Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Sejarah Theori Phytagoras

Pythagoras (582-500 SM) lahir di Pulau Samos di Yunani, dan melakukan banyak
perjalanan melalui Mesir, belajar, antara lain, matematika. Tidak banyak yang diketahui
dari Phytagoras pada tahun-tahun awal. Pythagoras menjadi terkenal setelah mendirikan
sebuah kelompok, “the Brotherhood of Pythagoreans” (Persaudaraan ilmu Pythagoras),
yang dikhususkan untuk mempelajari matematika. Kelompok ini sangat dikultuskan
sebagai simbol, ritual dan doa. Selain itu, Pythagoras percaya bahwa “Banyak aturan
alam semesta,” dan ilmu Pythagoras memberikan nilai numerik untuk banyak obyek dan
gagasan. Nilai-nilai numerik, pada gilirannya, dihubungkan dengan nilai mistik dan
spiritual.
Legenda mengatakan bahwa setelah menyelesaiakan teorema yang terkenal itu,
Pythagoras mengorbankan 100 lembu. Meskipun ia sangat diagungkan dengan penemuan
teorema yang terkenal itu, namun tidaklah jelas diketahui apakah Pythagoras adalah
penulis yang sebenarnya. Para pengkaji dalam kelompokthe Brotherhood of
Pythagoreans telah menulis banyak bukti geometris, tetapi sulit untuk dipastikan siapa
penemu Teorema Phytagoras itu sendiri, sungguh sebuah kelompok yang sangat menjaga
rahasia temuan mereka. Sayangnya, sumpah kerahasiaan tersebut bertentangan dengan
ide matematika yang penting yang harus diketahui publik. Kelompok the Brotherhood of

Page 1
Pythagoreans telah menemukan bilangan irasional! Jika kita mengambil segitiga siku-
siku sama kaki dengan kaki ukuran 1, maka panjang sisi miring adalah sqrt 2. Namun
jumlah ini tidak dapat dinyatakan sebagai panjang yang dapat diukur dengan penggaris
dibagi menjadi beberapa bagian pecahan, dan ini sangat mengganggu Kelompok
Pythagoras, yang terlanjur percaya bahwa “Semua adalah angka.” Mereka menyebutnya
angka-angka “alogon,” yang berarti “unutterable.” Akhirnya mereka sangat terkejut
dengan angka-angka ini, sehingga mereka dihukum mati seorang anggota yang berani
menyebutkan keberadaan mereka kepada publik. Barulah 200 tahun kemudian, yaitu oleh
Eudoxus, seorang  matematikawan Yunani yang dapat mengembangkan sebuah cara
untuk berurusan dengan angka-angka unutterabletersebut.

Jumlah dari kuadrat sisi segitiga siku-siku sama dengan kuadrat sisi miring.
Hubungan ini telah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno, meskipun mungkin
belum dinyatakan secara eksplisit seperti di atas. Sekitar pertengahan tahun 4000 dalam
kalender Babilonia (sekitar tahun1900 SM), yang sekarang dikenal sebagai Plimpton
322 , (dalam koleksi dari Columbia University, New York), terdapat daftar kolom nomor
yang menunjukkan apa yang sekarang kita sebut Triples Pythagoras – yaitu kumpulan
angka yang memenuhi persamaan
a^2+b^2=c^2
 
B. Aktivitas Orang-Orang Mesir
Diketahui bahwa orang Mesir menggunakan sejenis tali kusut sebagai bantuan untuk
membentuk sudut siku-siku dalam kegiatan pembangunan gedung-gedung mereka. Tali
memiliki panjang 12 knot, yang dapat dibentuk menjadi sebuah segitiga siku-siku ukuran
3-4-5, sehingga menghasilkan tepat sudut  90 derajat. Dapatkah Anda membuat tali
seperti ini?  Cobalah sekarang gunakan tali Anda untuk memeriksa beberapa sudut siku-
siku di ruangan sekolah anda atau di rumah.
Ada bukti lebih lanjut yang membuktikan bahwa hubungan Pythagoras sudah lebih
dahulu dikenal sebelum lahirnya teorema Phytagoras yang sangat terkenal itu. Pola ubin
seperti yang ditampilkan di bawah ini  adalah ciri khas yang sudah terlihat di Asia Timur

