Anda di halaman 1dari 13

KONSEPTUALISME YUNANI

(ILMUWAN PENCARI PRINSIP-PRINSIP RASIONAL)

1. Filsuf-filsuf dari Miletos


Para filsuf dari Miletos dianggap sebagai para pemikir yang telah memelopori perjuangan untuk
memberikan jawaban rasional atas berbagai gejala alam yang menimbulkan pertanyaan manusia.
Kendati banyak jawaban mereka terasa aneh bagi manusia modern, persis seperti anak kecil yang
jatuh bangun tatkala sedang belajar berjalan, hal yang revolusioner dari Kaum Miletian itu
adalah bahwa mereka menjelaskan kosmologi dengan cara melepaskan diri dari kungkungan
mitologi. Dengan efektif, mereka telah mengakhiri jaman mitologi Yunani. Karena itu, tidak
mengherankan jika Aristoteles menyebut Thales, Anaximandros, dan Anaximenes sebagai para
physilogoi atau filsuf tentang alam.

Thales (640 SM 546 SM)

Pada umumnya Thales dianggap sebagai filsuf Yunani pertama yang berusaha melepaskan diri
dari mythos untuk mulai bekerja dengan logos. Ia malahan dianggap sebagai filsuf pertama dan
bapak pengetahuan ilmiah dalam kebudayaan Barat. Prestasi besar yang memastikan kinerja
dari Thales ditandai dengan sejumlah karyanya:
Berhasil meramalkan gerhana matahari pada tangal 28 Mei 585 SM;
Menemukan cara untuk mengukur tinggi piramida dan jarak kapal di laut; serta
Menerangkan teori tentang banjir tahuan di Mesir yang legendaries.

Prestasi Thales tidak dapat dilepaskan dari pengalaman di Mesir yang mempertemukan dia
dengan mitologi, astronomi dan matematika setempat. Pengukuran tinggi pyramida dan jarak
kapal di laut itu dilakukan dengan apa yang disebut sebagai rumus Thales (yang kemudian
menjadi salah satu rumus dalam trigonometri), sebagai berikut:

Terobosan untuk menjelaskan kosmologi dengan cara membebaskan diri dari mitologi
berhadapan dengan pertanyaan: apakah yang merupakan prinsip dasar (arkhe) dari alam
semesta? Pertanyaan ini sendiri sudah merupakan terobosan besar dalam sejarah nalar manusia.
Penjelasan mengenai prinsip dasar tersebut bersifat menentukan untuk dapat memahami kaidah-
kaidah turunan selanjutnya. Selanjutnya metode ini akan menjadi prosedur dasar bagi kerja imiah
jaman-jaman selanjutnya. Thales sebagai pemikir pertama yang berusaha memahami dan
memastikan air sebagai arkhe (prinsip/kausa) pertama dalam alam semesta. Betul bahwa
penetapan air sebagai prinsip pertama dalam alam semesta tidak terlalu menarik bagi kita yg
sudah tahu lebih banyak tentang alam semesta, apalagi tentang air. Tetapi tetap saja Thales
adalah pemikir yang signifikan karena ia memelopori penggunaan rasio untuk menerangkan
pelbagai fenomena alam.

Selanjutnya observasi Thales mengenai alam semesta membawanya kepada pertanyaan


mengenai dari mana datangnya realitas. Thales memang mencari suatu substansi yang bersifat
umum, universal, langgeng, dan masuk akal. Dia percaya pada suatu tuhan yang transcendental,
yang tidak mempunyai awal maupun akhir, yang tidak berubah, tetapi yang adalah sumber dari
segala perubahan.

Thales meninggalkan paling sedikit dua warisan berharga untuk perjalanan pengetahuan ilmiah
manusia selanjutnya:

Mengindentifikasi suatu prinsip pertama dalam alam semesta (arkhe) yang diperlukan
untuk menetapkan langkah-langkah yang benar selanjutnya;
Methodos yang berlaku umum itu diperlukan agar dapat mencapai pengetahuan yang
dapat diandalkan bagi manusia untuk pelbagai tindakan yang dilakukannya.

Anaximandros
Walaupun Anaximandros tidak selalu jelas dengan teorinya, ia memelopori paling sedikit empat
pranata filsafat:

Anaximandros adalah pemikir pertama yang menggelontorkan dialektik dengan


menyanggah prinsip pertama dari Thales;
Anaximandros mengajukan prinsip to apeiron yang tak terbatas dan melampaui
pengalaman serta menjadi cikal-bakal dari konsep being;
Anaximandros mengkonstatasi adanya unsure-unsur kontradiktif dalam alam semesta;
dan
Anaximandros mengemukakan adanya persoalan mengenai gerak.

Anaximenes (585 525 SM)

Anaximenes telah memastikan dua prinsip penting bagi perkembangan pengetahuan ilmiah
manusia selanjutnya:

Dia memperkenalkan konsep kuantifikasi yang menjadi dasar untuk memastikan


kualifikasi;
Dia mengajukan kaidah yang mengatur proses serta menetapkan prinsip konstanta, ke
mana suatu proses berpangkal.

I.2. Pythagoras (570 SM 495 SM)


(Dikenal sebagai Bapak Bilangan, dia memberikan sumbangan penting terhadap filsafat dan
ajaran keagamaan pada akhir abad ke-6 SM. Filsafat matematika, yang kemudian menjadi
metafisika).
Astronomi dan Matematika
Dalam rangka menjelaskan harmoni alam semesta, Pythagoras menyatakan bahwa lama semesta
itu adalah hamparan ruang yang kudus dengan api abadi ilahi berkobar di tengahnya. Pythagoras
adalah pemikir pertama yang mengukuhkan teori api sebagai pusatdari alam semesta yang
mengorbit sebagai tetraktys raksasa. Teori ini diterangkan sebagai teori heliosentrisme dalam
kosmologi Yunani, yang diakui juga oleh Nikolaus Kopernikus (Polandia, 1473-1543) dua ribu
tahun kemudian serta dibenarkan oleh Galileo Galilei (Italia, 1564-1642) sekitar seabad
kemudian.

Pythagoras mendahului Anaximenes dengan berpendapat bahwa alam semesta itu bukan sekedar
khaos yang kacau balau, melainkan kosmos yang begitu teratur sehingga dapat dipahami oleh
akal sebagai tatanan bilangan. Hal inilah yang menjadi alasan kenapa pada umumnya dipercaya
bahwa Pythagoras telah menetapkan adanya hubungan yang erat antara bentuk dan bilangan. Hal
ini pulalah yang menjadi sebab mengapa Strathern menegaskan bahwa Pythagoraslah yang
merumuskan Teori Bentuk, dan bukan Sokrates atau Plato seperti yang disangka banyak orang.
Fisika atom modern kini juga bekerja berdasarkan Teori Bentuk yang dirintis oleh Pythagoras
ketimbang berdasarkan Teori Substansi.

Teori Pythagoras

Terlepas dari persoalan seberapa jauh Pythagoreanisme dapat dikembalikan kepada Pythagoras
yang historis, kita patut mengakui bahwa ajaran Pythagorean memelopori tiga gagasan besar:

Ajaran Pythagorean mengukuhkan kedudukan sentral matematika dalam menjelaskan


harmonie alam semesta;
Ajaran Pythagorean menetapkan struktur dasar dari music yang kini seperti menjadi
bagian integral dari peradaban dunia; dan
Ajaran Pythagorean mengajukan doktrin tentang metempsychosis yang lantas menjadi
perennial dalam theology dan psikologi.

Di kemudian hari, ajaran Pythagorean tampak jelas dalam Plato yang menganjurkan organisasi
social yang ketat. Tampaknya juga, konsep eidos (idea) pada Sokrates dan Plato diinspirasi oleh
ajaran Pythagorean mengenai roh. Di samping itu, ada laporan bahwa Jabir Ibn Hayyan dari Irak
di ababd ke-8 TM mengembangkan ilmu kimia dengan mendasarkan diri pada teori angka dari
Pythagoras.
I.3. Socrates (470 SM 399 SM)/(jaman keemasan)

(Metode dialektis atau elenchus. Metode in terwujud ke dalam suatu bentuk Tanya jawab atau
dalog ssebagai upaya untuk meraih kebenaran dan pengetahuan.)

Dialektik

Tolak pangkal dari cara kerja pikir Sokrates adalah bertanya. Ia malahan pernah berkata bahwa
hidup yang tidak dipertanyakan itu tidak layak untuk dihidupi. Dengan begitu ia memang
menyanggah kaum sofis yang pandai bicara, tetapi konon sesungguhnya tidak tahu bahwa
mereka tidak tahu. Karena Sokrates tahu bahwa ia tidak tahu (pleading ignorance), ia memulai
segalanya dengan bertanya kepada siapapun. Dengan bertanya, ia menolong orang untuk
menemukan sendiri apa yang menurut mereka adalah nyata, benar, dan baik (elechos).Proses
tanya jawab itulah yang disebut dialegesthai (bercakap-cakap) dan menjadi dasar bagi metode
dialektik (dialektike tekhne) yang dikembangkan oleh Sokrates. Berbeda dengan Zeno yang
memahami dialektik sebagai seni untuk berdebat, yang terjadi dalam dialektik Sokrates adalah
gerakan nalar menuju kebenaran.

Sokrates melihat bahwa akal yang mendekati kebenaran bekerja dengan dua cara, yakni induksi
dan definisi. Kelak cara ini disistematisasikan oleh Aristoteles. Induksi terjadi jika akal
menginterpretasikan fakta pengalaman sedemikian rupa sehingga menjadi definisi (prinsip dari
hal-hal particular menuju thesis universal).

I.4. Plato (427 SM 347 SM)

Metafisika dan Teori Bentuk

Seluruh filsafat Plato bertumpu pada ajarannya tenang ide (eidos) Segala sesuatu yang ada dapat
dikenal lewat panca indera. Pohon, manusia, hewan dan lain-lain akan mati dan berubah, tetapi
ide pohon, bunga, hewan tidak pernah berubah. Ide bukan sekedar gagasan subjektif dalam
pemikiran manusia. Keberadaan ide tergantung pada daya pikir manusia, bersifat objektif,
mandiri, sempurna, abadi dan tidak berubah. Persoalannya adalah bahwa alam panca indera
manusia senantiasa berada dalam perubahan, tidak tetap, tidak sempurna, tidak abadi, majemuk
dan puspa ragam. Menurut plato keadaan demikian atau dunia inderawi bukanlah realitas yang
sebenarnya.

Metafisika Plato dikenal sebagai Platonisme yang pada intinya merupakan penyangkalan
terhadap kenyataan material alam semesta. Gagasan ini diuraikan dalam apa yang kemudian
dikenal sebagai Teori Bentuk, yang pada intinya menyatakan bahwa forma-forma abstrak non-
materia-lah yang merupakan realitas tertinggi dan paling mendasar; bukan dunia material yang
berubah-ubah yang biasanya ditangkap lewat sensasi indra. Aristotles kemudian menamakan
teori ini sebagai hylomorphisme (hylo = kayu, material dan morphe = bentuk). Atas dasar ini
Plato menerangkan Teori Bentuk sebagai teori dua alam (beberapa kalangan menyebut teori
dua dunia atau juga dualisme Plato).

Dunia ide dikenal lewat akal budi. Ide Plato dikenal filosof dualism sebagai idealism realistik,
realitas objektif (empirisme) dan idealism modern bersifat subjektif (rasionalisme).Tujuan hidup
manusia ialah kehidupan yang senang dan bahagia. Kesenangan dan kebahagiaan bukanlah
pemuasan hawa nafsu selama hidup di dunia inderawi. Selama hidup di dunia inderawi manusia
senantiasa harus diupayakan untuk meraih pengetahuan yang benar. Orang yang memiliki
pengetahuan yang benar sebagai orang bijaksana dan berbudi baik. Orang bijaksana dan berbudi
baiklah yang mampu memahami perubahan-perubahan di dunia inderawi. Jiwa menghubungkan
ide Plato dan dunia inderawi. Perumpamaan tentang Gua dan bayangan adalah contoh konkrit
dari ide Plato tentang realitas ide dan inderawi.

Dialektik dan Episteme

Plato menguraikan rasionalitas itu dalam empat tingkatan:

1. Noesis (memahami, mendalami), yaitu insight, tingkat pemahaman paling mendalam


terhadap eidos serta bersifat bebas empiri;
2. Dianoia (merefleksikan secara rasional), yaitu refleksi rasional, tingkat pemahaman yang
matematis/ilmiah;
3. Pistis (mempercayai seolah-olah, memandang sebagai benar), yaitu tingkat emahaman
terhadap objek dan benda hidup secara langsung; dan
4. Eikasia (menduga, imajinasi), yaitu tingkat memahami gambaran-gambaran yang tidak
langsung.
Di bawah ini adalah diagram yang menggambarkan keempat tingkatan itu:
Hampir semua karya Plato ditulis dalam bentuk dialog, artinya Tanya-jawab, di mana sejumlah
persoalan diajukan dan jawaban diberikan. Berikut ini adalah daftar karya Plato yang disusun
oleh Schleiermacher menurut proses pematangan berpikirnya:

1. Karya Dasar (Foundation), di mana pikiran-pikiran Sokrates lebih ditonjolkan: Phaidros,


Lysis, Protagoras, Lakhes, Kharmides, Euthypro, dan Parmenides.
2. Masa transisi (Transition), di mana Plato mulai beralih kepada pandangannya sendiri:
Gorgias, Theaithetos, Meno, Euthydemos, Kratylos, Sophist, Politikos/The Statesman,
Symposion, Phaedo, dan Philebos.
3. Masa Puncak (Culmination), dimana Plato mengajukan konsepnya sendiri:
Politeia/Republic, Kritias/Crytias, Timaeos, dan Nomoi/The Law.

I.5. Aristoteles (382 SM 322 SM)


(Aristoteles adalah pelopor utama logika deduktif yang menitik beratkan pada rasionalitas.
Esensi logika Aristoteles menurut perkembangannya: (1) logika hubungan (silogisme). (2)
prinsip kausalitas ilmu-ilmu alam (natural sciences). (3) logika efisiensi dalam teknologi. (4)
logika ekonomi di dalam industry.)

Puncak jaman keemasan berada di jaman Aristoteles (384-322 SM) . Dia adalah murid Plato
yang mencari jalan keluar dari berbagai persoalan besar dalam filsafat dan mempersatukannya
dalam satu system: logika, matematika, fisika, dan metafisika.

Logika. Aristoteles berdasarkan bahasa dikenal dengan silogisme (dua premis dan satu
kesimpulan). Silogisme terdiri dari tiga kalimat. Kalimat pertama mengutarakan soal yang umum
disebut premis mayor. Kalimat kedua disebut premis minor, mengenai soal khusus. Berdasarkan
kedua premis tersebut, kemudian ditarik kesimpulan. Contoh:

Premis Mayor (PM): Semua manusia pasti akan mati (M adalah P);
Premis minor (pm) : Sokrates adalah manusia (S adalah M);
Kataleze/Kesimpulan : Sokrates pasti akan mati (S adalah P).

Metafisika.Aristoteles menyatakan, bahwa ilmu pengetahuan didapat dari hasil kegiatan


manusia yang mengamati kenyataan yang banyak berubah universal. Selain itu Aristoteles juga
dikenal sebagai bapak metafisika. Yang menyatakan bahwa setiap yang ada berada dalam suatu
cara yang disebutnya Kategori (Kategoriai). Pada pokoknya Kategoria menguraikan hal ada
(the existing) dalam sepuluh kategori predikatif. Idea yang ditangkap manusia sebagai konsep,
diterangkan oleh Aristoteles sebagai term (istilah), dan sebagai term demikian, idea dalam alam
semesta dapat dikelompokkan kedalam 10 kategori sebagai berikut lengkap dengan contohnya:

1. Substance/Substansi = dirinya sendiri, yaitu hal yang menjadi dasar dari predikasi
lainnya, misalnya: Aristoteles
2. Quality/Kualitas = sifat sendiri, misalnya: Aristoteles adalah filsuf
3. Quantity/Kuantitas = bentuknya sendiri, misalnya: Tingginya 171 cm
4. Relation/Relasi = hubungan dengan hal lain, misalnya: Aristoteles adalah guru
Alexandros;
5. Space/Tempat spasial = ruang tertentu, misalnya: di Athena
6. Tempo/Waktu temporal, misalnya: pagi hari
7. Situs/Bagaimana/sikap (to be) = keadaan tertentu, misalnya: berdiri
8. Habitus/Bagaimana/keadaan (to have) = kebiasaan tertentu, misalnya: bersepatu
9. Action/Kerja/fungsi (aktif) = tindakan tertentu, misalnya: mengajar
10. Passion/(pelengkap derita/objek (pasif) = derita karena tindakan, misalnya: diasingkan.

Gerak. Dalam bidang astronomi Aristoteles percaya bahwa seluruh adalah peredaran planet amat
ditentukan oleh jarak planet-planet pada bumi sebagai pusatnya. Planet saturnus misalnya
memiliki periode rotasi yang lebih lama dari, bulan, matahari, merkuri, mars, dan yupiter.
Pemikiran dalam bidang ini amat spekulatif, karena semua benda bergerak menurut prinsip gerak
pertama yang tidak dapat digerakkan lagi. Prinsip gerak pertama ini menjelaskan mengapa
planet-planet dapat bergerak menurut rotasi yang ditentukan.

Kausalitas. Juga dalam bidang fisika, Aristoteles berbicara tentang prinsip kausalitas yang
menentukan proses alamiah. Prinsip kausalitas tersebut dibedakan lagi dalam 4 macam, yaitu:
kausalitas material yang member isi material pada benda-benda; kausalitas formal yang
nenentukan design, bentuk benda-benda; kausalitas efisien yang menetapkan mekanisme
sehingga design dapat direalisasikan, dan kausalitas tujuan, yang menetapkan tujuan dari
sebuah design benda-benda. Dengan pemikiran mengenai kausalitas benda-benda
tersebut,Aristoteles yakin bahwa setiap benda akan mencapai kesempurnaannya ketika tujuannya
tercapai.

Ciri-ciri Jaman ini


Orang memiliki kebebasan untuk mengungkap ide/pendapat
Masyarakat tidak lagi mempercayai mitologi yang dianggap sebagai suatu pseudo-
rasional
Masyarakat tidak dapat menerima sikap receptive attitude (sikap menerima begitu saja),
melainkan menumbuhkan sikap an inquiry attitude.

KESIMPULAN
Jika diamati dengan benar, pemikiran dan praktek ilmu pengetahuan pada masyarakat Yunani
tidak memiliki satu ciri yang sama. Perbedaan antara Aristoteles dan Plato dapat dilihat sebagai
sebuah contoh yang menarik. Plato kurang memberikan tempat pada observasi dan memberikan
porsi yang cukup besar pada matematika sebagai sumber utama ilmu pengetahuan. Sementara
Aristoteles memberikan tekanan yang besar pada observasi yang sabar dan menolak matematika
sebagai sumber pengetahuan mengenai tata alam semesta. Selain itu terdapat perbedaan antara
filsuf-filsuf pertama dari Miletos dan Pythagoras. Jika Pythagoras melihat matematika sebagai
jalan satu-satunya untuk memahami realitas kosmis, filsuf-filsuf dari Miletos justru melihat
anasir-anasir alam yang dapat dijamah, dilihat dan diobservasi menjadi kausalitas-kausalitas
terakhir realitas alam.

Meskipun memiliki variasi yang luas di dalamnya, filsafat Yunani membangun sebuah cara
berpikir yang khas tentang ilmu. Dalam latar belakang sejarah warisan pemikiran mitis magis
dari kebudayaan Mesir dan Babilonia, filsuf-filsuf dan ilmuwan-ilmuwan Yunani dengan sengaja
mengangkat bendera pemikiran rasional mengenai alam. Dengan cara seperti ini, filsuf-filsuf
mulai membangun ilmu pengetahuan sebagai sebuah sistem yang rasional. Selain itu, ilmuwan-
ilmuwan Yunani memiliki pertanyaan yang khas. Inti pertanyaannya adalah apa ada
keteraturan atau logos (dimensi rasional) di balik gejala-gejala alam yang serba berubah-
ubah. Pertanyaan inilah yang membuat Thales berbicara tentang air, Anaximandros berbicara
tentang to apeiron, Anaximenes berbicara tentang udara, Heraklitos berbicara tentang api sebagai
simbol perubahan, dan Plato berbicara tentang ide. Di balik perubahan, demikian para filsuf
Yunani, harus ada kesamaan dan yang sama tersebut adalah prinsip pemersatu alam.

Dengan pendasaran ini Ernan McMullin mengidentifikasikan filsafat Yunani sebagai


konseptualisme, sebuah pandangan yang menegaskan bahwa realitas yang sesuangguhnya
adalah realitas konsep. Konsep merupakan hasil dari seluruh kegiatan pengetahuan dan
sekaligus menjadi premis mayor dalam deduksi ilmiah. Tanpa konsep pengetahuan apa pun tidak
ilmiah. Pendirian ini tentu berbeda dengan apa yang kita pikirkan dewasa ini. Sejarah ilmu
pengetahuan pada periode berikutnya akan memaparkan garis-garis pemikiran yang ke arah
yang berbeda.

Buku sumber:

1. Mikhael Dua, Sejarah Filsafat Ilmu Pengetahuan, hal.14


2. StefanusSpriyanto, Filsafat Ilmu, hal. 5-9
3. H. Jalaludin, Filsafat Ilmu Pengetahuan, hal. 53-55
4. Budiono Kusumohamidjojo, Filsafat Yunani Klasik, hal. 29-258

Anda mungkin juga menyukai