorang tua berusia 62 tahun itu dapat menghabiskan
sisa umurnya dengan suasana tenang, jauh dari keramaian Kota Ankara.
Di saat itulah datang para utusan dari Iran seperti Ayatullah Khunsari dan
Ayatullah Ghulbaigani yang sangat tersentuh dengan kondisi Ayatullah Khomeini
sehingga menangis tersedu-sedu dihadapan Khomeini di saat mendengar Khomeini
dipaksa untuk melepaskan sorban keulamaannya, karenanya Ayatullah Khunsari
mengusulkan agar mengupayakan berbagai cara dan permohonan agar ia kembali ke Iran.
Namun Ayatullah Khomeini menolak tawaran dan usulan tersebut dengan mengatakan :
“Bahwa aku telah mengikat janji antara diriku dan Tuhanku untuk tidak mundur
sedikitpun melawan rezim yang lalim serta menjulurkan tangan untuk menerima
tindakannya yang keji. Kaset-kaset dan pamflet-plamfet berisi pidato Ayatullah
Khomeini mulai diselundupkan ke Iran dan disebarluaskan melalui masjid.

21
Sujati, Budi. 2019. PERAN AYATULLAH KHOMEINI DALAM REVOLUSI ISLAM DI IRAN 1979. Jurnal Rihlah Vol.7 No.
1. Hal 12

11
Ayatullah Khomeini biasa shalat di Masjid Jami’ Olo yang tidak jauh dari tempat
tinggalnya, di situlah ia berinteraksi dengan berbagai orang dan masyarakat Turki. Di
suatu hari dan hari itulah hari Jum’at, Ayatullah Khomeini naik mimbar dan
menyampaikan sebuah khutbah politik dengan bahasa Turki yang baik, sehingga
mengkhawatirkan pihak-pihak berwenang Turki. Ide-ide Khomeini mulai merasuki
pikiran dan hati masyarakat Muslim Turki, sehingga pihak keamanan negara mulai
menampakan kegelisahannya atas keberadaan Ayatullah Khomeini di bumi Turki,
Pemerintahan Turki akhirnya memohon kepada Ayatullah Khomeini untuk meninggalkan
Turki secepatnya. Maka pada bulan Oktober 1965 Ayatullah Khomeini meninggalkan
Turki menuju Irak.
Ayatullah Khomeini tinggal di Najaf, sebuah kota yang didiami oleh mayoritas
kaum Syi’ah. Pada awalnya ia merasa terasing pada pergolakan politik dan terputus dari
orang-orang Iran. Satu-satunya jalan untuk menyampaikan pesan politiknya ke Iran
adalah dengan mengirimkan kaset-kaset dan tulisan-tulisan yang berisi pidatonya melalui
orang-orang Iran yang ke Najaf untuk disampaikan kepada pengikut-pengikutnya di Kota
Suci Qum. Pidato-pidato dan tulisan-tulisan Ayatullah Khomeini sangat dihormati.
Kasetnya tidak hanya dikirim ke Iran, melainkan juga ke Lebanon, Libia, dan beberapa
Negara Arab lainnya. Pada umumnya pidatonya berisi tentang komentar dan kritikannya
mengenai kondisi Iran terkini.22 Ayatullah khomeini selalu memberikan komentar yang
berpihak kepada rakyat Iran, memberi semangat untuk terus melawan, membakar mereka
agar memberontak rezim Shah Reza Pahlevi. Ayatullah Khomeini adalah orang yang
paling berani memprotes secara langsung ketika ribuan orang Iran mati terbunuh akibat
menentang Pemerintah. Kini Ia makin lama makin harum di mata rakyat Iran. Dia
menjadi pemimpin yang paling diharapkan untuk menumbangkan Shah Reza Pahlevi.23
Pada awalnya, dengan kepergian Ayatullah Khomeini, Shah Reza Pahlevi
menganggap bahwa tidak akan ada lagi masalah bagi pemerintahannya. Dalam sebuah
buku yang diterbitkan pada tahun 1976. Dia mengatakan, “Sekarang tidak ada lagi
masalah dengan pemimpin-pemimpin agama di Iran. Khomeini? tidak ada orang yang
mengikutinya kecuali teroris”. Namun, Shah Reza ternyata salah perhitungan. Meskipun

22
Antonio, Muhammad Syafii.2012. Ensiklopedia Peradaban Islam Persia. (Jakarta : Tazkia Publising) Hal 110.
23
Sujati, Budi. 2019. PERAN AYATULLAH KHOMEINI DALAM REVOLUSI ISLAM DI IRAN 1979. Jurnal Rihlah Vol.7 No.
1. Hal 13

12
telah diasingkan, Ayatullah Khomeini tetap melanjutkan perjuangan dari daerah
pengasingannya. Puncaknya, pada tanggal 8 Agustus 1978, terjadi demonstrasi besar-
besaran di Teheran. Tentara menembaki pengunjuk rasa dengan peluru tajam. Ribuan
demonstran meninggal seketika itu juga. Menurut perkiraan, jumlah korban yang tewas
mencapai 4.000 orang. Setelah kejadian tersebut, tepatnya pada tanggal 6 Oktober 1978,
atas desakan Shah Reza Pahlevi, pemerintah Irak harus menyuruh Ayatullah Khomeini
segera meninggalkan Najaf.
Pada awalnya Oktober 1978, Ayatullah Khomeini setelah diperintahkan
meninggalkan Najaf berencana menuju Negara Kuwait. Akan tetapi, pemerintah Kuwait
atas desakan rezim Shah Reza Pahlevi menolak Ayatullah Khomeini memasuki negara
tersebut. Rencana Hijrah ke Lebanon dan Suriah pun sempat dibicarakan, namun setelah
bermusyawarah dengan putranya Sayyid Ahmad, Ayatullah Khomeini akhirnya
memutuskan untuk hijrah ke Prancis. Ia tinggal di kediaman salah seorang warga Iran
yang bermukim di Prancis di Nofel Loshato, sebuah kota kecil di pinggiran Paris,
kemudian pindah ke Neaphele Chateau, desa kecil sekitar 50 KM dari Paris. Ia bekerja
sama dengan kelompok Bani Sadr yaitu kelompok yang menentang Shah Reza Pahlevi
dan sudah menetap di Paris sejak tahun 1960 setelah diusir karena aktifitas menentang
Shah Reza Pahlevi.
Setelah kedatangan Ayatullah Khomeini, para pejabat Prancis menyampaikan
pandangan Presiden Negaranya kepada Ayatullah Khomeini yang berisi desakan untuk
menjauhi segala bentuk aktifitas politik selama menetap dan tinggal di Prancis. Aksi
desakan tersebut, Ayatullah Khomeini secara lantang menegaskan bahwa pembatasan
semacam itu bertentangan nyata dengan slogan demokrasi yang selama ini didengung-
dengungkan oleh Prancis. Ia bahkan menyatakan tidak akan berhenti memperjuangkan
cita-citanya meski harus berpindah-pindah dari satu bandara ke bandara lainnya.
Perjuangan Ayatullah Khomeini mencapai klimaknya setelah kediktatoran Shah
Reza Pahlevi hilang ditelan bumi. Pada tanggal 31 Januari 1979, jam 01:00 pagi waktu
Prancis, Ia meninggalkan tanah Napoleon Bonaparte untuk selamalamanya dan kembali
ke tanah air yang telah ditinggalkan selama 15 tahun. Kedatangan Ayatullah Khomeini
disambut dengan histeris oleh jutaan rakyat Iran di Bandara Internasional Mehrabad
Teheran, ratusan wakil suku bangsa dan agama yang berbeda-beda, seperti Islam,

13
Kristen, Yahudi, Zoroaster, wakil-wakil partai politik yang bersimpati, menyambut
kehadirannya yang selama ini ditunggu-tunggu oleh rakyat Iran. Mereka mendambakan
dan menjabat tangannya sebagai bentuk dukungan terhadap perjuangannya. Kemudian Ia
menyampaikan sebuah pidato yang isinya adalah ucapan terimah kasih kepada semua
orang yang telah ikut berkorban dan berpartisipasi dalam perjuangan menggulingkan
Shah Reza Pahlevi.
Menurutnya perjuangaan sebuah kesuksesan Revolusi adalah pengabdian pada
Allah swt. dan berbuat baik pada makhluknya. Itulah yang tercermin dari kehidupan para
Nabi dan para Imam Ahlul-bait. Mereka hanya mengabdi kepada Allah dan berbuat baik
kepada makhluknya. Keberhasilan menurutnya adalah ketika seorang hamba mengabdi
kepada Allah dan berbuat baik kepada makhlukNya. Jika dilihat dari perjuangan yang
selama ini Khomeini lakukan adalah buah dari hasil kesabarannya selama 15 tahun
setelah diasingkan ke negeri lain.24
d. Kematian
Ayatullah Khomeini wafat pada 3 Juni 1989. Jutaan orang mengantarkannya ke
tempat pembaringan terakhir di pemakaman Behesht-e-Zahra. Kesehatan Khomeini
menurun beberapa tahun sebelum kematiannya. Setelah menghabiskan sebelas hari di
rumah sakit Jamaran, Ruhollah Khomeini meninggal setelah menderita lima serangan
jantung hanya dalam waktu sepuluh hari pada usia 86 tahun sebelum tengah malam. Ia
digantikan sebagai Pemimpin Tertinggi oleh Ali Khamenei. Sejumlah besar warga Iran
turun ke jalan untuk berduka atas kematiannya di depan umum dan di musim panas yang
terik, truk pemadam kebakaran menyemprotkan air ke kerumunan untuk mendinginkan
mereka.
B. KONDISI SOSIAL POLITIK PRA REVOLUSI ISLAM IRAN
Berbicara mengenai revolusi Islam Iran, ada kaitannnya dengan kondisi Iran yang
dipimpin oleh dinasti Pahlevi yaitu Shah Reza (1925-1941) dan anaknya Muhammad
Reza Pahlevi (1941-1979). Pada 1962 Muhammad Reza Pahlevi berusaha untuk
memodernisasi ekonomi Iran melalui Industrialisasi yang dikenal sebagai “Revolusi
Putih” atas dorongan presiden Amerika Serikat John Fitzgerald Kennedy program ini
merupakan program reformasi politik dan sosial, yang di antaranya meliputi pertanian
24
Sujati, Budi. 2019. PERAN AYATULLAH KHOMEINI DALAM REVOLUSI ISLAM DI IRAN 1979. Jurnal Rihlah Vol.7 No.
1. Hal 14

14
(Land Reform), emansipasi wanita dalam pemilu, privatisasi BUMN untuk
mensukseskan pertanian, pengembalian hutan dan ladang kepada rakyat, pemberantasan
buta aksara, dan peningkatan kesejahteraan bagi kaum buruh.25
Program ini sebenarnya merupakan bagian dari proyek kolonialisme baru yang
diterapkan di negara-negara dunia ketiga demi membuka pintu bagi masuknya ekonomi
Barat. Melalui program ini, Amerika Serikat berhasil mengguyur atau memberikan
bantuan Iran dengan penanaman modal di sektor perdagangan dan industri, khususnya
pertanian. Selain itu, pada 1960 Amerika Serikat mengalami surplus hasil pertanian
sehingga perlu untuk diekspor ke luar negeri. Akan tetapi, ekspor ini tidak akan berhasil
tanpa menghancurkan pertanian negara-negara importir. Dampaknya, dalam waktu
beberapa tahun saja, Iran yang dahulu adalah eksportir gandum berbalik drastis menjadi
importir gandum dalam skala yang besar.26
Pada tahun 1960-an, protes dan perlawanan para ulama terhadap pemerintah,
protes tersebut ditujukan kepada berbagai kebijakan yang diterapkan oleh Shah Reza
Pahlevi yang melakukan Revolusi Putih akan tetapi bertentangan dengan visi, misi dan
nilai, persaingan menyangkut kekuasaan dan kekayaan. Program modernisasi yang
berbentuk “revolusi putih” menimbulkan beberapa dampak yang menonjol terhadap
masyarakat Iran, Ia memperbanyak kader intelektual, pegawai, militer, manajer
perusahaan, tenaga kerja ahli didikan Barat atau yang terdidik dalam sistem pendidikan
modern. Sejak awal program tersebut membangkitkan kecemasan ulama yang akhirnya
menimbulkan perlawanan ulama, pedagang tradisional (pedagang Bazari), intelektual
haluan kiri yang menentang konsolidasi kekuasaan Shah Reza Pahlevi, ketergantungan
pada dukungan asing dan beberapa kebijakan yang menimbulkan kemuraman ekonomi
bagi kaum petani dan bagi kelas menengah ke bawah. Lebih lagi, gerakan oposisi
tersebut berusaha keras menentang model pemerintahan rezim Shah Reza Pahlevi yang
sangat otoriter.27
Pada tahun 1971 ditengah kondisi rakyat Iran yang sangat memprihatinkan dan
menyedihkan Shah Reza Pahlevi mengadakan pesta perayaan berdirinya kekaisaran

25
Esposito, John L. 1990. (Terj), Sahat Simamora , Islam dan Pembangunan. ( Jakarta : Rineka Cipta) Hal 147
26
Lbid hal 121
27
Lapidus, Ira M. 2000. (Terj). Ghufron A. Mas’adi, Sejarah Sosial Umat Islam. (Jakarta : Raja Grafindo Persada). Hal
56

15
Persia 2500. Ia mengaggap dirinya sebagai pewaris kekaisaran Cyrus masa kini. Perayaan
ini menelan biaya yang sangat mahal, sekitar 22 Juta US dollar, yang dipusatkan di
Musoleum Cyrus di Persepolis, dekat Syiraz. Makanan, bunga-bunga, buah-buahan, dan
Chef didatangkan khusus dari Paris, Prancis. Lima puluh tenda mewah dan apartemen
dibangun untuk para tamu. Para presiden, raja, dan para pejabat tinggi dari 69 negara
diundang hadir dalam sebuah perayaan super megah ini. Ribuan orang dipekerjakan
dengan mengenakan pakaian khas pada massa Archaemenian dan Sassanian untuk
berparade di hadapan Shah dan para tamunya. Semua ini hanyalah cara Shah Reza
Pahlevi untuk memperlihatkan kekuasaannya.28 Rakyat dan khususnya ulama
melontarkan kritiknya yang begitu tajam yang membangkitkan rakyat untuk melakukan
demonstrasi. Perekonomian negeri jatuh terpuruk, meskipun sebenarnya potensi untuk
meningkat sangat besar. Sementara itu, agen-agen rahasia Iran SAVAK (Sazmani-I
Amniyyat Va itilla ‘at-I Kisyvar) yaitu organisasi negara untuk inteligen dan keamanan
menyiksa dan membunuh setiap orang yang mereka curigai menentang Shah.29
Awal kejatuhan Syah dimulai pada tanggal 9 Januari 1978, ketika siswa teologi
di Qum memprotes artikel dalam surat kabar Iththilat yang menuduh Khomeini tidak
bermoral dan dan melakukan kejahatan terhadap negara. Penulis atas berita tersebut
diduga adalah Menteri Penerangan Daryusy Humayun. Demonstrasi dihadapi dengan
tindakan keras oleh polisi. Beberapa siswa terbunuh. Setiap upacara berkabung berubah
menjadi demonstrasi publik menentang pemerintah, lagi-lagi kembali berhadapan dengan
polisi dan meiliter, sehingga semakin banyak yang menjadi korban. Protes meningkat
tajam sepanjang musim semi dan musim panas pada tanggal 7 September 1978. Syah
menyatakan perang dan melarang demonstrasi. Sayangnya, isi dekrit ini tidak tersebar.30
Atas seruan Ayatullah Khomeini pada 1978, Ia melarang penyelenggaraan
peringatan 15 Sya’ban (hari lahir Imam Mahdi) sebagai bentuk protes terhadap Shah
Reza Pahlevi yang dinilai sewena-wena terhadap rakyat dan menghamburkan uang
negara. Kemudian berkembang menjadi mogok massal dan demonstrasi terhadap
pemerintah. Rezim Shah pun tampaknya mulai kehilangan akal sehingga demi

28
Anis, Muhammad. 2013. Islam dan Demokrasi Persfektif wilayah Al-Faqih. Bandung : AlMizan. Hal 124
29
Qasim A. Ibrahim, Muhammad A. Saleh.2014. (Terj), Zainal Arifin, Buku Pintar Sejarah Islam. (Jakarta : Mizan)
Hal 733-734.
30
Esposito, John L. 2002. Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Cet.II. Bandung: Mizan. Hal 339

16
menyulutkan kelompok oposisi, SAVAK (Sazmani-I Amniyyat va itilla ‘at-I Kisyvar)
atau organisasi negara untuk inteligen dan keamanan, membakar sebuah gedung bioskop
di Abadan pada 9 Agustus 1978. Pintu gedung ditutup dan di kunci dari luar, para
penonton tidak bisa menyelamatkan diri. Akibatnya, sebanyak 377 orang tewas secara
mengenaskan. Kebakaran di Abadan semakin memperumit keadaan dan posisi Shah Reza
semakin terdesak. Ia memilih jalan keluar dengan cara kekerasan, dengan mengangkat
seorang Jenderal Oviso, seorang yang bertanggung jawab atas kudeta terhadap PM
Mossadeq. Pada tanggal 7 September 1978 Shah Reza Pahlevi memberlakukan undang-
undang perang di seluruh Iran, dalam undang-undang tersebut dari jam 6 pagi sampai jam
6 sore rakyat dilarang keluar rumah, bagi yang melanggar langsung ditembak.31
Pada 4 November 1978, darah berceceran di mana-mana tatkala sepuluh ribu
pelajar dan mahasiswa berkumpul di Universitas Teheran untuk berdemonstrasi menuntut
pemerintah melakukan pengadilan atas tragedi Jum’at berdarah yang telah menewaskan
ribuan orang tersebut. Menjelang hari Jum’at 1 Desember 1978, yang bertepatan dengan
1 Muharam, demonstrasi menentang Shah digelar kembali di Teheran dan kota-kota
lainnya.32
Pada 10 Desember 1978 atau yang bertepatan dengan hari ‘Asyura, demonstrasi
digelar lebih besar massanya untuk turun ke jalan-jalan kota. Jutaan massa bergerak
berbarengan sambil berteriak “Mampus Shah” seperti di kota-kota Teheran, Isfahan,
Masyhad, Tabriz dan kota-kota besar lainnya. Berita mengenai aksi heroik ini langsung
menyebar seantero penjuru dunia, yang dianggap sebagai referendum untuk melawan
kekuasaan yang terkenal kejam, otoriter dan anti agama. Sementara itu seluruh tentara
Shah Reza Pahlevi telah bersiap menyambut kedatangan para demonstran dengan
persenjataan militer mereka. Namun kali ini mereka ragu untuk menembakan peluru
tajamnya ke hadapan para demonstran. Bahkan kemudian banyak di antara tentara
pasukan yang membelot dari rezim Shah Reza Palevi dan berbalik mendukung aksi
demonstrasi rakyat. Massa menumbangkan patung raksasa di Kota Isfahan, yang
disambut oleh tembakan tentara dari helikopter, sejumlah ratusan orang tewas dalam
peristiwa berdarah ini.

31
Qasim A. Ibrahim, Muhammad A. Saleh. 2014. (Terj), Zainal Arifin, Buku Pintar Sejarah Islam. Jakarta : Mizan).
Hal 93
32
Antonio, Muhammad Syafii. 2012. Ensiklopedia Peradaban Islam Persia. (Jakarta : Tazkia Publishing) Hal 95

17
Pada tanggal 11 dan 12 Desember 1978, sekitar tiga juta orang berdemonstrasi di
Ibukota Negara menentang pemerintah. Sementara di provinsi-provinsi, jutaan orang
melakukan hal yang sama. Mereka bergerak serentak, sembari meneriakan “Mampus
Shah ! Hidup Khomeini !”. Keadaan tersebut membuat tentara semakin brutal. Mereka
menyerang rakyat dan mengobrak-abrik universitas. Perlawanan rakyat pun semakin
keras. Para dokter yang selama ini dianggap hidup senang dibawah pemerintahan Shah
Reza Pahlevi ikut bergabung dan melakukan pemberontakan terhadap pemerintah.33
Demonstrasi terus digelar seiring dengan datangnya surat dari Ayatullah
Khomeini, “Salamku bagi kalian rakyat Iran yang pemberani”. Kekuatan, tekad dan
slogan kalian telah membuktikan kepada dunia bahwa Shah Reza Pahlevi harus
dilengserkan dari kekuasaan dzalimnya. Dengan referendum yang belum pernah terjadi
sebelumnya ini, sekali lagi kalian telah membuktikan kepada dunia bahwa Shah Reza
Pahlevi tidak didukung oleh rakyat Iran Ada beberapa faktor yang mendorong
keberhasilan rakyat Iran dalam menggulingkan rezim Shah Pahlevi. Pertama, bersatunya
berbagai elemen masyarakat sehingga mampu menimbulkan sebuah gerakan masal.
Berbagai elemen masyarakat yang sebelumnya terpecah, terutama karena perbedaan
ideologi, revolusi dan kontra revolusi penguasaan satu kelas atas ras atas kelas dan ras
lainnya.34 Bisa bersatu karena adanya satu tujuan yaitu menumbangkan rezim Shah Reza
Pahlevi. Berbagai elemen masyarakat tersebut terdiri dari golongan Ulama, Mahasiswa,
Cendekiawan, Profesional, Usahawan/Bisnis, dan golongan Marxis.
Akhirnya, jelas bagi Syah bahwa harus meninggalkan Iran demi stabilitas. Syah
mencoba mengangkat sejumlah orang untuk menjadi perdana menteri dengan peran
Caretaker (pejabat sementara), namun tidak ada yang bersedia. Syahpur Bahtiar seorang
politisi Front Nasional, untuk memungkinkan Syah pergi dari Iran. Pada tanggal 16
Januari 1979, Syah meninggalkan Iran. Amerika Serikat mengutus jenderal Robert
Huyser ke Teheran untuk memastikan dukungan militer Iran atas pemerintahan Bakhtiar.
Akan tetapi, pemerintahan bakhtiar dipastikan lenser sejak awal, karena Khomeini
mengangkat Pemerintahan Revolusioner versi sendiri yang dipimpin oleh seorang politisi
Front Nasional lainnya, Mehdi Bazargan. Bakhtiar tidak pernah berkuasa. Kekuasaan riil

33
Antonio,Muhammad Syafi’I.2012. Ensiklopedia Peradaban Islam Persia. (Jakarta : Tazkia Publishing) Hal 95.
34
Sujati, Budi. Setia Gumilar. 2018. Paul Thompson : The Voice of the Past. Suara dari Masa silam : Teori dan
Metode sejarah Lisan. (UIN Sumatera Utara, Jurnal JUSPI : Jurnal Sejarah Peradaban Islam, Vol 2 No. 2 ) Hal 143.

18
selama bulan Januari dan Februari berada ditangan komisi keliling kaum revolusioner.
Revolusi Iran 1979 memiliki pengaruh yang bersifat global.