Page 2
Dapatkah Anda melihat bukti Teorema Pythagoras dalam pola ubin di atas?
Jika Anda menghitung segitiga di kotak a dan b, yang merupakan kaki-kaki segitiga,
Anda akan melihat bahwa masing-masing ada 8. Sedangkan di sisi miring dari segitiga,
yaitu c, berisi 16 segitiga. Diperkirakan bahwa Bangsa Babilonia telah mengetahui pola
ubin semacam itu, yang tentu saja menjadi bukti Teorema Pythagoras.
Orang Cina menggunakan Teorema Pythagoras sejak 1000 SM. Yang diketahui dengan
telah dikenalnya bentuk berikut ini :

Dapatkah Anda mengetahui metode pembuktian teorema phytagoras yang digunakan


dalam gambar di atas?

Page 3
Euclid , dalam bukunya The Elements, menyajikan bukti dari Teorema Pythagoras.

C. Perjalanan Selanjutnya
Setelah ditemukan oleh Kelompok Pythagoras, namun menolak untuk mengakui
keberadaan, yaitu bilangan irasional. Dimulailah pencarian tentang bilangan tersebut.
Dalah satunya adalah dengan cara berikut. Dimulai dengan segitiga siku-siku sama kaki
dengan kaki panjang 1, kita dapat membangun segitiga siku-siku di sampingnya yang
hypotenuses panjangnya adalah sqrt 2, sqrt 3, sqrt 4, sqrt 5, dan seterusnya. Konstruksi
ini sering disebut sebagai Square Root Spiral.

Pertanyaan untuk mengeksplorasi:


Bisakah Anda mengembangkan metode yang lebih cepat untuk membangun segmen
yang panjangnya sqrt 12?
 
D. Hal Lain dari Teorema Pythagoras
Pada abad ke-17, Pierre de Fermat (1601-1665) menyelidiki masalah berikut: Untuk nilai
n berapa sehingga persamaan berikut memiliki penyelesaian bilangan bulat
x^n+n^y=z^n
Kita tahu bahwa dengan teorema Pythagoras persamaan tersebut memiliki penyelesaian
berupa bilangan bulat jika n = 2. Fermat menduga bahwa tidak ada solusi bila n lebih

Page 4
besar dari 2, meskipun dia tidak meninggalkan bukti. Tetapi pada pinggir bukunya dia
menulis bahwa hubungan ini tidak mungkin, tapi dia tidak memiliki cukup ruang pada
halaman bukunya untuk menuliskannya.
Dugaannya tersebut sekarang dikenal sebagai Fermat’s Last Theorem . Hal ini mungkin
tampak sederhana, tetapi menjadi masalah besar dalam dunia matematika, sampai
akhirnya pada tahun 1993,Andrew Wiles dari Princeton University dapat membuktikan
teorema tersebut.

Page 5
BAB II
PERKEMBANGAN THEORI PYTAGORAS

A. Pendekatan Barat dalam Ilmu


Perkembangan pemikiran keilmuan jauh lebih dulu terjadi dibandingkan dengan
Islam bukannya karena lahirnya Islam lebih akhir dari perkembangan kepercayaan yang
ada di Barat, tetapi juga karena para pemikir itu sendiri lebih dulu bergerak memikirkan
tentang alam raya dan manusia, khususnya di kalangan pemikir Yunani. Pemikir seperti
Pythagoras, Heraklitos, Socrates, Plato, dan Aristoteles, telah memberikan sumbangan
yang sangat berharga bagi perkembangan keilmuan, terutama di bidang filsafat.
Perkembangan ilmu pengetahuan di Barat tidak persis sama dengan perkembangan
ilmu pengetahuan di lingkungan Islam terutama dalam hal pemisahan antara ilmu dan
agama. Kalau pada pemikir Islam ada kemauan kuat agar pengembangan Ilmu dilakukan
dalam kerangka pemikiran ajaran agama berdasarkan Qur’an, maka pada pemikir Barat
lebih membebaskan diri dari pemikiran keagamaan atau yang disebut dengan pemikiran
sekuler. Walaupun para pemikir Barat dalam penyelidikannya menggunakan metode
ilmiah dan tidak mencampurkannya dengan kepercayaan keagamaan, namun diantara
mereka juga mengakui adanya kekuasaan yang lebih tinggi yakni Tuhan. Hal ini terjadi
pada pemikir  Barat karena tidak ingin berulang kembali seperti keadaan sebelumnya
yang mengutamakan ajaraan agama dalam pengembangan keilmuan. Seperti diketahui
semua ajaran agama termasuk ajaran agama Kristen atau Katolik tidak seluruhnya dapat
dianalisis dan ditelaah berdasarkan fakta lapangan dan bukti-bukti empiris.
Agama tidak seluruhnya dapat dikaji secara ilmiah oleh karena ajaran agama
didasarkan pada wahyu dari Tuhan, bukan berdasarkan hasil penyelidikan keilmuan
melalui metode deduktif dan induktif. Ilmuwan Barat sangat menghargai peranan akal
dalam setiap penyelidikan tentang sesuatu dan mengindari pemikiran yang spekulatif
yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Pendekatan terhadap pengembangan ilmu di Barat dapat dikatakan sangat sekuler, 
materialistik dan berdasarkan penggunaan logika serta kekuatan pemikiran semata . Hal
inilah yang membedakannya dengan pendekatan Islam terhadap ilmu, yang memadukan
antara ajaran agama dengan kekuatan berpikir manusia. Oleh karena itu perkembangan
kebudayaan Barat didasarkan pada kaidah-kaidah ilmu pengetahuan dan kemampuan
rasional, serta dasar ekonomi.

Page 6
Kebudayaan Barat telah menjadikan kehidupan ekonomi sebagai dasar, demikian
juga kaidah-kaidah moral berpijak pada kehidupan ekonomi, tanpa menganggap penting
arti kepercayaan atau agama dalam kehidupan masyarakat umum. Segala sesuatu diukur
dengan dasar ekonomi dalam upaya mencapai kebahagiaan, mencegah perang, dan
mewujudkan perdamaian.

B. Ajaran tentang jiwa


Pythagoras mempunyai ajaran—seperti para filsuf prasokratik lainnya—yang kas. Salah
satu ajaran dari Pythagoras adalah ajaran tentang jiwa. Manusia yang hidup sezaman dengan
Pythagoras mempertanyakan tentang jiwa khususnya jiwa manusia. Namun, jiwa itu masih
dikaitkan lagi dengan makhluk hidup lain. Pythagoras menjadi salah satu tokoh yang membahas
tentang jiwa manusia di zamannya. Tentu saja pembahasannya sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan saat itu.

Menurut Pythagoras jiwa itu tidak dapat mati. Sesudah kematian manusia, jiwanya berpindah ke
hewan, dan bila hewan itu mati, ia berpindah lagi dan seterusnya. Tetapi dengan menyucikan
dirinya, jiwa bisa diluputkan dari nasib reinkarnasiitu. Penyucian itu dihasilkan dengan
berpantang jenis makanan tertentu, seperti daging hewan dan kacang.
Satu contoh perpindahan jiwa dari manusia ke binatang yakni ketika Pythagoras menyuruh
seorang sahabat—yang memukul anjing—untuk berhenti memukul anjing. Ia mendengar suara
anjing yang mendeking karena dipukul. Ia mendengar suara seorang sahabat yang telah
meninggal dari dengkingan anjing itu. Manusia mati namun jiwanya berpindah ke tubuh anjing.
Suara dengkingan anjing yang dipukul itu menandakan perpindahan jiwa manusia—dalam hal ini
adalah seorang sahabat Pythagoras—yang meninggal itu.
Pythagoras juga mengatakan dua hal tentang jiwa. Pertama, Jiwa dipandang sebagai
sesuatu yang selamanya ada. Badan merupakan tempat tinggal jiwa, tetapi sama sekali tidak
mempunyai hubungan dengan badan. Jiwa ada di badan—untuk  sementara saja—sebagai
hukuman. Jiwa tidak selamanya ada di satu badan. Jiwa bisa keluar dari satu badan dan harus
pindah ke badan lain. Keberadaan jiwa itu tergantung dari katarsis (penyucian) badan. Penyucian
ini dilakukan dengan menjauhkan diri dari kesukaan badan. Kalau badan sudah suci secara
sempurna, jiwa akan keluar dari badan. Kalau belum sempurna jiwa akan berpindah dari badan
ke badan. Tugas manusia adalah mengeluarkan jiwa dari badan.
Menurut pandangan ini manusia harus bertanggung jawab atas perpindahan jiwanya. Ini
merupakan tugas berat yang dihadapi manusia. Bagaimana manusia pada zaman Pythagoras—
khususnya yang menganut paham ini—melakukan hal ini? Pythagoras mempraktikkan ajarannya
kepada murid-muridnya. Unsur penting yang ditekankan kepada murid-muridnya dalam

Page 7
mempraktikkan ajaran ini adalah memenuhi peraturan-peraturan yang ada. Peraturan itu misalnya
berpantang jenis makanan tertentu, seperti daging hewan dan kacang, dan juga menjuahkan diri
dari kesukaan badan.
Kedua, Jiwa adalah ‘harmoni’ dari badan. Dalam hal ini Pythagoras menggunakan
prinsip keharmonisan dalam setiap barang. Ia mengibaratkan harmoni dari gitar yang tak
mungkin lepas dari dawai-dawainya. Demikian juga jiwa tak mungkin lepas dari badan manusia.
Jiwa ‘sudah’ ada ‘sebelum’ berada di badan. Jiwa itu ada tanpa permulaan. Jika demikian,
adanya itu tidak tergantung dari badan.
Menurut pandangan ini jiwa tak mungkin lepas dari badan. Berarti di satu sisi sama saja
kalau badan dan jiwa itu menyatu. Di sisi lain mugkin tidak, karena jiwa ada sebelum ada di
badan dan adanya jiwa tidak tergantung dari badan. Kalau jiwa dan badan menyatu maka dalam
hal ini ada pertentangan. Ini bertentangan dengan teori yang mangatakan bahwa jiwa adalah
tempat tinggal badan tetapi sama sekali tidak punya hubungan dengan badan. Dari sini, penulis
menyimpulkan bahwa pembahasan Pythagoras tentang badan dan jiwa belum selesai.
Pada pembahasan lain Pythagoras mengatakan bahwa jiwa adalah sesuatu yang berdiri
sendiri, yang tidak berjasad serta tidak dapat mati. Oleh karena hukumlah maka jia terbelenggu
dalam tubuh. Dengan penyucian (katharsis), orang dapat membebaskan jiwanya dari belenggu
tubuhnya, sehingga setelah orang mati jiwanya akan mendapatkan kebahagiaan. Akan tetapi
barang siapa tidak menyucikan diri atau penyucian dirinya kurang, jiwanya akan berpindah ke
kehidupan yang lain, sesuai dengan keadaanya, baik berpindah ke binatang, ke tumbuh-
tumbuhan atau ke manusia.

C. Rumus Pytagoras
Rumus Phytagoras adalah rumus yang sering di pakai dalam pelajaran matematika di
sekolah. Kadang kita di buat bingung dengan rumus pitagoras matematika, bagaimana
cara membuktikan kebenarannya? Kurang lebih uraian tentang rumusphytagoras seperti
di bawah ini.
Rumus asli phytagoras

Page 8
Membuktikan kebenarannya, di mulai dengan membuat gambar sebuah persegi besar,
kemudian gambarlah sebuah persegi kecil di dalam persegi besar tersebut, seperti gambar
berikut:

Perhitungannya : 
Luas persegi besar = Luas persegi kecil + 4 Luas segitiga 
( b + a ) . ( b + a ) = c . c + 4 . 1/2 b.a 

b2 + 2 b.a + a2 = c2 + 2 b.a 

b2 + a2 = c2 + 2 b.a - 2 b.a 

b2 + a2 = c2
Berdasarkan rumus tersebut terbukti bahwa sisi miring sebuah segitiga siku - siku
adalah akar dari jumlah kuadrat sisi - sisi yang lain.

D. Phytagoras dalam Kehidupan Sehari-hari


Pythagoras adalah suatu rumus yang berkaitan dengan sisi-sisi dari suatu segitiga
siku-siku. Nama dalil Pythagoras di ambil dari nama penemunya yaitu Pythagoras yang
merupakan matematikawan asal Yunani.

Page 9
Dengan, a : sisi tegak segitiga siku-siku
b : sisi mendatar
c : sisi miring

Phytagoras sangat mudah untuk diaplikasikan dalam menyelesaikan soal-soal yang


berkaitan dengan segitiga siku-siku.

Selain mudah diaplikasikan, dalil Pythagoras juga memiliki peranan dalam kehidupan
sehari-hari..,, misalnya untuk mengetahui tinggi layangan yang kita terbangkan. Kita
tidak usah menggunakan alat ukur untuk mengukur tinggi layangan dari atas tanah,
cukup dengan mengetahui panjang tali yang kita gunakan untuk bermain layang-layang
dan juga jarak dari pemain layang-layang terhadap layang-layang, maka kita bisa
menentukan tinggi dari layang-layang.
Perhatikan gambar di bawah ini:

Misal, panjang tali yang digunakan bila diukur dari tanah adalah 5 meter, dan jarak
pemain dengan layang-layangnya adalah 3 meter, maka tinggi layang-layangnya adalah:
Panjang tali kuadrat – jarak pemain kuadrat = tinggi layang-layang kuadrat
5^2-3^2=25-9
= 16
Tinggi layang-layang adalah √16 = 4 meter.

Page 10
BAB III
KESIMPULAN & SARAN

A. KESIMPULAN
             Pythagoras sangat  ketat dengan pengajaran khususnya pengajaran tentang jiwa.
Bahkan  para muridnya menerapkan ajaran ini.  Ada peraturan-peraturan mengenai pakaian
dan mengenai pantang, hal mana tentu mempunyai hubungan dengan ajaran Pythagoras
tentang perpindahan jiwa.  Ajaran Pythagoras yang diterapkan pada para muridnya ini tentu
bukanlah sesuatu yang sempurna dan tanpa cacat. Perdebatan mengenai badan dan jiwa
manusia belum selesai. Mungkin tak ada lagi yang bisa menjelaskan bagaimana posisi jiwa
dan badan manusia saat itu sehingga teori Pythagoras ini berhenti di sini. 

Bagian akhirnya menyisakan pertanyaan. “Apakah badan jiwa menyatu?” “Apakah


mereka berpisah?” Hal ini belum dijelaskan dalam teori Pythagoras. Singkatnya bahwa teori
ini belum sempurna. Apa yang dibicarakan dalam teorinya hanyalah sebatas ide awal. Di
masa selanjutnya mungkin ide ini akan berkembang dan sampai pada penemuan mengenai
badanjiwa.

Teori Pythagoras ini masih bertentangan. Pythagoras mengatakan bahwa badan


adalah tempat tinggal jiwa namun tidak ada hubungan sama sekali dengan jiwa. Pythagoras
juga mengatakan bahwa adanya jiwa tidak tergantung dari badan. Bagaimana mngkin kedua
bisa seperti ini?

B. SARAN
Belum ada penjelasan yang memuaskan mengenai hubungan atau kedudukan dari badan
dan jiwa. Keduanya tentu memiliki hubungan erat yakni badan adalah tempat tinggal jiwa,
tetapi mengapa keduanya tidak ada hubungan sama sekali? Teori Pythagoras menyisakan
pertanyaan. Dan saran dari kami untuk dapat meneliti lebih terperinci lagi tentang Teorema
Phytagoras untuk menguak kebenaran tentang jiwa.

Page 11
DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K.1999. Sejarah Filsafat Yunani (edisi revisi).Yogyakarta: Kanisius.


Copelston, F. 1946. A History of Philosophy Vol I. Cambridge: CambridgeUniversity Press.
Sudiarja, A (ed). 2006. Karya Lengkap Driyarkara. Jakarta, Yogyakarta: Gramedia,
Penerbit Buku KOMPAS, Kanisius.
Harun Hadiwijono. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta: Kanisisus.
Hassan Shadily. ? Ensiklopedi Indonesia (edisi khusus). Jakarta: P.T.Ichtiar Baru—Van
Hoeve.

Page 12

Anda mungkin juga menyukai