Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

REFERENSI DAN DEIKSIS


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Semantik

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Hj. Surastina a, M. Hum.
Disusun Oleh :
Kelompok 24
Rizkika Sari (191210071)

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
BANDAR LAMPUNG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur  senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan limpahan Rahmat, Taufik dan hidayah-Nya sehingga saya dapat

menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Makalah ini di  susun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Semantik

dan Pragmatik dan juga untuk khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu

pengetahuan serta informasi yang semoga bermanfaat. Pada pembahasan ini saya akan

menyampaikan materi tentang Referensi dan Deiksis

Jika ada kesalahan dalam prosesnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya

karena sumber yang kami miliki sangatlah minim, oleh sebab itu kami mohon maaf bagi

para audiens dan pembaca khususnya. Semoga makalah ini memberikan banyak

manfaat kepada para pembacanya. Selanjutnya, demi kesempurnaan makalah ini sangat

diharapkan segala masukan dan saran yang sifatnya membangun.

Makalah ini saya susun dengan segala kemampuan saya dan semaksimal

mungkin. Namun, saya menyadiri bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah

sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan.  Maka dari itu saya sebagai

penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca

makalah ini, sebagai bahan koreksi untuk saya.

Bandar Lampung, 25 November 2021

Kelompok 24
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah....................................................................................

1.2. Rumusan Masalah..............................................................................................

1.3. Tujuan................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1.............................................................................................................................. P

engertian Referensi.............................................................................................

2.2.............................................................................................................................. P

engertian Deiksis.................................................................................................

2.3.............................................................................................................................. Je

nis deiksis…………………………………………………………………...

BAB III PENUTUP

3.1..............................................................................................................................Ke

simpulan..............................................................................................................
3.2.............................................................................................................................. S

aran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (penulis)

dan ditafsirkan oleh pendengar (pembaca). Sebagai akibat studi ini lebih banyak

berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-

tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan

dalam tuturan itu sendiri.  Pragmatik adalah kajian tentang penggunaan bahasa

sesungguhnya. Pragmatik mencakup bahasan tentang deiksis, praanggapan, tindak

tutur, dan implikatur percakapan. Deiksis adalah kata yang tidak memiliki referensi

yang tetap (tetapi berubah-ubah) seperti kata saya, sini, sekarang. Misalnya dalam

dialog antara A dan B, saya secara bergantian mengacu kepada A atau B. Kata ini

mengacu kepada tempat yang dekat dengan penutur, kata sekarang mengacu kepada

waktu ketika penutur sedang berbicara.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan pengertian referensi?


2. Apa yang dimaksud dengan deiksis?

3. Ada berapa jenis deiksis?

1.3 TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui pengertian referensi ?

2. Untuk mengetahui yang dimaksud dari deiksis?

3. Untuk mengetahui jenis-jenis deiksis?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Referensi

Referensi dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai sumber acuan dan rujukan.

Referensi juga adalah makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan

dunia luar (objek atau gagasan), dan yang dapat dijelaskan oleh analisis komponen

(Kridalaksana, 1984:120). Makna referensial merupakan makna yang langsung

berhubungan dengan acuan yang diamankan oleh leksem.Terlebih dahulu perlu kita

pahami makna referensi. Referen atau acuan adalah kenyataan yang disegmentasikan

dan merupakan fokus lambang. Referen merupakan unsur bahasa yang ditunjuk oleh

unsur bahasa.Makna referensial mengisyaratkan pada kita tentang makna yang secara

langsung mengacu pada sesuatu, dapat berupa benda nyata, peristiwa, proses,gejala, ciri,

dan sebagainya. Kalau kita mengatakan ‘gunung’, maka lambang ini mengacu pada

tanah bukit yang sangat besar (biasanya tingginya lebih dari 600m) yang didalamnya

ada lahar panas (bagi yang masih aktif) atau sudah tidak mengeluarkan lava (bagi yang

sudah mati). Leksem ‘gunung’ secara langsung kita hubungkan dengan referennya. Bagi

seorang yang pernah melihat gunung dia akan dengan mudah memahami makna leksem
tersebut dan tidak mungkin muncul asosiasi lain. Kalau kita mengatakan ‘indah’.

Mengacu pada sifat (menyenangkan, menghibur, enak dilihat, dsb.).Pemberian makna

referensial suatu kata pada sisi lain tidak dapat dilepas dari pemahaman pemberi makna

itu sendiri terhadap ciri referen yang diacunya.

Perlu pula kita pahami makna referensial ini di dalam hubungannya dengan makna

konseptual yang telah dijelaskan di depan. Untuk itulah kita berurusan juga dengan

makna denotasi. Denotasi makna suatu leksem dapat menunjuk pada referensi dan dapat

menunjuk pada hasil konseptualisasi. Denotasi makna kata atau leksem yang masih

yang masih menunjuk pada referen dasar yang sesuai dengan fakta disebut makna

referensial, sedangkan denotasi makna kata yang dihasilkan dari konseptual pemakainya

disebut konseptual. Misalnya leksem ‘mobil’. Perbedaan makna referensial atas leksem

‘mobil’, yaitu mobil adalah sebuah benda, sedangkan perbedaan makna konseptual atas

leksem ‘mobil’, yaitu mobil adalah ‘alat angkutan atau transportasi’.Jadi dapat

simpulkan, kita dapat menemukan makna referensial apabila kata atau leksem itu

mempunyai acuan, baik yang berupa benda, gejala, proses, dan sebagainya, maka itu

disebut makna referensial.

2.2.Pengertian Deiksis

Deiksis berasal dari kata Yunani kuno yang berarti “menunjukkan atau

menunjuk”. Dengan kata lain informasi kontekstual secara leksikal maupun gramatikal

yang menunjuk pada hal tertentu baik benda, tempat, ataupun waktu itulah yang disebut
dengan deiksis, misalnya he, here, now. Ketiga ungkapan itu memberi perintah untuk

menunjuk konteks tertentu agar makna ujaran dapat di pahami dengan tegas.Tenses atau

kala juga merupakan jenis deiksis. Misalnya then hanya dapat di rujuk dari situasinya.

Deiksis didefinisikan sebagai ungkapan yang terikat dengan konteksnya. Contohnya

dalam kalimat “Saya mencintai dia”, informasi dari kata ganti “saya” dan “dia” hanya

dapat di telusuri dari konteks ujaran. Ungkapan-ungkapan yang hanya diketahui hanya

dari konteks ujaran itulah yang di sebut deiksis.

Deiksis adalah kata-kata yang memiliki referen berubah-ubah atau berpindah-pindah

(Wijana, 1998: 6). Menurut Bambang Yudi Cahyono (1995: 217), deiksis adalah suatu

cara untuk mengacu ke hakekat tertentu dengan menggunakan bahasa yang hanya dapat

ditafsirkan menurut makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi situasi

pembicaraan.

Deiksis dapat juga diartikan sebagai lokasi dan identifikasi orang, objek, peristiwa,

proses atau kegiatan yang sedang dibicarakan atau yang sedang diacu dalam

hubungannya dengan dimensi ruang dan waktunya, pada saat dituturkan oleh pembicara

atau yang diajak bicara (Lyons, 1977: 637 via Djajasudarma, 1993: 43).

Menurut Bambang Kaswanti Purwo (1984: 1) sebuah kata dikatakan bersifat deiksis

apabila rujukannya berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung siapa yang

menjadi pembicara, saat dan tempat dituturkannya kata-kata itu. Dalam bidang

linguistik terdapat pula istilah rujukan atau sering disebut referensi, yaitu kata atau frase
yang menunjuk kata, frase atau ungkapan yang akan diberikan. Rujukan semacam itu

oleh Nababan (1987: 40) disebut deiksis (Setiawan, 1997: 6).

Pengertian deiksis dibedakan dengan pengertian anafora. Deiksis dapat diartikan

sebagai luar tuturan, dimana yang menjadi pusat orientasi deiksis senantiasa si

pembicara, yang tidak merupakan unsur di dalam bahasa itu sendiri, sedangkan anafora

merujuk dalam tuturan baik yang mengacu kata yang berada di belakang maupun yang

merujuk kata yang berada di depan (Lyons, 1977: 638 via Setiawan, 1997: 6).

Berdasarkan beberapa pendapat, dapat dinyatakan bahwa deiksis merupakan suatu

gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang acuannya dapat ditafsirkan

sesuai dengan situasi pembicaraan dan menunjuk pada sesuatu di luar bahasa seperti

kata tunjuk, pronomina, dan sebagainya. Perujukan atau penunjukan dapat ditujukan

pada bentuk atau konstituen sebelumnya yang disebut anafora. Perujukan dapat pula

ditujukan pada bentuk yang akan disebut kemudian. Bentuk rujukan seperti itu disebut

dengan katafora.

3.2. Jenis-Jenis Deiksis

a.      Deiksis Persona

Istilah persona berasal dari kata Latin persona sebagai terjemahan dari kata Yunani

prosopon, yang artinya topeng (topeng yang dipakai seorang pemain sandiwara), berarti

juga peranan atau watak yang dibawakan oleh pemain sandiwara. Istilah persona dipilih

oleh ahli bahasa waktu itu disebabkan oleh adanya kemiripan antara peristiwa bahasa
dan permainan bahasa (Lyons, 1977: 638 via Djajasudarma, 1993: 44). Deiksis

perorangan (person deixis); menunjuk peran dari partisipan dalam peristiwa percakapan

misalnya pembicara, yang dibicarakan, dan entitas yanng lain.

Deiksis persona merupakan deiksis asli, sedangkan deiksis waktu dan deiksis tempat

adalah deiksis jabaran. Menurut pendapat Becker dan Oka dalam Purwo (1984: 21)

bahwa deiksis persona merupakan dasar orientasi bagi deiksis ruang dan tempat serta

waktu.

Deiksis perorangan menunjukan subjektivitas dalam struktur semantik. Deiksis

perorangan hanya dapat ditangkap jika kita memahami peran dari pembicara, sumber

ujaran, penerima, target ujaran, dan pendengar yang bukan dituju atau ditarget. Dengan

demikian kita dapat mengganti kata ganti dan kata sifat pada contoh (6) dengan contoh

(7) atau (8) dalam proses ujaran.

(6) “give me your hand”

(7) “give him your hand”

(8) “I give him my hand”

Berikutnya, penting kiranya melihat jumlah jamak yang berbeda maknanya ketika kita

terapkan pada orang pertama dan orang ketiga. Pada orang pertama, bukan berarti

multiplikasi dari pembicara. Juga, “we” dapat menjadi inklusif atau eksklusif dari yang

ditunjuk. Sistem kata ganti berbeda dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain karena

ragam perbedaan ditambahkan seperti jumlah dua, jenis kelamin, status sosial, dan jarak
sosial. Lebih-lebih, istilah keturunan juga menunjuk pada deiksis. Misalnya, dalam

bahasa Aborigin Australia ada istilah yang digunakan untuk seseorang yang merupakan

bapak pembicara dan merupakan kakek pembicara. Bapak pembicara yang bukan kakek

pembicara akan ditunjukan dengan istilah yang lain.

Jika ditinjau dari segi artinya, pronomina adalah kata yang dipakai untuk mengacu ke

nomina lain. Jika dilihat dari segi fungsinya, dapat dikatakan bahwa pronomina

menduduki posisi yang umumnya diduduki oleh nomina, seperti subjek, objek, dan -

dalam macam kalimat tertentu- juga predikat. Ciri lain yang dimiliki pronomina ialah

acuannya dapat berpindah-pindah karena bergantung pada siapa yang menjadi

pembicara/penulis, yang menjadi pendengar/pembaca, atau siapa/apa yang dibicarakan

(Moeliono, 1997: 170).

Dalam bahasa Inggris dikenal tiga bentuk kata ganti persona, yaitu persona pertama,

persona kedua dan persona ketiga (Lyons, 1997: 276 via Setiawan, 1997: 9). Bahasa

Indonesia juga mengenal tiga bentuk persona seperti dalam bahasa Inggris (P&P, 1988:

172 via Setiawan, 1997: 9).

Pronomina persona adalah pronomina yang dipakai untuk mengacu ke orang.

Pronomina dapat mengacu pada diri sendiri (persona pertama), mengacu pada orang

yang diajak bicara (persona kedua), atau mengacu pada orang yang dibicarakan

(persona ketiga) (Moeliono, 1997: 172).

b. Deiksis Sosial
Deiksis sosial ialah rujukan yang dinyatakan berdasarkan perbedaan kemasyarakatan

yang mempengaruhi peran pembicara dan pendengar. Perbedaan itu dapat ditunjukkan

dalam pemilihan kata. Dalam beberapa bahasa, perbedaan tingkat sosial antara

pembicara dengan pendengar yang diwujudkan dalam seleksi kata dan/atau sistem

morfologi kata-kata tertentu (Nababan, 1987: 42). Dalam bahasa Jawa umpamanya,

memakai kata nedo dan kata dahar (makan), menunjukkan perbedaan sikap atau

kedudukan sosial antara pembicara, pendengar dan/atau orang yang

dibicarakan/bersangkutan. Secara tradisional perbedaan bahasa (atau variasi bahasa)

seperti itu disebut “tingkatan bahasa”, dalam bahasa Jawa, ngoko dan kromo dalam

sistem pembagian dua, atau ngoko, madyo dan kromo kalau sistem bahasa itu dibagi

tiga, dan ngoko, madyo, kromo dan kromo inggil kalau sistemnya dibagi empat. Aspek

berbahasa seperti ini disebut “kesopanan berbahasa”, “unda-usuk”, atau ”etiket

berbahasa” (Geertz, 1960 via Nababan, 1987: 42-43).

c. Deiksis Wacana

Deiksis wacana ialah rujukan pada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah

diberikan atau sedang dikembangkan (Nababan, 1987: 42). Deiksis wacana mencakup

anafora dan katafora. Anafora ialah penunjukan kembali kepada sesuatu yang telah

disebutkan sebelumnya dalam wacana dengan pengulangan atau substitusi. Katafora

ialah penunjukan ke sesuatu yang disebut kemudian. Bentuk-bentuk yang dipakai untuk

mengungkapkan deiksis wacana itu adalah kata/frasa ini, itu, yang terdahulu, yang

berikut, yang pertama disebut, begitulah, dsb. Sebagai contoh.


a. “Paman datang dari desa kemarin dengan membawa hasil palawijanya”.

b. “Karena aromanya yang khas, mangga itu banyak dibeli”.

Dari kedua contoh di atas dapat kita ketahui bahwa -nya pada contoh (11a) mengacu ke

paman yang sudah disebut sebelumnya, sedangkan pada contoh (11b) mengacu ke

mangga yang disebut kemudian.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Istilah pragmatik pertama-tama digunakan oleh filosof kenamaan Charles Morris

(1938). Filosof ini memang mempunyai perhatian besar terhadap ilmu yang

mempelajari system tanda (semiotik). Dalam semiotik ini, dia membedakan tiga konsep

dasar yaitu sintaktik, semantik, dan pragmatik. Sintaktik mempelajari hubungan formal
antara tanda-tanda. Semantik mempelajari hubungan antara tanda dengan objek.

Pragmatik mengkaji hubungan antara tanda dengan penafsir (interpreters). Tanda-tanda

yang dimaksud di sini adalah tanda-tanda bahasa bukan yang lain.

Kata referensi berasal dari inggris reference dan merupakan kata kerja torefer

yang artinya menunjukan kepada.buku referensi adalah buku yang dapat memberikan

keterangan topik perkataan,tempat,peristiwa, data

statistika,pedoman,alamat,namaorang,riwayat orang-orang terkenal.pelayanan referensi

adalah pelayanan dalam menggunakan buku-buku referensi.di perpustakaan biasanya

buku-buku referensi di kumpulkan tersendiri dan di sebut "koleksi

referensi" sedangakan ruang tempat penyimpanan disebut ruang referensi .buku-buku

referensi yang karena sifatnya sebagai buku penunjuk,harus selalu tersedia di

perpustakaan sehingga dapat di pakai oleh setiap orang pada setiap saat

Deiksis berasal dari kata Yunani kuno yang berarti “menunjukkan atau

menunjuk”. Dengan kata lain informasi kontekstual secara leksikal maupun gramatikal

yang menunjuk pada hal tertentu baik benda, tempat, ataupun waktu itulah yang disebut

dengan deiksis, misalnya he, here, now. Ketiga ungkapan itu memberi perintah untuk

menunjuk konteks tertentu agar makna ujaran dapat di pahami dengan tegas.Tenses atau

kala juga merupakan jenis deiksis. Misalnya then hanya dapat di rujuk dari situasinya.

3.2. Saran

Demikianlah pokok bahasan contoh makalah ini yang dapat kami paparkan, Besar

harapan kami makalah ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena
keterbatasan pengetahuan dan referensi, Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari

sempurna, Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar

makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Surastina. 2011. Semantik dan Pragmatik.Yogyakarta: Elmatera

Anda mungkin juga menyukai