C. REVOLUSI ISLAM IRAN


a. Sekilas Tentang Sejarah Negara Iran
Republik Islam Iran (Jumhuri ye Islame ye Iran) adalah sebuah negara
muslim Syiah terbesar di dunia. Nama Iran sudah digunakan sejak era Dinasti Sasania
yang diambil dari bahasa Persia kuno yang berarti, “negara bangsa Arya”. Namun,
hingga tahun 1935, di negeri-negeri lain yang berbahasa Inggris, negeri ini dikenal
dengan nama Persia. Sebuah kata yang diwariskan dari bangsa Yunani yang menamai
negeri ini dari nama salah satu provinsinya yang terpenting, yakni Pars (sekarang
bernama Fars). Orang Iran selalu menyebut negaranya dengan nama Iran, tetapi orang
luar sudah lama menggunakan sebutan Persia, yang merujuk ke Pars, kini Fars bagian
selatan Negara ini. Sebutan Persia digunakan hingga 1935, sewaktu pemerintah di
Teheran secara resmi meminta kepada masyarakat dunia untuk memakai nama Iran.
Invasi Arab yang dimulai pada 637, merupakan saat menentukan dalam sejarah Iran.
Agama Zoroaster yang berakar pada gagasan pergulatan abadi antara kekuatan baik
dan jahat, digantikan oleh agama Islam, yaitu agama Monoteistis. Meskipun memeluk
Islam bangsa Iran tetap mempraktikan banyak tradisi asli mereka. Mereka juga tetap
memakai bahasa mereka yang sudah banyak dimasuki oleh kata-kata Arab, dan
tulisan Arab telah menggantikan aksara lama. Selama sekitar seribu tahun, Iran
menjadi wilayah kekhalifahan dan para penerusnya. Mazhab Sunni berlaku kecuali di
kantong-kantong lokal Syiah, seperti Qum. Dalam priode ini, bangsa Iran
memberikan andil yang luar biasa pada perkembangan sastra, seni, arsitektur, filsafat,
matematika, astronomi, kedokteran, dan ilmu-ilmu Islam.35
Awalnya kawasan ini telah dihuni sejak abad XVI SM oleh dua suku yaitu
Madyan dan Persia. Keduanya saling berebut kekuasaan satu sama lain, hingga tahun
550 SM, bangsa Persia yang dipimpin oleh Raja Cyrus II (the great of Cyrus) berhasil
menguasai wilayah ini dan membangun imperium pertama dengan Dinasti
Archeimenid. Persia pada masa itu menjadi sebuah imperium besar yang wilayah
35
Kadir, Abdul. 2015. SYIAH DAN POLITIK: STUDI REPUBLIK ISLAM IRAN. Jurnal Politik Profetik Volume 5 Nomor 1.
Hal 3

19
kekuasaannya hingga mencapai Suriah, Palestina, seluruh Asia Kecil bahkan Mesir.
Namun seiring dengan penyerangan bangsa Macedonia yang dipimpin oleh
Alexander the great serta menguatnya pengaruh kekaisaran Romawi, berangsur-
angsur wilayah kekuasaan Persia makin menyempit. Walau demikian pada masa itu
kekaisaran Persia merupakan lawan tanding atas kekaisaran Roma dalam
memperebutkan kekuatan sebagai imperium adidaya di dunia pada saat itu.36
Setelah Cyrus II mendirikan imperium Persia dengan dinasti Archeimenid,
selanjutnya bangsa Iran selama lebih 2500 tahun diperintah oleh 9 dinasti hingga
dinasti Pahlevi. Namun diantara pemerintahan dinasti-dinasti tersebut, bangsa Iran
sempat mengalami masa-masa penaklukan oleh Alexander the great pada abad 4 SM
dan pada masa itu bangsa Iran mengalami periode Helenisasi, lalu masa penaklukan
bangsa Arab (Islam) dimulai pada tahun 636 M di masa pemerintahan khalifah Umar
bin Khattab, penaklukan bangsa Mongol pada tahun 1219-1353 M, serta masa
pendudukan bangsa Afghanistan antara tahun 1736-1779 M.
Setelah penaklukan bangsa Arab yang dimulai pada tahun 636 M, berangsur-
angsur bangsa Iran yang awalnya mennganut agama Zoroaster (Majusi) memeluk
agama Islam. Hingga kini penduduk Iran yang diperkirakan berjumlah 70 juta jiwa
(2007) yang mendiami wilayah seluas 1.636.100 Km persegi, mayoritas penduduknya
(99%) adalah muslim dengan pembagian 89% Syiah dan 10% Sunni, serta terdapat
1% penganut Kristen yang terdiri atas suku Armenia dan Assyyiria, penganut
Zoroaster, dan Yahudi.
Proses pembentukan pemerintahan bangsa Iran sebagai negara modern dengan
sistem pemerintahan yang mulai modern, yakni pada masa dinasti Shafawi (1507-
1736) dan dinasti Qajar (1779-1925). Di masa pemerintahan Shafawi, karakteristik
sosial dan pemerintahan kental dengan penerapan ortodoksi agama dengan sufisme
dengan corak Syiah yang sangat kental. Wilayah Iran mulai mendapatkan campur
tangan Eropa terutama Inggris pada tahun 1779 berbarengan dengan berdirinya
dinasti Qajar oleh Agha Muhammad Qajar pada tahun 1779. Sejak tahun 1906, Iran
(pada saat itu di bawah dinasti Qajar) telah menjadi negara monarki konstitusional
dengan pembentukan dewan legislatif yang terdiri atas 200 anggota serta Majelis

36
Thohir, Ajid. 2009. Studi Kawasan Dunia Islam.(Cet, I; Jakarta: Rajawali Press) Hal 188

20
Tinggi yang terdiri atas 60 anggota (30 ditunjuk oleh Shah dan 30 lainnya dipilih
melalui proses pemilihan).
Pada tahun 1925 dinasti Qajar jatuh dan digantikan oleh dinasti Pahlevi yang
berkuasa hingga 1979. Titik balik terpenting dalam sejarah Iran adalah tumbangnya
kekuasaan dinasti dengan model pemerintahan monarki yang telah bertahan selama
lebih dari 25 abad pada bulan Februari 1979 melalui sebuah proses revolusi yang
disebut dengan Revolusi Islam Iran. Revolusi yang dipimpin oleh Ayatullah
Khomeini tersebut berhasil merubah negara Iran menjadi negara modern dengan
sebutan Republik Islam Iran dengan sistem Wilayat al-Faqih di mana kekuasaan
dipegang oleh otoritas wali faqih (ulama) sebagai pemimpin tertinggi pada wilayah
agama dan politik. 37

b. Pengaruh Syiah Dalam Struktur Pemerintahan

Iran sebagai negara dengan penganut Syiah terbesar di dunia, bukan hanya
menjadikan Islam dengan mazhab Syiah sebagai panutan teologis dan ritual, tapi
ajaran Syiah cukup mendominasi dalam kehidupan sosial dan pemerintahan bangsa
Iran. Awalnya bangsa Iran adalah penganut Sunni mazhab Hanafi dan Syafi’I, dan
selama beberapa waktu penganut keduanya mengalami pertikaian yang sengit.
Mazhab Syiah mulai dianut secara massif ketika masa penguasaan bangsa Mongol di
Iran sekitar tahun 1219-1353 M. Awalnya dari penguasa kedua bangsa Mongol di
Iran yaitu Oijeitu yang awalnya menganut agama Shamanisme namun kemudian
masuk Islam (Sunni).
Ketika melihat pertikaian sengit antara penganut Hanafi dan Syafi’I, membuat
Oijeitu marah dan mempertimbangkan untuk kembali pada agama Shamanisme,
namun karena pengaruh salah seorang teolog Syiah, yaitu Ibnu Muthahhar Hilli, ia
kemudian memutukan untuk mennganut mazhab Syiah dan menjadikan Islam Syiah
sebagai agama resmi negara. Keputusan ini menuai kontroversi bahkan konflik
termasuk dengan putranya sendiri yang kemudian menjadi penerusnya, yaitu Abu
Sa’id. Pada masa selanjutnya hingga masa pemerintahan Shafawi pergolakan terus
37
Kadir, Abdul. 2015. SYIAH DAN POLITIK: STUDI REPUBLIK ISLAM IRAN. Jurnal Politik Profetik Volume 5 Nomor 1.
Hal 5

21
terjadi, meski kaisar-kaisar setelahnya pada umumnya menganut mazhab Sunni.
Mazhab Syiah Imamiyah akhirnya benar-benar menjadi mazhab resmi Negara sejak
masa Shah Ismail Idari dinasti Shafawi. Pemimpin-pemimpin Shafawi menggunakan
berbagai cara dakwah persuasif dan koersif untuk menarik mayoritas masyarakat
muslim Persia menjadi Syiah. Masa pemerintahan Shafawi selama lebih dua abad
berkuasa merupakan masa penerapan ortodoksi agama (dalam hal ini adalah Syiah)
dengan corak sufisme. Pada masa dinasti Shafawi ini hukum-hukum benar-benar
diterapkan secara normatif, selain itu wacana pemikiran dan sufisme (irfan) yang
bercorak Syiah cukup berkembang pesat dan di masa inilah lahir banyak pemikir
besar Syiah seperti Mir Damad, Mulla Shadra, Mulla Hadi Shabzavari, dan lain-lain.
Kebijakan pemerintahan Shafawi ini benar-benar menjadikan ajaran Syiah sebagai
ajaran yang berpengaruh secara luas dalam kehidupan sosial masyarakat Iran dan
berpengaruh hingga masa-masa sesudahnya.
Dinasti Shafawi mengalami kejatuhan pada tahun 1736 dan selanjutnya dalam
tempo 43 tahun bangsa Iran mengalami masa pendudukan oleh bangsa
Afghanistan,yaitu oleh dinasti Afsharid. Selanjutnya pada masa dua dinasti
berikutnya yaitu dinasti Qajar (1779-1925) dan dinasti Pahlevi (1925-1979),
meskipun secara formal Syiah tetap menjadi mazhab resmi Negara, namun pengaruh
Syiah dalam struktur sosial dan pemerintahan bangsa Iran tidak sekuat sebagaimana
yang terjadi pada masa pemerintahan Shafawi.
Mazhab Syiah kemudian menemukan momentumnya dalam sejarah politik
Iran yaitu pada saat meletusnya revolusi Islam Iran tahun 1979. Terjadi revolusi total
pada semua lini kehidupan sosial dan politik bangsa Iran. Bangsa Iran mengukir
sejarah baru dalam perjalanannya, yaitu sistem monarki yang telah bertahan lebih dari
25 abad diganti dengan sistem pemerintahan yang memadukan antara sistem
pemerintahan modern dan sistem politik Islam Syiah, yaitu Imamah.38
Setelah keberhasilan revolusi Islam 1979, mulailah terjadi pembenahan
secara besar-besaran dalam pembentukan struktur sosial dan pemerintahan negara
Iran. Mazhab Syiah Imamiyah dijadikan sebagai mazhab resmi negara sekaligus
ideologi negara. Dalam keyakinan Syiah Imamiyah, setelah Rasulullah saw wafat,

