Anda di halaman 1dari 7

BUDAYA ANTRI DAN FENOMENA SEDEKAH

KEPADA PENGEMIS

TUGAS MATAKULIAH
TME 421 Etika Rekayasa

Nama
NIM

: Yohanes Agus Nugrahanto


: 2013-041-035

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA
JAKARTA
2016

TUGAS 1 (Tanggungjawab Fungsional Sebagai Makhluk Sosial)


Target Pembelajaran:
Mahasiswa

mampu

mengidentifikasi,

menganalisis

serta

memilahkan

potensi/dilemma moral, etiket, hukum ataupun etik dalam suatu kasus/kejadian.


1. Peorangan:
Dalam kampus maupun masyarakat dalam peri-kehidupan sehari-hari sering
bahkan pasti kita pernah menghadapi dilema moral (norma moral), etiket,
hukum maupun etik.
Berdasar data dan fakta (agar lebih jelas, bila perlu disertai foto-foto eksisting)
yang dapat dipertanggungjawabkan, pilih dua kasus/kejadian masing-masing 1
(satu) di kampus dan 1 (satu) di masyarakat. Selanjutnya bertolak dari tatanilai yang ada di masyarakat serta merujuk teori etik yang ada, buatlah analisis
kritis atas kasus/kejadian tersebut ! Jelaskan pendapat serta alasan Saudara,
apakah kasus/kejadian tersebut berpontensi sebagai kasus moral, etiket,
hukum atau etik (mungkin salah satu atau bahkan bisa ke-empat-empatnya
sekaligus).
Jawab:
A. BUDAYA ANTRE DI ATMAJAYA
Budaya antri dalam lingkungan Atmajaya menurut saya sudah cukup baik
hanya saja ada beberapa tempat yang sering terjadinya saling mendahului
tanpa mau mengantri. Dalam hal ini budaya antri termasuk kategori etiket.
Sebab mengantri adalah suatu perbuatan yang harus dilakukan manusia dalam
mekanisme pergaulan yang berprinsip pada saling menghormati dan
menghargai.

Di lingkungan Atmajaya budaya antre baru terlihat di koperasi atmajaya,


perpustakaan, dan toilet. Tempat-tempat seprti pada kantin, lift, tempat
fotokopi, dan parkiran motor sering sekali terjadi saling mendahului tanpa
mengantri. Dari permasalahan diatas saya menyimpulkan adanya beberapa
faktor yang menentukan seseorang untuk mengantre atau tidak. Faktor-faktor
tersebut antara lain:

Waktu yang terbatas

Adanya deadline dalam segala sesuatu

Ketidakpedulian terhadap sesama

Tempat yang tidak kondusif

Sistem yang kurang memadai

Dll

Sebenarnya budaya mengantre bukanlah sesuatu yang harus kita baru lakukan
bila sistem yang ada sudah memadai, ataupun menunggu teguran dari orang
lain. Tetapi budaya mengantri seharusnya dilaksanakan atau muncul inisiatif
dari diri sendiri. Walaupun sekitar kita pada saling mendahului dan tidak
mengantre, usahakan kita harus menjadu panutan terhadap orang-orang
tersebut. Karena suatu kebaikan kita dalam menghargai sesorang dalam
mengantri akan menjadi inspirasi bagi orang lain, dan kebaikan tersebut akan
menyebar ke sesama kita dan terbentuklah sebuah budaya mengantre.
1. Moral
Mengantri adalah sebuah tindakan yang baik dan harus dimulai dari diri
sendiri.
2. Etik
Mengantri adalah suatu perbuatan yang baik yang harus dilakukan setiap
manusia, sebab jika kita dapat mengantri dengan baik, maka segala
aktivitas akan berjalan dengan lancar dan nyaman.
3. Etiket

Dalam kegiatan apapun, forum apapun, mengantri adalah sebuah perilaku


yang memiliki arti menghormati dan menghargai hak sesame dalam
pergaulan.
B. MEMBERI SEDEKAH KEPADA PENGEMIS
Memberi uang ke pengemis di jalanan adalah hal umum yang biasa dilakukan.
Meskipun belakangan banyak beredar himbauan untuk tidak memberi uang ke
mereka dengan berbagai alasan. Ada yang melihat kalau pengemisnya masih
segar bugar dan mampu kerja sehingga tidak pantas dikasih, juga beredar
kabar bahwa pengemis yang mampu mendapatkan uang lebih banyak dari
gaji bulanan PNS, dan lain-lain.

1.Bisa kena sanksi!


Di wilayah DKI Jakarta ada Perda yang melarang memberi uang pada
pengemis pada pasal 40 Perda DKI Jakarta No.8/2007. Bahkan disebutkan
kalo pelanggaran pasal tersebut bisa diancam kurungan pidana paling singkat
10 hari dan paling lama 60 hari atau denda paling sedikit Rp100 ribu dan
paling banyak Rp20 juta (Pasal 61 ayat (1) Perda DKI 8/2007). Ada juga
peraturan serupa di kota-kota lain seperti Semarang.
2.Bisa disalahgunakan
Meskipun kita bersedekah tetap ada yang memang terpaksa memintaminta

untuk

kebutuhan

makan,

tapi,

ada

juga

pengemis

yang

menyalahgunakan pemberian di jalanan. Anak kecil yang malah uang hasil

mengemisnya dipalak oleh preman, sampai uang yang malah dibelikan


barang-barang yang tidak baik kayak rokok, minuman keras, dan lain-lain.
Dan tidak jarang hal-hal itu menjurus ke perbuatan-perbuatan kriminal
lainnya.
3.Berbahaya!
Memberi di jalanan apalagi di lampu merah bisa berbahaya, sob. Bisa-bisa
menyebabkan kecelakaan pengemudi kendaraan yang sedang memberi kalo
tiba-tiba lampu berganti hijau, maupun pengemis yang bisa tertabrak di
jalanan. Belum lagi pengemis yang membawa anak balita, hal tersebut sangat
tidak baik bagi kondisi fisik mereka.
4.Bikin mental mereka makin malas
Mungkin memang ada sebagian dari mereka yang tidak mampu secara
fisik atau kondisi lain yang bikin mereka tidak bisa bekerja sehingga harus
meminta-minta. Tapi, tidak jarang alasannya memang karena pengen jalan
pintasnya aja untuk dapetin uang alias malas. Padahal sebenarnya mereka
masih bisa usaha untuk dapetin uang dengan cara yang lebih baik. Dengan
memberi uang pada pengemis di jalanan, ngasih pola pikir ke mereka kalo
ngadahin tangan doang tanpa ada ikhtiar bekerja bisa mencukupi kebutuhan
mereka. Seharusnya, kan tidak seperti itu. Bener tidak, sob?
Jadi seharusnya kita harus melihat situasi dan kondisi dalam menghadapi
pengemis di jalanan. Nah, baik orang yang memberi dan diberi memang harus
saling memperbaiki. Orang yang memberi tidak berati peluang untuk
beramalnya menjadi berkurang, karena membantu mereka bisa lewat lembaga
terpercaya yang memang tau cara mengorganisir dan memperbaiki kondisi
fakir miskin. Atau beri bantuan semampumu yang tidak harus dalam bentuk
memberi uang. Kalo memang ada anak kecil yang meminta-minta kerena
kelaparan seharian, memberinya makan bisa lebih solutif. Dalam Islam pun
menghadapi peminta-peminta seperti pengemis tetap harus bersikap santun
dan baik.

Kalo pihak yang memberi sudah stop memberi uang di jalanan, mereka yang
biasa mengemis pun, mungkin akan mencari cara yang lebih baik untuk
mendapatkan uang. Fakir miskin dan anak terlantar yang berada di jalanan pun
semoga bisa dirawat dengan benar oleh Negara seperti amanat UUD 1945
pasal 34 sehingga tercipta kesejahteraan sosial di Indonesia
1. Moral
Yaitu dasar kenapa kita terkadang memberi sedekah kepada pengemis,
sebab dalam diri setiap manusia memiliki rasa cinta kasih, dan memberi
adalah dasar dari cinta kasih.
2. Etik
Walau memberi adalah sebuah perbuatan yang baik, tetapi dalam hal
memberi sedekah kepada pengemis yang kita tidak tahu asal usulnya,
tujuan dari mengemisnya, dan asli dari ketidakmampuan hidup atau hanya
kemalasan dalam menghadapi hidup, membuat hal diatas menjadi faktor
utama dalam mempertimbangkan pemberian sedekah kepada pengemis.
Sehingga akan lebih baik bila kita langsung memberi sedekah kepada yang
jelas-jelas membutuhkan bantuan dalam lembaga-lembaga seperti yatim
piatu dan lain-lain.
3. Etiket
Dalam pergaulan biasanya sikap memberi dipengaruhi oleh lingkungan
sekitar. Sebab bila tidak ada satupun orang yang memberi sedekah kepada
pengemis, kita terkadang juga ikutan gengsi untuk melakukan hal yang
sama. Ya, terkadang sikap manusia memnang dipengaruhi oleh gengsi
sekitar kita. Walau baik atau buruknya dalam memberi sedekah kepada
pengemis, kita harus memiliki prinsip sendiri dalam menghadapi masalah
itu.
4. Hukum
Untuk menghindari meningkatnya jumlah pengemis di Indonesia, maka
pemerintah mengeluarkan UU yang melarang masyarkat untuk memberi
sedekah. Hal tersebut dikarenkan faktor-faktor yang telah disebutkan pada
bagian atas. Walau kita dilarang memberi sedekah kepada pengemis,

sebenarnya pemerintah sudah melakukan tindakan-tindakan untuk


membantu pengemis mendapatkan pekerjaan.

Anda mungkin juga menyukai