Anda di halaman 1dari 12

Zaman Pra Yunani Kuno

Periode ini berkisar antara empat juta tahun sampai 20.000 tahun SM, disebut juga zaman
batu, karena pada masa itu manusia masih menggunakan batu sebagai peralatan. Selanjutnya
pada abad ke 15 sampai 6 SM, manusia telah menemukan besi, tembaga dan perak untuk
berbagai peralatan, yang pertama kali digunakan di Irak. Pada abad ke 6 SM di Yunani lahirlah
filsafat, disebut the greek miracle. Beberapa faktor yang mendahului lahirnya filsafat di Yunani,
yaitu:
Mitologi bangsa Yunani
Kesusastraan Yunani
Pengaruh ilmu pengetahuan pada waktu itu sudah sampai di Timur Kuno.

Tokoh-tokoh Zaman Pra Yunani Kuno :

1. Thales (624-548 SM)

Thales adalah filosof alam pertama yang mengkaji tentang asal usul alam. Thales digelari Bapak
Filsafat karena dia adalah orang yang mula-mula berfilsafat dan mempertanyakan apa
sebenarnya asal usul alam semesta itu?. Pertanyaan ini dijawab oleh Thales dengan pendekatan
rasional bukan dengan pendekatan mitos atau kepercayaan. Menurut Thales asal alam semesta itu
adalah air, karena tidak ada kehidupan tanpa air. Air merupakan unsur penting bagi setiap
makhluk hidup, air dapat berubah menjadi benda gas, seperti uap dan benda padat seperti es, dan
bumi ini juga berada diatas air. Ada tiga alasan munculnya persoalan tentang alam semesta ini
diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Thales mempersoalkan alam semesta maka persoalan tersebut merupakan suatu


pertanyaan yang terus menerus dipersoalkan, dan dipandang sebagai persoalan abadi
(perennial problem), yang disebut pula sebagai pertanyaan yang signifikan (a significant
question)

2. Pertanyaan yang diajukan Thales menimbulksn suatu konsep pertanyaan baru, yaitu
suatu hal yang tidak begitu saja ada, melainkan terjadi dari sesuatu . Bertitik dari hal
tersebut, muncul suatu konsep tentang perkembangan, suatu evolusi atau genesis.

3. Pertanyaan demikian hanya dapat timbul dalam pemikiran kalangan tertentu, bukan
masyarakat awan, melainkan masyarakat intelektual yang lebih maju.

2. Anaximandros (610-546 SM)

Anaximandros adalah filsuf pertama yang meninggalkan bukti tulisan berbentuk prosa.
Anaximandros telah menemukan, atau mengadaptasi, suatu jam matahari sederhana yang
dinamakan gnomon. Ditambah lagi, ia mampu memprediksi kapan terjadi gempa bumi.
Kemudian ia juga menyelidiki fenomena-fenomena alam seperti gerhana, petir, dan juga
mengenai asal mula kehidupan, termasuk asal-mula manusia.
Pemikiran-pemikiran Anaximandros :
To Apeiron sebagai prinsip dasar segala sesuatu
To Aperion : Segala sesuatu yang ada di dalam jagad raya sebagai unsur-unsur yang
berlawanan (yang panas dan dingin, yang kering dan yang basah, malam dan terang).
Pandangan tentang Alam Semesta
Dengan prinsip to apeiron, Anaximandros membangun pandangannya tentang alam semesta.
Menurut Anaximandros, dari to apeiron berasal segala sesuatu yang berlawanan, yang terus
berperang satu sama lain. Panas berlawana dengan dingin, dingin menjadi cair lalu
menmbeku memebentuk bumi. Api pecah menjadi matahari dan bulan serta bintang. Bumi
berbentuk elips, dengan panajang nya sama dengan tiga kali lebarnya.
Pandangan tentang Makhluk Hidup
Mengenai terjadinya makhluk hidup di bumi, Anaximandros berpendapat bahwa pada
awalnya bumi diliputi air semata-mata. Karena itu, makhluk hidup pertama yang ada di bumi
adalah hewan yang hidup dalam air, misalnya makhluk seperti ikan.