38
Lbib hal 7

22
maka kepemimpinan dilanjutkan oleh 12 imam mulai dari Ali bin Abi Thalib hingga
imam yang terakhir yaitu Muhammad bin Hasan al-Mahdi al-Muntazhar. Dalam
keyakinan Syiah imamiyah, imam yang terakhir ini mengalami kegaiban sugra
selama 70 tahun kemudian mengalami kegaiban kubra (mulai dari tahun 270 H)
hingga akhir zaman. Oleh karena itu, dalam pandangan mazhab Syiah Imamiyah,
Imam Mahdi masih hidup dan masih menjadi pemegang kekuasaan yang sah, dan
karena Imam Mahdi masih hidup maka lembaga Imamah juga masih tetap hidup.
Selama penantian akan kemunculannya inilah, pemerintahan harus diisi oleh
para fakih yang adil, berilmu, dan saleh. Kepemimpinan Wilayat al-Faqih sebaga
konsekuensi logis dari system Imamah dan ghaibah dipertegas dalam konstitusi
Republik Islam Iran pasal 5:
“Selama kegaiban Wali al-Asr (semoga Allah mempercepat kedatangannya) wilayah
dan kepemimpinan atas umat berpindah kepada fakih yang adil dan saleh, yang
sepenuhnya menyadari situasi dan kondisi zamannya, berani, cerdik, dan memiliki
kemampuan administrative”.
Dengan jelas terlihat bahwa sistem politik Wilayat al-Faqih yang merupakan
sistem politik Iran didasarkan pada keyakinan Syiah. Dan hal ini semakin
menunjukkan bahwa Syiah telah menjadi dasar dan ideologi negara Iran yang
menjadi inspirasi dalam pembentukan Republik Islam Iran.

c. Bentuk dan Struktur Pemerintahan Revolusi Islam Iran

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, pasca revolusi Islam tahun 1979,


bentuk pemerintahan Iran berubah dari monarki menjadi Republik Islam. Setelah
revolusi, pada tanggal 20-30 Maret 1979, Ayatullah Khomeini bersama Mullah yang
lain melakukan sebuah referendum nasional untuk menentukan sistem politik dan
bentuk negara/pemerintahan Iran yang sesuai dengan aspirasi rakyat Iran. Akhirnya
98,27% rakyat Iran setuju pada bentuk negara Republik Islam yang berdasarkan pada
ajaran Syiah Imamiyah. Dan pada tanggal 1 April 1979, bentuk Republik Islam Iran
disahkan sebagai bentuk negara dan sistem Wilayat al-Faqih sebagai bentuk
pemerintahannya.39
39
Maulana, Noor Afif. 2002.Revolusi Islam Iran dan Realisasi Wilayat al-Faqih. (Cet, I: Yogyakarta: Kreasi Wacana).
Hal 171

23
Dalam hierarki kekuasaan sistem Wilayat al-Faqih, pemegang kedaulatan
tertinggi adalah Allah swt, sedangkan pemegang kekuasaan penuh adalah Imam
Mahdi yang sekarang diyakini dalam masa gaib kubra dan wali fakih adalah
pelaksana tugas selama kegaiban Imam Mahdi. Dalam struktur pemerintahan Wilayat
al-Faqih terlihat sintesa konsep demokrasi modern ala Barat dan sistem politik
Imamah ala Syiah Imamiyah. Hal ini terlihat pada konsep trias politica dalam
pelaksanaan pemerintahan serta mengakomodir sistem demokrasi melalui pemilihan
umum atau referendum. Di samping itu, pengaruh sistem Imamah Syiah terlihat
dengan jelas dengan sentralistik kekuasaan pada pemimpin spiritual.40
Kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan Wilayat al-Faqih dipegang oleh
seorang fakih yang dinilai memiliki keunggulan dibandingkan fakih yang lainnya.
Fakih yang memegang kekuasaan ini disebut rahbar atau pemimpin spiritual. Jabatan
ini dipegang seumur hidup kecuali kalau rahbar dinilai menyimpang oleh Majelis
Ahli dari hukum Islam dan konstitusi. Rahbar berfungsi sebagai penentu akhir dari
segala keputusan yang diambil serta untuk menyelesaikan segala konflik yang terjadi
pada lembaga-lembaga pemerintahan yang ada di bawahnya.41
Dalam konstitusi Republik Islam Iran diatur tentang 7 kewenangan rahbar, yaitu:
a. Mengangkat 6 orang fuqaha sebagai anggota Dewan Perwalian (Shiraye
Nighaban).
b. Mengangkat dan memberhentikan pejabat Dewan Kehakiman Tertinggi Nasional
(Mahkamah Agung).
c. Mengangkat dan memberhentikan kepala staf gabungan dan komandan Korps
Garda Revolusi Islam (Pasdaran-e enqelan-e Islam)
d. Membentuk Dewan Tertinggi Pertahanan Nasional
e. Mengangkat komandan-komandan ketiga angkatan bersenjata asal usul Dewan
Tertinggi Pertahanan Nasional.
f. Menyatakan Perang dan Damai dengan negara lain.
g. Mengesahkan dan memberhentikan presiden.42
40
Selama pasca revolusi Islam, mulai tahun 1979, pemimpin spiritual Iran berada ditangan Ayatullah Khomeini
hingga beliau meninggal pada bulan Juni 1989. Selanjutnya beliau diganti leh Ayatullah Sayyid Ali Khamene’I dari
tahun 1989 hingga sekarang.
41
Cipto,Bambang. 2004. Dinamika Politik Iran. (Cet, I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar) .Hal 11
42
Konstitusi Republik Islam Iran Pasal 110

24
Seorang ulama (fakih) yang bertugas memegang dan menjalankan kekuasaan di Iran,
mesti memiliki tiga kemampuan, yaitu:
a. Faqahah, yaitu seorang ulama harus sanggup melakukan istinbath hukum dari
sumber-sumbernya dalam melakukan ijtihad.
b. ‘Adalah, yaitu memperlihatkan kepribadian yang bersih dari watak buruk, yang
ditunjukkan dengan sikap istiqamah, saleh, dan religious dalam thariqat (jalan) dan
syariat Islam.
c. Kifa’ah, yaitu kemampuan memahami permasalahan umat, mengetahui ilmu yang
berkenaan dengan pengaturan masyarakat, credas, matang secara kejiwaan dan
rohani, karena ia adalah pemimpin umat.43
Dalam konstitusi Republik Islam Iran, disebutkan dua kualifikasi utama seseorang
sehingga dapat dianggap sebagai seorang fakih, yaitu:
a. Berilmu dan bertakwa
b.Memiliki kemampuan, keberanian, kekuatan politik dan sosial, serta memiliki
kemampuan mengatur yang diperlukan sebagai seorang pemimpin.44
Adapun tugas utama seorang ulama dalam kepemimpinannya atas umat adalah:
a. Tugas intelektual, yaitu seorang ulama harus mengembangkan pemikiran sebagai
rujukan umat.
b. Tugas bimbingan keagamaan, yaitu seorang ulama menjadi rujukan dalam hal
fatwa halal-haram. Ia mengeluarkan fatwa-fatwa berkenaan dengan hukum Islam.
c. Tugas komunikasi dengan umat, yaitu ulama harus memiliki hubungan yang dekat
dengan umatnya.
d. Tugas menegakkan syiar Islam, yaitu seorang ulama harus memelihara,
melestarikan, dan menegakkan berbagai manifestasi ajaran Islam di tengah-tengah
umat.
e. Tugas mempertahankan hak-hak umat, seorang ulama harus tampil membela
kepentingan umat, bila hak-hak umat dirampas maka ulama harus berjuang
mengembalikan hak-hak umat yang dirampas tersebut.
f. Tugas melawan musuh-musuh Islam dan kaum muslimin. Seorang ulama adalah

43
Rakhmat, Jalaluddin.2003. Islam Alternatif, (Cet, XI; Bandung: Mizan) Hal 256.
44
Konstitusi Republik Islam Iran, Pasal 109.

25
mujahidin yang siap melawan musuh-musuh Islam, bukan hanya dengan lidah dan
penanya tapi juga dengan tangan dan dadanya.45
D. KONSEP PEMIKIRAN POLITIK WILAYAH AL-FAQIH
a. Konsep Wilayah Al-Faqih
Berkaitan dengan konsep Wilayah Al-Faqih (kepemimpinan para ulama) sangat
menarik jika menelaah mengenai istilah Wilayah menurut persfektif Syiah. Dalam
kaitannya, Wilayah dapat di artikan sebagai suatu hubungan khas antara Allah SWT dan
seseorang manusia. Dalam hal ini, ahli pembuat keputusan hukum yang merupakan
sumber suatu kekuasaan khusus dari orang yang bersangkutan. Wilayah dalam konteks
ini juga diterjemahkan dengan “Mandat”. Inti konsep menurut Ayatullah Khomeini
adalah bahwa para Ahli Yurisprudensi harus mempunyai kakuasaan tertinggi bukan
hanya dalam bidang keagamaan, melainkan juga dalam bidang kenegaraan. 46
Wilayah juga memiliki beberapa arti yang berkaitan erat dengan sejarahnya.
Secara bahasa, ia berasal dari bahasa Arab “Wilayat”, bentuk kata “Waliyun”, yang
berarti dekat dan memiliki kekuasaan atas sesuatu. Secara teknis, Wilayah berarti
pemerintahan (rule), supremasi, atau kedaulatan dan kepemimpinan. Dalam pengertian
lain, Wilayah atau Wala’ berarti persahabatan, kesucian, kesetiaan, atau perwalian.
Dalam kepustakaan Syi’ah, Wilayah menunjukan kesetiaan kepada pemerintahan Imam
dan mengakui hak Imam untuk memerintah. Menurut hemat penulis, Wilayah
(Kepemimpinan) dalam ajaran Syi’ah, seseorang pemimpin dalam menjalankan
pemerintahan harus mempunyai kriteria dan syarat-syarat tertentu yang harus di penuhi
terutama dalam keilmuan, kesalehan, kepemimpinan, dan mempunyai derajat tertinggi
yang berarti orang tersebut harus menjadi Faqih (ulama).47
Menurut Ayatullah Khomeini seorang Faqih, dalam hal ini akan menjalankan
tugasnya dalam pemerintahan sebagaimana Rasulullah SAW memimpin generasi awal
Umat Islam. Seorang Faqih, katanya, tidak akan bertindak berlawanan dengan syari’at
Islam, atau mendominasi rakyat tanpa memperhatikan perintah Tuhan. Seorang Faqih,
seperti halnya Nabi dan Imam, adalah pelaksana perintah dan kehendak Tuhan.
Kekuasaannnya sama besarnya dengan kekuasaan yang dimiliki oleh Rasulullah SAW.
45
Kadir, Abdul. 2015. SYIAH DAN POLITIK: STUDI REPUBLIK ISLAM IRAN. Jurnal Politik Profetik Volume 5 Nomor 1.
46
Abdullah, Taufik . 2002. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. (Jakarta : Ichtiar Baru van Hoeve.) hal 29
47
Astuti, Nita Yuli. Budi Sujati.2018. PEMIKIRAN AYATULLAH KHOMEINI TENTANG WILAYAH AL-FAQIH DAN
RESPON PARA ULAMA . Jurnal Aqidah-Ta Vol. IV No. 2. Hal 238

26
Meskipun demikian, seorang Faqih tidak sama statusnya dengan Nabi atau Imam.48
Dalam Filsafat politik Syi’ah, tentu secara umum mereka sepakat bahwa penegakan
pemerintahan merupakan kewajiban keagamaan. Dalam Syi’ah ada konsep Wilayah dan
Imamah. Konsep Imamah itu pula yang kemudian di interpretasikan ulang secara
kontekstual oleh Ayatullah Khomeini menjadi Wilayah Al-Faqih.Konsep Imam dalam
perspektif Syi’ah, yakni Imam ideal yang digambarkan dalam ayat suci Al-Qur’an, yang
ciri-cirinya kemudian di sistematisasikan dalam teori politik Imamah atau Khalifah,
pemimpin utopia umat Islam. Menurut penulis, dengan masyarakat Iran yang mayoritas
menganut Syi’ah, menjadikan landasan hukum yang digunakan dalam pemerintahan juga
mengadopsi teori Syi’ah. Hal inilah yang dicetuskan oleh Ayatullah Khomeini dalam
bentuk Wilayah Al-Faqih (Kepemimpinan Ulama).49
Dalam pandangan Khomeini, Faqih adalah sekaligus penafsir hukum Islam dan
satu-satunya penguasa politik yang absah di dalam masyarakat pada waktu “Imam masih
tersembunyi”. Ia menegaskan bahwa dalam Islam, hanya Tuhan sajalah yang menentukan
hukum. Nabi, dan kemudian para Imam adalah pelaksana yang menjalankan hukum
Tuhan itu. Di masa “Imam masih bersembunyi” fuqahalah yang menjalankan tugas
mereka. Jadi ajaran Teokratis lama yang semenjak meninggalnya Muhammad SAW
hanya terus hidup sebagai suatu idealisme yang secara teoritis diperkuat oleh pembenaran
pragmatis terhadap suatu dunia politik yang sekular, sekarang untuk mengembalikan
keseimbangan, yang kadang-kadang memang terganggu, antara kekuatan agama dan
politik.50
Teori Wilayah Al-Faqih, dalam beberapa hal, adalah kelanjutan doktrin Imamah,
karena melaksanakan fungsi-fungsi utama pemerintahan Imam. Teori itu
menggambarkan unsur perwakilan rasional berdasarkan pilihan rakyat, yang berbeda
dengan diangkatnya Imam oleh Allah SWT. Teori tersebut juga menjadi inti pemikiran
Ayatullah Khomeini tentang Negara Islam. Ulama dapat memegang otoritas tertinggi
pemerintahan dan menjalankan tugasnya seperti Nabi Muhammad SAW. Karena
memiliki sifat baik, seorang Faqih akan bertindak menurut syariat, atau mengutamakan

48
Lbid hal 238
49
Lbid hal 238
50
Esposito, John L. 1986.(Terj), A. Rahman Zainudin, Identitas Islam : Pada Perubahan Sosial dan Politik, (Jakarta :
PT. Bulan Bintang). Hal 155.

27
kepentingan rakyat dengan memperhatikan perintah Tuhan. Tegasnya Faqih adalah
seorang penguasa yang melaksanakan perintah Tuhan.51 Tetapi, faktor utama kekuasaan
individual seorang pemimpin kharismatik tetap tidak berubah.
Sebagai pemegang kekuasaan Imam, Faqih memiliki tanggung jawab untuk
melanjutkan misi kenabian, sebagaimana tugas yang diemban oleh para Imam. Dengan
demikian, secara politis, tugas terpenting para Faqih adalah mengawal pemerintahan agar
berjalan secara adil berdasarkan hukum Tuhan. Maka dari itu, dalam pemerintahan
Wilayah Al-Faqih tidak dikenal pemisahan antara agama dan politik. Sebab, secara
subtansial, keduanya sama-sama mengandung misi dan tujuan yang sama, yaitu
menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang adil berdasar hukum Tuhan, maka misi
meraih kekuasaan menjadi sesuatu yang wajib, dan jika cita-cita menegakan hukum
Tuhan tersebut hanya bisa dilakukan dengan sarana politik, maka upaya untuk merebut
kekuasaan politik menjadi wajib adanya.52
Ayatullah Khomeini menyatakan bahwa Islam itu bersifat politik. Oleh karena itu,
pemerintahan Islam menurut konsep Wilayah Al-Faqih memiliki tugas dan fungsi yang
menyeluruh, tidak hanya mengatur persoalan-persoalan keagamaan, tetapi juga masalah
sosial, politik, ekonomi, budaya, dan lain sebagainya. Adapun tugas dan fungsi
pemerintahan Islam adalah :
1. Mempertahankan lembaga-lembaga dan hukum Islam
2. Melaksanakan hukum Islam
3. Membangun tatanan yang adil
4. Memungut dan memanfaatkan pajak sesuai dengan ajaran Islam
5. Menentang segala bentuk agresi, mempertahankan kemerdekaan, dan kedaulatan wilayah
Islam
6. Memajukan pendidikan
7. Memberantas korupsi dan segala jenis penyakit sosial lainnya
8. Memberikan perlakuan yang sama kepada semua warga tanpa diskriminasi
9. Memecahkan masalah kemiskinan

51
Ade Armando Dkk. 2003. Ensiklopedi Islam Untuk Pelajar Jilid III. (Jakarta : PT. Ichtiar Baru van Hoeve) hal 98
52
Astuti, Nita Yuli. Budi Sujati.2018. PEMIKIRAN AYATULLAH KHOMEINI TENTANG WILAYAH AL-FAQIH DAN
RESPON PARA ULAMA . Jurnal Aqidah-Ta Vol. IV No. 2. Hal 239

28
10. Memberikan pelayanan kemanusiaan secara umum.53
Ayatullah Khomeini juga menekankan pentingnya kepemimpinan seorang Faqih,
namun ia juga menegaskan hak politik dan otoritas rakyat. Baginya, rakyatlah yang berhak
untuk menentukan sebuah rezim politik, mengesahkan konstitusi, dan memilih pemimpin,
presiden, dan perwakilan di parlemen. Hal ini tercermin dari pernyataannya, “Wilayah Al-
Faqih dipegang oleh sosok moralis, patriotik, berpengetahuan, dan kompeten, yang dilihat
nyata oleh rakyat. Rakyatlah yang memilih sosok dan figur tersebut. Jadi, berdasarkan hak
asasi manusia, kalian (rakyat) harus menentukan nasib kalian sendiri.” Dengan demikian,
Republik Islam bisa menjadi contoh ideal sebuah pemerintahan demokratis, karena terbentuk
dari kehendak bebas rakyat meskipun tetap berada dalam koridor hukum Tuhan. Dalam
Republik Islam terdapat keadilan dan kemandirian. Di dalamnya rakyat harus merasakan
kehidupan yang nyaman.54
Pemerintahan Islam haruslah adil (yang berarti harus bertindak sesuai dengan
syari’at) dan karenanya dibutuhkan pengetahuan yang luas mengenai syari’at. Syaratsyarat
tersebut bisa dipenuhi oleh para Faqih, pakar bidang hukum Islam. Karenanya, Faqih adalah
figur yang paling siap untuk memerintah masyarakat Islam. Inilah sebenarnya gagasan inti
Wilayah Al-Faqih. Sebagai penguasa, Faqih memiliki otoritas yang sama dan dapat
menjalankan fungsi sebagai Imam, walaupun ia tidak sama sendirinya dengan Imam.
Dalam mengemukakan gagasannya, Ayatullah Khomeini merumuskan pokokpokok
kepemimpinan Ulama (Wilayah Al-Faqih), antara lain :
1. Allah adalah hakim mutlak seluruh alam semesta dan segala isinya. Allah adalah Malikun
Nas, pemegang kedaulatan, pemilik kekuasaan, pemberi hukum. Manusia harus dipimpin
dengan kepemimpinan ilahiyah. Sistem hidup yang bersumber pada hal ini disebut sistem
Islam, sedangkan sistem hidup yang bukan bersumber pada kepemimpinan ilahiyah disebut
kepemimpinan Jahiliyah. Hanya ada dua pilihan untuk pemimpin : Allah atau Thaghut.
2. Kepemimpinan manusia (Qiyadatul Basyariyah) yang mewujudkan hukum di bumi
adalah Nubuwah. Nabi bukan saja menyampaikan Al-Qanun Ilahi dalam bentuk Kitabullah,
tetapi juga pelaksana Qanun itu. Seperangkat hukum saja tidak cukup untuk memperbaiki
masyarakat. Supaya hukum sanggup menjamin kebahagiaan dan kebaikan manusia,
diperlukan adanya kekuatan eksekutif atau pelaksana. Ia juga menambahkan, para Nabi
53
Lbid hal 240
54
Anis,Muhammad. 2013. Islam dan Demokrasi Perspektif Wilayah Al-Faqih. (Bandung : Al-Mizan) hal 45

29
diutus untuk menegakan keadilan, menyelamatkan masyarakat manusia dari penindasan. Hal
ini tidak dapat dicapai hanya dengan Ta’lim saja, tetapi juga diperlukan kehendak dan
hukum. Karena, “Nabi telah menegakan pemerintahan Islam dan Imamah keagamaan
sekaligus.
3. Garis Imamah melanjutkan garis Nubuwah dalam memimpin umat. Setelah zaman
para Nabi berakhir dengan wafatnya Muhammad SAW, kepemimpinan umat dilanjutkan
oleh para Imam yang diwasiatkan oleh Muhammad SAW dan ahlulbaitnya. Setelah zaman
para Nabi, datang zaman para Imam. Jumlah Imam ada dua belas. Yang pertama adalah Ali
bin Abu Thalib, dan yang terakhir adalah Muhammad bin Al-Hassan Al-Mahdi Al-
Muntazhar, yang sekarang dalam keadaan ghaib. Imam Mahdi mengalami dua ghaibah :
ghaibah assughra, yakni ketika ia bersembunyi di dunia fisik, dan mewakilkan
kepemimpinannya kepada nawabul Imam (wakil Imam), dan ghaibah kubra, yaitu setelah Ali
bin Muhammad wafat, sampai pada kedatangannya kembali pada akhir zaman. Pada ghaibah
kubra inilah kepemimpinan dilanjutkan oleh para Faqih.
4. Para Faqih adalah khalifah para Imam dan kepemimpinan umat dibebankan kepada
mereka. Kepemimpinan Islam adalah kepemimpinan yang berdasarkan hukum Allah. Karena
itu, pemimpin haruslah orang yang paling tahu tentang hukum Ilahi. Setelah para Imam tiada,
maka kepemimpinan harus dipegang oleh para Faqih.55
Besarnya peranan yang dimainkan Ayatullah Khomeini, baik sebagai pemimpin revolusi
maupun pendiri Republik Islam Iran, menjadikan gagasan Khomeini tentang Wilayah Al-
Faqih dimasukan dalam konstitusi. Pada bagian pembukaan konstitusi 1979, antara lain
tertulis : “Rencana Pemerintahan Islam yang berdasarkan Wilayah Faqih yang diwakili oleh
Ayatullah Khomeini”.56
Dalam sistem Wilayat al-Faqih dikenal pembagian kekuasaan dalam konsep trias
politica. Kekuasaan legislative dijalankan oleh tiga lembaga yang memiliki tugas yang
berbeda satu sama lain. Ketiga lembaga tersebut ialah: 57
a. Majeles Shura-e Islami Majelis ini berfungsi sebagai parlemen yang terdiri dari 270

55
Rahmat, Jalaludin. 1994. Islam Alternatif : Ceramah-ceramah dikampus. (Bandung : Mizan anggota IKAPI) Hal
254-255.
56
Azra, Azyumardi. 1996. Pergolakan Politik Islam : Dari Fundamentalisme, Modernisme, hingga Postmodernisme,
(Jakarta : Paramadina) Hal 169.
57
Kadir, Abdul. 2015. SYIAH DAN POLITIK: STUDI REPUBLIK ISLAM IRAN. Jurnal Politik Profetik Volume 5 Nomor 1.
Hal 11

30
anggota yang dipilih langsung oleh rakyat untuk periode 4 tahun. Dalam majelis ini golongan
minoritas seperti Zoroaster, Yahudi, Kristen, dan etnik Armenia mendapatkan jatah gratis 1
nggota.
b. Dewan Perwalian (Shiraya Nighaban). Dewan ini mempunyai tugas utama untuk
menjamin agar keputusan-keputusan parlemen tidak mengabaikan ajaran Islam atau prinsip-
prinsip konstitusi. Dewan Perwalian terdiri atas 6 orang fuqaha yang diangkat oelh rahbar
dan 6 ahli hukum yang pakar dalam berbagai cabang hukum yang diusulkan oleh Dewan
Kehakiman Tertinggi Nasional.
c. Majelis Ahli (Majelse-e Khubreqan). Tugas majelis ini hanyalah memilih atau
memberhentikan rahbar, serta mengontrol rahbar dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil
dari Imam Mahdi. Majelis ini terdiri atas 73 ulama senior yang dipilih langsung oleh rakyat
dalam sebuah pemilihan umum. Keberadaan Majelis ini didasarkan pada pasal 107 konstitusi
Republik Islam Iran.
Untuk kekuasaan eksekutif, kekuasaan tertinggi negara dalam system Wilayat al-Faqih
ialah presiden yang masih berada di bawah garis kekuasaan rahbar. Mengenai syarat-syarat
seorang presiden, ialah mesti orang Iran ditinjau dari asal-usul maupun kebangsaannya, taat
beribadah, serta mengikuti mazhab pemikiran resmi negara. Loyalitas presiden terhadap
Syiah sebagai mazhab resmi negara juga ditegaskan pada sumpah jabatannya; … Saya akan
melindungi mazhab pemikiran resmi negara ini …”,
Presiden dipilih langsung oleh rakyat dalam sebuah pemilihan umum untuk masa jabatan 4
tahun, dan hanya bias dipilih kembali hanya untuk satu periode berikutnya.Walaupun
presiden memegang kekuasaan eksekutif, tapi kebijakan-kebijakannya dapat ditolak oleh
rahbar, jika rahbar memandang bahwa kebijakan presiden tersebut bertentangan dengan
ajaran Islam dan konstitusi.
Kekuasaan yudikatif tertinggi berada dipegang oleh Dewan Kehakiman Tertinggi Nasional
atau Mahkamah Agung yang diangkat oleh rahbar sesuai dengan pasal 110 Konstitusi
Republik Islam Iran. Dibawah Mahkamah Agung ada Pengadilan Tinggi untuk wilayah
provinsi dan Pengadilan rendah untuk wilayah kota atau distrik tertentu. Untuk jaksa
penuntut umum, hakim, dan kepala-kepala pengadilan harus berasal dari ahli-ahli hukum
Syiah. Kecuali pada lembaga-lembaga hukum yang dikhususkan penduduk non Syiah atau

31
non Muslim maka jaksa dan hakimnya berasal dari ahli-ahli hukum dari mazhab atau agama
masing-masing.
Menurut pasal 156 Konstitusi Republik Islam Iran, lembaga-lembaga peradilan memiliki 5
fungsi utama, yaitu:
a. Menguji dan memberikan keputusan berkenaan dengan dakwaan, pelanggaran pengaduan
perselisihan, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan masalah-masalah hukum.
b. Memulihkan hak-hak publik atau rakyat dan meningkatkan keadilan dan kebebasan-
kebebasan yang sah.
c. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan hukum dengan baik.
d. Melaksanakan hukuman serta memperbaiki orang yang bersalah untuk mendapatkan
keadilan Islam.
e. Mengambil tindakan-tindakan yang sesuai untuk mencegah tindakan kejahatan dan
memperbaiki para pelaku kejahatan.
Di samping terdapat beberapa instrument yang dikenal dalam sebuah pemerintahan suatu
negara, di Republik Islam Iran terdapat beberapa bentuk dewan yang menjadi ciri keunikan
sistem pemerintahan Islam di Iran, yaitu:
a. Dewan Revolusi yang bertugas sebagai pasdaran atau pasukan pengawal revolusi.
b. Dewan politik dan ekonomi revolusi yang dihubungkan dengan mesjid-mesjid yang
tersebar di seluruh Iran.
c. Pemimpin agama yang ditempatkan di mesjid-mesjid yang berfungsi sebagai
administrator lokal. Mereka bertugas menyediakan makanan, pakaian, dan bantuan lainnya
kepada masyarakat yang tidak mampu, menjalankan pengadilan di tingkat lokal,
mengumpulkan zakat dan humus, serta berfungsi sebagai pemimpin pasdaran lokal di
daerahnya.58
b. Wilayah Al-Faqih Dalam Konstitusi Republik Islam Iran
Konstitusi Republik Islam Iran 1979 barangkali menjadi satu-satunya undang-
undang dasar di dunia ini yang secara eksplisit mencantumkan konsep Wilayah Al-
Faqihnya Ayatullah Khomeini. Bahkan tidak terlalu salah jika dikatakan bahwa konstitusi
1979 merupakan perwujudan dari gagasan Ayatullah Khomeini itu. Hal ini bisa
dipahami, karena merupakan konsekuensi logis dari besarnya peranan yang dimainkan
58
Kadir, Abdul. 2015. SYIAH DAN POLITIK: STUDI REPUBLIK ISLAM IRAN. Jurnal Politik Profetik Volume 5 Nomor 1.
Hal 13

32
Khomeini, baik sebagai pemimpin revolusi maupun pendiri Republik Islam Iran. Pada
bagian pembukaan konstitusi 1979, antara lain tertulis : “Rencana pemerintahan Islam
yang berdasarkan Wilayah Al-Faqih yang diwakili oleh Ayatullah Khomeini”, juga
disebutkan bahwa, “Berdasarkan prinsip-prinsip wilayah al-amr dan kepemimpinan yang
terus menerus (imamah), maka konstitusi menerapkan lahan bagi terwujudnya
kepemimpinan oleh Faqih.
Atas dasar suatu “reinterpretasi revolusioner” dari konsep wilayah al-amr dan
konsep imamah sebagai suatu prinsip kesinambungan teokratis, maka ulama yang
memegang tampuk kekuasaan diidentifikasikan sebagai wali al-amr, dan jabatan
tertingginya didefinisikan sebagai kepemimpinan. Pasal 2 konstitusi 1979, misalnya
menyebutkan suatu tatanan yang berdasarkan keyakinan pada : “ Tauhid,
kemahakuasaannya dan syari’atnya adalah miliknya semata-mata serta menaati
perintahnya. Imamah dan kelanjutan kepemimpinan, serta peranan fundamental demi
kelanggengan Revolusi Islam Iran.59
Draf pertama konstitusi Republik Islam Iran disusun pada Juni 1979 oleh majlis
Mu’assisan (majelis konstituante) yang dibentuk berdasarkan dekrit Ayatullah Khomeini.
Para anggota majlis Mu’assisan, yang kemudian diubah menjadi majlis Khubregan
(majelis ahli) ini, dipilih oleh rakyat. Ketika bersidang untuk membahas konstitusi itu,
para anggota majelis dari partai Republik Islam memperkenalkan pembaruan penting
yang mengubah sifat dasar konstitusi secara fundamental dengan memasukan pasal 5
mengenai wilayah Al-Faqih.
Pasal itu berbunyi sebagai berikut : “Sepanjang kegaiban Imam segala zaman (semoga
Tuhan mempercepat penjelmaannya yang diperbarui) pemerintah dan kepemimpinan bangsa
ada di tangan faqih yang adil dan alim, paham tentang keadaan zamannya, berani, bijak dan
memiliki kemampuan administratif. Pada saat tidak ada faqih yang sangat dikenal oleh
mayoritas, maka suatu dewan kepemimpinan yang terdiri dari fuqaha yang memiliki
kecakapan seperti tersebut, akan memiliki tanggung jawab sesuai dengan pasal 107.60
Pasal 107 konstitusi 1979 pada prinsipnya mensahkan Ayatullah Khomeini sebagai
Wilayah Al-Faqih, “marja taqlid yang terkemuka dan pemimpin revolusi. Kecakapan
khusus pemimpin atau dewan kepemimpinan menurut pasal 109 adalah : memenuhi
59
Lbid hal 169
60
Lbid hal 170.

33
persyaratan dalam hal keilmuan dan kebajikan yang esensial bagi kepemimpinan agama
dan pengeluaran fatwa serta berwawasan sosial, berani, berkemampuan dan mempunyai
cukup keahlian dalam pemerintahan. “
Wilayah Al-Faqih, menurut pasal 110 konstitusi diberi tugas dan kekuasaan untuk
menunjuk fuqaha pada dewan perwalian (Shurraye Nigahben), wewenang pengadilan yang
tertinggi, untuk mengangkat dan memberhentikan panglima tertinggi pasukan pengawal
revolusi Islam, untuk menyatakan keadaan perang dan damai, untuk menyetujui kelayakan
calon-calon presiden dan untuk memberhentikan Presiden Republik berdasarkan rasa hormat
terhadap kepentingan negara. karena itu, konstitusi 1979 memberikan wewenang negara yang
tertinggi dan terakhir kepada Wilayah Al-Faqih.61

E. PERKEMBANGAN GAGASAN WILAYAH AL-FAQIH


a. Munculnya Kubu Reformis dan Konservatif
Setelah revolusi 1979 di Republik Islam Iran hanya mengenal satu sistem kepartaian,
partai penguasa yang bernama PRI (Partai Republik Islam) menjadi partai terbesar dalam
sejarah politik negara para mullah tersebut, namun meskipun menganut sistem satu
partai, PRI tidak terbebas dari perbedaam pendapat diantara kelompok-kelompok
didalamnya.
Sebelum kemunculan kaum reformis, di Iran hanya ada dua kekuatan yang bertarung
dalam memperebutkan posisi-posisi jabatan politik, yaitu antara kelompok kiri Islam dan
kaum konservatif, kedua kelompok inilah yang mendominasi pertarungan politik dalam
tubuh PRI.
Kelompok kiri Islam ialah kelompok yang menggunakan analisa sosialis dalam
menjawab setiap problem sosial politik, mereka mensintesakan teologi Islam dengan
konsep perjuangan kelas marxian, kelompok kiri Islam sangat dekat dengan Khomeini,
tokoh Muhammad Khatami yang kemudian hari menjadi simbol gerakan reformasi di
Iran, awalnya berasal dari kelompok ini. Sedangkan kelompok konservatif ialah
kelompok politik yang sangat setia dengan doktrin Vilayat I Faqih, mereka menjadi
sebuah kelompok yang cukup ditakuti, karena tindakannya selalu di dukung penuh

61
Lbid hal 171

34
lembaga-lembaga tinggi negara yang dikuasainya guna mengamankan jalannya
revolusi.62
Setelah meninggalnya Khomeini kelompok konservatif berhasil menyingkirkan
kaum kiri Islam, mereka memandang kiri Islam sebagai kelompok yang kurang Islami,
karena mengadopsi keyakinan sosialis dalam gerakannya. Tersingkirnya kiri Islam
semakin mengkokohkan kalangan konservatif sebagai satu-satunya pihak yang
menguasai pemerintahan, hampir semua pos-pos penting dipemerintahaan dikuasai
kalangan ini, yang cukup menarik Muhammad Khatami yang saat itu menjabat sebagai
Mentri Kebudayaan tidak tergeser posisinya, karena Presiden Rafsanjani (berasal dari
kelompok pragmatis) masih mempertahankan dirinya, sebagai penyeimbang dari
menguatnya kalangan konservatif dimasa akhir kekuasaanya.
Sosok Muhammad Khatami sangat berbeda dengan para mullah yang lain,
Khatami tidak terlibat langsung dengan pergolakan politik ketika revolusi Islam 1979,
saat itu Khatami bermukim di Jerman bekerja sebagai Direktur Pusat Studi Islam di
Hamburg. Kehidupam demokratis di Jerman memang telah membentuk jalan pikiran
intelektual Khatami yang moderat.63 Pasca revolusi, pemimpin tertinggi Ayatullah
Khomeini mengajak Khatami masuk ke dalam pemerintahan revolusi, jabatan
pertamanya sebagai editor berita harian Kayhan, sebuah surat kabar yang langsung
dibawah kendali Khomeini, sejak awal Khomeini sadar bahwa pemerintahan pasca
revolusi memerlukan beberapa wajah moderat, karena umumnya para mullah pendukung
revolusi berhaluan konservatif.
Pada tahun 1983 bersamaan dengan proses Islamisasi besar-besaran oleh
pemerintah Iran, Khatami diangkat sebagai Mentri Kebudayaan dan Pembinaan Islam,
selama Khatami menjabat berbagai kebijakan pembaharuan dihasilkan oleh departemen
yang dipimpinnya. Muhammad Khatami secara pelan-pelan menebarkan benih-benih
demokrasi ditengah kehidupan masyarakat Islam Iran dengan membuka kran impor film-
film asing serta mendorong penerbitan buku dan surat kabar. Sudah tentu kebijakan pintu
terbuka ini membuat kalangan konservatif risau, mereka tidak bisa menerima gagasan-

