Pendahuluan
Ilmu Pengetahuan telah berkembang melalui beberapa fase. L.W.H. Hull dalam bukunya
History and Philosophy of Science membagi fase-fase perkembangan ilmu pengetahuan ke
dalam 4 bagian:
1. Fase pertumbuhan ilmu pada masa Yunani kuno (berkaitan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan di Babilonia, Mesir dan Yunani kuno).
2. Fase revolusi ilmu pengetahuan sekitar abad ke-14 (berkaitan dengan munculnya
pembaruan ilmu oleh Kopernikus pada abad ke 13).
3. Fase pertumbuhan ilmu pengetahuan di bawah baying-bayang materialism (berkaitan
dengan ekspansi ekonomi, politik dan agama di seluruh dunia).
4. Fase modern seperti yang kita alami dewasa ini (berkaitan dengan keinginan untuk
mengembangkan teknik-teknik ilmiah pada ababd ke-20).
Diskusi kita disini dimaksudkan untuk menelusuri beberapa titik perkembangan ilmu
pengetahuan yang memiliki implikasi penting bagi pandangan tentang ilmu pengetahuan sebagai
konsep. Dengan fokus ini, tidak semua titik pandangan Yunani tentang ilmu dapat diketengahkan
di sini, tetapi hanya beberapa yang memiliki implikasi filosofis bagi pemikiran ilmu pengetahuan
sebagai konsep. Titik yang dimaksud adalah kelompok ilmuwan dari Miletos, kelompok
Pythagorean, Plato, dan Aristoteles.
Pada umumnya Thales dianggap sebagai filsuf Yunani pertama yang berusaha melepaskan diri
dari mythos untuk mulai bekerja dengan logos. Ia malahan dianggap sebagai filsuf pertama dan
bapak pengetahuan ilmiah dalam kebudayaan Barat. Prestasi besar yang memastikan kinerja
dari Thales ditandai dengan sejumlah karyanya:
Prestasi Thales tidak dapat dilepaskan dari pengalaman di Mesir yang mempertemukan dia
dengan mitologi, astronomi dan matematika setempat. Pengukuran tinggi pyramid dan jarak
kapal di laut itu dilakukan dengan apa yang disebut sebagai rumus Thales (yang kemudian
menjadi salah satu rumus dalam trigonometri), sebagai berikut:
Terobosan untuk menjelaskan kosmologi dengan cara membebaskan diri dari mitologi
berhadapan dengan pertanyaan: apakah yang merupakan prinsip dasar (arkhe) dari alam
semesta? Pertanyaan ini sendiri sudah merupakan terobosan besar dalam sejarah nalar manusia.
Penjelasan mengenai prinsip dasar tersebut bersifat menentukan untuk dapat memahami kaidahkaidah turunan selanjutnya. Selanjutnya metode ini akan menjadi prosedur dasar bagi kerja imiah
jaman-jaman selanjutnya. Thales sebagai pemikir pertama yang berusaha memahami dan
memastikan air sebagai arkhe (prinsip/kausa) pertama dalam alam semesta. Betul bahwa
penetapan air sebagai prinsip pertama dalam alam semesta tidak terlalu menarik bagi kita yg
sudah tahu lebih banyak tentang alam semesta, apalagi tentang air. Tetapi tetap saja Thales
adalah pemikir yang signifikan karena ia memelopori penggunaan rasio untuk menerangkan
pelbagai fenomena alam.
Selanjutnya observasi Thales mengenai alam semesta membawanya kepada pertanyaan
mengenai dari mana datangnya realitas. Thales memang mencari suatu substansi yang bersifat
umum, universal, langgeng, dan masuk akal. Dia percaya pada suatu tuhan yang transcendental,
yang tidak mempunyai awal maupun akhir, yang tidak berubah, tetapi yang adalah sumber dari
segala perubahan.
Thales meninggalkan paling sedikit dua warisan berharga untuk perjalanan pengetahuan ilmiah
manusia selanjutnya:
Mengindentifikasi suatu prinsip pertama dalam alam semesta (arkhe) yang diperlukan
untuk menetapkan langkah-langkah yang benar selanjutnya;
Methodos yang berlaku umum itu diperlukan agar dapat mencapai pengetahuan yang
dapat diandalkan bagi manusia untuk pelbagai tindakan yang dilakukannya.
Terlepas dari persoalan seberapa jauh Pythagoreanisme dapat dikembalikan kepada Pythagoras
yang historis, kita patut mengakui bahwa ajaran Pythagorean memelopori tiga gagasan besar:
Di kemudian hari, ajaran Pythagorean tampak jelas dalam Plato yang menganjurkan organisasi
social yang ketat. Tampaknya juga, konsep eidos (idea) pada Sokrates dan Plato diinspirasi oleh
ajaran Pythagorean mengenai roh. Di samping itu, ada laporan bahwa Jabir Ibn Hayyan dari Irak
di ababd ke-8 TM mengembangkan ilmu kimia dengan mendasarkan diri pada teori angka dari
Pythagoras.
(Metode dialektis atau elenchus. Metode in terwujud ke dalam suatu bentuk Tanya jawab atau
dalog ssebagai upaya untuk meraih kebenaran dan pengetahuan.)
Dialektik
Tolak pangkal dari cara kerja piker Sokrates adalah bertanya. Ia malahan pernah berkata bahwa
hidup yang tidak dipertanyakan itu tidak layak untuk dihidupi. Dengan begitu ia memang
menyanggah kaum sofis yang pandai bicara, tetapi konon sesungguhnya tidak tahu bahwa
mereka tidak tahu. Karena Sokrates tahu bahwa ia tidak tahu (pleading ignorance), ia memulai
segalanya dengan bertanya kepada siapapun. Dengan bertanya, ia menolong orang untuk
menemukan sendiri apa yang menurut mereka adalah nyata, benar, dan baik (elechos).Proses
Tanya jawab itulah yang disebut dialegesthai (bercakap-cakap) dan menjadi dasar bagi metode
dialektik (dialektike tekhne) yang dikembangkan oleh Sokrates. Berbeda dengan Zeno yang
memahami dialektik sebagai seni untuk berdebat, yang terjadi dalam dialektik Sokrates adalah
gerakan nalar menuju kebenaran.
Sokrates melihat bahwa akal yang mendekati kebenaran bekerja dengan dua cara, yakni
induksidan definisi. Kelak cara ini disistematisasikan oleh Aristoteles. Induksi terjadi jika akal
menginterpretasikan fakta pengalaman sedemikian rupa sehingga menjadi definisi (prinsip dari
hal-hal particular menuju thesis universal).
Seluruh filsafat Plato bertumpu pada ajarannya tenang ide (eidos) Segala sesuatu yang ada dapat
dikenal lewat panca indera. Pohon, manusia, hewan dan lain akan mati dan berubah, tetapi ide
pohon, bunga, hewan tidak pernah berubah. Ide bukan sekedar gagasan subjektif dalam
pemikiran manusia. Keberadaan ide tergantung pada daya pikir manusia, bersifat objektif,
mandiri, sempurna, abadi dan tidak berubah. Persoalannya adalah bahwa alam panca indera
manusia senantiasa berada dalam perubahan, tidak tetap, tidak sempurna, tidak abadi, majemuk
dan puspa ragam. Menurut plato keadaan demikian atau dunia inderawi bukanlah realitas yang
sebenarnya.
Metafisika Plato dikenal sebagai Platonisme yang pada intinya merupakan penyangkalan
terhadap kenyataan material alam semesta. Gagasan ini diuraikan dalam apa yang kemudian
dikenal sebagai Teori Bentuk, yang pada intinya menyatakan bahwa forma-forma abstrak nonmateria-lah yang merupakan realitas tertinggi dan paling mendasar; bukan dunia material yang
berubah-ubah yang biasanya ditangkap lewat sensasi indra. Aristotles kemudian menamakan
teori ini sebagai hylomorphisme (hylo = kayu, material dan morphe = bentuk). Atas dasar ini
Plato menerangkan Teori Bentuk sebagai teori dua alam (beberapa kalangan menyebut teori
dua dunia atau juga dualisme Plato).
Dunia ide dikenal lewat akal budi. Ide Plato dikenal filosof dualism sebagai idealism realistik,
realitas objektif (empirisme) dan idealism modern bersifat subjektif (rasionalisme).Tujuan hidup
manusia ialah kehidupan yang senang dan bahagia. Kesenangan dan kebahagiaan bukanlah
pemuasan hawa nafsu selama hidup di dunia inderawi. Selama hidup di dunia inderawi manusia
senantiasa harus diupayakan untuk meraih pengetahuan yang benar. Orang yang memiliki
pengetahuan yang benar sebagai orang bijaksana dan berbudi baik. Orang bijaksana dan berbudi
baiklah yang mampu memahami perubahan-perubahan di dunia inderawi. Jiwa menghubungkan
ide Plato dan dunia inderawi. Perumpamaan tentang Gua dan bayangan adalah contoh konkrit
dari ide Plato tentang realitas ide dan inderawi.
Hampir semua karya Plato ditulis dalam bentuk dialog, artinya Tanya-jawab, di mana sejumlah
persoalan diajukan dan jawaban diberikan. Berikut ini adalah daftar karya Plato yang disusun
oleh Schleiermacher menurut proses pematangan berpikirnya:
1. Karya Dasar (Foundation), di mana pikiran-pikiran Sokrates lebih ditonjolkan: Phaidros,
Lysis, Protagoras, Lakhes, Kharmides, Euthypro, dan Parmenides.
2. Masa transisi (Transition), di mana Plato mulai beralih kepada pandangannya sendiri:
Gorgias, Theaithetos, Meno, Euthydemos, Kratylos, Sophist, Politikos/The Statesman,
Symposion, Phaedo, dan Philebos.
3. Masa Puncak (Culmination), dimana Plato mengajukan konsepnya sendiri:
Politeia/Republic, Kritias/Crytias, Timaeos, dan Nomoi/The Law.
prinsip kausalitas ilmu-ilmu alam (natural sciences). (3) logika efisiensi dalam teknologi. (4)
logika ekonomi di dalam industry.)
Puncak jaman keemasan berada di jaman Aristoteles (384-322 SM) . Dia adalah murid Plato
yang mencari jalan keluar dari berbagai persoalan besar dalam filsafat dan mempersatukannya
dalam satu system: logika, matematika, fisika, dan metafisika. Logika Aristoteles berdasarkan
bahasa dikenal dengan silogisme (dua premis dan satu kesimpulan). Silogisme terdiri dari tiga
kalimat. Kalimat pertama mengutarakan soal yang umum disebut premis mayor. Kalimat kedua
disebut premis minor, mengenai soal khusus. Berdasarkan kedua premis tersebut, kemudian
ditarik kesimpulan. Contoh:
Premis Mayor (PM): Semua manusia pasti akan mati (M adalah P);
Premis minor (pm) : Sokrates adalah manusia (S adalah M);
Kataleze/Kesimpulan : Sokrates pasti akan mati (S adalah P).
Aristoteles menyatakan, bahwa ilmu pengetahuan didapat dari hasil kegiatan manusia yang
mengamati kenyataan yang banyak berubah universal. Selain itu Aristoteles juga dikenal
sebagai bapak metafisika. Yang menyatakan bahwa setiap yang ada berada dalam suatu cara
yang disebutnya Kategori (Kategoriai). Pada pokoknya Kategoria menguraikan hal ada (the
existing) dalam sepuluh kategori predikatif. Idea yang ditangkap manusia sebagai konsep,
diterangkan oleh Aristoteles sebagai term (istilah), dan sebagai term demikian, idea dalam alam
semesta dapat dikelompokkan kedalam 10 kategori sebagai berikut lengkap dengan contohnya:
1. Substance/Substansi = dirinya sendiri, yaitu hal yang menjadi dasar dari predikasi
lainnya, misalnya: Aristoteles
2. Quality/Kualitas = sifat sendiri, misalnya: Aristoteles adalah filsuf
3. Quantity/Kuantitas = bentuknya sendiri, misalnya: Tingginya 171 cm
4. Relation/Relasi = hubungan dengan hal lain, misalnya: Aristoteles adalah guru
Alexandros;
5. Space/Tempat spasial = ruang tertentu, misalnya: di Athena
6. Tempo/Waktu temporal, misalnya: pagi hari
7. Situs/Bagaimana/sikap (to be) = keadaan tertentu, misalnya: berdiri
8. Habitus/Bagaimana/keadaan (to have) = kebiasaan tertentu, misalnya: bersepatu
9. Action/Kerja/fungsi (aktif) = tindakan tertentu, misalnya: mengajar
10. Passion/(pelengkap derita/objek (pasif) = derita karena tindakan, misalnya: diasingkan.
Buku sumber:
1. Mikhael Dua, Sejarah Filsafat Ilmu Pengetahuan, hal.14
2. StefanusSpriyanto, Filsafat Ilmu, hal. 5-9
3. H. Jalaludin, Filsafat Ilmu Pengetahuan, hal. 53-55
4. Budiono Kusumohamidjojo, Filsafat Yunani Klasik, hal. 29-258