3. Anaximendes (588 - 526 SM)

Anaximenes adalah seorang filsuf dari kota Miletos, kota yang sama dengan Thales dan
Anaximandros. Merupakan filsuf ketiga di kota Miletos. Dia juga hidup sezaman dengan Thales
dan Anaximandros. Anaximenes juga di sebut sebagai penganut madzhab Miletos. Namun,
tentang kapan kelahirannya masih belum jelas. Ada yang mengatakan dia lahir pada 588 SM.
Anaximenes lebih muda daripada Anaximandros. Bahkan dia juga di sebut sebagai teman, murid,
pengganti dari Anaximandros. Anaximenes mulai terkenal sekitar tahun 545 SM, sedangkan
tahun kematiannya diperkirakan sekitar tahun 528/526 SM. Ia diketahui lebih muda dari
Anaximandros.

Pemikiran-Pemikiran Anaximenes :
Udara sebagai prinsip dasar segala sesuatu
Anaximenes berpendapat bahwa udara adalah prinsip dasar segala sesuatu. Udara adalah zat
yang menyebabkan seluruh benda muncul, telah muncul, atau akan muncul sebagai bentuk
lain.
Tentang Alam Semesta
Bumi, menurut Anaximenes, berbentuk datar, luas, dan tipis, hampir seperti sebuah meja.
Bumi dikatakan melayang di udara sebagaimana daun melayang di udara. Benda-benda
langit seperti bulan, bintang, dan matahari juga melayang di udara dan mengelilingi bumi.
Tentang Jiwa
Jiwa manusia dipandang sebagai kumpulan udara saja. Buktinya, manusia perlu bernapas
untuk mempertahankan hidupnya.

4. Phytagoras (580-500 SM)

Phytagoras dikenal sebagai filsuf dan juga ahli ilmu ukur. Baginya tidak ada satupun
dialam ini terlepas dari bilangan, semua realitas dapat diukur dengan bilangan (kuantitas).Karena
itu dia berpendapat bahwa bilangan adalah unsur utama dari alam.

Phytagoras pada masa itu sudah mengatakan bahwa bumi itu bundar dan tidak datar.
Phytagoras pada masa itu juga menyusun suatu lembaga pendidikan dan himpunan yang
beranggotakan murid-muridnya dan para sarjana yang dikenal sebagai Phytagoras Society.Hal
ini mirip dengan masyarakat ilmiah seperti sekarang ini.

Phytagoras lebih dikenal dengan penemuannya tentang ilmu ukur dan aritmatik. Adapun
beberapa temuan dari Phytagoras antara lain:
a. Hukum atau dalil Phytagoras yaitu a2 + b2= c2, yang berlaku bagi setiap segitiga siku-siku
dengan sisi a, sisi b, dan hypotenusa c, sedangkan jumlah sudut dari suatu segitiga siku-siku
adalah 1800.

b. Semacam teori tentang bilangan, antara lain pembagian antara bilangan genap dan bilangan
ganjil, prime numbers (bilangan yang dapat dibagi dengan angka satu dan dengan bilangan itu
sendiri) dan composite number, serta hubungan antara kuadrat natural numbers dengan jumlah
ganjil

c. Pembentukan benda berdasarkan segitiga-segitiga, segi empat, segi lima dan sebagainya.

d. Hubungan antara nada dengan panjang dawai.

Pythagoras memiliki peran sangat besar dalam pengembangan ilmu, Terutama ilmu pasti
dan ilmu alam. Ilmu yang dikembangkan kemudian hari sampai hari ini sangat tergantung pada
pendekatan matematika. Dalam filsafat ilmu, matematika merupakan sarana ilmiah yang
terpenting dan akurat karena dengan pendekatan matematikalah ilmu dapat diukur dengan benar
dan akurat.