62
Argenti, Gili. 2018. KELOMPOK POST ISLAMISME PASCA REVOLUSI ISLAM IRAN 1979. JURNAL POLITIKOM
INDONESIANA, VOL.3 NO.1 JULI. Hal 146
63
Cipto, Bambang. 2004. Dinamika Politik Iran: Puritanisme Ulama, Proses Demokratisasi dan Fenomena Khatami.
(Yogyakrta : Pustaka Pelajar). Hal 45

35
gagasan liberal Khatami yang dianggap bisa membahayakan revolusi Iran. Namun,
dukungan kuat dari Khomeini membuat golongan konservatif tidak bisa berbuat banyak,
kecuali melontarkan kritik-kritik yang pedas terhadap anak kesayangan pemimpin
revolusi tersebut.
Akan tetapi, sejak Khomeini wafat, golongan konservatif mulai meningkatkan
tekanan kepada Presiden Rafsanjani untuk memecat Khatami, pada awalnya Rafsanjani
mempertahankan Khatami sebagi menterinya, tetapi seiring tekanan kaum konservatif
yang terus meningkat eskalasinya, akhirnya membuat Khatami terpental dari jabatan
Mentri Kebudayaan dan Pembinaan Islam yang telah dipeganya. 64 Setelah melepas
jabatan Mentri, Muhammad Khatami bekerja sebagai Direktur Pepustakaan Nasional,
ide-ide pembaharuan terus ia kampanyekan melalui beberapa buku yang ditulisnya,
dalam salah satu bukunya Khatami berusaha menyakinkan kaum muslimin Iran agar
meninggalkan cara-cara berpikir kuno dan mengajurkan untuk meningkatkan logika
penalaran dalam menjawab tantangan zaman.
Namun, yang paling menarik dalam bukunya, ketika Khatami mengkritik
pemerintah Iran, ia mendukung prinsip-prinsip dasar demokrasi liberal, menekankan
perlunya sebuah konsensus dan perjanjian antara penguasa dan rakyat, bagi Khatami
pemerintah Islam yang baik adalah pemerintahan yang berbasis pada kedaulatan rakyat,
Khatami mengakui demokrasi liberal mempunyai kelemahan, namun kelebihanya tidak
sedikit yang bisa dimanfaatkan oleh umat Islam.
Khatami juga secara terbuka menyatakan bahwa rakyat Iran berhak untuk
menterjemahkan Vilayat I Faqih sesuai dengan perkembangan zaman dan rakyat Iran
hendaknya mengambil manfaat dari apa-apa yang berasal dari dunia barat. Berbekal pada
pikiran dasar perlunya perubahan inilah Khatami memberanikan diri maju dalam
kampanye presiden tahun 1997.65
Pemilihan umum untuk memilih Presiden di Iran yang diselenggarakan Jumat 23
Maret 1997 mengejutkan dunia internasional, pemilu yang dimenangkan oleh kandidat
dari kubu reformis Muhammad Khatami, menjadi peristiwa fenomenal dalam sejarah
politik Iran, peristiwa ini hampir sama dengan kejadian kurang lebih dua dekade
sebelumnya, ketika jutaan pemuda pemudi Iran turun ke jalan menyerukan revolusi,
64
Lbid hal 47
65
Lbid hal.48

36
bedanya pemuda pemudi yang mendukung Khatami tidak lagi menyerukan
pemberontakan di jalan-jalan dalam mengartikulasi tuntutanya, mereka menuntut
keterbukaan sistem dan demokratisasi lewat revolusi kertas suara di bilik-bilik suara.
Di perkotaan semakin banyak anak muda dari generasi ini baik laki-laki dan
perempuan yang memasuki bangku kuliah, kalangan muda perkotaan inilah yang menjadi
motor penggerak perubahan demokrasi di Iran, mereka mengambil langkah-langkah
moderat namun tetap kritis terhadap rezim yang berkuasa, mereka mengkritik dominasi
politik para mullah dalam politik Iran.
Setelah Muhammad Khatami menduduki jabatan Presiden, segera ia mengeluarkan
kebijakan-kebijakan pro liberalisme sesuai dengan janji-janjinya pada saat kampanye.
Slogan toleransi, modernisasi dan keterbukaan dijabarkan dengan program pembangunan
politik dan ekonomi. Dalam setiap pidatonya Khatami selalu menyerukan kembalinya ke
sistem multi partai, membuka kran keterbukaan seluas-luasnya serta membebaskan
aktifitas budaya, penelitian dan publikasi dari pembatasan birokrasi dan undang-undang.66
Khatami berusaha memenuhi janjinya tersebut dengan membangun
pemerintahaan berbasis kalangan reformis, kabinet yang dibentuk Khatami
mencerminkan kekuatan-kekuatan politik yang menjadi pendukung utama dirinya sebagai
presiden, kabinet tersebut mewakili kalangan reformis dan kalangan kiri Islam.
Keyakinan Khatami bahwa Islam sangat sesuai dengan demokrasi barat, mendorong
dirinya membuka perluasaan penerbitan media massa, peningkatan partisipasi perempuan
dalam politik dengan mengangkat Massoumeh Ebtekar sebagai salah satu wakil presiden
dari perempuan.67 Khatami juga mendorong debat publik di berbagai forum tentang
toleransi, tertib hukum dan dampak negatif dari penggunaan kekerasan dalam
membangun kehidupan berpolitik, ia menekankan bahwa tidak mungkin tujuan politik
dicapai dengan cara-cara kekerasan, walaupun di negara Islam seperti Iran. Bahkan
kerap kali dalam pidatonya Khatami membedakan antara Islam damai dan Islam
kekerasan, dengan penuh simpati Kahatami berusaha menyakinkan publik Iran bahwa
budaya toleransi adalah sangat penting dan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Islam.

66
Rahman, Musthafa Abd. 2003. Iran Pasca Revolusi : Fenomena Pertarungan Kubu Reformis dan Konservatif.
(Jakarta : Buku Kompas). Hal 21
67
Cipto, Bambang. 2004. Dinamika Politik Iran: Puritanisme Ulama, Proses Demokratisasi dan Fenomena Khatami.
(Yogyakrta : Pustaka Pelajar). Hal 61

37
Pencapaian pembangunan politik spektakuler di masa Presiden Khatami adalah
diselenggaraknya pemilihan umum di tingkat daerah, karena sejak tahun 1979 hingga
1998 Pemerintah Republik Islam Iran tidak pernah menyelenggarakan pemilihan di
tingkat daerah.68 Walaupun sesungguhnya konstitusi Iran memuat pasal tentang
pemilihan anggota dewan perwakilan daerah dan kabupaten. Kubu reformis sangat
berharap dengan diselenggarakan pemilihan parlemen di daerah akan membantu proses
desentralisasi daerah di seluruh Iran.
Reaksi keras terhadap kebijakan baru Khatami bermunculan, kaum konservatif
menyerang Khatami sebagai kepanjangan kapitalisme barat, menurut mereka kebebasan
berbicara dan menerbitkan media massa sangat berlebihan serta mengancam ideologi
revolusi Islam Iran. Kubu konservatif kemudian mengarahkan sasaran terhadap pilar
kekuataan andalan kaum reformis, yakni media massa, lewat Departemen Kehakiman
Iran yang dikuasai kalangan konservatif, menuduh media massa telah menyalahgunakan
kebebasan yang telah diberikan pemerintah, oleh karena itu tindakan keras dan tegas
diperlukan untuk membungkam media-media yang dianggap kontra revolusi.
Pemerintah lewat pasukan khusus (pengawal revolusi) dan basij (pasukan khusus
Departemen Dalam Negeri) melakukan tindakan refresif terhadap beberapa media corong
kaum reformis tersebut, beberapa koran dan media yang dianggap terlalu liberal langsung
ditutup dengan alasan membahayakan eksistensi revolusi Islam Iran. Bahkan didalam
parlemen pertarungan antara kaum reformis dan konservatif berlangsung lebih seru dan
panas, walaupun mayoritas kursi di Majlis dikuasai oleh kubu reformis dengan 74% kursi
dan kubu konservatif hanya menguasai sekitar 26% saja, tapi kalangan garis keras ini
walaupun jumlahnya minoritas, kemenangan selalu ada ditangannya, karena setiap
keputusan yang dihasilkan oleh parlemen pasti akan dijegal oleh Dewan Pengawal bila
dianggap bertentangan dengan revolusi.
Hasil pemilu 23 mei 1997, Khatami mendapatkan suara 69, 7 persen (20. 078. 178)
dari 29.767.000 suara yang diperebutkan. Sedangkan Nateq-Nouri hanya memperoleh
29,7 persen (7. 242. 859). Kendati pada awalnya tidak diunggulkan Khatami, namun pada
akhirnya ia berhasil memenangkan pemilu tersebut. Ada beberapa faktor dibalik
kemengan Khatami.69 diantaranya:
68
Lbid hal 64
69
Sihbudi, Riza. 2007. Menyandera Timur Tengah. Jakarta: Mizan. Hal 253

38
1. “Angin” perubahan yang bertiup ke mana-mana, ternyata sampai ke Iran. Artinya
bangsa Iran sebagaimana bangsa lain mendambakan adanya suatu perubahan. Tentu
kearah perubahan sosial-politik yang lebih demokratis dan terbuka. Sebagaimana tema-
tema kampanye Khatami.
2. Pemilu 1997, merupakan pemilu pertama yang diikuti oleh para pemilih pemula dari
generasi pascarevolusi 1979. Dengan kata lain, inilah pemillu pertama di Iran yang
melibatkan generasi muda yang tidak merasakan “romantisme” gemuruh revolusi 1979.
3. Faktor ekonomi. Khatami dalam tema kampanyenya berjanji untuk mempertahankan
kebijakan “ekonomi subsidi” ternyata disukai kalangan bawah, yang merasa khawatir
dengan ide-ide liberalisasi dan reformasi ekonomi yang disajikan kubu Nateq-Nouri.
4. Faktor “keturunan”, faktor ini memang seringkali luput dari pengamatan media
maupun pengamat Barat. Di Iran, kaum mullah yang menggunakan surban hitam
dipercayai sebagai keturunan Nabi Muhammad, oleh sebab itu ia menyandang gelar
“sayyid’ sebagai mana Mohammad Khatami.
Kemenangan Khatami mengandung arti bahwa mayoritas rakyat Iran saat itu
sepenuhnya mendukung langkah-langkah reformasi di bidang politik, namun menolak
liberalisasi ekonomi yang dirintis oleh Rafsanjani. Sedangkan menurut majalah The
Economist, terpilihnya Khatami, tokoh intelektual progresif sekaligus politikus moderat
menjadi presiden Iran itu menandai awal babak baru dalam sejarah politik iran, era
keterbukaan, toleransi dan semangat progresif.
Konsep dialog peradaban yang Khatami tawarkan, tergambar dalam pidato
sambutan pelantikannya menjadi presiden, tangggal 3 Agustus 1997. Khatami akan
membuka kontak-kontak baru dengan Negara-negara Barat, termasuk AS, Khatami ingin
membawa Iran lebih aktif dalam percaturan politik global dan peran dalam upaya
perdamaian, masyarakat Barat pun menyambut dengan hangat. Bahkan kantor berita Iran
IRNA menulis, Paus Yohanes Paulus 11 juga menaruh harapan besar kepada Khatami.
Pada awal era revolusi, Republik Islam Iran mengalami kesulitan berkomunikasi dengan
masyarakat internasional, apalagi pemimpin revolusi Ayatollah Khomeini saat itu
mengumandangakan slogan “tidak Barat, tidak Timur” yang dimaksud anti-Amerika
Serikat dan Uni Soviet kala itu. Namun setelah dua dekade revolusi Iran, pemimpin Iran
dan dunia mulai tampak upaya rekonsiliasi yang dimulai sejak masa Presiden Hashemi

39
Rafsanjani. Proses rekonsiliasi itu diharapkan semakin cepat pada era Presiden
Mohammad Khatami. Banyak negara Barat saat ini ingin menjalin hubungan dengan
pemerintah Khatami sebagai upaya mereka mendukung kubu reformis melawan kubu
konservatif di Iran sekarang.70
Usaha kubu reformis untuk melakukan sistem multi partai, liberalisasi ekonomi,
sosial dan budaya menemukan momentum persamaan dengan kepentingan negara-negara
Barat. Akan tetapi misi reformasi pemerintahan presiden Khatami bukan tanpa resiko.
Republik Islam Iran di bawah kepemimpinan Khatami bisa jadi akan kehilangan simpati
dari organisasi-organisasi keagamaan penganut paham neo-fundamentalisme yang sangat
anti Barat. Namun Khatami mempunyai rasa optimis, bisa saja muncul organisasi
keagamaan atau negara Islam di Timur Tengah, yang mengadopsi konsep Khatami. Jika
konsep Khatami kelak mampu melampaui batas negara Iran, maka akan terjadi suatu
peningkatan peran regional Negara Iran seperti yang diidamkan pemimpin revolusi
Ayatollah Khomeini, namun dengan wajah Iran yang berbeda sama sekali.

70
Rahmawati.2011. IRAN PADA MASA PEMERINTAHAN KHATAMI 1997-2001. Skripsi UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA. FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA. JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM. Hal 37

40
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peran Ayatullah Khomeini dalam Revolusi Islam Iran 1979 dan pengaruhnya bagi
perkembangan Iran, maka sangat menarik bahwa sosok ulama adalah tokoh yang bisa
menggerakan rakyat dari berbagai kalangan baik kalangan bawah, menengah, hingga atas
untuk mengikuti instruksi dari ulama. Oleh karenanya sosok yang paling
bertanggungjawab atas berhasilnya Revolusi Islam Iran adalah Ayatullah Khomeini yang
terlahir dari kelompok Sayyid Mussawi (ulama terkemuka Iran). Dalam kaitannya
seberapa besar peran Ayatullah Khomeini dalam revolusi Islam Iran adalah mengajak
masyarakat untuk memprotes terhadap kebijakan Shah Reza Pahlevi melalui ceramah
politik baik itu di mimbar maupun di kaset ketika Ia diasingkan diluar negeri hingga
sampai kembali ke dalam negeri sehingga banyak rakyat yang ikut terpengaruh dengan
ceramah-ceramahnya tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut ditambah dengan
struktur masyarakat Iran yang mayoritas menganut teologi Syiah, Ayatullah Khomeini
yang merupakan keturunan dari Sayyid mampu menggerakan masyarakat untuk
melakukan oposisi bahkan ditopang kelompok intelektual dan ulama Iran. Dengan
demikian pengaruh Ayatullah Khomeini terhadap Revolusi Islam Iran sangat besar
bahkan bisa dibilang dialah kreator dari meletusnya Revolusi Islam yang terjadi di negeri
Mullah.
Dampak dari diterapkannya ideologi Wilayah Al-Faqih (Kepemimpinan para
ulama) menjadikan Iran adalah satu-satunya Negara yang di dunia yang sistem
pemerintahan tertinggi dipegang oleh seorang ulama yang menurut masyarakat Syiah
khususnya Iran merupakan representasi dari wakil Tuhan dimuka bumi (manifestasi dari
Imam Mahdi). Oleh karenanya, rakyat Iran patuh dan mentaati apa yang dilakukan oleh
Khomeini.
B. Saran

41
Pembahasan terkait Ayatullah Khomeini sebagai pemimpin Revolusi Iran dan
pemikirannya tentang Wilayah Al-Faqih, akan sangat panjang jikalau dibahas terutama
perkembangan gagasan Ayatullah Khomeini yang terus dikembangkan oleh setiap
Presiden Iran yang menjabat dalam setiap periode.
Penulis merasakan bahwa, apa-apa yang telah disampaikan dalam makalah ini masih
begitu kurang. Dan masih diperlukan data-data yang lebih banyak lagi, juga memberikan
kesempatan kepada penulis lain yang ingin mengangkat tema pembahasan tentang
Ayatullah Khomeini, pemikiran politik serta perkembangan gagasan.Karena dengan
kritik dan saran yang membangun, diharapkan dalam penulisan Ayatullah Khomeini
menjadi sempurna dengan masukan-masukan, ide-ide baru serta didukung dengan data-
data yang lebih banyak lagi.

Daftar Pustaka

 Fadoil, M. Heri . 2013. Konsep Pemerintahan Religius Dan Demokrasi Jurnal Al-Daulah
Hukum Dan Perundangan Islam Vol.03.No.02
 Rahnema,Ali Rahnema. 1996. (Terj). Ilyas Hassan Para Perintis zaman baru. (Bandung :
Mizan anggota IKAPI)
 Rahnema. Ali. 1995. Para Perintis Zaman Baru Islam. Diterjemahkan dari Pionerers Of
Islamic Revival (Bandung : Mizan)
 Iqbal,Muhammad.2010. Pemikiran Politik Islam Dari Masa Klasik Hingga Indonesia
Kontemporer( Jakarta : Fajar Interpratama Mandiri )
 Sihbudi, M. Riza. 2007. Menyandera Timur Tengah (Jakarta : Mizan Publika)
 Syam, Firdaus . 2010. Pemikiran Politik Barat, Sejarah Filsafat, Ideologi Dan
Pengaruhnya Terhadap Dunia Ke - 3 ( Jakarta : Bumi Aksara)
 Esposito, John L. 1987. Dinamika Pembangunan Islam. Jakarta :Rajawali Press.
 Nasution, Harun,dan Azyumardi Azra. 1985. Perkembangan Modern Dalam Islam.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
 Algar Hamid, dkk. 1984 .Revolusi Islam al-Islamiyah. Teheran AlMaktabah al-Islamiah
al-Kubra
 Antonio,Muhammad Syafii. 2012. Ensiklopedia Peradaban Islam Persia, (Jakarta :
Tazkia Publishing)
 Abdullah, Taufik. 2002. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta : Ichtiar Baru van
Hoeve)
 Sujati, Budi. 2019. PERAN AYATULLAH KHOMEINI DALAM REVOLUSI ISLAM
DI IRAN 1979. Jurnal Rihlah Vol.7 No. 1
 Esposito, John L. 1990. (Terj), Sahat Simamora , Islam dan Pembangunan. ( Jakarta :
Rineka Cipta)
 Lapidus, Ira M. 2000. (Terj). Ghufron A. Mas’adi, Sejarah Sosial Umat Islam. (Jakarta :
Raja Grafindo Persada).

42
 Anis, Muhammad. 2013. Islam dan Demokrasi Persfektif wilayah Al-Faqih. Bandung :
AlMizan
 Qasim A. Ibrahim, Muhammad A. Saleh.2014. (Terj), Zainal Arifin, Buku Pintar Sejarah
Islam. (Jakarta : Mizan)
 Esposito, John L. 2002. Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Cet.II. Bandung:
Mizan
 Sujati, Budi. Setia Gumilar. 2018. Paul Thompson : The Voice of the Past. Suara dari
Masa silam : Teori dan Metode sejarah Lisan. (UIN Sumatera Utara, Jurnal JUSPI :
Jurnal Sejarah Peradaban Islam, Vol 2 No. 2 )
 Kadir, Abdul. 2015. SYIAH DAN POLITIK: STUDI REPUBLIK ISLAM IRAN. Jurnal
Politik Profetik Volume 5 Nomor 1.
 Thohir, Ajid. 2009. Studi Kawasan Dunia Islam.(Cet, I; Jakarta: Rajawali Press)
 Maulana, Noor Afif. 2002.Revolusi Islam Iran dan Realisasi Wilayat al-Faqih. (Cet, I:
Yogyakarta: Kreasi Wacana)
 Cipto,Bambang. 2004. Dinamika Politik Iran. (Cet, I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
 Abdullah, Taufik . 2002. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. (Jakarta : Ichtiar Baru van
Hoeve.)
 Astuti, Nita Yuli. Budi Sujati.2018. PEMIKIRAN AYATULLAH KHOMEINI TENTANG
WILAYAH AL-FAQIH DAN RESPON PARA ULAMA . Jurnal Aqidah-Ta Vol. IV No. 2.
 Esposito, John L. 1986.(Terj), A. Rahman Zainudin, Identitas Islam : Pada Perubahan
Sosial dan Politik, (Jakarta : PT. Bulan Bintang).
 Ade Armando Dkk. 2003. Ensiklopedi Islam Untuk Pelajar Jilid III. (Jakarta : PT. Ichtiar
Baru van Hoeve)
 Rahmat, Jalaludin. 1994. Islam Alternatif : Ceramah-ceramah dikampus. (Bandung :
Mizan anggota IKAPI)
 Azra, Azyumardi. 1996. Pergolakan Politik Islam : Dari Fundamentalisme, Modernisme,
hingga Postmodernisme, (Jakarta : Paramadina)
 Argenti, Gili. 2018. KELOMPOK POST ISLAMISME PASCA REVOLUSI ISLAM IRAN
1979. JURNAL POLITIKOM INDONESIANA, VOL.3 NO.1 JULI.
 Cipto, Bambang. 2004. Dinamika Politik Iran: Puritanisme Ulama, Proses
Demokratisasi dan Fenomena Khatami. (Yogyakrta : Pustaka Pelajar).
 Rahman, Musthafa Abd. 2003. Iran Pasca Revolusi : Fenomena Pertarungan Kubu
Reformis dan Konservatif. (Jakarta : Buku Kompas).
 Cipto, Bambang. 2004. Dinamika Politik Iran: Puritanisme Ulama, Proses
Demokratisasi dan Fenomena Khatami. (Yogyakrta : Pustaka Pelajar).
 Rahmawati.2011. IRAN PADA MASA PEMERINTAHAN KHATAMI 1997-2001.
Skripsi UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. FAKULTAS ADAB DAN
HUMANIORA. JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
 Sihbudi, Riza. 2007. Menyandera Timur Tengah. Jakarta: Mizan.

43
 Sari, Rahayu Manda. 2017. KONSEP WILAYATUL FAQIH DALAM SYIAH MODERN (Analisis
Pemikiran khomeini). Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Sumatera
Utara.
 Sudrajat, Ajat. 1996. IMAM AL-KHUMAINI DAN NEGARA REPUBLIK ISLAM IRAN. Jurnal Cakrawala
Pendidikan Nomor 1, Tahun Xv, Februari.

44

Anda mungkin juga menyukai