Anda di halaman 1dari 6

Bukupun Berbicara

Oleh : Kurnia Putri Pebimiati


Identitas : XI IPA 2 SMA N 2 Karangan

Buku merupakan fasilitator antara si penulis dan pembaca buku. Buku juga
merupakan tempat menuangkan ide para penulis untuk membagikan imajinasi mereka.
Menurut Ensiklopedia Indonesia (Tanpa Tahun: 538-539) “Buku ialah alat komunikasi
berjangka waktu panjang dan mungkin sarana komunikasi yang paling berpengaruh pada
perkembangan kebudayaan dan peradaban umat manusia. Buku dapat berisi hasil pemikiran
dan pengalaman manusia. Dalam bidang pendidikan, buku lebih berpengaruh pada anak didik
daripada sarana lainnya. Menurut Surahman dalam Fella (2014), secara umum buku dibagi
menjadi empat jenis yaitu buku sumber, buku bacaan, buku pegangan, dan buku teks. Buku
sumber adalah buku yang biasa dijadikan rujukan, referensi, dan sumber untuk kajian ilmu
tertentu, biasanya berisi suatu kajian ilmu yang lengkap. Buku bacaan adalah buku yang
hanya berfungsi untuk bahan bacaan saja, misalnya cerita, legenda, novel, dsb. Buku
pegangan adalah buku yang bisa dijadikan pegangan guru atau pengajar dalam melaksanakan
proses pengajaran. Buku teks adalah buku yang disusun untuk proses pembelajaran dan berisi
bahan-bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan.
Buku bukanlah suatu hal asing khususnya saya yang memiliki posisi sebagai seorang
siswa. Sebagai seorang siswa, bersentuhan secara langsung dengan buku bukanlah suatu hal
yang terlihat asing bahkan hampir menjadi makanan sehari-hari bagi seorang siswa.
“Bersentuhan” dengan buku tidak hanya sekedar membuka, membaca sekilas lalu menutup
buku kembali. Melainkan membaca secara sungguh-sungguh dan mencerna dari isi buku
tersebut.
Sebagai pelajar, buku yang paling sering menemani aktivitas belajar adalah buku teks
dan buku sumber, sedangkan buku untuk menjadi bahan hiburan adalah buku bacaan.
Berdasarkan poin tersebut, sudah digambarkan secara jelas bahwa buku memiliki peran besar
dalam proses pembelajaran siswa. Dalam tanda kutip, buku bisa membawa peran besar bagi
pelajar apabila buku ditelaah dengan baik. Buku yang dikonsumsi siswa sedikit banyak akan
mempengaruhi karakter atau pembawaan yang dimiliki siswa. Tentu bukan pembawaan
secara keseluruhan, tetapi bagaimana sebuah buku bisa membantu siswa untuk menemukan
sebuah fakta baru ataupun mengemukakan sebuah opini berdasarkan sumber jelas bukan
hanya sekedar sumber dari antah berantah. Siswa yang terpengaruh buku secara tak langsung
akan membawa perubahan pada lingkungan sekitarnya. Pengaruh tersebut bisa berupa
peningkatan minat ketertarikan terhadap buku. Secara tidak langsung buku adalah alat yang
paling ampuh untuk menggembleng siswa menjadi pribadi yang lebih kritis terhadap dunia
sekitar bukan menjadi pribadi apatis bahkan acuh tak acuh karena majunya tingkat globalisasi
di kalangan para siswa yang membuat mereka lupa akan besarnya peran buku dalam
mendidik karakter mereka.
Sebelum beralih mengenai peningkatan minat terhadap buku, cara yang paling ampuh
untuk mencintai buku itu sendiri adalah dengan membaca buku serta memahami apa yang
disampaikan penulis melalui buku itu. Entah buku yang bersifat untuk memberikan referensi
lebih banyak ataupun buku yang bersifat sebagai penghiburan semata. Kita akan mengupas
tentang definisi dari membaca. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
pengertian membaca adalah melihat dan paham isinya, bisa dengan melisankan atau dalam
hati saja. Sedang menurut Mr. Hodgson, (1960) membaca ialah sebuah proses yang dilakukan
oleh para pembaca untuk mendapatkan sebuah pesan, yang akan disampaikan dari penulis
dengan perantara media kata-kata ataupun bahasa tulisan.
Membaca buku teks maupun buku referensi dapat menambah wawasan siswa yang
biasanya hanya sebatas penjelasan dari guru mereka. Seiring kemajun teknologi, minat siswa
terhadap buku teks dan buku referensi berkurang drastis. Sebelum era milenial dimulai, para
siswa akan berbondong-bondong memenuhi perpustakaan sekolah mereka. Hal ini
dikarenakan hanya buku yang ada di perpustakaanlah sumber belajar utama mereka. Keadaan
saat ini berbanding terbalik dengan apa yang terjadi pada tempo dulu. Justru saat ini keadaan
perpustakaan sekolah maupun perpustakaan daerah lebih lengang dan sepi pengunjung. Hal
ini bukan omong kosong belaka karena fakta di lapangan menunjukkan data yang
mencengangkan mengenai turunnya minat baca siswa.
Di perpustakaan sekolah kami yaitu perpustakaan SMAN 2 Karangan yang memiliki
luas 2 kali lebih besar daripada kelas untuk tempat belajar dan memiliki ratusan buku dari
berbagai jenis buku yaitu buku teks, buku referensi, buku biografi ataupun buku bacaan
semacam novel, cerpen, ataupun komik tidak bisa menarik minat lebih banyak siswa untuk
mengunjungi perpustakaan setiap harinya. Data juga menunjukkan tingkat kunjungan warga
sekolah di perpustakaan rata-rata per harinya hanya antara 20 orang sampai 30 orang dari
450-an orang siswa dan 40-an orang guru dan staf yang ada di sekolah. Dalam satu bulan
berarti hanya ada pengunjung perpustakaan antara 600-900 orang. Artinya setiap harinya
hanya ada kurang lebih 10,2 % saja warga sekolah sebagai pengunjung perpustakaan (data :
bulan Februari tahun 2018). Sungguh menyedihkan mnegetahui fakta ini mengingat besarnya
peran buku dalam proses pembelajaran. Mungkin hal yang sama juga berlaku pada
perpustakaan sekolah lain. Tidak berniat untuk merendahkan atau menghakimi minat siswa
terhadap pentingnya membaca buku tapi melihat fakta yang telah terjadi sedikit banyak harus
ada perefleksian terhadap diri siswa untuk merenungkan kembali pentingnya meningkatkan
minat baca siswa terhadap buku.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa berkurangnya minat baca siswa terhadap buku
karena kemajuan tekhnologi di era globalisasi ini. Semakin banyaknya ponsel pintar menjadi
permasalahan utama atau penyebab langsung turunnya minat baca siswa. Ponsel pintar
tersebut berhasil 100 persen merebut perhatian siswa untuk mengalihkan minat membaca
buku menjadi minat baca media sosial. Di sini tidak dikatakan bila media sosial tersebut
buruk bagi perkembangan siswa, tapi akibat tak langsung dari pengaruh media sosial adalah
siswa lebih malas untuk sekedar membaca satu lembar buku saja. Ponsel pintar juga
mengajari siswa utuk mencari semua sumber belajar secara instant. Di dalam ponsel pintar
tersebut terdapat aplikasi untuk mencari jawaban yang dibutuhkan siswa apabila kesulitan
dalam mengerjakan sebuah soal. Kegiatan ini hanya akan mengajari siswa hanya untuk
mencari hasil yang harus dicapai tanpa harus melakukan proses yang melalahkan apabila
memecahkan suatu soal menggunakan buku teks. Bukan membesarkan masalah mencari
jawaban dari mesin pencari di ponsel pintar, tapi masalah ini jika dibiarkan secara terus-
menerus dan berulang akan berdampak pada perkembangan karakter siswa yang masih dalam
tahap pencarian jati diri.
Berbanding terbalik dengan siswa yang lebih suka mencari jawaban dari buku teks
atau buku referensi, mereka lebih mementingkan proses yang mereka lakukan daripada hasil
yang mereka dapatkan. Bidikan utama mereka adalah pemahaman dan pengertian mengenai
soal yang mereka pecahkan dari buku referensi dan bagaimana itu bisa terjadi bukan berapa
hasil yang akan mereka dapatkan. Sejurus dengan hal tersebut, kita dapat melihat gambaran
bila minat baca siswa semakin berkurang maka generasi penerus bangsa ini akan semakin
bertindak amoral yang pada akhirnya akan merugikan diri mereka dan bangsa mereka sendiri.
Seperti gambaran di atas seorang siswa yang menjadikan buku sebagai temannnya akan
berpeluang memiliki pengetahuan lebih daripada siswa yang hanya menjadikan buku sebagai
teman “tidurnya”. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Mark Twain “The man who doesn’t
good books has no advantage over the man who can’t read them”. Yang memiliki arti kurang
lebih seperti ini “ Dengan membaca buku bermutu, seseorang memiliki keunggulan
komparatif dibanding orang yang tidak membaca.” Dengan penjelasan di atas oleh penulis
sekelas Mark Twain yang dapat membeberkan secara gamblang manfaat buku, sudah dapat
dipastikan bahwa dengan membaca buku siswa akan satu langkah lebih maju dibanding
dengan siswa yang tidak membaca buku.
Manfaat membaca buku sudah tidak diragukan lagi di kalangan pelajar ataupun
masyarakat umum. Melihat besarnya manfaat membaca buku, banyak siswa sekarang yang
lebih tidak menyukai kegiatan membaca buku. Mengapa hal ini bisa terjadi di saat program
literasi marak digalakkan? Mereka para siswa yang menyebut diri mereka sebagai generasi
kids zaman now, memiliki anggapan yang sungguh mengejutkan perihal membaca buku.
Mereka beranggapan bahwa membaca buku tidak lebih keren daripada update status di akun
media sosial. Padahal jika dilihat dari sisi kelebihan dan manfaat ke depannya , maka
membaca buku adalah jawaban terbaik untuk menimba ilmu lebih banyak dibandingkan
update status di media sosial. Update status di media sosial hanya akan menimbulkan banya
rasa iri ataupun ketergantungan sehingga siswa tidak bisa lepas dari yang namanya media
sosial yang memang sekarang menjadi tren di kalangan anak remaja.
Rendahnya minat baca siswa di lingkungan masyarakat juga dipengaruhi oleh
rendahnya minat baca masyarakat secara keseluruhan. Menurut data UNESCO tahun 2012
minat baca masyarakat Indonesia hanya berkisar di angka 0,001 %. Sungguh memprihatinkan
mengingat potensi sumber daya manusia yang ada di Indonesia.. Berdasarkan data dari
UNESCO tersebut Indonesia hanya satu tingkat di atas negara miskin Afrika yaitu Botswana.
Tidak diimbanginya minat baca tersebut, dapat menyebabkan bonus demografi Indonesia
hanya akan terbuang percuma. Kita tidak akan pernah menjadi tuan rumah di negara kita
sendiri. Mengingat rendahya pengetahuan masyarakat Indonesia khususnya generasi muda
yaitu para pelajar, angan Indonesia menjadi negara maju hanya menjadi cita-cita belaka.
Selain beberapa poin di atas, manfaat membaca buku menurut Jordan E. Ayan, yang
berdampak bagi perkembangan sebagian besar jenis kecerdasan adalah membaca dapat
menambah kosakata dan pengetahuan akan tata bahasa dan sintaksis. Membaca juga memicu
imajinasi siswa untuk berkreatifitas sesuai imajinasi mereka. Sayangnya semua manfaat yang
ada pada membaca buku hanya dianggap sebelah mata saja.
Sebagai seorang pelajar, saya merasa prihatin dengan apa yang terjadi pada
perpustakaan-perpustakaan sekarang. Pengaruh internet yang semakin banyak tidak
diimbangi dengan pengetahuan siswa untuk meningkatkan minat baca. Perpustakaan-
perpustakaan semakin sepi padahal stok buku tak kalah melimpah. Hal sebaliknya terjadi
pada spot-spot wifi yang kian hari kian ramai oleh anak-anak bahkan anak yang usianya
masih di bawah 5 tahun. Keadaan miris ini semakin hari semakin parah karena para orang tua
yang juga membebaskan anak-anaknya khususnya para siswa untuk memfokuskan diri pada
benda ajaib berbentuk persegi yaitu HP. Kurangnya kontrol dari orang tua itu sendiri juga
mempengaruhi keinginian siswa untuk membaca berbagai jenis buku. Minat baca siswa
Indonesia semakin hari semakin tergerus oleh budaya globalisasi yang meraja lela. Bukannya
ingin menutup mata dari perkembangan teknologi yang semakin hingar bingar tetapi
alangkah baiknya kita juga tetap memakai langkah-langkah lama untu memperkaya ilmu kita
yaitu dengan membaca buku.
Untuk meningkatkan kecintaan siswa pada buku , saya sebagai seorang pelajar akan
memberikan beberapa masukan yang sekiranya bisa membantu menangani rendahnya minat
baca di kalangan pelajar. Cara yang saya maksud adalah sekolah atau dinas terkait yaitu
Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kabupaten Trenggalek yang dapat bekerja sama Dinas
Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Trenggalek memilih perwakilan masing-masing
dari setiap sekolah untuk menjadi Duta Literasi. Yang dimaksud dengan Duta Literasi adalah
siswa yang dipilih untuk menjadi seorang yang bisa menggambarkan secara representative
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan buku dan kepustakaan. Apa peran dari Duta Literasi
itu sendiri? Peran dari Duta Literasi adalah memberikan pemahaman kepada teman-temannya
di setiap sekolah bahwa buku bukanlah benda yang mengerikan, buku adalah teman yang
menyenangkan dan buku adalah jendela dunia. Duta Literasi juga berperan untuk
mengkampanyekan atau mempromosikan bahwa perpustakaan adalah tempat yang asyik dan
tidak membosankan. Selain itu, Duta Literasi juga diharapkan mampu mendeskripsikan buku
benda yang hebat, perpustakaan itu tempat yang keren untuk mengisi waktu luang.
Selain cara yang pertama, cara kedua yang bisa saya sarankan untuk pelajar adalah
setiap sekolah menyediakan waktu khusus untuk melakukan kegiatan literasi. Waktu tersebut
tidak harus lama, yang diutamakan adalah keefektifan waktu tersebut untuk meningkatkan
pengetahuan mereka tentang buku. Waktu literasi tersebut bisa dimanfaatkan dengan
berbagai cara seperti mengkaji atau membedah buku, memahami sastra-sastra lama ataupun
cerita yang dapat menggugah selera mereka untuk lebih tertarik pada buku. Semoga dengan
perkembangan zaman yang semakin canggih, lembaran buku yang terbuka semakin banyak
dan angka minat baca masyarakat Indonesia khususnya pelajar Trenggalek semakin
meningkat.

Daftar Pustaka
Wikipedia Indonesia

Ensiklopedia Indonesia

Inspirasi-wahanapendidikan.blogspot.com

Supriyono. 1998. Kontribusi Pustakawan Dalam Meningkatkan Minat Baca. Media


Pustakawan, Vol. V, nomor 3.

Widia Martaya, A. 1992. Seni Membaca Untuk Studi. Yogyakarta : Kanisius.

Suyitno. 1995. Tehnik Pengajaran Apresiasi Sastra dan Kemampuan Bahasa. Yogyakarta:
Hanindita.

Harnowo. 2005. Quantum Reading. Bandung : MLC.

Anda mungkin juga menyukai