Anda di halaman 1dari 11

Nama : Rian Erianto Nugroho 10030117013

Ana Nabila 10030117016


Erlyana 10030117029
Asri 10030117041
Naufal Hendy 10030117027

Kelas : PAI A 2017

Bimbingan Konseling

1. Makna dan Fungsi Filosofis Bimbingan Konseling


Kata “filosofis” atau “filsafat” berasal dari bahasa Yunani: Philein/Philos
berarti cinta dan Sophos/Sophia yang artinya kebijaksanaan, hikmah, ilmu, kebenaran,
jadi filosofis berarti kecintaan terhadap kebijaksanaan. Sikun pribadi mengartikan
filsafat sebagai suatu “usaha manusia untuk memperoleh pandangan atau konsepsi
tentang segala yang ada, dan apa makna hidup manusia dialam semesta ini”. Dapat
diartikan juga sebagai perenungan atau pemikiran tentang kebenaran, keadilan,
kebaikan, religi, serta sosial-budaya.
Filsafat mempunyai fungsi dalam kehidupan manusia, yaitu bahwa :
a. Setiap manusia harus mengambil keputusan atau tindakan,.
b. Keputusan yang diambil adalah keputusan diri sendiri.
c. Dengan berfilsafat dapat mengurangi salah paham dan konflik.
d. Untuk menghadapi banyak kesimpangsiuran dan dunia yang selalu berubah.
Dengan berfilsafat seseorang akan memperoleh wawasan atau pemikiran yang luas
sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat. Keputusan tersebut mempunyai
konsekuensi tertentu yang harus dihadapi secara penuh tanggung jawab. Oleh karena
itu, keputusan yang diambil akan terhindar dari kemungkinan konflik dengan pihak
lain, bahkan sebaliknya dapat mendatangkan kenyamanan atau kesejahteraan hidup
bersama, walaupun berada dalam iklim kehidupan yang serba kompleks.
Makna dan fungsi filsafat dalam kaitanya dengan layanan bimbingan dan konseling,
Prayitno dan Erman Amti (dalam Yusuf, 2010) mengemukakan pendapat Belkin
(1975) yaitu bahwa, “Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi kegiatan atau
tindakan yang semuanya diharapkan merupakan tidakan yang bijaksana. Untuk itu
diperlukan pemikiran filsafat tentang berbagai hal yang tersangkut-paut dalam
pelayanan bimbingan dan konseling. Pemikiran dan pemahaman filosofis menjadi alat
yang bermanfaat bagi pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya, dan bagi
konselor pada khususnya, yaitu membantu konselor dalam memahami situasi
konseling dalam mengambil keputusan yang tepat. Disamping itu pemikiran dan
pemahaman filosofis juga memungkinkan konselor menjadikan hidupnya sendiri lebih
mantap, lebih fasilitatif, serta lebih efektif dalam penerapan upaya pemberian
bantuannya.
John J. Pietrofesa et.al. (1980: 30-31) dalam (Yusuf, 2010) mengemukakan bahwa
terdapat beberapa prinsip yang berkaitan dengan landasan filosofis dalam bimbingan,
yaitu sebagai berikut:
a. Objective Viewing. Dalam hal ini konselor membantu klien agar memperoleh suatu
perspektif tentang masalah khusus yang dialaminya, dan membantunya untuk
menilai atau mengkaji berbagai alternatifi atau strategi kegiatan yang
memungkinkan klien mampu merespon interes, minat atau keinginannya secara
konstruktif.
b. The Counselor must have the best interest of the client at heart. Dalam hal ini
konselor harus merasa puas dalam membantu klien mengatasi masalahnya.
Konselor menggunakan keterampilan untuk membantu klien dalam upaya
mengembangkan keterampilan klien dalam mengatasi masalah (coping) dan
keterampilan hidupnya (life skills).
2. Hakikat Manusia dalam Filosofis Bimbingan Konseling
Patterson,1966 ; Alblaster & Lukes, 1971 and Thompson & Rudolph, 1983
a. Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu
untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
b. Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia
berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
c. Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya
sendiri khususnya melalui pendidikan.
d. Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti
upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya
mengontrol keburukan.
Viktor Frankl (Thompson & Rudolph, 1983)
a. Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara
mendalam.
b. Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia
terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
c. Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
d. Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat
pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini
memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu
adan akan menjadi apa manusia itu.
Sigmund Freud,(dalam yusuf, 2010)
a. Manusia pada dasarnya bersifat pesimistis, deserministik, mekanistik, dan
reduksionistik.
b. Manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tak
sadar, dorongan-dorongan biologis, dan pengalaman masa kecil.
c. Dinamika kepribadian berlangsung melalui pembagian enerji psikis kepada Id, Ego
dan Superego yang bersifat saling mendominasi.
d. Manusia memiliki naluri-naluri seksual (libido seksual) dan agresif, naluri
kehidupan (eros) dan kematian (tanatos).
e. Manusia bertingkah laku dideterminasi oleh hasrat memperoleh kesenangan dan
menghindari rasa sakit (pleasure principle).
Passons (Robert L.Gibson dan Marianne H. Mitchel, 1986: 121)
mengemukakan delapan asumsi tentang hakikat manusia menurut kerangka kerja teori
konseling Gestalt yang dikembangkan oleh Frederick Perls (1884-1970) sebagai
berikut.
a. Individu memiliki kepribadian yang utuh, menyeluruh, bukan terdiri dari bagian-
bagian badan, emosi, pikiran, sensasi, dan persepsi. Individu dapat dipahami apabila
dilihat dari keterpaduan semua bagian-bagian tersebut.
b. Individu merupakan bagian dari lingkungannya. Oleh karena itu individu baru dapat
dipahami apabila memperhatikan konteks lingkungannya.
c. Individu memilih bagaimana dia merespon rangsangan internal maupun eksternal.
Individu adalah aktor bukan reaktor.
d. Individu kemampuan potensial untuk menyadari secara penuh semua sensasi,
pikiran, emosi, dan persepsinya.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan
konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri.
Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan
memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.
3. Pengertian Bimbingan
Bimbingan diprakarsai oleh Frank Parson pada tahun 1908. Sejak itu, rumusan
demi rumusan tentang bimbingan bermunculan sesuai dengan perkembangan
pelayanan bimbingan itu sendiri sebagai suatu pekerjaan khas yang ditekuni oleh para
peminat dan ahlinya. Berbagai hal-hal pokokyang terdapat dalam rumusan bimbingan
dikemukakan sebagai berikut :
Parson dalam Jones, 1951
a. Bimbingan diberikan kepada individu
b. Bimbingan mempersiapkan individu untuk memasuki suatu jabatan
c. Bimbingan menyiapkan individu agar mencapai kemajuan dalam jabatan
4. Pengertian Konseling
Secara etimologis istilah konseling berasal dari bahasa Latin, yaitu “consilium”
yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau
“memahami”. Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon ostilah konseling berasal dari
“sellon” yang berarti “menyerahkan” atau “menyampaikan”. Berbagai hal-hal pokok
yang terdapat dalam rumusan konseling dikemukakan sebagai berikut
Jones, 1951
a. Konseling terdiri atas kegiatan: pengungkapan fakta atau data tentang siswa, serta
pengarahan kepada siswa untuk dapat mengatasi sendiri masalah-masalah yang
dihadapinya
b. Bantuan itu diberikan secara langsung kepada siswa
c. Tujuan konseling adalah agar siswa dapat mencapai perkembangan yang semakin
baik, semakin maju
Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari
dimasukkannya Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan) pada
setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu
hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang
kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20 – 24 Agustus 1960.
Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang
mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1971 berdiri Proyek Perintis
Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta,
IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan
IKIP Menado. Melalui proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan, juga
berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan
“pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas didalamnya
memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan.
Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan
Penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru Bimbingan dan
Penyuluhan di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan guru BP dari
tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan.
5. Kasus Bimbingan Konseling
A. Deksripsi Kasus
KOMPAS.com - Pada Kamis (5/9/2019), GR (14) siswa kelas 2 SMP 5 Ngawen
Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarto bermain gim Free Fire
bersama teman-temannya di sekolah. GR bermain gim saat pelajaran Seni Budaya
Konseling (SBP) yang diajar oleh Najib Mapasa. Nahas, di antara teman-temannya
yang membawa gawai hanya GR yang diketahui guru membawa Ponsel ke sekolah.
Ponsel milik GR pun disita oleh Najib lalu diserahkan ke Estuarso sang wali kelas.
Kamis malam, GR menghubungi sang wali kelas yang bersangkutan untuk
menanyakan ponselnya yang disita. Ia menghubungi wali kelas menggunakan ponsel
milik adiknya. Dalam pesan singkat yang GR kirim, ada nada ancaman yang berbunyi
jika sang guru tidak memberikan ponsel miliknya maka ia akan mengobrak-abrik
sekolahnya.
Kepala SMP memafkan Siswa yang Bawa Sabit ke Sekolah karena Ponselnya
Disita Bawa sabit ke sekolah Keesokan harinya, tepatnya hari Jumat (6/9/2019) pagi
GR masuk sekolah seperti biasa. Namun di tengah pelajaran dia pulang dan mengambil
sabit milik kakek buyutnya. Ia kembali ke sekolah dengan membawa sabit. Estuarso,
sang wali murid yang mengetahui siswanya datang membawa sabit langsung
memberikan ponsel milik FR dengan melemparnya ke lantai. GR pun langsung pergi
meninggalkan sekolah. Peristiwa tersebut terekam dalam video yang berdurasi 29 detik
yang kemudian menyebar di media sosial. Estuarso bercerita saat GR datang ke sekolah
membawa sabit, ia tidak mendapat ancaman apapun. "Membawa arit. Tidak ada
ancaman, tidak ada umpatan, tidak ada hal yang membuat sekolah merasa berbahaya,"
ucap Estuarso.
Pihak sekolah memaafkan Walaupun GR sempat membuat kegaduhan di
sekolahnya, pihak sekolah memaafkan GR dan tetap memberikan kesempatan padanya
untuk melanjutkan sekolah. "Kami tidak menyalahkan anak, karena usia remaja biasa
seperti itu. Apabila anak pengen sekolah lagi ndak apa-apa, kalau ingin pindah kami
memfasilitasi, akan menghubungi ke sekolah lain," ucap Sriyana, Kepala Sekolah SMP
5 Ngawen di Mapolsek Ngawen, Rabu (11/9/2019) "Tetap anak didik kami dan tidak
mengundurkan diri ataupun kami keluarkan," ucapnya. GR mengaku masih ingin
meneruskan sekolah. "Iya besuk," katanya singkat.
Dia bercerita datang ke sekolah membawa sabit hanya untuk mengambil
ponselnya. "Saya emosi pengen mengambil handphone saya. Saya membawa sabit
ingin mengambil handphone saya," ucap dia. Saat ditanya mengenai cita-citanya saat
dewasa, GR pun tidak menjawab, mengaku bingung. Ia berkata tetap akan bersekolah
sampai SMK. "Ingin melanjutkan SMA, tapi SMK ding," ucapnya.
Remaja Ini Bawa Sabit ke Sekolah Tinggal dengan kakek buyut Sehari-hari GR
dan adiknya yang masih sekolah SD tinggal bersama kakek dan nenek buyutnya. TS,
kakek buyut GR bercerita bahwa cucu buyutnya sudah tinggal dengannya sejak masih
bayi. Ayah dan ibu GR sudah bercerai. Ibu kandung GR saat ini bekerja di Jakarta dan
hanya sesekali pulang untuk bertemu anaknya. TS bekerja sebagai petani dan GR
sering membantunya seperti membawa pupuk ke ladang. "Semoga kapok dan tidak
nakal lagi," ucap TS. AKP Kasiwon mengatakan perilaku GR yang terbilang nekat
membawa sabit ke sekolah merupakan bentuk pemberontakan sebagai remaja. "Saya
kebetulan belajar psikologi pendidikan, jadi tahu sedikit tentang psikologi. Kenakalan
seperti itu karena bentuk pembrontakan pada situasi dirinya yang berbeda dengan
teman sebayanya," ucapnya. Peristiwa tersebut sudah dimediasi oleh pihak kepolisian.
Pihak sekolah dan keluarga GR juga sudah membuat surat pernyataan. "Sudah selesai,
saya tadi juga berpesan kepada anak tersebut untuk tidak mengulangi dan kembali ke
sekolah," ucapnya.
SUMBER:KOMPAS.com(MarkusYuwono)
6. Analisis Kasus
1. Faktor Agama
- Tidak adanya rasa hormat kepada guru dan tidak sabar.
2. Faktor Individu
- Minimnya kemampuan yang dimiliki.
- Minat untuk belajar kurang.
- Lemahnya kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain.
- Kurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2. Faktor Keluarga
- Gr hanya tinggal bersama kakek dan neneknya yang bekerja sebagai petani
- Gr berasal dari keluarga broken home
3. Faktor Ekonomi
- Keadaan ekonomi keluarga yang kurang baik menjadi salah satu penyebab GR
berperilaku bermasalah di sekolah, terjadi beberapa kemungkinan bisa jadi karena
penghasilan dari kakek nya yang tidak banyak dan Mungkin pelaku telah bersusah
payah untuk membeli hp dan ketakutan jika hp nya tidak dikembalikan.
4. Faktor lingkungan sekolah
- Terjadinya ke salah pahaman mengenai tata tertib sekolah. Padahal pelaku dapat
mengambil hpnya kembali setelah mengisi surat pernyataan atau membawa orang
tua/wali.
5. Faktor psikologi
- Pelaku merasa marah dan terganggu pada saat itu dikarenakan psikisnya yang
masih labil.
7. Peran Bimbingan Konseling dalam Mengatasi perilaku GR
Dari kasus tersebut maka GR sedang mengalami masalah yaitu kurang motivasi
untuk belajar akibat broken home dan kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang
tua, GR hanya tinggal dengan kakek dan nenek buyutnya. Pada kasus ini dengan
kurangnya motivasi untuk belajar telah direncanakan untuk memberikan bantuan
secara berlanjut dan individual.
Pada tahap pertama, diadakan pendekatan secara pribadi terhadap GR yaitu
dengan menanyakan terlebih dahulu seperti apa keadaan Kakek dan Neneknya
dirumah, bagaimana hubungan dengan orang tuanya, merangkul dan mengajak serta
memberi perhatian bahkan kasih sayang yang lebih kepada GR sehingga ia terbuka
dan mau menceritakan semua masalah yang sedang di hadapinya. Kemudian
pemberian terapi ini tidak hanya dilakukan sekali bahkan harus beberapa kali dan terus
berkelanjutan sampai anak keluar dari masalah terebut. Tindak lanjut untuk mengatasi
masalah yang dihadapi adalah:
a. Guru harus berkomunikasi dengan Kakek Neneknya dan bekerja sama untuk melihat
perkembangan GR selanjutnya.
b. Orang tua harus lebih memperhatikan GR agar tidak lagi malas dengan bermain game
saat pembelajaran
c. Diberi motivasi dan dorongan agar GR bisa terbuka terhadap dan mudah berinteraksi
dengan orang lain.
Dari rumusan, jenis, dan bentuk masalah yang sedang dihadapi GR, maka
dibuat alternatif yaitu berupa tindakan bantuan seperti dibeerikannya motivasi yang
cukup dan juga kasih sayang kepada GR baik orang tua, guru, teman, dan oran-orang
yang ada disekitarnya. Terutama yang paling berpengaruh disini perhatian dari pihak
orang tua sangat diperlukan.
8. Kesimpulan
Bimbingan pada hakikatnya merupakan upaya untuk memberikan bantuan
kepada individu atau peserta didik. Bantuan yang dimaksud adalah bantuan bersifat
psikologis. Tercapainya penyesuain diri, perkembangan optimal dan kemandirian
merupakan tujuan yang ingin dicapai dari bimbingan.
Dari pengamatan yang dilakukan, dengan menggunakan dasar filosofis dan
berpikir mendalam serta memperhatikan dari berbagai factor-faktor maka dapat
disimpulkan bahwa peserta didik yang bernama GR mengalami permasalahan dalam
proses pembelajaran sebagai berikut:
1. Kurangnya semangat belajar.
2. Sulit untuk berinteraksi dengan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Prayitno, Amti Erman. 2009. Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta: PT Asdi
Mahasatya
Walgito Bimo. 2010. Bimbingan + Konseling [Studi & Karier]. Yogyakarta: Andi

Geldard, David, dan Kathryn Geldard. 2011. Konseling Keluarga. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Gunarsa, Singgih. 2004. Psikologi Praktis: Anak Remaja dan Keluarga. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.

Hariyanto, dan Ismet Basuki . 2012. Assesmen Pembelajaran. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Suprananto, Kusaeri . 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Wirawan, Sarlito. 2012. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.

https://www.google.co.id/?gws_rd=ssl#q=jurnal+broken+home, Diakses 22 September


2019, Pukul 10.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai