Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Hj. Surastina a, M. Hum.
Disusun Oleh :
Kelompok 24
Rizkika Sari (191210071)
Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Semantik
dan Pragmatik dan juga untuk khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu
pengetahuan serta informasi yang semoga bermanfaat. Pada pembahasan ini saya akan
Jika ada kesalahan dalam prosesnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya
karena sumber yang kami miliki sangatlah minim, oleh sebab itu kami mohon maaf bagi
para audiens dan pembaca khususnya. Semoga makalah ini memberikan banyak
manfaat kepada para pembacanya. Selanjutnya, demi kesempurnaan makalah ini sangat
Makalah ini saya susun dengan segala kemampuan saya dan semaksimal
mungkin. Namun, saya menyadiri bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah
sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu saya sebagai
penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca
Kelompok 24
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1.3. Tujuan................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1.............................................................................................................................. P
engertian Referensi.............................................................................................
2.2.............................................................................................................................. P
engertian Deiksis.................................................................................................
2.3.............................................................................................................................. Je
nis deiksis…………………………………………………………………...
3.1..............................................................................................................................Ke
simpulan..............................................................................................................
3.2.............................................................................................................................. S
aran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (penulis)
dan ditafsirkan oleh pendengar (pembaca). Sebagai akibat studi ini lebih banyak
berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-
tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan
dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah kajian tentang penggunaan bahasa
tutur, dan implikatur percakapan. Deiksis adalah kata yang tidak memiliki referensi
yang tetap (tetapi berubah-ubah) seperti kata saya, sini, sekarang. Misalnya dalam
dialog antara A dan B, saya secara bergantian mengacu kepada A atau B. Kata ini
mengacu kepada tempat yang dekat dengan penutur, kata sekarang mengacu kepada
Referensi dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai sumber acuan dan rujukan.
Referensi juga adalah makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan
dunia luar (objek atau gagasan), dan yang dapat dijelaskan oleh analisis komponen
berhubungan dengan acuan yang diamankan oleh leksem.Terlebih dahulu perlu kita
pahami makna referensi. Referen atau acuan adalah kenyataan yang disegmentasikan
dan merupakan fokus lambang. Referen merupakan unsur bahasa yang ditunjuk oleh
unsur bahasa.Makna referensial mengisyaratkan pada kita tentang makna yang secara
langsung mengacu pada sesuatu, dapat berupa benda nyata, peristiwa, proses,gejala, ciri,
dan sebagainya. Kalau kita mengatakan ‘gunung’, maka lambang ini mengacu pada
tanah bukit yang sangat besar (biasanya tingginya lebih dari 600m) yang didalamnya
ada lahar panas (bagi yang masih aktif) atau sudah tidak mengeluarkan lava (bagi yang
sudah mati). Leksem ‘gunung’ secara langsung kita hubungkan dengan referennya. Bagi
seorang yang pernah melihat gunung dia akan dengan mudah memahami makna leksem
tersebut dan tidak mungkin muncul asosiasi lain. Kalau kita mengatakan ‘indah’.
referensial suatu kata pada sisi lain tidak dapat dilepas dari pemahaman pemberi makna
Perlu pula kita pahami makna referensial ini di dalam hubungannya dengan makna
konseptual yang telah dijelaskan di depan. Untuk itulah kita berurusan juga dengan
makna denotasi. Denotasi makna suatu leksem dapat menunjuk pada referensi dan dapat
menunjuk pada hasil konseptualisasi. Denotasi makna kata atau leksem yang masih
yang masih menunjuk pada referen dasar yang sesuai dengan fakta disebut makna
referensial, sedangkan denotasi makna kata yang dihasilkan dari konseptual pemakainya
disebut konseptual. Misalnya leksem ‘mobil’. Perbedaan makna referensial atas leksem
‘mobil’, yaitu mobil adalah sebuah benda, sedangkan perbedaan makna konseptual atas
leksem ‘mobil’, yaitu mobil adalah ‘alat angkutan atau transportasi’.Jadi dapat
simpulkan, kita dapat menemukan makna referensial apabila kata atau leksem itu
mempunyai acuan, baik yang berupa benda, gejala, proses, dan sebagainya, maka itu
2.2.Pengertian Deiksis
Deiksis berasal dari kata Yunani kuno yang berarti “menunjukkan atau
menunjuk”. Dengan kata lain informasi kontekstual secara leksikal maupun gramatikal
yang menunjuk pada hal tertentu baik benda, tempat, ataupun waktu itulah yang disebut
dengan deiksis, misalnya he, here, now. Ketiga ungkapan itu memberi perintah untuk
menunjuk konteks tertentu agar makna ujaran dapat di pahami dengan tegas.Tenses atau
kala juga merupakan jenis deiksis. Misalnya then hanya dapat di rujuk dari situasinya.
dalam kalimat “Saya mencintai dia”, informasi dari kata ganti “saya” dan “dia” hanya
dapat di telusuri dari konteks ujaran. Ungkapan-ungkapan yang hanya diketahui hanya
(Wijana, 1998: 6). Menurut Bambang Yudi Cahyono (1995: 217), deiksis adalah suatu
cara untuk mengacu ke hakekat tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat
ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi situasi
pembicaraan.
Deiksis dapat juga diartikan sebagai lokasi dan identifikasi orang, objek, peristiwa,
proses atau kegiatan yang sedang dibicarakan atau yang sedang diacu dalam
hubungannya dengan dimensi ruang dan waktunya, pada saat dituturkan oleh pembicara
atau yang diajak bicara (Lyons, 1977: 637 via Djajasudarma, 1993: 43).
Menurut Bambang Kaswanti Purwo (1984: 1) sebuah kata dikatakan bersifat deiksis
menjadi pembicara, saat dan tempat dituturkannya kata-kata itu. Dalam bidang
linguistik terdapat pula istilah rujukan atau sering disebut referensi, yaitu kata atau frase
yang menunjuk kata, frase atau ungkapan yang akan diberikan. Rujukan semacam itu
sebagai luar tuturan, dimana yang menjadi pusat orientasi deiksis senantiasa si
pembicara, yang tidak merupakan unsur di dalam bahasa itu sendiri, sedangkan anafora
merujuk dalam tuturan baik yang mengacu kata yang berada di belakang maupun yang
merujuk kata yang berada di depan (Lyons, 1977: 638 via Setiawan, 1997: 6).
gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang acuannya dapat ditafsirkan
sesuai dengan situasi pembicaraan dan menunjuk pada sesuatu di luar bahasa seperti
kata tunjuk, pronomina, dan sebagainya. Perujukan atau penunjukan dapat ditujukan
pada bentuk atau konstituen sebelumnya yang disebut anafora. Perujukan dapat pula
ditujukan pada bentuk yang akan disebut kemudian. Bentuk rujukan seperti itu disebut
dengan katafora.
3.2. Jenis-Jenis Deiksis
a. Deiksis Persona
Istilah persona berasal dari kata Latin persona sebagai terjemahan dari kata Yunani
prosopon, yang artinya topeng (topeng yang dipakai seorang pemain sandiwara), berarti
juga peranan atau watak yang dibawakan oleh pemain sandiwara. Istilah persona dipilih
oleh ahli bahasa waktu itu disebabkan oleh adanya kemiripan antara peristiwa bahasa
dan permainan bahasa (Lyons, 1977: 638 via Djajasudarma, 1993: 44). Deiksis
perorangan (person deixis); menunjuk peran dari partisipan dalam peristiwa percakapan
Deiksis persona merupakan deiksis asli, sedangkan deiksis waktu dan deiksis tempat
adalah deiksis jabaran. Menurut pendapat Becker dan Oka dalam Purwo (1984: 21)
bahwa deiksis persona merupakan dasar orientasi bagi deiksis ruang dan tempat serta
waktu.
