Anda di halaman 1dari 5

Biografi Ayatullah Imam Khomeini

Ruhullah Musawi Khumaini merupakan nama asli dari Imam Khomeini yang lahir
pada 20 Jumadil Akhir 1320 H atau pada masehinya pada 24 September 1902 di sebuah kota
kecil di barat daya Kota Qum.1 Khomeini sendiri berasal dai keluarga yang sangat religius,
hal ini dapat terlihat dengan keluarganya mempunyai silsilah nasab yang sampai dengan Nabi
Muhammad SAW. Ayahnya bernama Sayyid Mustafa al-Musavi al-Khomeini meruapakan
salah satu tokoh ulama yang sangat berpengaruh sampai keluar daerahnya, sedangkan
kakeknya Khomeini yang bernama Sayyid Din Ali Syah adalah seorang cendekiawan muslim
(religious scholar) dari Nishapur (Iran timur laut).2

Semasa kecil, Imam Khomeini belajar bahasa Arab, syair Persia, dan Kaligrafi di
sekolah negeri dan di maktab. Serta menjelang dewasa, beliau mulai belajar agama dengan
lebih serius. Ketika berusia 15 tahun, Imam Khomeini mulai belajar tata bahasa Arab kepada
saudaranya yang pada saat itu belajar bahasa Arab dan Teologi di Ishafan. Dan pada saat
umur 17 tahun, khomeini pergi kerja Arak kota yang dekat dengan Ishafan untuk belajar
dengan Syekh Abdul Karim Ha’eri Yazdi, seorang ulama yang terkemuka. 3 Dalam usia muda
Khomeini, ia tidak hanya belajar ilmu agama melainkan ilmu perpolitikan juga. Ketertarikan
terhadap politik inilah yang kemudian mengantarkannya pada cita-cita revolusioner yang di
kemudian hari memang berhasil dicapai oleh rakyat Iran.

Kiprah perpolitikan Khomeinimulai ditunjukan ketika ia menulis sebuah buku yang


berjudul Kasyf al-Asrar, yang didalamnya membahas tentang pemikiran-pemikiran
politiknya, tertuama kritiknya terhadap pemerintahan Shah. Inti isi dari buku yang ia tulis
adalah sistem monarki seharusnya dibatasi oleh aturan-aturan syariat yang telah diijtihadkan
oleh para mujtahid. Selain itu, kepemimpinan dalam pandangan Khomeini harus
mengutamakan posisi para mujtahid atau ulama.4 Khomeini mengawali kiprah politik tidak
secara langsung kerja gelanggang lapangan pertarungan, namun ia berkiprah secara langsung
pada tahun 1962 pasca gurunya wafat.

1
Abadr Rahman Koya, Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Diterjemahkan dari: Imam Khomeini
Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk,
(Depok: Pustaka IIMaN, 2009), h. 34
2
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33103/1/SITI%20KOMARIAH.p diakses pada
tanggal 03 April 2023
3
Imam Khomeini, Palestina Tragedi Keterhinaan Kaum Muslim, (T.tp : Zahra, 2004) h.1
4
Rofiki, Pemikiran Politik Imam Khomeini: Konsep Wilayah al-Faqih dan Penerapannya di Zaman Sekarang, Al-
IMARAH: Jurnal Pemerintah dan Politik Islam Vol. 7, No. 1, 2022. H. 87
KONSEP WALIYATUL FAQIH

Dalam Syi’ah, agama dan politik merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan.
Bahkan keadilan yang menjadi prinsip dasar dalam politik juga menjadi salah satu dasar
agama (ushuluddin) dalam Syi’ah. Tidak hanya itu, konsep kepemimpinan dalam Syi’ah, baik
kepemimpinan umat (agama) maupun rakyat (negara), juga diatur dalam ushuluddin-nya.
Kepemimpinan atas dua hal tersebut, bagi mereka, adalah sudah menjadi hak Nabi dan 12
Imam yang mereka yakini. Hal ini berarti di masa adanya imam yang mereka yakini
ma’shum itu, konsep politik Syi’ah adalah teokrasi.5