5. Socrates (470-399 SM)

Socrates berpendapat bahwa ajaran dan kehidupan adalah satu dan tidak dapat dipisahkan
antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, dasar dari segala penelitian dan
pembahasan adalah pengujian diri sendiri. Bagi Socrates, pengetahuan yang sangat berharga
adalah pengetahuan diri sendiri. Socrates tidak pernah meninggalkan tulisan, tetapi pemikirannya
dikenal melalui dialog-dialog yang ditulis oleh muridnya Plato. Metode Socrates dikenal sebagai
Maieutike Tekhne (ilmu kebidanan), yaitu suatu metode dialektika yang melahirkan kebenaran.

Socrates selalu mendatangi orang yang dia pandang memiliki otoritas keilmuan dengan
bidangnya untuk berdiskusi tentang pengertian-pengertian tertentu. Socrates lebih mementingkan
metode dialektika itu sendiri daripada hasil yang diperoleh. Jadi meskipun Socrates tidak
meninggalkan teori-teori ilmu tertentu, tetapi ia meninggalkan sikap kritis melalui metode
dialektika yang akan berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan modern.

6. Democritus (460-370 SM)

Democritus adalah orang pertama yang memperkenalkan konsep atom maka dari itu
Democritus dikenal sebagai bapak atom pertama. Democritus menjelaskan bahwa alam semesta
tersusun atas atom-atom. Atom adalah materi terkecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi. Bentuk
atom itu bermacam-macam, dan benda-benda itu terus bergerak tanpa ketentuan. Gerak itu
menimbulkan benturan sehingga terjadi pusaran-pusaran seperti gerak pusaran air.

Adapun pemikiran Democritus tentang atom ini mengandung sifat-sifat sebagai berikut.

1. Konsep materialistic-monistik, artinya atom merupakan sekadar materi yang tidak


didampingi apapun karena di sekelilingnya hampa. Materi merupakan satu-satunya yang
ada dan berbentuk segala-galanya.

2. Konsep dinamika perkembangan, artinya segala sesuatu selalu berada dalam keadaan
bergerak, sehingga berlaku prinsip dinamika.
3. Konsep yang bersifat murni alamiah, artinya pergerakan atom itu bersifat intristik,
primer, tanpa sebab, dan tidak dipengaruhi oleh sesuatu di luar dirinya.

4. Bersifat kebetulan, artinya pergerakan itu terjadi tanpa tujuan, sehingga benturan-
benturan yang terjadi tidak beraturan, dan tidak mengandung tujuan-tujuan tertentu.

7. Plato (427-347 SM)

Plato bertitik tolak dari Polemik antara Parmenides dengan Heraklitos. Parmenides
menganggap bahwa realitas itu berasal dari hal satu yang tetap dan tidak berubah, sedangkan
Heraklitos tersebut bertitik tolak pada hal banyak yang selalu berubah. Plato memadukan kedua
pandangan tersebut dan menyatakan bahwa selain hal-hal yang beraneka ragam dan yang
dikuasai oleh gerak serta perubahan-perubahan itu, sebagaimana yang diyakini oleh Heraklitos,
tentu ada yang tetap, yang tidak berubah, sebagaimana yang diyakini oleh Parmenides. Plato
menunjukan bahwa yang berubah itu dikenal oleh pengamatan, sedangkan yang tidak berubah
dikenal oleh akal. Plato berhasil menjembatani pertentangan yang ada antara Heraklitos dan
Parmenides. Hal yang tetap, yang tidak berubah, dan yang kekal itu oleh Plato disebut ide (Harun
Hadiwijono, 1988: 39-40; Bertens, 1989: 14). Plato merupakan murid dari Scorates dan pada
waktu ini disebut Zaman keemasan filsafat Yunani karena pada zaman ini kajian-kajian yang
muncul adalah perpaduan antara filsafat alam dan fisafat tentang manusia.

