Anda di halaman 1dari 5

MENGIKUTI PERKEMBANGAN GLOBALISASI BUKAN

BERARTI HARUS LUPA AKAN JATI DIRI SEBAGAI PEMUDAPEMUDI BANGSA

Minat berbahasa berarti bagaimana keinginan yang timbul dari dalam hati kita dalam
menguasai bahasa dalam artian apa saja bahasa yang disukai dan bagaimana kita untuk
menguasainya. Secara tradisional, bahasa merupakan alat untuk berinteraksi atau
berkomunikasi, dalam arti sebagai alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, dan
perasaan. Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi manusia baik dalam bentuk lisan maupun
tulisan.
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Kurang lebih seperti itulah bunyi ayat ketiga dari Sumpah paling terkenal di negeri ini yaitu
Sumpah Pemuda. Dalam komunikasi, peranan bahasa sungguh sangat penting. Segala
informasi yang disampaikan memerlukan bahasa. Makna yang disampaikan dalam sebuah
bahasa tidak hanya terkait dengan pilihan kata, tetapi juga cara penyampaiannya.
Di tahun 2013 ini banyak sekali hal yang telah berubah. Seiring dengan
perkembangan zaman, penggunaan bahasa Indonesia baik dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam lingkup media secara luas, mulai menampakkan adanya pergeseran ke arah
arus modernitas yang ditandai dengan maraknya penggunaan bahasa remaja, atau sering pula
diartikan sebagai bahasa gaul. Remaja masa kini lebih sering dan senang menggunakan
bahasa gaul dari pada bahasa resmi. Menurut mereka bahasa gaul lebih nyaman, dan cocok
digunakan dalam kehidupan sehari-hari, remaja masa kini menganggap penggunaan bahasa
resmi terlalu kaku dan monoton.

Dunia modern dan pesatnya kemajuan teknologi informasi, dengan serta merta
membawa Indonesia menjadi salah satu negara yang tidak bisa melepaskan diri dari
kebudayaan modern atau populer. Perkembangan internet yang begitu pesat menjadi suatu hal
yang tidak bisa dielakkan. Salah satu bagian atau produk dari internet itu adalah social media.
Diawali oleh melambungnya website semacam Friendster di awal era millennium kemudian
diikuti Facebook di tahun 2004 dan yang terakhir adalah Twitter merupakan contoh dari
beberapa social media yang sekarang sedang marak-maraknya digunakan diantara para
remaja.
Disadari ataupun tidak, peran social media sebagai media komunikasi diantara para
remaja juga berpengaruh dalam bagaimana mereka berbahasa, bagaimana mereka
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Apalagi dengan kehadiran social media
seperti twitter yang membatasi jumlah kata yang bisa mereka pakai untuk berkomunikasi.
Akhirnya sebagai solusi untuk mengatasi ini semua para remaja memilih untuk memakai
berbagai macam singkatan dalam percakapan mereka, tidak jarang singkatan-singkatan yang
dipakai merupakan singkatan yang tidak lazim, dan hanya mereka dan sebagian orang saja
yang mengerti dengan singkatan tersebut. Dalam setahun terakhir kata-kata yang dipakai pun
seolah berubah drastis dari sebelumnya. Ada yang menyebut bahwa mereka memakai bahasa
alay (anak layangan) atau apalah yang pasti bahasa mereka sekarang telah menyimpang jauh
dari Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dalam beberapa pendapat yang lain juga
menyebutkan bahwa Alay merupakan akronim dari Anak Lebay (berlebihan).
Alay sendiri yang sejatinya merupakan akronim dari Anak Layangan memiliki
beberapa penafsiran sendiri. Diantaranya ada yang mengartikan bahwa karena Layangan atau
Layang-layang merupakan jenis permainan yang sekarang tidak terlalu populer dibandingkan
social media tentunya akhirnya membuat Anak Layangan memiliki penafsiran sebagai anak

yang kuno atau norak. Karakteristik dari bahasa alay ini adalah dengan menggunakan variasi
antara huruf besar dan kecil dalam satu kata, tidak jarang juga adanya sisipan angka atau
symbol dalam kata tersebut. Seperti contohnya h4Lo, 9i nGaP4ind?, L4gi Si8uk ? atau
terkadang juga dalam bentuk singkata-singkatan yang cukup susah dimengerti, seperti untuk
kata cepat diganti menjadi c4. Dan yang paling baru dan populer saat ini adalah
penggunaan kata-kata seperti ciyus untuk menggantikan serius, miapah untuk demi
apa, dan enelan untuk menggantikan beneran?.
Secara resmi memang tidak ada yang tahu siapa yang pertama menggunakan katakata ini, terlebih lagi yang paling banyak menggunakan kata-kata ini adalah mereka yang
masih duduk di bangku SMP, SMA dan kuliah dimana mereka terkadang tidak terlalu perduli
dengan asal muasal sesuatu, mereka langsung memakai apa yang mereka anggap sedang tren
dan populer di lingkungan mereka. Peran social media disini sangatlah besar, apalagi sebagai
media penyebaran kata-kata ini.
Bagi beberapa kalangan kondisi seperti ini bisa dianggap mengancam tata bahasa
Indonesia terutama di kalangan para remaja. Mereka yang kontra terhadap bahasa-bahasa
semacam ini memiliki berbagai alasan misalnya saja bahwa kenyataan jika para remaja
terkadang menggunakan bahasa-bahasa semacam ini pada waktu dan tempat yang kurang
tepat. Sementara bagi mereka yang mendukung adanya bahasa-bahasa seperti ini
menganggap bahwa hal ini tidaklah terlalu penting dan mengancam bahasa Indonesia itu
sendiri, karena menurut mereka bahasa semacam ini memiliki sifat sementara, dimana hanya
dalam periode tertentu saja bahasa seperti ini dipergunakan, bila sudah tiba masanya maka
akan muncul bahasa baru lagi dan bahasa yang lama akan mulai tergantikan. Mereka yang
setuju beranggapan bahwa bahasa-bahasa seperti ini tidak bisa dihilangkan begitu saja karena
mereka menganggap bahwa ini termasuk kedalam kreatifitas remaja.

Pertanyaannya memang bisa jadi, Apakah Sumpah Pemuda masih relevan di era
globalisasi sekarang ini?. Begitu juga dalam penggunaan bahasa asing khususnya bahasa
Inggris. Meski masih tergolong mahal untuk mengikuti kursusnya, tapi kemampuan
berbahasa Inggris bukan lagi menjadi hal yang menakjubkan saat ini bila dibanding beberapa
dekade ke belakang. Lagu-lagu Indonesia sudah banyak yang liriknya mempergunakan
bahasa Inggris, dialog-dialog di sinetron dan tidak sedikit film memakai selipan bahasa
Inggris. Belajar bahasa Inggris itu baik. Kita pun tidak ingin tertinggal di jaman yang
perkembangannya semakin cepat ini. Kalau orang lain bercakap-cakap dalam bahasa Inggris
dan kita tidak mengerti, hal ini juga berarti kerugian kita tidak bisa menangkap informasi.
Bahkan sekarang bukan hanya bahasa Inggris saja yang populer melainkan juga bahasa
Perancis, Spanyol, Cina (Mandarin), Jepang, dan yang paling digemari saat ini yaitu Korea.
Sebagai sebuah bangsa yang ingin maju kita harus menyesuaikan diri dengan
perkembangan. Namun bukan berarti kita meninggalkan identitas kita. Pelajarilah bahasa
apapun. Kita belajar bahasa Inggris adalah untuk bisa membaca buku-buku yang secara
konteks mempergunakan bahasa Inggris, berkomunikasi dengan orang yang berbahasa
Inggris, menonton berita berbahasa Inggris, dan dan hal-hal lain yang bertujuan untuk
membuat kita mampu menangkap informasi lebih. Kita belajar bahasa Inggris bukan untuk
menjadi orang Inggris.
Berbahasa nasional itu bagus tapi jangan sampai melupakan kelestarian dari bahasa
daerah sendiri. Ratusan jenis bahasa daerah turut memberi warna kehidupan di Negara
Kesatuan Republik Indonesia seperti dalam semboyannya Bhineka Tunggal Ika, Pelestarian
bahasa daerah merupakan kewajiban menjaga salah satu peninggalan kebudayaan leluhur.
Kita mampu berbahasa Inggris atau bahasa luar lainnya dengan baik dan lancar, tapi mengapa
kita tidak mampu berbicara dan mengenal bahasa daerah kita sendiri.

Dari beragam argumen di atas, sesungguhnya kita dapat menarik kesimpulan bahwa
kunci peranan pemuda-pemudi terhadap pelestarian bahasa Indonesia hanya satu yaitu
mampu mempertahankan bahasa Indonesia sebagai identitas dan karakter bangsa, serta
mampu mengikuti perkembangan pergaulan lintas dunia yang semakin mengglobal
dengan menguasai bahasa asing, tanpa harus melupakan bahasa daerah sebagai bahasa
ibu yang harus tetap dijunjung tinggi keluhurannya.

Anda mungkin juga menyukai