Anda di halaman 1dari 4

KATA MENINGGALKAN KOTA DAN KITA

Judul Buku : Kata Kota Kita


Penulis : 17 Penulis GWP (Gramedia Writing Project) Batch 1
Tahun Terbit : 2015
Tebal : 272 halaman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Peresensi : Zahro Syaquilla

Apakah kalian pernah mempunyai sebuah cerita yang mengesankan di sebuah kota? Jika
pernah, kalian bisa ungkapkan kisahnya seperti dalam kumpulan cerpen Kata Kota Kita ini. Kata
Kota Kita memuat tujuh belas cerpen yang berasal dari coretan tinta tujuh belas cerpen yang
berasal dari coretan tinta tujuh belas penulis Gramedia Writing Project (GWP) Batch 1. GWP
merupakan seleksi pencarian penulis oleh penerbit Gramedia. Penulis yang terpilih dapat
menerbitkan bukunya. Beberapa karya hasil dari GWP sudah diterbitkan, dan Kata Kota Kita
adalah salah satunya.
Dalam sinopsis awal di sampul belakang Kata Kota Kita menunjukkan bahwa kumpulan
cerpen (kumcer) ini tidak disatukan dalam satu tema cerpen yang sama. Namun, kumcer ini
disatukan oleh “kota” yang menjadi tema utama dalam kumcer ini. Selain itu, kita akan dibuat
tertarik dengan cover yang cantik dan dengan gambar jalan-jalan yang diisi nama penulis lengkap
dengan ilustrasi gedung beserta pohonnya. Dari sini terlihat bahwa Kata Kota Kita bertujuan
mengedepankan latar kota dalam tiap cerpennya. Jangan salah, kota-kota yang dihadirkan dalam
kumcer ini tidak hanya kota-kota dalam negeri saja, tapi ada juga kota di luar negeri yang tak kalah
memesona.
Pada cerita pertama, kita akan diajak ke kota Ambon dengan cerita berjudul Ora. Ora
merupakan sebuah pantai indah yang jauh dari kepadatan dan keramaian Ambon. Bercerita tentang
perjalanan Dirga menemui Shanna di Pantai Ora. Di sana Dirga sadar bahwa Shanna tidak bahagia
dengan pernikahannya. Shanna yang dia kenal adalah perempuan cantik yang berkilau di tengah
gemerlap metropolitan. Sayang, Dirga tidak punya hal untuk menculik Shanna dari pedalaman
Pantai Ora.
Kota Newyork tak ketinggalan dalam kumcer ini. Dengan cerita berjudul Sparks, pembaca
akan dibuat terenyuh dan pasti menyayangkan kepurusan Ayuna yang menyedihkan dan
mengecewakan. Ayuna yang berkarir sebagai associate lawyer itu menjalani LDR dengan
kekasihnya yang apda akhirnya ia gamang untuk menjawab ajakan pernikahan kekasihnya, Eren.
Meski telah menjalani hubungan selama tiga tahun, Ayuma bleum juga mantap untuk menerima
lamaran Eren yang telah berulang kali melamarnya. Hanya karena ia tidak merasakan apa yang
akan terjadi ke depannya.
Kota Malang turut hadir dalam Kata Kota Kita ini yang diceritakan dengan sangat apik
oleh Dwi Ratih Rahmadhani dengan judul Cinta dan Secangkir Coklat Hangat. Ratih yang
merupakan mahasiswa jurusan sastra inggris UM ini telah berhasil membuat pembaca penasaran
dengan tokoh “Aku” dalam cerita ini. Tokoh aku yang digunakan dalam cerita ini adalah kedai
yang juga sekaligus latar tempat dalam cerita.
Mengisahkan tentang Larisa dan Ragil yang bertemu kembali di sudut Malang setelah
resmi tidak menjadi sepasang kekasih lagi. Dua tahun hubungan jarak jauh tidak bisa mengalahkan
perasaan yang diagungkan keduanya. Namun, mereka masih harus bertemu karena memegang
mimpi yang sama, mengabdikan kisah cinta mereka dalam buku dan membaginya pada dunia.
Impian indah itu tidaklah terlihat seindah ketika sudah berpisah.
Bagi mahasiswa UM yang sering melewati jalan Surabaya dan jalan Jombang, tentu tidak
asing lagi dengan kafe Nyit Nyot serta angkot LG dan JDM yang dihadirkan dalam cerita ini.
Dengan gaya penulisan yang berbeda dari segi sudut pandang penulisnya, membuat cerpen ini
berbeda dengan cerpen yang lain dalam kumcer ini.
Dari ketiga cerpen tersebut sudah merangkum hal seragam dalam kumcer ini, yakni kisah
cinta yang terlepas dari latar tempat sebagai tema utama. Nyaris semua kisah cinta yang ada
berakhir dengan sad ending. Hal ini terlihat pada ketiga judul cerpen di atas dan beberapa judul
yang lain. Namun, ada beberapa cerita beerbeda yang membacwa cerita lain, yakni Ditelan
Kerumunan, yang mengisahkan kejemuan pengguna bus umum. Kemudian, yang mengisahkan
kejemuan pengguna busa umum. Kemudian, ada Let the Times Roll! yang menjadikan family
sebagai genre utama. Lalu, ada Mamon, Cintaku Padamu, berisi cerita kehidupan yang lebih gelap.
Atau Frau Traffea satu-satunya dengan sentuhan horor. Juga Bulungan yang berisi kehangatan
dari sebuah kisah persahabatan. Dan Amerta, kisah menegangkan yang sangat sempurna.
Dari tujuh belas cerpen dalam buku ini ternyata tidak terdapat tujuh belas kota yang
berbeda. Kota Yogyakarta untuk kedua kalinya digunakan sebagai latar tempat bahkan Jakarta
menjadi latar sebanyak tiga cerpen. Selain itu, “kota” yang benar-benar dihidupkan sebagai latar
belakang hanya ada dalam beberapa cerpen saja. Ora, Let The Good Times Roll, Spark, Bukan
Sebuah Penyesalan, dan Ankara di Bawah Purnama adalah beberapa judul yang berhasil
menonjolkan latar tempat dalam cerpennya. Meskipun memang tidak secara sempurna, tapi masih
bisa meleburkan dalam cerita. Sementara itu, untuk cerpen yang lain masih kurang tampak latar
kotanya.
Secara keseluruhan, kumcer Kata Kota Kita ini cukup menyenangkan. Kita akan
menikmati sajian cerita setiap penulis dengan ciri khas tersendiri dalam menyajikan ceritanya.
Kumcer ini sangat cocok untuk menghabiskan waktu libur di rumah! Selamat membaca!
Sumber: majalah komunikasi halaman 27 edisi 298 bulan Mei-Juni 2015
SISI POSITIF DI BALIK PAHIT GETIR KEHIDUPAN

Judul Buku : Pesantren Impian


Penulis : Asma Nadia
Tahun terbut : 2014
Tebal : 314 halaman
Penerbit : Asma Nadua Publishing House
Peresensi : Nurul Fauziah A.

Orang tua mana yang tidak terpukul ketika masa depan anaknya yang amat dibanggakan
tiba-tiba tercoreng hanya karena ulah satu orang kepercayaan? Seorang gadis bernama Rini yang
sama sekali tak pernah melakukan bahkan mendekati hal tidak pantas semacam itu. Ini dilihat dari
keluarga ningrat dan golongan yang berpendidikan. Kisah awal itulah yang menjadi pokok
masalah yang berkelanjutan dalam novel Pesantren Impian karya penulis bernama lengkap
Asmarani Rosalba atau yang tidak asing lagi dikenal dengan Asma Nadia.
Diisyaratkan dengan sebuah sub judul di sampul cover novel “Cinta, Teka-teki, dan
Kematian”, penulis berhasil membangkitkan rasa keingintahuan pembaca tentang teka-teki apa
yang sebenarnya disimpan oleh penulis. Sekilas saat membaca kalimat tersebut, muncul pemikiran
jika novel Pesantren Impian ini berisi kisah cinta seseorang hingga mengantarkan pada
kematiannya, atau kisah cinta yang berakhir dengan kematian. Akan tetapi, apa hubungannya
dengan pemberian judul Pesantren Impian? Asma Nadia dengan uniknya menciptakan suatu ide
imajinatif yang tidak mustahil terjadi di kehidupan nyata.
Dilihat dari segi ilustrasi gambar di bagian sampul, yaitu sesosok wanita berkerudung
hitam yang sedang menutup separuh mukanya dengan topeng. Gambar tersebut menjadi simbol
seorang wanita yang sedang bermain dalam sandiwara kehidupan. Seorang wanita yang kadang
menunjukkan sosok sebenarnya di waktu tertentu bersembunyi di balik topengnya. Mimik wajah
yang digambarkan dengan sorotan mata yang amat tajam seperti menyimpan banyak misteri di
dalam kehidupannya.
Dalam perjalanan ceritanya, Asma Nadia mengungkap berbagai tokoh dengan karakter-
karakternya yang tidak cukup mudah dipahami hanya dengan sekali membaca. Permainan watak
yang pada awalnya dianggap baik ternyata berkebalikan. Alur cerita dengan pergantian tokoh yang
semula hanya menyorot pada Rini sebagai tokoh yang menyeret sekian masalah menjadi
berkembang pada tokoh-tokoh lain yang memperkuat suasana kalut Rini yang tiada bisa diatasi.
Empat belas gadis dimunculkan sbeagai santriwati di sebuah tempat penyucian diri yang
disebut Pesantren Impian. Masing-masing dari mereka hadir dengan membawa maslaah yang
berbeda-beda pula dan dengan tingkat keberatan masalah yang bervariatif. Masalah Rini yang
secara psikologis terganttu atas kehamilannya di luar nikah, Butet yang pernah menjadi pengedar
narkoba sekaligus kaki tangan mafia obat-obatan terlarang dan menjadi tersangka pembunuhan,
Ipung yang pernah melakukan aborsi hingga empat kali, Ita, Iin, Sissy, Inong, Ina, Evi, dan enam
gadis bermasalah lainnya.
Tidak sekedar itu, ternyata pesantren yang dikenal sebagai tempat pembersihan diri untuk
menebus dosa itu juga dibangun atas dasar dan alasan yang sama, yakni sebagai satu-satunya cara
Umar yang dianggap sebagai anak emas Teungku Budiman untuk menebus dosa-dosanya yang
telah mencari rezeki dari uang haram hingga keluarganya meninggal dalam sebuah kebakaran.
Sekian banyak lelaki terdekat Rini yang dicurigai dikumpulkan oleh sahabat-sahabatnya
meskipun mereka sendiri memiliki masalah yang sama beratnya. Dari ayah tiri, paklik Kusno,
hingga mas Bagus yang ia kagumipun tidak menutup kemungkinan yang menjadi pelakunya.
Permasalahan Rini yang berkepanjangan dipecahkan bersama sahabat-sahabat barunya
hingga Umar yang merupakan pemilik sebenarnya dari Pesantren Impian. Akhirnya, konflik
tersebut berakhir oleh terungkapnya pelaku perbuatan keji itu yang sama sekali tidak diduga, yaitu
paklik Kusno yang memiliki perawakan seperti wanita.
Novel ini berisi banyak inspirasi yang dapat memotivasi pembaca untuk tidak putus asa
dalam menghadapi ujian-ujian kehidupan yang datang secara bertubi-tubi. Dari novel Pesantren
Impia, dapat ditemukan beberapa sisi positif yang daapt dijadikan teladan bagi pembaca sebagai
manusia yang menganut ideologi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Masalah yang hadir tidak akan
diujikan tidak akan keluar dari batas kemampuan dan cara untuk memecahkan masalah itu adalah
mengembalikannya kepada Sang Pencipta. Namun, sebelum itu harus ada usaha (ikhtiar) terlebih
dahulu. Salah satu usaha yang ditunjukkan dalam novel ini adalah meninggalkan hal-hal yang
dekat dengan kemungkinan untuk mengulangi kesalahan yang sama. Lima belas gadis itu datang
ke Pesantren Impian dalam rangka pembenahan diri dan berusaha untuk meninggalkan masa lalu
yang kelam dalam jurang dosa. Tingkatan yang lebih tinggi lagi, yaitu memberikan lapangan
berbuat kebaikan bagi orang lain sebagai investasi ibadah sebagai pengakuan dosa.
Cara penulis menyembunyikan identitas tokohnya yang ia tuliskan dengan sebutan si Gadis
yang tidak lain juga merupakan santriwati Pesantren Impian belum juga terkuak hingga akhir bab.
Pembaca harus benar-benar jeli dalam membaca novel ini. Penulis sepertinya membebaskan
pembaca untuk memberi anam tersendiri kepada si Gadis yang dimaksud. Hal itu sekaligus
menjadi kelemahan nobel ini yang membuat pembaca harus mengulang lagi lembar-lembar
sebelumnya untuk memecahkan siapakah gadis yang dimaksud. Hal itu sekaligus menjadi
kelemahan novel ini yang membuat pembaca harus mengulang lagi lembar-lembar sebelumnya
untuk memecahkan siapakah gadis yang dimaksud. Akan tetapi, isi dari novel ini layak mendapat
predikat A dari nilai-nilai pendidikannya yang dapat dijadikan teladan bagi pembaca.
Sumber: majalah komunikasi halaman 26 edisi 298 bulan Mei-Juni 2015

Anda mungkin juga menyukai