Pemikiran metafisika Plato terarah pada pembahasan mengenai being (hal ada) dan
becoming (menjadi). Plato adalah filsuf yang pertama kali membangkitkan persoalan being dan
mempertentangkannya dengan becoming. Plato menemukan bahwa becoming, yakni dunia yang
berubah, tidak memadai sebagai objek pengetahuan karena bagi Plato setiap bentuk pengetahuan
bersesuaian dengan suatu jenis objek. Plato memikirkan pengetahuan asli (genuine knowledge),
yaitu suatu jenis pengetahuan yang tidak berubah sehingga objeknya harus sesuatu yang tidak
dapat berubah. Plato yakin bahwa pengetahuan yang asli itu harus diarahkan pada being. Being
bagi Plato dibentuk oleh dunia yang merupakan pola-pola dari segala sesuatu yang dapat
diinderawi, sedangkan ide-ide itu secara kodrati bersifat kekal dan abadi. Alasan Plato
membedakan being dan becoming adalah sebagai cara untuk mencari dasar kebenaran
pengetahuan.

Tujuan utama filsafat menurut Plato adalah penyelidikan pada entitas, seperti apa yang
dimaksudkan dengan keadilan, kecantikan, cinta, hasrat, kesamaan, dan kesatuan (White, 1987:
14).

Plato yang mengangkat problem the one dan the many melihat bahwa kedua hal ini,
kesatuan dan keanekaragaman, terpisah menjadi dua dunia, yakni dunia ide dan dunia bayangan.
Dunia real dengan kejamakan atau keaneka ragaman hanya merupakan dunia bayangan,
sedangkan yang benar-benar ada dan menjamin kesatuan adalah dunia ide. Dunia ide tersusun
secara hirarkhis di bawah pimpinan ide utama, yaitu ide kebaikan (Bakker. 1992: 33).

Plato juga memperhatikan ilmu pasti sebagai peninggalan Phytagoras sebab ada
hubungan yang erat antara kepastian matematis dengan kesempurnaan ide. Keterikatan Plato
pada kesempurnaan ide dan kepastian matematika membuatnya lebih memusatkan pikiran pada
cara berpikir (aspek metodis) daripada yang dapat dialami atau yang dapat ditangkap oleh indera.
Oleh karena itu, Plato dikatakan sebagai seorang eksponen rasionalisme manakala ia hendak
menerangkan sesuatu. Akan tetapi ia juga seorang eksponen idealisme ketika menerangkan
bidang nilai (aksiologis).

6. Aristoteles (384-322 SM)

Puncak kejayaan filsafat Yunani terjadi pada masa Aristoteles. Aristoteles adalah murid Plato,
seorang filosof yang berhasil menemukan pemecahan persoalan-persolan besar filsafat yang
dipersatukan dalam satu sistem yaitu logika, matematika, fisika, dan metafisika. Ia meneruskan
sekaligus menolak pandangan Plato. Ajaran Aristoteles paling tidak dapat diklasifikasi ke dalam
tiga bidang, yaitu metafisika, logika, dan biologi.

a. Metafisika

Pandangan Aristoteles tentang metafisika berbeda dengan pandangan Plato. Ia menolak