perorangan hanya dapat ditangkap jika kita memahami peran dari pembicara, sumber
ujaran, penerima, target ujaran, dan pendengar yang bukan dituju atau ditarget. Dengan
demikian kita dapat mengganti kata ganti dan kata sifat pada contoh (6) dengan contoh
Berikutnya, penting kiranya melihat jumlah jamak yang berbeda maknanya ketika kita
terapkan pada orang pertama dan orang ketiga. Pada orang pertama, bukan berarti
multiplikasi dari pembicara. Juga, “we” dapat menjadi inklusif atau eksklusif dari yang
ditunjuk. Sistem kata ganti berbeda dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain karena
ragam perbedaan ditambahkan seperti jumlah dua, jenis kelamin, status sosial, dan jarak
sosial. Lebih-lebih, istilah keturunan juga menunjuk pada deiksis. Misalnya, dalam
bahasa Aborigin Australia ada istilah yang digunakan untuk seseorang yang merupakan
bapak pembicara dan merupakan kakek pembicara. Bapak pembicara yang bukan kakek
Jika ditinjau dari segi artinya, pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu ke
nomina lain. Jika dilihat dari segi fungsinya, dapat dikatakan bahwa pronomina
menduduki posisi yang umumnya diduduki oleh nomina, seperti subjek, objek, dan -
dalam macam kalimat tertentu- juga predikat. Ciri lain yang dimiliki pronomina ialah
Dalam bahasa Inggris dikenal tiga bentuk kata ganti persona, yaitu persona pertama,
persona kedua dan persona ketiga (Lyons, 1997: 276 via Setiawan, 1997: 9). Bahasa
Indonesia juga mengenal tiga bentuk persona seperti dalam bahasa Inggris (P&P, 1988:
Pronomina dapat mengacu pada diri sendiri (persona pertama), mengacu pada orang
yang diajak bicara (persona kedua), atau mengacu pada orang yang dibicarakan
b. Deiksis Sosial
Deiksis sosial ialah rujukan yang dinyatakan berdasarkan perbedaan kemasyarakatan
yang mempengaruhi peran pembicara dan pendengar. Perbedaan itu dapat ditunjukkan
dalam pemilihan kata. Dalam beberapa bahasa, perbedaan tingkat sosial antara
pembicara dengan pendengar yang diwujudkan dalam seleksi kata dan/atau sistem
morfologi kata-kata tertentu (Nababan, 1987: 42). Dalam bahasa Jawa umpamanya,
memakai kata nedo dan kata dahar (makan), menunjukkan perbedaan sikap atau
seperti itu disebut “tingkatan bahasa”, dalam bahasa Jawa, ngoko dan kromo dalam
sistem pembagian dua, atau ngoko, madyo dan kromo kalau sistem bahasa itu dibagi
tiga, dan ngoko, madyo, kromo dan kromo inggil kalau sistemnya dibagi empat. Aspek
c. Deiksis Wacana
Deiksis wacana ialah rujukan pada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah
diberikan atau sedang dikembangkan (Nababan, 1987: 42). Deiksis wacana mencakup
anafora dan katafora. Anafora ialah penunjukan kembali kepada sesuatu yang telah
ialah penunjukan ke sesuatu yang disebut kemudian. Bentuk-bentuk yang dipakai untuk
mengungkapkan deiksis wacana itu adalah kata/frasa ini, itu, yang terdahulu, yang
Dari kedua contoh di atas dapat kita ketahui bahwa -nya pada contoh (11a) mengacu ke
paman yang sudah disebut sebelumnya, sedangkan pada contoh (11b) mengacu ke
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
(1938). Filosof ini memang mempunyai perhatian besar terhadap ilmu yang
mempelajari system tanda (semiotik). Dalam semiotik ini, dia membedakan tiga konsep
dasar yaitu sintaktik, semantik, dan pragmatik. Sintaktik mempelajari hubungan formal
antara tanda-tanda. Semantik mempelajari hubungan antara tanda dengan objek.
yang artinya menunjukan kepada.buku referensi adalah buku yang dapat memberikan
perpustakaan sehingga dapat di pakai oleh setiap orang pada setiap saat
Deiksis berasal dari kata Yunani kuno yang berarti “menunjukkan atau
menunjuk”. Dengan kata lain informasi kontekstual secara leksikal maupun gramatikal
yang menunjuk pada hal tertentu baik benda, tempat, ataupun waktu itulah yang disebut
dengan deiksis, misalnya he, here, now. Ketiga ungkapan itu memberi perintah untuk
menunjuk konteks tertentu agar makna ujaran dapat di pahami dengan tegas.Tenses atau
kala juga merupakan jenis deiksis. Misalnya then hanya dapat di rujuk dari situasinya.
3.2. Saran
Demikianlah pokok bahasan contoh makalah ini yang dapat kami paparkan, Besar
harapan kami makalah ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena
keterbatasan pengetahuan dan referensi, Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari
sempurna, Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar
makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA