Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PROBLEMATIKA BAHASA INDONESIA


MASALAH PADA MEDAN MAKNA DAN PERUBAHAN MAKNA
Mata Kuliah : Problematika BI
Dosen Pengampu : Dr. Hasan Busri, M.Pd

Oleh:
Kelompok 16
Arma Mukhtar (22001071066)
M. Nafrijal Haq (21901071026)
KELAS 6A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT senantiasa kita ucapkan. Tidak lupa shalawat
serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Baginda Agung Rasulullah SAW yang telah
membimbing kita menuju jalan yang lurus. Penyusunan makalah berjudul “Implementasi Akhlak
Al Karimah Terhadap Lingkungan” ini dapat terselesaikan. Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang Permasalahan Pada
Medan Makna dan Perubahan Makna.
Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Dr. Hasan Busri, M.Pd selaku
pengampu mata kuliah Problematika yang telah memberikan tugas ini, sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai bidang studi yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penting demi kesempurnaan makalah
ini

Penyusun

Kelompok 16
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Medan makna merupakan gabungan dari dua kata, yaitu medan dan makna. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2013: 892) medan berarti tempat yang luas atau ruang lingkup,
sedangkan makna merupakan pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa. Medan makna
adalah bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian bidang kehidupan yang
direalisasikan oleh unsur kata yang maknanya berhubungan (Kridalaksana, 2008: 151).

Sebagai salah satu komponen bahasa semantik merupakan salah satu komponen yang
tidak bisa dilepaskan dari linguistik. Tanpa membicarakan makna pembahasan linguistik belum
dianggap lengkap karena sesungguhnya tindakan berbahasa itu, tidak terlepas dari upaya untuk
menyampaikan makna-makna yang terkandung dalam bahasa. Kajian makna sebagai objek
dalam bidang semantik memang sangat rumit persoalannya, karena bukan hanya menyangkut
persoalan dalam bahasa saja tetapi juga merambah ke dalam persoalan di luar bahasa. Faktor-
faktor lluar bahasa seperti masalah agama, pandangan hidup, budaya norma dan tata nilai yang
berlaku dalam masyarakat turut meruetkan persoalan semantik.

Dalam makalah ini akan memaparkan bagian dari semantik, namun hanya dibatasi pada
persoalan medan makna. Dari rumitnya persoalan mengenai masalah dari semantik ini, maka
muncullah berbagai macam ilmu yang menelaah tentang semantik yang khusus maknanya
dipengaruhi oleh budaya. Berbagai macam realitas kehidupan, budaya sangat mempengaruhi
bahasa seseorang. Bahasa dan kebudayaan berkaitan erat, karena berbagai macam bahasa yang
ada dinusantara terlahir dari berbagai macam budaya pula. Sehingga berbagai macam pula
bahasa yang muncul dan memerlukan telaah yang lebih mendalam lagi terhadap bahasa yang
dipengaruhi oleh hal-hal diluar bahasa itu sendiri.

Medan makna merupakan bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan
bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu yang direalisasikan
oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan.
Rumusan Masalah
Penelitian ini akan mencari jawaban atas masalah penelitian yang dirumuskan sebagai berikut
1. Apa yang dimaksud dengan Medan Makna ?
2. Apa saja yang dibahas dalam medan makna?
3. Apa saja sebab-sebab Perubahan Makna?
4. Apa Jenis perubahan Makna kata dan Contohnya?

Tujuan
Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk Menjelaskan pengetian dari Medan Makna dan Perubahan Makna.
2. Untuk Menjelaskan jenis perubahan Makna
3. Untuk Menjelaskan Bagaimana Perubahan Makna kata dan Contoh perubahan Makna
kata.
4. Untuk menjelaskan masalah dalam Medan Makna dan Perubahan Makna
BAB II
PEMBAHASAN