Ada beberapa alasan sebenarnya mengapa Syi’ah meyakini konsep politik teokrasi.
Pertama, mereka meyakini bahwa konsep politik teokrasi sebagai konsep politik Islam yang
dilandaskan atas nas Alquran dan hadits yang mutawatir. Syi’ah meyakini bahwa Islam juga
mengatur masalah politik. Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa agama
sebenarnya tidak terlepas dari politik. Kedua, mereka meyakini bahwa para imam itu adalah
orang suci dan ma’shum (diampuni dosanya) dan telah sampai pada puncak kebijaksanaan.
Ketiga, karena di zaman masing-masing imam, mereka juga didukung oleh umat Islam.
Hanya saja mereka tidak sempat duduk sebagai pemimpin dalam satu pemerintahan karena
dijauhkan di tengahtengah umat, ditekan, dipenjara, bahkan dibunuh oleh penguasa saat itu.
Hanya Sayyidina Ali yang mendapat kesempatan memimpin umat Islam dan itu pun beliau
hanya meneruskan konsep kekhalifahan dan tak lama memimpin wafat dibunuh.6

Sehingga berangkat dari konsep yang diambil dari ideologi yang Khomeini anut, ia
berpandangan bahwa pemerintahan islam adalah pemerintahan hukum. Maka mereka yang
mengetahui hkum dan agama pada umumnya yaitu fuqoha, harus melaksanakan tanggung
jawab mengawasi permasalahan eskekutif dan administrasi negara.7 Wilayah al-Faqih, secara
bahasa dapat dirunut akar katanya dalam bahasa Arab, yakni wilayah, yang mempunyai
makna teman, pendukung, berbakti, pelindung. Serta faqih, yang berarti orang yang ahli fikih
atau hukum Islam. Dalam bahasa Persia juga tidak jauh maknanya, ia memiliki sederet arti
seperti teman, pendukung, pemilik, pelindung, pembantu, dan penjaga. Sementara wilayah
bermakna mengatur dan memerintah. Jadi, Wilayah alFaqih di sini berarti pemerintahannya
seorang fakih. Seorang fakih mempunyai wilayah, perwalian atau pemerintahan, atas
5
Ibid., h. 90
6
Husein Ja’far Al-Hadar, “Falsafat Politik Wilāyah Al-Faqīh,” Ilmu Ushuluddin 2, no. 2 (2014): 97–98 diakses
pada 04 April 2023 http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/ilmuushuluddin/article/view/1006
7
Muhammad Iqbal, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer ( Jakarta : Fajar
Interpratama Mandiri, 2010 ), h. 244
masyarakat (atau rakyat) sebagai seorang pengurus atau pengelola yang mendorong mereka
(masyarakat tersebut) meraih apa yang diidamkan Islam.8

Wilayatul Faqih sendiri merupakan sebuah tata politik yang baru, konsep ini sudah
lebih dulu di kenalkan oleh tokoh-tokoh syiah lainya, akan tetapi lebih terkenal ketika dibawa
oleh Khomeini pada tahun 1979.9 Konsep ini dimunculkan oleh Khomeini dan dijadikan
acuan karena ada beberapa pemikiran penting menurutnya, yaitu:10 pertama berakhirnya
Imamah, dalam pengertian apa yang disebut sebagai masa “Kegaiban Besar/Sempurna”, yaitu
masa sesudah meninggalnya keempat Wakil Imam sampai kedatangan kembali Al-Mahdi
pada akhir Zaman. Kedua, pelembagaan konsep Wilayatul Faqih itu dimaksudkan sebagai
upaya mengisi kefakuman Imamah sekaligus menjaga kelestariannya. Dengan tampilnya para
Faqih yang mengemban fungsi teologis-politisi sebagaimana pendahulunya, sekaligus
menempatkan mereka sebagai Sultan al-Zaman li-tadbir al-Anam (otoritas yang ditunjuk
untuk mengelola urusan-urusan umat manusia), dan dapat pula diartikan sebagai kreativitas
Khomeini.

Dasar pemikiran Ketiga, idealisasi politik Syiah yang termanifestasikan dalam diri
Khomeini. Artinya, bila pada abad-abad sebelumnya Islam Syiah belum berhasil
mewujudkan cita-cita politiknya, yaitu terciptanya tatanan masyarakat Islam dibawah
pemerintahan Imam sebagai pemegang kekuasaan untuk menggantikan pemerintahan tirani
yang Zhalim, maka pada abad 20 cita-cita tersebut dapat terealiasikan melalui perjuangan
panjang seorang wakil imam, yaitu Khomeini.11

Keempat, yang semakin mendesak diberlakukannya konsep Wilayatul Faqih karena


banyaknya anomali kekuasaan yang dilakukan oleh Syah Reza Pahlevi, baik dalam bidang
ekonomi, sosial-budaya maupun politik sebagai akses dari ambisi Syah Iran untuk
mempercepat proses modernisasi negaranya, yang berakibat pula pada proses de-Islamisasi,
terutama dibidang sosial-budaya dan politik. Dibidang sosial-budaya, modernisasi yang
dipraktikkan Syah adalah sekulerisasi.

8
Hisbullah Hisbullah, “Konsepsi Kekuasaan Dalam Sistem Wilayatul Fakih Menurut Konstitusi Republik Islam
Iran,” UII (Universitas Islam Indonesia, 2013), 78–79, diakses tanggal 04 April 2023 h. 91
https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/8790.
9
http://repository.uinsu.ac.id/2998/1/SKRIPSI.pdf diakses tanggal 04 April 2023 h. 60
10
Ibid., h. 61
11
Fadil Sj Abdul Halim, Politik Islam Syiah Dari Imamah Hingga Wilayatul Faqih (Malang: UIN Maliki Press,
2011), h. 107
DAFTAR PUSTAKA

Rahman Koya, Abadr. Apa Kata Tokoh Sunni Tentang Imam Khomeini, Diterjemahkan dari:
Imam Khomeini Life, Thought and Legacy Essays From an Islamic Movement
Perspective, Penerjemah: Leinovar Bahfeyn dkk, Depok: Pustaka IIMaN, 2009

Khomeini, Imam. Palestina Tragedi Keterhinaan Kaum Muslim, T.tp : Zahra, 2004

Rofiki, Pemikiran Politik Imam Khomeini: Konsep Wilayah al-Faqih dan Penerapannya di Zaman
Sekarang, Al-IMARAH: Jurnal Pemerintah dan Politik Islam Vol. 7, No. 1, 2022

Husein Ja’far Al-Hadar, Husein. “Falsafat Politik Wilāyah Al-Faqīh,” Ilmu Ushuluddin 2, no.
2 (2014) diakses pada 04 April 2023
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/ilmuushuluddin/article/view/1006

Iqbal, Muhammad. Pemikiran Politik Islam Dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer
( Jakarta : Fajar Interpratama Mandiri, 2010 ),

Hisbullah Hisbullah, “Konsepsi Kekuasaan Dalam Sistem Wilayatul Fakih Menurut


Konstitusi Republik Islam Iran,” UII (Universitas Islam Indonesia, 2013), diakses
tanggal 04 April 2023 https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/8790.

Sj Abdul Halim, Fadil. Politik Islam Syiah Dari Imamah Hingga Wilayatul Faqih (Malang:
UIN Maliki Press, 2011)

https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33103/1/SITI%20KOMARIAH.p
diakses pada tanggal 03 April 2023

http://repository.uinsu.ac.id/2998/1/SKRIPSI.pdf diakses tanggal 04 April 2023

BUAT PPT

BIOGRAFI

 Ruhullah Musawi Khumaini merupakan nama Imam Khomeini, yang lahir pada 24
September 1902 di barat daya kota Qum
 Ia juga memiliki nasab silsilah yang menyambuh ke Nabi Muhammad SAW
 Ia berasalah dari keluarga yang religius
 Semasa kecil ia belajar belajar ilmu agama, dan disaat umur belasan ia tertarik dengan
dunia perpolitikan
 Mempunyai karya buku politik yang berjudul Kasyf al-asror
KONSEP WALIYATUL FAQIH
 Waliyatul faqih merupakan salah satu hasil dari konsep perpolitikan syiah, karena
teokrasi menjadi konsep politik yang pas
 Syiah mempunyai konsep politik yang beralasan, yaitu
1. teokrasi sebagai konsep politik Islam yang dilandaskan atas nas Alquran dan
hadits yang mutawatir.
2. para imam itu adalah orang suci dan ma’shum (diampuni dosanya) dan telah
sampai pada puncak kebijaksanaan.
3. Setiap imam mendapatkan dukungan umat islam
 Waliyatul fiqih bukan konsep baru
 Khomeini menggunakan konsep waliyatul faqih karena
1. berakhirnya Imamah
2. sebagai upaya mengisi kefakuman Imamah sekaligus menjaga kelestariannya
3. idealisasi politik Syiah yang termanifestasikan dalam diri Khomeini.
4. Terjadinya sekularisme di wilayah negaranya

Anda mungkin juga menyukai