pandangan Plato tentang ide-ide. Aristoteles lebih mendasarkan filsafatnya pada realitas itu
sendiri. Kenyataan bagi Aristoteles adalah hal konkret. Ide umum, seperti manusia, pohon, dan
lain-lain, seperti yang dikatakan Plato, tidak terdapat dalam kenyataan konkret (Bertens, 1989:
14). Aristoteles mengatakan bahwa hal terpenting dalam pengetahuan objektif adalah
menemukan penjelasan tentang sebab dan asal mula atau prinsip pertama dari segala sesuatu
(White, 1987: 31). Aristoteles membahas metafisika, istilah metafisika itu sendiri baru
diperkenalkan oleh Andronikus ketika mengelompokan ajaran-ajaran Aristoteles, sebagai filsafat
pertama dan menganggapnya sebagai prinsip pertama yang mendasari tugas ilmiah. Aristoteles
ingin mengetahui jika semua hal ada dapat dipertimbangkan, maka bukannya dalam berbagai
segi kasus atau ilmiah, melainkan ada dalam pengertian umum. Konsep self evidence di dalam
filsafat Aristoteles merupakan butir penting dalam pemahaman filsafat dan fungsi metafisik.
Apabila pada ajaran Plato pemahaman atas Forms, maka dalam filsafat Aristoteles diarahkan
pada kemampuan untuk menyusun batas-batas penelitian dan menyelidiki suatu titik
penyelesaian. Self Evidence merupakan penjelasan atas materi tertentu yang tidak dicari pada
sesuatu yang lain, tetapi dapat ditemukan hanya di dalam pemikiran itu sendiri. Pembuktian
dicari pada sesuatu yang terkandung di dalam hal itu sendiri.

b. Logika

Aristoteles menyusun buku tentang logika untuk menjelaskan cara menarik kesimpulan secara
valid. Logika Aristoteles didasarkan pada susunan pikir. Pada dasarnya silogisme itu terdiri dari
tiga pernyataan, yaitu premis mayor sebagai pernyataan pertama yang mengemukakan hal umum
yang telah diakui kebenarannya, premis minor sebagai pernyataan kedua yang bersifat khusus
dan lebih kecil lingkupnya daripada premis mayor, dan kesimpulan atau konklusi yang ditarik
berdasarkan premis tersebut. Dengan demikian silogisme merupakan suatu bentuk jalan
pemikiran yang bersifat deduktif yang kebenarannya bersifat pasti.
Dengan menyusun logika, Aristoteles telah memulai usaha yang sangat penting dalam ilmu
pengetahuan, yaitu sebagai sarana berpikir yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya
secara umum.

c. Biologi

Aristoteles hanya dikenal sebagai filsuf, tetapi ia juga adalah seorang ilmuan kenamaan pada
zamannya. Salah satu bidang ilmu yang banyak mendapat perhatiannya adalah biologi. Dalam
embriologi, ia melakukan pengamatan (observasi) perkembangan telur ayam sampai
terbentuknya kepala ayam. Ia juga melakukan pemeriksaan anatomi badan hewan, dan lain
sebagainya. Aristoteles mementingkan aspek pengamatan sebagai suatu sarana untuk
membuktikan kebenaran suatu hal, terutama dalam ilmu-ilmu empirik.

Aristoteles yang pertama kali membagi filsafat pada hal yang teoritis dan praktis. Yang teoritis
mencangkup logika, metafisika, dan fisika, sedangkan yang praktis mencangkup etika, ekonomi,
dan politik. Pembagian ilmu inilah yang menjadi pedoman juga bagi klasifikasi ilmu dikemudian
hari. Aristoteles dianggap sebagai bapak ilmu karena dia mampu meletakkan dasar-dasar dan
metode ilmiah secara sistematis.

Filsafat Yunani yang rasional itu boleh dikatakan berakhir setelah Aristoteles
menuangkan pemikirannya. Akan tetapi sifat rasional itu masih digunakan selama berabad-abad
sesudahnya sampai sebelum filsafat benar-benar memasuki dan tenggelam dalam Abad
Pertengahan. Namun jelas, setelah periode ketiga filosof besar itu mutu fisafat semakin merosot.
Kemunduran filsafat itu sejalan dengan kemunduran politik ketika itu, yaitu sejalan dengan
terpecahnya kerajaan Macedonia menjadi pecahan-pecahan kecil setelah wafatnya Alexsander
The Great. Tepatnya pada ujung zaman Helenisme, yaitu pada ujung sebelum masehi menjelang
Neo Platonisme, filsafat benar-benar mengalami kemunduran.

7. Euclid (325-265 SM)

Euclid merupakan orang yang paling berpengaruh dalam membangun teori geometri. Pengaruh
teori Euclid begitu luas dan khususnya mengenai geometri bidang datar atau bidang tiga dimensi,
yang telah diterima di dunia fisika ratusan tahun lamanya, sebagai kerangka geometri yang
diyakini benar untuk memformulasikan hukum alam. Namun pembuktian geometri Euclid
ternyata kurang akurat untuk menjelaskan bagian tertentu dari fenomena alam baru terjadi ketika
sejumlah ahli geometrio abad 19 M menbuktikan kelemahan teori tersebut. Dan kemudian
dikenal geometri-Non Euclid. Namun geometri Euclid masih tetap dominan pengaruhnya.

8. Eudoxus
Eudoxus adalah salah satu murid Plato. Dia mengembangkan teorinya berdasarkan
pengamatan benda-benda langit. Mungkin dia adalah orang pertama yang mengembaangkan
teorinya tentang alam semeta berdasarkan pengamatan. Menurut Eudoxus, setiap planet terletak
pada bola-bola kosentris, dan pergerakan planet disebabkan rotasi bola-bola ini. Karena laju
rotasi dan kedudukan sumbu rotasi bola-bola ini berbeda-beda, efeknya adalah terjadinya gerak
retrograde (gerak maju mundur) Mars.

Aristarchus (310-230 SM)

Aristarchus lahir di Samos, dia adalah orang pertama yang berbeda pandangan mengenai pusat
jagat raya. Menurut Aristarchus, pusat jagat raya bukan bumi, tetapi mataharilah sebagai titik
pusatnya (heliosentris). Bumi hanyalah salah satu dari beberapa planet yang mengitari matahari
dalam orbit yang berbentuk lingkaran. Namun hipotesis Aristarchus di tolak oleh Aristotle dan
Ptolomy yang tetap berpegang pada geosentris.

Appolonius (262-190)

Appolonius adalah ahli matematikawan Yunani yang menghabiskan waktunya di Mesir, untuk
mengembangkan geometri gerak retrograde planet-planet yang menjadi inpirasi teori geosentri
Ptolomy.

Archimedes (287-212 SM)


Archimedes ilmuwan Yunani abad ke-3 SM. Archimedes adalah seorang arsitokrat.
Archimedes adalah anak astronom Pheidias yang lahir di Syracuse, koloni Yunani yang sekarang
dikenal dengan nama Sisilia. Sumbangsih lain dari Archimedes yaitu Prinsip-prinsip fisika dan
matematika diaplikasikan oleh Archimedes seperti pompa ulir, untuk mengangkat air dari tempat
yang lebih rendah maupun untuk tujuan perang. Memang tidak dapat dihindari bahwa suatu
penemuan biasanya akan dipicu oleh suatu kebutuhan mendesak. Cermin pembakar, derek
(crane) untuk melontarkan panah dan batu atau menenggelamkan kapal adalah penguasaan fisika
Archimedes yang dapat dikatakan luar biasa pada zamannya. Kontribusi penghitungan (pi)
dari Archimedes barangkali dapat disebut sebagai awal bagi para pengikut untuk meniru metode
yang dipakai untuk menghitung luas lingkaran. Terus memperbanyak jumlah segi enam untuk
menghitung besaran (pi) mengilhami para matematikawan berikutnya bahwa adanya suatu
ketidakhinggaan - seperti paradoks Zeno, dimana hal ini mendorong penemuan kalkulus.
Archimedes adalah orang yang mendasarkan penemuannya dengan eksperiman. Sehingga, ia
dijuluki Bapak IPA Eksperimental.

Anda mungkin juga menyukai