A. Medan Makna
Kata medan bergabung dengan kata makna sehingga membentuk kata medan makna.
Medan makna adalah bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian dari
bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu yang direalisasikan oleh
seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan. Suhardi (2015:104) mengatakan
bahwa medan makna adalah lingkungan, ruang lingkup, lokasi, atau daerah makna. Sejalan
dengan pendapat tersebut, Chaer (2014: 315) mengemukakan bahwa medan makna (semantic
domain, semantic field) atau medan leksikal adalah seperangkat unsur leksikal yang maknannya
saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam
alam semesta tertentu. Misalnya, nama-nama warna, nama-nama perabot rumah tangga, atau
nama-nama perkerabatan, yang masing- masing merupakan satu medan makna. Banyaknya unsur
leksikal dalam satu medan makna antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain tidak sama
besarnya, karena hal tersebut berkaitan erat dengan sistem budaya masyarakat pemilik bahasa
itu.
Kata-kata yang berada dalam satu medan makna dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
yang termasuk golongan kolokasi dan golongan set,
a. Kolokasi
Kolokasi (berasal dari bahasa latin colloco yang berarti ada di tempat yang sama
dengan ) menunjuk kepada hubungan sintagmatik yang terjadi antara kata-kata unsur-
unsur leksikal itu. Misalnya Tiang layar perahu nelayan itu patah dihantam badai lalu
perahu itu digulung ombak, dan tenggelam beserta isinya, kita dapati kata-kata layar,
perahu, nelayan, badai, ombak, dan tenggelam yang merupakan kata-kata dalam satu
kolakasi; satu tempat atau lingkungan. Jadi, kata-kata yang berkolokasi ditemukan
bersama atau berada bersama dalam satu tempat atau satu lingkungan.
b. Set (Paradikmatik)
Set menunjuk pada hubungan paradigmatik karena kata-kata atau unsur-unsur
yang berada dalam suatu set dapat saling menggantikan. Suatu set biasanya berupa
sekelompok unsur leksikal dari kelas yang sama yang tampaknya merupakan satu
kesatuan setiap unsur leksikal dalam suatu set dibatasi oleh tempatnya dalam hubungan
dengan anggota-anggota dalam set tersebut. Misalnya kata remaja merupakan tahap
pertumbuhan antara kanak-kanak dengan dewasa; sejuk adalah suhu diantara dingin
dengan hangat.

B. Jangkauan Makna Kata


Benda, kegiatan, peristiwa, semuanya di beri label yang disebut lambang. Setiap
lambang dibebani unsur yang disebut makna. Terkadang meskipun lambang itu berbeda-
beda, tetapi makna lambang-lambang tersebut memperlihatkan hubungan-hubungan
makna. Ambillah kata-kata, membawa, memikul, menggendong, menjinjing,
menjunjung. Pertalian maknanya yakni seseorang yang menggunakan tangan, kepala atau
bahunya, memindahkan sesuatu dari tempat yang satu dari ke tempat yang lain. Dengan
kata lain ada aktivitas. Aktivitas itu dilaksanakan oleh manusia. Pada waktu
melaksanakan kegiatan digunakan anggota badan berupa tangan atau bahu. Dalam
bayangan kita, ada benda yang menjadi objek kegiatan, dan kegiatan dilaksanakan dari
tempat yang satu ke tempat yang lain.
Misalnya dalam kata membawa jika dianalisis makna yang terkandung di dalamnya
adalah ada aktivitas yang dilakukan oleh manusia dengan menggunakan tangan, bahu
atau kepala, dan kegiatan itu dilakukan dari tempat satu ke tempat yang lain. Makna yang
baru disebut ini adalah jangkauan makna yang dimiliki oleh kata membawa. Jangkauan
makna inilah yang disebut medan makna suatu kata. Dengan demikian banyak kata yang
dapat dimasukkan ke dalam jangkauan makna ini. Kata-kata itu dikatakan sebagai kata
yang memiliki medan makna yang sama. Jadi jika kita mengambil kata, misalnya meja,
maka terlihat bahwa meja tidak termasuk dalam jangkauan makna membawa. Mengapa
demikian, karena kata meja tidak menyatakan makna adanya kegiatan yang berlangsung.
Dan tidak ada manusia yang berurusan dengan meja seperti halnya dengan kata
membawa.

C. Komponen Makna
Komponen Makna atau komponen smantik ()semantic feature, semantic property,
atau semantic marker) Mengajarkan bahwa setiap kata leksikal terdiri satu atau beberapa
unsur yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna unsur leksikal tersebut.
Misalnya kata ayah mengandung komponen makna atau unsur makna: +insan, +dewasa,

Komponen Makna Ayah Ibu


1. Insan + +
2. Dewasa + +
3. Jantan + -
4. kawin + +

+jantan dan +kawin dan ibu mengandung komponen makna; +insan,+dewasa,-jantan dan
+kawin.

Konsep analisis ini (lazim disebut analisis biner) oleh para ahli kemudian
diterapkan juga untuk membedakan makna suatu kata dengan kata lain. Analisis biner ini
dapat pula digunakan untuk mencari perbedaan semantik kata-kata yang bersinonim.
Dari pengamatan terhadap data/unsur-unsur leksikal, ada tiga hal yang perlu
dikemukakan sehubungan dengan analisis biner tersebut, yaitu:
Pertama, ada pasangan kata yang salah satu daripadanya lebih bersifat netral atau
umum sedaangkan yang lain bersifat khusus. Misalnya, pasangan kata mahasiswa dan
mahasiswi. Kata mahasiswa lebih bersifat umum dan netral karena dapat termasuk “pria”
dan “wanita”. Sebaliknya kata mahasiswi lebih bersifat khusus karena hanya mengenai
“wanita”.
Kedua, ada kata atau unsur leksikal yang sukar dicari pasangannya karena memang
mungkin tidak ada; tetapi ada juga yang mempunyai pasangan lebih dari satu. Contoh
kata atau unsur leksikal yang pasangannya lebih dari satu adalah kata berdiri. Kata berdiri
bukan hanya bisa dipertentangkan dengan kata duduk, tetapi dapat juga dengan kata
tiarap, rebah, tidur, jongkok, dan berbaring.
Ketiga, sukar mengatur ciri-ciri semantik itu secara bertingkat, mana yang lebih
bersifat umum dan mana yang lebih bersifat khusus. Umpamanya ciri (jantan) dan
(dewasa), bisa bersifat umum (jantan) dan bisa juga bersifat umum (dewasa).
Walaupun analisis komponen makna ini dengan pembagian biner banyak
kelemahan, tetapi cara ini banyak memberi manfaat untuk memahami makna kalimat.
D. Makna kata
Makna kata dalam Bahasa Indonesia adalah hubungan antara ujaran dengan arti
dari sebuah kata. Makna kata juga dapat diartikan sebagai maksud yang terkandung dari
sebuah kata.Pada dasarnya, suatu kata saling berkaitan dengan bendanya. Apabila suatu
kata tidak dapat dihubungkan dengan benda, peristiwa, atau keadaan tertentu, maka kata
tersebut tidak memiliki makna. Makna kata dapat dipelajari secara khusus melalui studi
linguistik, yakni penelitian semantik. Penelitian tersebut membahas tentang arti, asal-
usul, perkembangan penggunaan, dan perubahan arti kata.

E. Jenis-jenis Makna dan Contohnya


1. Makna Leksikal
Istilah leksikal berasal dari kata leksikon yang artinya kamus. Makna leksikal
diartikan sebagai makna yang terdapat di dalam kamus atau mengikuti tulisan kamus.
Contoh:
- Doa artinya permohonan (harapan, permintaan, pujian).
- Kursi artinya tempat duduk berkaki empat dan bersandaran.
2. Makna Gramatikal
Makna gramatikal merupakan makna kata yang timbul karena proses tata Bahasa
Indonesia atau gramatika. Misalnya, proses afiksasi, reduplikasi, atau komposisi.
Contoh:
- Kata lapang artinya luas atau lebar. Saat kata lapang diletakkan pada kalimat
"Saya harus berlapang dada dalam menghadapi masalah", makna gramatikal kata
lapang berubah menjadi bersabar.
3. Makna Konotatif
Makna konotatif adalah makna yang mengandung nilai emosi tertentu. Sehingga,
makna tersebut menjadi kiasan yang bisa berisi nilai, sikap sosial, atau perspektif
tertentu.
Contoh:
- Mereka berusaha berebut kursi pemilu. Kata kursi bukan berarti alas duduk
berkaki empat, namun kursi adalah kiasan dari jabatan.
4. Makna Denotatif
Makna denotatif adalah makna yang mengandung arti atau pengertian yang
sebenarnya. Makna ini mengacu pada kamus atau literatur lain. Biasanya, makna
denotatif diterapkan dalam bahasa ilmiah.
Contoh:
- Bunga itu sudah tumbuh di taman. Kata bunga mengandung arti sebenarnya,
yakni bagian tumbuhan yang akan menjadi buah dan memiliki kelopak.

F. Perubahan Makna
Perubahan makna (juga disebut pergeseran makna, pengembangan makna atau
penyimpangan makna) merupakan evolusi penggunaan kata — biasanya hingga tahapan
makna modern menjadi sangat berbeda dari makna aslinya. Dalam linguistik diakronis
(atau historis), perubahan makna merupakan perubahan pada salah satu makna sebuah
kata. Setiap kata memiliki beraneka makna dan konotasi yang dapat ditambah, dikurang,
atau diubah sepanjang masa sehingga kognat lintas ruang dan waktu dapat memiliki
makna-makna yang sangat berbeda. Pengkajian perubahan makna menjadi bagian
pengkajian etimologi, onomasiologi, semasiologi, dan semantik.
a. Pengertian Perubahan Makna
Perubahan atau pergeseran makna merupakan perubahan suatu makna yang terjadi pada
kata tertentu, sehingga makna sekarang akan memiliki makna yang berbeda dari
sebelumnya. Bahkan dalam perubahan makna dari suatu kata dapat memiliki makna yang
lebih sempit, lebih luas, membaik ataupun memburuk.
b. Jenis-jenis perubahan makna
Berikut ini adalah beberapa jenis perubahan makna yaitu:
1. Membaik (Amelioratif)
Amelioratif merupakan jenis perubahan makna dari sebuah kata menjadi lebih baik.
Artinya dahulu suatu kata mempunyai makna yang buruk atau nilainya rendah,
sehingga akhirnya berubah menjadi baik nilainya atau lebih tinggi.
Contoh:
- Makna dari kata “wanita” mempunyai nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan kata “perempuan”.
- Makna dari kata “suami” mempunyai nilai lebih tinggi jika dibandingkan dengan
kata “laki”.
- Makna dari kata “lembaga pemasyarakatan” mempunyai nilai lebih tinggi
dibandingkan dengan kata “bui”.
2. Memburuk (Peyoratif)
Peyoratif merupakan jenis perubahan makna dari suatu kata menjadi lebih rendah.
Perubahan makna ini di mana sebuah kata yang dahulu memiliki makna dengan nilai
yang baik, sekarang menjadi lebih rendah atau nilainya kurang baik. Bisa dikatakan
jika peyoratif adalah kebalikan dari amelioratif.
Contoh:
- Dahulu makna kata “bunting” memiliki nilai yang tinggi, namun sekarang
menjadi lebih rendah. Sehingga penggunaan kata “hamil” lebih sering digunakan
untuk saat ini dan dianggap lebih tinggi maknanya.
- Dahulu makna kata “kaki tangan” memiliki nilai yang tinggi dengan arti
pembantu. Namun sekarang berubah makna dengan arti yang rendah yakni “kaki
tangan penjahat” atau “mata-mata penjahat”.
- Dahulu kata “kawin” mempunyai nilai yang tinggi, namun sekarang menjadi
rendah maknanya sehingga penggunaan kata “menikah” lebih sering digunakan
dan dianggap tinggi maknanya.
3. Makna Menyempit (Spesialisasi)
Perubahan makna menjadi menyempit terjadi ketika suatu kata di mana mulanya
digunakan dan mempunyai makna luas, mengalami penyempitan atau pembatasan
makna.
Contoh:
- Kata “sarjana” dahulu digunakan untuk orang yang dianggap pandai atau pintar.
Namun saat ini kata “sarjana” mengalami penyempitan makna dan hanya
digunakan untuk orang yang lulus perguruan tinggi.
- Kata “madrasah” dahulu digunakan untuk mengartikan sekolah secara umum.
Namun saat ini kata “madrasah” hanya digunakan untuk menyatakan sekolah
Agama Islam.
4. Makna Meluas (Generalisasi)
Makna meluas merupakan perubahan makna yang terjadi pada suatu kata yang dahulu
penggunaanya terbatas saat ini berubah menjadi lebih luas maknanya. Makna meluas
ini adalah kebalikan dari makna menyempit.
Contoh:
- Dahulu kata “saudara” hanya diperuntukkan untuk menyebutkan orang yang
mempunyai hubungan darah atau keluarga. Namun saat ini kata “saudara”
memiliki makna yang luas dan dapat menjadi kata ganti atau sapaan untuk orang
yang tidak memiliki hubungan keluarga sekalipun.
- Dahulu kata “kepala” digunakan untuk menyatakan bagian tubuh. Namun saat ini
kata “kepala” juga dapat bermakna sebagai ketua ataupun pemimpin.
5. Persamaan sifat (Asosiasi)
Asosiasi adalah perubahan makna di mana terdapat hubungan makna asli dengan
makna baru akibat adanya perubahan lingkungan pemakaian.
Contoh:
- Kata “kursi” mempunyai makna sebenarnya berupa “tempat duduk”. Namun saat
ini kata “kursi” dapat juga memiliki makna “jabatan”.
- Kata “parasit” memiliki makna sebenarnya berupa “tumbuhan atau hewan yang
merugikan makhluk hidup lainnya”. Sekarang kata “parasit” dapat juga diartikan
sebagai “orang yang sangat merugikan orang lain”.
6. Pertukaran Tanggapan (Sinestesia)
Sinestesia adalah jenis perubahan makna yang terjadi karena terdapat pertukaran
tanggapan yang berasal dari dua indra. Misal makna untuk indera penglihatan
berubah makna menjadi indera perasa.
Contoh:
- Kata “enak” identik dengan indra perasa. Namun sekarang kata “enak” terdapat
juga pada indra pendengar. Contoh Kalimat “Suaranya sangat enak didengar”
- Kata “manis” identik dengan indra perasa. Namun sekarang kata “manis” terdapat
juga pada indra penglihatan. Contoh kalimat “Wajah gadis itu sangat manis”
7. Metafora
Metafora adalah pemakaian kata tertentu untuk suatu objek dan konsep lain
berdasarkan kias atau persamaan. Bahasa kias ini menandakan makna yang berebeda
terhadap kata yang dimaksud.
Contoh:
- “.... tetapi juga bersosialisasi di dunia maya dengan membangun jaringan lewat
website” Yang di maksud dunia maya pada kalimat tersebut merupakan prubahan
makna jenis metafora, yang mana memakai kata tertentu untuk suatu objek dan
konsep lain berdasarkan kias atau persamaaan. Farasa dunia maya memiliki
makna ‘media elktronik dadalm jaringan komputer yang banyak dipakai untuk
komunikasi secara online; dunia semu (tidak nyata)’.
- Broadcast aslinya bermakna "menebar benih". Dengan perkembangan radio dan
televisi, kata ini diberi makna baru pemancaran sinyal audio dan video. Di luar
lingkup pertanian, sangat jarang yang digunakan broadcast dengan makna aslinya.
c. Penyebab Perubahan Makna
Terjadinya perubahan makna dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Proses Gramatikal
Yakni terdapat proses afiksasi atau reduplikasi yang bisa menghasilkan makna
baru yang berbeda dari makna sebelumnya.
2. Perbedaan Tanggapan
Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah mempunyai
makna leksikal yang tetap. Namun karena pandangan hidup dan ukuran dalam norma
kehidupan di dalam masyarakat maka banyak kata yang menjadi memiliki nilai rasa
yang ‘rendah’, kurang menyenangkan. Di samping itu ada juga yang menjadi
memiliki nilai rasa yang ‘tinggi’, atau yang mengenakkan. Kata-kata yang nilainya
merosot menjadi rendah ini lazim disebut peyoratif, sedangkan yang nilainya naik
menjadi tinggi disebut amelioratif. Kata bini dewasa ini dianggap peyoratif,
sedangkan kata istri dianggap ameliorative, kata laki dianggap peyoratif berbeda
dengan suami yang dianggap amelioratif.
3. Adanaya Penyingkatan
Dalam bahasa Indonessia ada bsejumlah kata atau ungkapan yang karena
sering digunakan maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan sevara keseluruhan
orang sudah mengerti maksudnya. Oleh karena itu maka kemudian orang lebih
banyak menggunakan singkatannya saja daripada menggunakan bentuk utuhnya.
Misalnya kalau dikatakan Ayahnya meninggal tentu maksudnya adalah meninggal
dunia. Jadi, meninggal adalah bentuk singkata dari ungkapan meninggal dunia.
Kalau disimak sebetulnya dalam khusus penyingkatan bukanlah peristiwa
perubahan makna yang terjadi sebab makna atau konsep itu tetap. Yang terjadi adalah
perubahan bentuk kata. Kata yang semula berbentuk utuh (panjang) disingkat menjadi
bentuk tidak utuh yang pendek. Gejala penyingkatan ini bisa terjadi pula pada bentuk-
bentuk yang sudah dipendekkan seperti AMD adalah singkatan dari Abri Masuk
Desa; dan Abri itu sendiri adalah kependekkan dari Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia.
Begitu banyaknya kependekkan ini sehingga banyak orang yang tidak tahu
lagi bagaimana bentuk utuhnya, seperti radar, nilon, tilang.
4. Pertukaran Tanggapan Indra
Kelima alat indra kita sebernanya sudah mempunyai tugas-tugas tertentu
untuk menagkap gejala-gelaja yang terjadi di dunia ini. Umpamanya rasa pahit, manis
dan lain-lain yang harus oleh alat perasa lidah. Rasa panas, dingin, dan sejuk yang
harus ditanggap oleh alat perasa pada kulit. Dan seterusnya pada alat indra yang
lainnya seperti mata, hidung dan telinga.
5. Proses Penafsiran
Adanya perbedaan penafsiran antara satu orang dengan orang lainnya.
6. Konteks Kalimat
Terdapat pengaruh terhadap pergeseran makna secara kontekstual. Dalam
kondisi tertentu penggunaan kata dapat mempengaruhi makna yang timbul.
7. Perkembangan IPTEK
Seiring berkembangnya zaman tentu akan terjadi perubahan makna pada
beberapa kata. Perkembangan dalam bidang ilmu dan kemajuann teknologi dapat
menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata. Di sini sebuah kata yang
tadinya mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang sederhana, tetap
digunakan walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai akibat dari
pandangan baru, atau teori baru dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat dalam
perkembangan teknologi. Perubahan mana kata sastra dan makna ‘tulisan’ sampai
pada makna ‘karya imaginatif’ adalah salah satu contoh perkembangan bidang
keilmuan. Pandangan-pandangan baru atau teori baru mengenai sastra menyebabkan
makna kata sastra itu berubah. Pandangan baru atau teori barulah yang menyebabkan
kata sastra yang tadinya bermakna buku yang baik isinya dan baik bahasanya
‘menjadi berarti’ karya yang bersifat imaginatif kreatif. Salah satu contohnya adalah
kata manuskrip yang pada mulanya berati ‘tulisan tangan’. Kini kata tersebut masih
digunakan untuk menyebutkan naskah yang akan dicetak, walaupun hampir tidak ada
lagi naskah yang ditulis tangan karena sudah ada mesin tulis (mesin ketik, komputer
atau leptop).
8. Perbedaan Bidang Pemakaian
Setiap bidang kehidupan atau kegiatan memiliki kosakata tersendiri yang
hanya dikenal dan digunakan dengan makna tertentu dalam bidang tersebut.
Umpamanya dalam bidang pertanian ada kata-kata benih, menuai, panen,
menggarap, membajak, menabur, menanam, pupuk, dan hama. Dalam bidang agama
Islam ada kata-kata seperti iman, imam, khotib, azan, halal, haram, subuh, puasa,
zakat, dan fitrahi. Kata-kata yang menjadi kosakat dalam bidang-bidang tertentu itu
dalam kehidupan dan pemakaian sehari-hari dapat terbantu dari bidangnnya dan
digunakkan dalam bidang lain atau menjadi kosakat umum. Oleh karena itu, kata-kata
tersebut menjadi memiliki makna baru atau makna lain di samping makna aslinya
(makna yang berlaku dalam bidangnya).
Misalnya kata menggarap yang berasal dari bidang pertanian dengan selaga
macam derivasinya, seperti tampak dalam frase menggarap sawah, tanah garapan, dan
petani menggarap, kini banyak juga digunakan dalam bidang-bidang lain dengan
makna ‘mengerjakan’ seperti tampak digunakan dalam frase menggarap skripsi,
menggarap usul para anggota, dan menggarap naskah drama. Kesimpulan lain yang
bisa ditarik dari uraian di atas adalah bahwa makna kata yang digunakan bukan dalam
bidangnya itu dan makna kata yang digunakan di dalam bidang aslinya masih
berada dalam poliseminya karena makna-makna tersebut masih saling berkaitan atau
masih ada persamaan antara makna yang satu dnegan makna yang lainnya.
9. Proses Asosiasi
Jika terjadi persamaan sifat dari dua kata berbeda, dapat menimbulkan makna
yang berbeda terutama dari makna awal kata tersebut. Kata-kata yang digunakan di
luar bidangnya, seperti dibicarakan di atas masih ada hubungan atau bertautan
maknanya dengan makna yang digunakan pada bidang asalnya. Agak berbeda dengan
perubahan maknay nag menjadi bagian akibat penggunaan dalam bidang yang lain, di
sini makna baru yang muncul adalah berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang
berkenaan dengan kata tersebut. Umpamanya kata amplop yang berasal dari bidang
asministrasi atau surat-menyurat, makna asalnya adalah ‘sampul surat’. Ke dalam
amplop itu selain biasa dimasukkan surat tetapi bisa pula dimasukkan benda lain,
misalnya uang. Oleh karena itu, dalam kalimat “beri saja amplop maka urusan pasti
beres’ kata amplop di situ bermakna ‘uang’ sebab amplop yang dimaksud bukan
berisi surat atau tidak berisi apa-apa melainkan berisi uang sebagai sogokan.
10. Pebedaan Sosial Budaya
Adanya perbedaan sosial dan budaya yang berkembang di masyarakat turut
mempengaruhi perubahan makna suatu kata. Perkembangan dalam bidang sosial
kemasyarakatan dapat menyebabkan terjadinya peruabahan makna. Di sini sama
dengan yang terjadi sebagai akibat perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi,
sebuah kata yang pada mulanya bermakna ‘A’, lalu berubah menjadi bermakan ‘B’
atau ‘C’. Jadi, bentuk katanya tetap sama tetapu konsep makna yang dikandungnya
sudah berubah. Misalnya kata saudara dalam bahasa Sansekerta bermakna ‘seperut’
atau ‘satu kandungan’. Kini kata saudara, walaupun masih juga digunakan dalam arti
‘orang yang lahir dari kandungan yang sama’ seperti dalam kalimat “Saya
mempunyai seorang saudara di sana”, tetapi digunakan juga untuk menyebutkan atau
menyapa siapa saja yang dianggap sederajat atau berstatus sosial sama. Misalnya
dalam kalimat “Surat saudara sudah saya terima”, atau kalimat “Di
mana saudara dilahirkan?”.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Medan makna merupakan bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan
bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu yang direalisasikan
oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan.
Perubahan makna (juga disebut pergeseran makna, pengembangan makna atau
penyimpangan makna) merupakan evolusi penggunaan kata — biasanya hingga tahapan makna
modern menjadi sangat berbeda dari makna aslinya.
Relasi makna dapat berwujud bermacam- macam antara lain : sinonimi,
antonimi dan oposisi,homonimi,homofoni, homografi, hiponimidanhipernimi, polisemi, ambiguit
as,redundansi. Sebab- sebab perubahan makna: Perkembangan dalam ilmu dan teknologi,
Perkembangan sosial dan budaya, Perbedaan bidang pemakaian, Adanya asosiasi,
Pertukaran tanggapan indra, Adanya penyingkatan, Proses gramatikal, dan Pengembangan
istilah. Medan makna adalah seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan
karena menggambarkan bagian dari kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu.

Saran

Adapun saran yang yang dapat penulis sampaikan kepada calon pendidik yaitu
hendaknya memahami berbagai makna kebahasaan yang disampaikan oleh pakar-
pakar dengan berbagai telaahnya.
Calon pendidik juga hendaknya memahami perkembangan ilmu agar bisa memberikan pe
ngetahuan yang baik dan benar kepada para peserta didik sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan yang ada
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 1985. Semantic Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru
Djajasudarma, Fatimah. 2009. Semantik 1: Makna Leksikal dan Gramatikal. Bandung: Refika
Aditam
Pateda, Mansoer. (2010). Semantik. Leksikal. Bandung: Rineka Cipta
Chaer, Abdul. (1995). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Bandung: Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai