Anda di halaman 1dari 38

P09

Sejarah Perkembangan Filsafat dan Ilmu Pengetahuan


1. Tentang pola pikir, kejadian dan tokoh :
a. Zaman Pra Yunani Kuno
b. Zaman Yunani Kuno
c. Zaman Abad Pertengahan
d. Zaman Renaissance
e. ZamanModern
f. Zaman Kotemporer (abad-20 dan seterusnya)

Sejarah Perkembangan Filsafat dan Ilmu Pengetahuan


Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah
peradaban manusia karena pada waktu itu terjadi perubahan pola pikir manusia
dari mite-mite menjadi lebih rasional. Pola pikir mite adalah pola pikir yang
mengandalkan mitos-mitos untuk menjelaskan fenomena alam seperti gempa
bumi dan pelangi. Gempa bumi tidak dianggap kejadian alam biasa, tapi dewa
bumi sedang menggoyangkan kepalanya. Namun setelah filsafat ditemukan,
fenomena tersebut tidak lagi dianggap sebagai aktivitas dewa melainkan
fenomena alam yang terjadi secara kausalitas. Dan hal ini terus dikembangkan
oleh manusia melalui filsafat sehingga alam dijadikan obyek penelitian dan
pengkajian sampai dalam bentuk yang paling mutakhir, seperti yang kita kenal
sekarang.
Jadi, perkembangan ilmu pengetahuan yang kita rasakan sekarang ini, tidaklah
datang secara tiba-tiba melainkan melalui proses panjang yang secara periodik
dimulai dari Yunani hingga berkembang secara evolutif dari satu tahapan sejarah,
ke tahapan yang lain.
Adapun sejarah filsafat Yunani terbagi menjadi beberapa babakan, yaitu: Filsafat
Pra Yunani Kuno, Filsafat Yunani Kuno, Filsafat Abad Pertengahan, Renaissans,
Modern dan Kontemporer.

Tentang pola pikir, kejadian dan tokoh :


a. Zaman Pra Yunani Kuno ( sebelum 6 SM)
Pada masa ini, manusia masih menggunakan batu sebagai alat bantu.
Karenanya zaman ini juga dikenal dengan zaman batu. Hal ini dikuatkan oleh
penemuan-penemuan yang diperkirakan sebagai peninggalan zaman Sebelum
Masehi, antara lain adalah:
a) Alat-alat dari batu
b) Tulang belulang hewan
c) Sisa beberapa tanaman
d) Tempat penguburan
e) Tulang belulang manusia purba
Pada abad 16 hingga 5 SM manusia telah menemukan alat-alat yang terbuat
dari besi, tembaga dan perak yang digunakan sebagai berbagai macam
peralatan. Zaman ini disebut-sebut sebagai masa persiapan lahirnya filsafat
(abad 6 SM). Disebutkan oleh K.Bartens, setidaknya ada tiga faktor yang
mendahului lahirnya filsafat:
1. Berkembangnya mite-mite atau mitologi yang cukup luas di kalangan
bangsa Yunani. Mitologi-mitologi ini dianggap salah satu sebab yang
membidani lahirnya filsafat karena mitologi merupakan percobaan untuk
memahami. Mite-mite telah memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
yang bergejolak dalam hati manusia, darimana dunia kita? Darimana
kejadian alam? Mite yang mencari keterangan tentang asal-usul dalam
semesta disebut mite kosmogonis, sedangkan mite yang menerangkan
tentang asal-usul dan sifat kejadian disebut dengan mite kosmologis.
2. Kesusasteraan Yunani, seperti karya puisi Homeros yang berjudul Ilias
dan Odyssea mempunyai kedudukan yang istimewa dalam karya sastra
Yunani. Bahkan dalam jangka waktu yang cukup lama, karya tersebut
dijadikan sebagai semacam buku pedoman bagi bangsa Yunani.
3. Pengaruh Timur Kuno seperti Mesir dan Babylonia yang sudah mengenal
ilmu hitung dan ilmu ukur. Tentu saja, hal ini berdampak positif bagi
bangsa Yunani, terutama perannya mendukung perkembangan astronomi
Yunani. Di sinilah letak kecerdasan bangsa Yunani, yang mampu
mengolah kembali ilmu pengetahuan dari timur dengan begitu ilmiah.
Filsafat Pra Yunani Kuno adalah filsafat yang dilahirkan karena kemenangan
akal atas dongeng atau mite-mite yang diterima dari agama yang
memberitahukan tentang asal muasal segala sesuatu. Baik dunia maupun
manusia para pemikir atau ahli filsafat yang disebut orang bijak yang
mencari-cari jawabannya sebagai akibat terjadinya alam semesta beserta
isinya tersebut.

b. Zaman Yunani Kuno (6 SM- 6 M)


Periode Yunani kuno disebut periode filsafat alam, karena pada periode ini
ditandai dengan munculnya ahli pikir alam dimana arah dan perhatian
pemikirannya pada alam sekitarnya. Pernyataan-pernyataan yang dibuat
bersifat filsafati (berdasar akal pikir) dan tidak berdasar pada mitos
sebagaimana pada masa metologi.
Masa awal filsafat Yunani Kuno ditandai dengan tercantumnya tiga nama
filosof yang berasal dari daerah Miletos, yaitu Thales, Anaximadros Dan
Anaximenes. Selain ketiga nama tersebut, juga terdapat beberapa nama dari
daerah lain, yaitu Herakleitos dari Ephesos, Phytagoras dari Italia Selatan,
Permidides dan Elea, dan Demokritos dari Abdera.

Pemikiran Filsafat Zaman Yunani Kuno


1) Filsafat Pra Socrates
Zaman Yunani Kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena
pada zaman ini orang memiliki kebebasan untuk berpendapat atau
mengungkapkan ide-idenya. Pada masa itu, Yunani dipandang sebagai
gudang ilmu dan filsafat, karena bangsa Yunani sudah tidak lagi
mempercayai mitos-mitos. Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima
pengalaman yang didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap
menerima begitu saja) melainkan menumbuhkan sikap yang senang
menyelidiki atau kritis. Sikap kritis inilah yang menjadikan bangsa
Yunani berada pada barisan terdepan dalam ilmu pengetahuan.
Filsafat zaman Yunani kuno mencakup zaman Pra Socrates dan zaman
keemasan filsafat. Tokoh-tokoh filosof pada masa itu adalah Thales,
Anaximandros, Anaximenes, Pythagoras, dan Heraklitos. Mereka dikenal
dengan filosof alam. Sedangkan masa keemasan filsafat dimeriahkan oleh
tokoh-tokoh seperti, Socrates, Plato dan Aristoteles. Pada masa inilah
filsafat Yunani menikmati masa keemasannya.
Para filosof pra-Socrates berusaha membebaskan diri dari belenggu mitos
dan agama asalnya. Mereka mampu melebur nilai-nilai agama dan moral
tradisional tanpa menggantikannya dengan sesuatu yang substansial.
a) Aliran Miletos/Madzhab Milesian
Aliran ini disebut Aliran Miletos karena tokoh-tokohnya merupakan
warga asli Miletos, di Asia Kecil, yang merupakan sebuah kota niaga
yang maju. Berikut beberapa tokoh yang termasuk kedalam Aliran
Miletos atau dikenal pula dengan istilah Madzhab Milesian:
(1) Thales
Thales hidup sekitar 624-546 SM. Ia adalah seorang ahli ilmu
termasuk ahli ilmu Astronomi. Ia berpendapat bahwa hakikat
alam ini adalah air. Segala-galanya berasal dari air. Bumi sendiri
merupakan bahan yang sekaligus keluar dari air dan kemudian
terapung-apung diatasnya.Pandangan yang demikian itu
membawa kepada penyesuaian-penyesuain lain yang lebih
mendasar yaitu bahwa sesungguhnya segalanya ini pada
hakikatnya adalah satu. Bagi Thales, air adalah sebab utama dari
segala yang ada dan menjadi akhir dari segala-galanya. Ajaran
Thales yang lain adalah bahwa tiap benda memiliki jiwa. Itulah
sebabnya tiap benda dapat berubah, dapat bergerak atau dapat
hilang kodratnya masing-masing. Ajaran Thales tentang jiwa
bukan hanya meliputi benda-benda hidup tetapi meliputi benda-
benda mati pula.
(2) Anaximander
Anaximander adalah murid Thales yang setia. Ia hidup sekitar
610-546 SM. Ia berpendapat bahwa hakikat dari segala seuatu
yang satu itu bukan air, tapi yang satu itu adalah yang tidak
terbatas dan tidak terhingga, tak berubah dan meliputi segala-
galanya yang disebut “Aperion”. Aperion bukanlah materi seperti
yang dikemukakan oleh Thales. Anaximander juga berpendapat
bahwa dunia ini hanyalah salah satu bagian dari banyak dunia
lainnya.
(3) Anaximenes
Anaximenes hidup sekitar 560-520 SM. Ia berpendapat bahwa
hakikat segala sesuatu yang satu itu adalah udara. Jiwa adalah
udara; api adalah udara yang encer; jika dipadatkan pertama-tama
udara akan menjadi air, dan jika dipadatkan lagi akan menjadi
tanah, dan akhirnya menjadi batu. Ia berpendapat bahwa bumi
berbentuk seperti meja bundar.
b) Aliran Pythagoras
Pythagoras lahir di Samos sekitar 580-500 SM. Ia berpendapat bahwa
semesta ini tak lain adalah bilangan. Unsur bilangan merupakan
prinsip unsur dari segala-galanya. Dengan kata lain, bilangan genap
dan ganjil sama dengan terbatas dan tak terbatas.
(1) Xenophanes
Xenophanes merupakan pengikut Aliran Pythagoras yang lahir di
Kolophon, Asia Kecil, sekitar tahun 545 SM. Dalam filsafatnya ia
menegaskan bahwa Tuhan bersifat kekal, tidak mempunyai
permulaan dan Tuhan itu Esa bagi seluruhnya. Ke-Esaan Tuhan
bagi semua merupakan sesuatu hal yang logis. Hal itu karena
kenyataan menunjukkan apabila semua orang memberikan konsep
ketuhanan sesuai dengan masing-masing orang, maka hasilnya
akan bertentangan dan kabur. Bahkan “kuda menggambarkan
Tuhan menurut konsep kuda, sapi demikian juga” kata
Xenophanes. Jelas kiranya ide tentang Tuhan menurut
Xenophanes adalah Esa dan bersifat universal.
(2) Heraklitus (Herakleitos)
Heraklitus hidup antara tahun 560-470 SM di Italia Selatan
sekawan dengan Pythagoras dan Xenophanes. Ia berpendapat
bahwa asal segalanya adalah api dan api adalah lambang dari
perubahan. Api yang selalu bergerak dan berubah menunjukkan
bahwa tidak ada yang tetap dan tidak ada yang tenang.
c). Aliran Elea
(1) Parmenides
Lahir sekitar tahun 540-475 di Italia Selatan. Ajarannya adalah
kenyataan bukanlah gerak dan perubahan melainkan keseluruhan
yang bersatu. Dalam pandangan Pamenides ada dua jenis
pengetahuan yang disuguhkan yaitu pengetahuan inderawi dan
pengetahuan rasional. Apabila dua jenis pengetahuan ini
bertentangan satu sama lain maka ia memilih rasio. Dari
pemikirannya itu membuka cabang ilmu baru dalam dunia filsafat
yaitu penemuannya tentang metafisika sebagai cabang filsafat
yang membahas tentang yang ada.
(2) Zeno
Lahir di Elea sekitar 490 SM. Ajarannya yang penting adalah
pemikirannya tentang dialektika. Dialektika adalah satu cabang
filsafat yang mempelajari argumentasi.
(3) Melissos
Lahir di Samos tanpa diketahui secara tepat tanggal kelahirannya.
Ia berpendapat bahwa “yang ada” itu tidak berhingga, menurut
waktu maupun ruang.
d). Aliran Pluralis
(1) Empedokles
Lahir di Akragas Sisislia awal abad ke-5 SM. ia menulis buah
pikirannya dalam bentuk puisi. Ia mengajarkan bahwa realitas
tersusun dari empat anasir yaitu api, udara, tanah, dan air.
(2) Anaxagoras
Lahir di Ionia di Italia Selatan. Ia berpendapat bahwa realitas
seluruhnya bukan satu tetapi banyak. Yang banyak itu tidak
dijadikan, tidak berubah, dan tidak berada dalam satu ruang yang
kosong. Anaxagoras menyebut yang banyak itu dengan spermata
(benih).
f). Aliran Atomis
Pelopor atomisme ada dua yaitu Leukippos dan Demokritos. Ajaran
aliran filsafat ini ikut berusaha memecahkan masalah yang pernah
diajukan oleh aliran Elea. Aliran ini mengajukan konsep mereka
dengan menyatakan bahwa realitas seluruhnya bukan satu melainkan
terdiri dari banyak unsur. Dalam hal ini berbeda dengan aliran
pluralisme maka aliran atomisme berpendapat bahwa yang banyak itu
adalah “atom” (a = tidak, tomos = terbagi).
g) Aliran Sofis
Sofisme berasal dari kata Yunani “sophos” yang berarti cerdik atau
pandai. Tokoh-tokoh kaum sofis adalah Protagoras, Grogias, Hippias,
Prodikos, dan Kritias.

Kesimpulannya, filsafat Pra Socrates adalah filsafat yang dilahirkan


karena kemenangan akal asas atas dongeng atau mite-mite yang diterima
dari agama yang memberitahukan tentang asal muasal segala sesuatu.

2) Zaman Keemasan Filsafat: Socrates, Plato, Aristoteles


Puncak filsafat Yunani dicapai pada Socrates, Plato dan Aristoteles.
Filsafat dalam periode ini ditandai oleh ajarannya yg "membumi"
dibandingkan ajaran-ajaran filosof sebelumnya. Seperti dikatakan Cicero
(sastrawan Roma) bahwa Socrates telah memindahkan filsafat dari langit
ke atas bumi. Maksudnya, filosof pra-Socrates mengkonsentrasikan diri
pada persoalan alam semesta sedangkan Socrates mengarahkan obyek
penelitiannya pada manusia diatas bumi. Hal ini juga diikuti oleh para
sofis. Shopistes digunakan untuk menyebut guru-guru yg berkeliling dari
kota ke kota dan memainkan peran penting dalam masyarakat. Dalam
dialog Protagoras, Plato mengatakan bahwa para sofis merupakan pemilik
warung yg menjual barang ruhani.
a) Socrates (470-400 S.M)
Socrates guru Plato, mengajar bahwa akal budi harus menjadi norma
terpenting untuk tindakan kita. Sokrates sendiri tidak menulis apa-apa.
Pikiran-pikirannya hanya dapat diketahui secara tidak langsung
melalui tulisan-tulisan dari cukup banyak pemikir Yunani lain,
terutama melalui karya plato. Sebagaimana para sofis, Socrates
memulai filsafatnya dengan bertitik tolak dari pengalaman keseharian
dan kehidupan kongkret. Perbedaannya terletak pada penolakan
Socrates terhadap relatifisme (pandangan yg berpendapat bahwa
kebenaran tergantung pada manusia) yg pada umumnya dianut para
sofis. Menurut Socrates tidak benar bahwa yg baik itu baik bagi warga
Athena dan lain bagi warga negara Sparta. Yang baik mempunyai
nilai yg sama bagi semua manusia dan harus dijunjung tinggi oleh
semua orang. Pendirinya yg terkenal adalah pandangannya yg
menyatakan bahwa keutamaan (arete) adalah pengetahuan, pandangan
ini kadang-kadang disebut intelektualisme etis. Dengan demikian
Socrates menciptakan suatu etika yg berlaku bagi semua manusia.
Sedangkan ilmu pengetahuan Socrates menemukan metode induksi
dan memperkenalkan definisi-definisi umum. Akibat pandangannya
ini Socrates dihukum mati.
b) Plato (428-348 S.M)
Hampir semua karya Plato ditulis dalam bentuk dialog dan Socrates
diberi peran yg dominan dalam dialog tersebut. Sekurang-kurangnya
ada dua alasan mengapa Plato memilih yg begitu. Pertama, sifat
karyanya Socratic (Socrates berperan sentral) dan diketahui bahwa
Socrates tidak mengajar tetapi mengadakan tanya jawab dg teman-
temannya di Athena. Dengan demikian, karya Plato dapat dipandang
sebagai monumen bagi sang guru yg dikaguminya. Kedua, berkaitan
dengan anggapan Plato mengenai filsafat. Menurutnya, filsafat pada
intinya tidak lain daripada dialog dan filsafat seolah-olah drama hidup
yg tidak pernah selesai tetapi harus dimulai kembali. Ada tiga ajaran
pokok dari Plato yaitu tentang ide, jiwa dan proses mengenal.
Menurut Plato realitas terbagi menjadi dua yaitu inderawi yg selalu
berubah dan dunia ide yg tidak pernah berubah. Ide merupakan
sesuatu yg obyektif, tidak diciptakan oleh pikiran dan justru
sebaliknya pikiran tergantung pada ide-ide tersebut. Ide-ide
berhubungan dengan dunia melalui tiga cara; Ide hadir didalam benda,
ide-ide berpartisipasi dalam konkret dan ide merupakan model atau
contoh (paradigma) bagi benda konkret. Pembagian dunia ini pada
gilirannya juga memberikan dua pengenalan. pertama pengenalan
tentang ide; inilah pengenalan yg sebenarnya. Pengenalan yg dapat
dicapai oleh rasio ini disebut episteme (pengetahuan) dan bersifat
teguh, jelas, dan tidak berubah. Dengan demikian Plato menolak
relatifisme kaum sofis. Kedua, pengenalan tentang benda-benda
disebut doxa (pendapat) dan bersifat tidak tetap dan tidak pasti;
pengenalan ini dapat dicapai dg panca indera. Dengan dua dunianya
ini juga Plato bisa mendamaikan persoalan besar filsafat pra-socratic
yaitu pandangan panta rhei-nya Herakleitos dan pandangan yg ada-
ada-nya Parmenides. Keduanya benar, dunia inderawi memang selalu
berubah sedangkan dunia ide tidak pernah berubah dan abadi.
Memang jiwa Plato berpendapat bahwa jiwa itu baka, lantaran
terdapat kesamaan antara jiwa dan ide. Lebih lanjut dikatakan bahwa
jiwa sudah ada sebelum hidup di bumi. Sebelum bersatu dg badan,
jiwa sudah mengalami pra-eksistensi dimana ia memandang ide-ide.
Berdasarkan pandangannya ini, Plato lebih lanjut berteori bahwa
pengenalan pada dasarnya tidak lain adalah pengingatan (anamnenis)
terhadap ide-ide yg telah dilihat pada waktu pra-eksistansi. Ajaran
Plato tentang jiwa manusia ini bisa disebut penjara. Plato juga
mengatakan, sebagaimana manusia, jagad raya juga memiliki jiwa dan
jiwa dunia diciptakan sebelum jiwa-jiwa manusia. Plato juga
membuat uraian tentang negara. Tetapi jasa terbesarnya adalah
usahanya membuka sekolah yg bertujuan ilmiah. Sekolahnya diberi
nama"Akademia"yg paling didedikasikan kepada pahlawan yg
bernama Akademos. Mata pelajaran yg paling diperhatikan adalah
ilmu pasti. Menurut cerita tradisi, di pintu masuk akademia terdapat
tulisan:"yg belum mempelajari matematika janganlah masuk disini".
c) Aristoteles ((384-322 S.M)
Ia adalah Pendidik Iskandar Agung yg juga adalah murid Plato. tetapi
dalam banyak hal ia tidak setuju dengan Plato. Ide-ide menurut
Aristoteles tidak terletak dalam suatu "surga" diatas dunia ini,
melainkan di dalam benda-benda sendiri. Setiap benda terdiri dari dua
unsur yang tak terpisahkan, yaitu materi ("hyle") dan bentuk
("morfe"). Bentuk-bentuk dapat dibandingkan dengan ide-ide dari
Plato. Tetapi pada Aristoteles ide-ide ini tidak dapat dipikirkan lagi
lepas dari materi. Materi tanpa bentuk tidak ada. Bentuk-
bentuk "bertindak" di dalam materi. Bentuk-bentuk memberi
kenyataan kepada materi dan sekaligus merupakan tujuan dari materi.
Teori ini dikenal dengan sebutan Hylemorfisme.
Filsafat Aristoteles sangat sistematis. Sumbangannya kepada
perkembangan ilmu pengetahuan besar sekali. Tulisan-tulisan
Aristoteles meliputi bidang logika, etika, politik, metafisika, psikologi
dan ilmu alam. Pokok-pokok pikirannya antara lain bahwa ia
berpendapat seseorang tidak dapat mengetahui suatu obyek jika ia
tidak dapat mengatakan pengetahuan itu pada orang lain. Spektrum
pengetahuan yg diminati oleh Aristoteles luas sekali, barangkali
seluas lapangan pengetahuan itu sendiri. Menurutnya pengetahuan
manusia dapat disistematiskan sebagai berikut :

Pengetahuan
-----------------------------------------------------------------
Teoritis,Praktis,Produktif,
-----------------------------------------------------------------
Teologi/metafisik, Matematika, Fisika, Etika, Politik, Seni
------------------------------------------------------------------
Ilmu Hitung, Ilmu ukur, Retorika
Aristoteles berpendapat bahwa logika tidak termasuk ilmu
pengetahuan tersendiri, tetapi mendahului ilmu pengetahuan sebagai
persiapan berfikir secara ilmiah. Untuk pertama kalinya dalam sejarah,
logika diuraikan secara sistematis. Tidak dapat dibantah bahwa logika
Aristoteles memainkan peranan penting dalam sejarah intelektual
manusia; tidaklah berlebihan bila Immanuel Kant mengatakan bahwa
sejak Aristoteles, logika tidak maju selangkahpun. Mengenai
pengetahuan, Aristoteles mengatakan bahwa pengetahuan dapat
dihasilkan melalui jalan induksi dan jalan deduksi, induksi
mengandalkan panca indera yang "lemah", sedangkan deduksi lepas
dari pengetahuan inderawi. Karena itu dalam logikanya Aristoteles
sangat banyak memberi tempat pada deduksi yg dipandangnya sebagai
jalan sempurna menuju pengetahuan baru. Salah satu cara Aristoteles
mempraktekkan deduksi adalah Syllogismos (silogisme)

c. Zaman Abad Pertengahan (6 M- 16 M)


Pada masa pertengahan ini, terdapat periode yang membuat perkembangan
filsafat tidak berlanjut, yaitu pada masa skolastik Kristen.Hal ini dikarenakan
pihak gereja membatasi para filosof dalam berfikir, sehingga ilmu
pengetahuan terhambat dan tidak bisa berkembang, karena semuanya diatur
oleh doktirn-doktrin gereja yang berdasarkan kenyakinan. Apabila terdapat
pemikiran-pemikiran yang bertentangan dari keyakinan para gerejawan, maka
filosof tersebut dianggap murtad dan akan dihukum berat samapai pada
hukuman mati.

Filsafat abad pertengahan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu: periode
Scholastik Islam dan periode Scholastik Kristen.
Pada periode Scholastik Islam, para filosof Islamlah yang pertama
mengenalkan filsafatnya Aristoteles. Diantaranya adalah Ibnu Rusyd, ia
mengenalkan kepada orang-orang barat yang belum mengenal filsafat
Aristoteles. Para ahli pikir Islam yang lain (Scholastik Islam) yaitu Al-Kindi,
Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, dan lain-lain
Mereka itulah yang memberi sumbagan sangat besar bagi para filosof Eropa
yang menganggap bahwa filsafat Aristoteles, Plato, dan Al-Quran adalah
benar. Namun dalam kenyataannya bangsa Eropa tidak mengakui atas
peranan ahli pikir Islam yang mengantarkam kemoderenan bangsa Barat.
Pada masa ini Scholastik Kristen, kekuasaan agama masih begitu
berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan filasafat, khususnya di
kawasan Eropa. Adanya tren perbudakan membuat para pemikir ahli terbatas
hanya dari kaum agamis yang berada di gereja saja, karena mereka yang
diluar gereja terlalu disibukkan dengan urusan melayani orang lain, daripada
memikirkan hal- hal yang tidak mengenyangkan seperti filsafat. Pada masa
inilah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan sangat buruk.Karena
pihak gereja membatasi dan melarang para filosof dalam berfikir, sehingga
ilmu pengetahuan dan filsafat tidak berkembang

d. Zaman Renaissance (14 M-16 M)


Renaisans adalah suatu zaman yang sangat menaruh perhatian dalam bidang
seni lukis, patung, arsitektur, musik, sastra, filsafat, ilmu pengetahuan dan
teknologi. Zaman renaisans terkenal dengan era kelahiran kembali kebebasan
manusia dalam berpikir.
Pada zaman ini, manusia mulai berpikir secara baru, dan secara berangsur-
angsur melepaskan diri dari otoritas kekuasaan gereja yang selama ini telah
membatasi manusia dalam mengemukakan kebenaran filsafat dan ilmu
pengetahuan. Proses melahirkan kembali ini terjadi pada abad ke-15 dan 16.
Dan, yang melahirkan kembali kebudayaan Yunani dan Romawi kuno ini
adalah orang-orang yang biasa disebut kaum humanis.
Renainssans dianggap sebagai masa peralihan dari Abad Pertengahan ke
zaman Modern. Dengan demikian, ia memiliki unsur-unsur abad pertengahan
dan modern, unsur-unsur keagamaan dan profance, otoriter dan
individualistis. Tetapi ini semua tak berarti pengingkaran bahwa Renaisans
umumnya dianggap sebagai suatu titik peralihan di dalam sejaeah kebudayaan
barat.
Pada saat ini manusia mulai dianggap sebagai pusat kenyataan, hal itu terlihat
secara nyata dalam karya-karya seniman zaman renaisans seperti Donatello,
Botticelli, Michelangelo (1475-1564), Raphael (1483-1520, Perugino (1446-
1526, dan Leonardo da Vinci (1452-1592). Sedangkan dalam bidang ilmu
pengetahuan terdapat beberapa tokoh hebat antara lain Nicolaus Copernicus
(1478-1543), Andreas Vasalius (1514-1564), Galileo Galilei (1546-1642),
Johannes Kepler (1571-1642), dan Francis Bacon (1561-1632).
Bangsawan Inggris yang meletakkan dasar filosofis untuk perkembangan
dalam bidang ilmu pengetahuan dengan mengarang suatu maha karya yang
bermaksud menggantikan teori Aristoteles tentang ilmu pengetahuan dengan
suatu teori baru dalam bukunya Novum Organon.

e. Zaman Modern Zaman (17 M- 20 M)


Setelah zaman renaisans yaitu zaman pencerahan atau zaman modern. Zaman
Pencerahan (Inggris: Enlightenment) berlangsung dari abad ke-17 hingga ke-
20 M. Di zaman ini terdapat peristiwa penting, yaitu revolusi di Inggris dan
Perancis. Orang-orang yang hidup di zaman ini memiliki keyakinan bahwa
mereka mempunyai masa depan yang cerah dan bercahaya berkat rasio
mereka sendiri.
Sebelumnya, orang lebih suka berpaut pada otoritas lain di luar dirinya,
seperti otoritas gereja, kitab suci, para ahli, dan negara. Oleh karena itu,
semboyan zaman pencerahan adalah Sapere aude (beranilah berpikir sendiri).
Dengan semboyan itu, manusia di zaman pencerahan semakin bersemangat
untuk menemukan hal-hal baru. Mereka memanfaatkan akal mereka
semaksimal mungkin untuk menggapai perubahan, kemajuan, pertumbuhan,
pembangunan, peradaban, reformasi, bahkan revolusi.

Pada masa filsafat modern ini terdapat beberapa aliran yang berkembang pada
masa itu, diantaranya yaitu:
1) Idealisme
Idealisme adalah suatu ajaran/faham atau aliran yang menganggap bahwa
realitas ini terdiri atas roh-roh (sukma) atau jiwa.ide-ide dan pikiran atau
yangsejenis dengan itu.Aliran ini merupakan aliran yang sangat penting
dalam perkembangansejarah pikiran manusia.
2) Materialisme
Materialisme merupakan faham atau aliran yang menganggap bahwa
dunia ini tidak ada selain materi atau nature (alam) dan dunia fisik adalah
satu.Kemajuan aliran ini mendapat tantangan yang keras dan hebat dari
kaum agama dimana-mana.Hal ini disebabkan bahwa faham Materialisme
ini pada abad ke-19 tidak mengakui adanya Tuhan (atheis) yang sudah
diyakini mengatur budi masyarakat.Pada masa ini, kritikpun muncul di
kalangan ulama-ulama barat yang menentang Materialisme.
3) Dualisme
Dualisme adalah ajaran atau aliran/faham yang memandang alam ini
terdiri atas dua macam hakekat yaitu hakekat materi dan hakekat rohani.
Kedua macam hakekat itu masing-masing bebas berdiri sendiri, sama
azazi dan abadi. Perhubungan antara keduanya itu menciptakan kehidupan
dalam alam Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua
hakekat ini adalah terdapat dalam diri manusia.
4) Empirisme
5) Rasionalisme
Rasionalisme adalah merupakan faham atau aliran atau ajaran yang
berdasarkan ratio, ide-ide yang masuk akal.Selain itu, tidak ada sumber
kebenaran yang hakiki.
6) Fenomenalisme
Secara harfiah Fenomenalisme adalah aliran atau faham yang
menganggapbahwa Fenomenalisme (gejala) adalah sumber pengetahuan
dan kebenaran.Seorang Fenomenalisme suka melihat gejala.Dia berbeda
dengan seorang ahli ilmupositif yang mengumpulkan data, mencari
korelasi dan fungsi, serta membuathukum-hukum dan
teori.Fenomenalisme bergerak di bidang yang pasti.Hal
yangmenampakkan dirinya dilukiskan tanpa meninggalkan bidang
evidensi yanglangsung.Fenomenalisme adalah suatu metode pemikiran,
“a way of looking atthings”.
7) Intusionalisme
Intusionalisme adalah suatu aliran atau faham yang menganggap bahwa
intuisi (naluri/perasaan) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran.Intuisi
termasuk salah satu kegiatan berfikir yang tidak didasarkan pada
penalaran.Jadi Intuisi adalah non-analitik dan tidak didasarkan atau suatu
pola berfikir tertentu dan sering bercampur aduk dengan perasaan.

f. Kotemporer (abad-20 dan seterusnya)


Filsafat Kontemporer yaitu cara pandang dan berpikir mendalam menyangkut
kehidupan pada masa saat ini. Misalnya orang dihadapkan pada tahun 2009,
ya inilah zaman kontemporer kita.Tetapi istilah filsafat kontemporer baru saja
populer semenjak abad ke-20, ini merupakan tanggapan atas kebingungan
penyebutan filsafat masa kini.
Filsafat kontemporer ini sering dikaitkan dengan posmodernisme,
Dikarenakan posmodernisme yang berarti “setelah modern” merupakan
akibat logis dari zaman kontemporer.Posmodernisme menyaratkan
kebebasan, dan tidak selalu harus simetris.Contohnya seni bangunan
posmodern tidak terlalu mementingkan aspek keseimbangan dalam bentuk
bangunan, melainkan sesuka hati yang membangun atau yang sesuai request.
Kembali lagi kepada pemikiran kontemporer yang beranjak dari seni
bangunan tadi, sama halnya dengan itu, pemikiran filsafat kontemporer ini
bebas. Kebebasan dalam memakai teori, menanggapi, dan mengkritik selama
kebebasan tersebut merupakan suatu hal original.
Bebas, berbicara tentang filsafat kematian, filsafat waktu, filsafat orang gila,
filsafat komputer, filsafat game online, dan lain-lain. Semuanya terbuka lebar
untuk dipikirkan dan diperbincangkan.Tidak ada batasan pasti dalam filsafat
kontemporer, selama semua masih dinamis dan tidak kaku seperti zaman pra-
modern, bisa disebut sebagai kontemporer.
Masalah aktual dan faktual diperbincangkan dan ditanggapi, lalu diberi
solusi.Dengan filsafat akan bisa ditemukan solusi terbaik terhadap masalah
tersebut karena filsafat juga menguji solusi yang akan diambil dan yang
dianggap baik. Hal ini dilakukan karena pada saat tertentu solusi bisa menjadi
sangat baik, dan pada saat tertentu pula suatu solusi bisa dianggap kuno dan
terbilang idiot.
Berbicara tentang saat demi saat, inilah letak kontemporernya.Penyesuaian
terhadap sesuatu yang kita ketahui sebagai zaman.Berpikir sesuai zaman
tanpa kehilangan identitas dan originalitas pemikiran personal.Memiliki
kepribadian dan cara berpikir yang unik merupakan hal yang dibanggakan
dalam filsafat kontemporer. Oleh karenanya filsafat kontemporer merupakan
ekstensifikasi dari pemikiran manusia dari hal-hal yang umum menjadi yang
sangat khusus dan terkait dengan hal khusus lainnya.
P10
Sejarah Perkembangan Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
2. Pengembangan Ilmu di Indonesia :
a. Pancasila sebagai paradigm pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi
b. Visi Ilmu di Indonesia
c. Tokoh-tokoh Filsafat Keilmuan di Indonesia

Pengembangan Ilmu di Indonesia :


a. Pancasila sebagai paradigm pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi
Dalam upaya mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat dan
martabatnya maka manusia mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK). IPTEK pada hakikatnya merupakan suatu hasil
kreatifitas rohani manusia. Unsur jiwa (rohani) manusia meliputi akal, rasa
dan kehendak. Akal merupakan potensi rohaniah manusia yang berhubungan
dengan intelektualitas, rasa merupakan hubungan dalam bidang estetis dan
kehendak berhubungan dengan bidang moral (etika).
Atas dasar kreatifitas akalnya itulah maka manusia mengembangkan IPTEK
untuk mengolah kekayaan alam yang disediakan oleh Tuhan yang Mahaesa.
Oleh karena itu tujuan yang esensial dari IPTEK adalah semata-mata untuk
kesejahteraan umat manusia. Dalam masalah ini pancasila telah memberikan
dasar-dasar nilai bagi pengembangan IPTEK demi kesejahteraan hidup
manusia. Pengembangan IPTEK sebagai hasil budaya manusia harus
didasarkan pada moral ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab
dari sila-sila yang tercantum dalam pancasila.

Pancasila yang sila-silanya merupakan suatu kesatuan yang sistematis


haruslah menjadi sistem etika dalam pengembangan IPTEK.
1. Sila Ketuhanaan yang Mahaesa.
Sila ini mengklomentasikan ilmu pengetahuan, menciptakan sesuatu
berasarkan pertimbangan antara rasional dan irasional, antara akal, rasa
dan kehendak. Berdasarkan sila ini IPTEK tidak hanya memikirkan apa
yang ditemukan dibuktikan dan diciptakan tetapi juga dipertimbangkan
maksudnya dan akibatnya apakah merugikan manusia disekitarnya atau
tidak. Sila ini menempatkan manusia di alam semesta bukan sebagi
pusatnya melainkan sebagai bagian yang sistematik dari alam yang
diolahnya.
Contoh perkembangan IPTEK dari sila ketuhanan yang maha esa adalah
ditemukannya teknologi transfer inti sel atau yang dikenal dengan
teknologi kloning yang dalam perkembangannya pun masih menuai
kotroversi. Persoalannya adalah terkait dengan adanya “intervensi
penciptaan” yang semestinya dilakukan oleh Tuhan YME. Bagi yang
beragama muslim, pada surat An-naazi’aat ayat 11-14 diisyaratkan
adanya suatu perkembangan teknologi dalam kehidupan manusia yang
mengarahkan pada kehidupan kembali dari tulang belulang. “apakah
(akan dibangkitkan juga) apabila kami telah menjadi tulang belulang yang
hancur lumat?”, mereka berkata “kalau demikian itu adalah suatu
pengembalian yang merugikan”. Sesungguhnya pengembalian itu hanya
satu kali tiupan saja, maka dengan serta merta mereka hidup kembali di
permukaan bumi”.
2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab
Memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia dalam
mengembangkan IPTEK haruslah bersifat beradab. IPTEK adalah sebagai
hasil budaya manusia yang beradab dan bermoral. Oleh karena itu
pengembangan IPTEK harus didasarkan pada hakikat tujuan demi
kesejahteraan manusia. IPTEK bukan untuk kesombongan, kecongkakan
dan keserakahan manusia namun harus diabdikan demi peningkatan
harkat dan martabat manusia.
3. Sila persatuan Indonesia
Mengklomentasikan universal dan internasionalisme (kemanusiaan) dr
sila-sila lain. Pengembangan IPTEK diarahkan demi kesejahteraan umat
manusia termasuk di dalamnya kesejahteraan bangsa Indonesia.
Pengembangan IPTEK hendaknya dapat mengembangkan rasa
nasionalisme, kebesaran bangsa serta keluhuran bangsa sebagai bagian
dari umat manusia di dunia.
4. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
Artinya mendasari pengembangan IPTEK secara demokratis. Artinya
setiap orang haruslah memiliki kebebasan untuk mengembangkan IPTEK.
Selain itu dalam pengembangan IPTEK setiap orang juga harus
menghormati dan menghargai kebebasan oranglain dan harus memiliki
sikap terbuka. Artinya terbuka untuk dikritik, dikaji ulang maupun
dibandingkan dengan penemuan teori-teori lainnya.
5. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Contoh dari sila kelima ini adalah ditemukannya varietas bibit unggul
padi Cilosari dari teknik radiasi. Penemuan ini adalah hasil buah karya
anak bangsa. Diharapkan dalam perkembangan swasembada pangan ini
nantinya akan mensejahterakan rakyat Indonesia dan memberikan rasa
keadilan setelah ditingkatkannya jumlah produksi sehingga pada
perjalanannya rakyat dari berbagai golongan dapat menikmati beras
berkualitas dengan harga yang terjangkau.

Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan IPTEK dewasa ini sangat pesat,
dan membawa kemajuan di berbagai bidang kehidupan. Saat ini manusia tak
dapat hidup tanpa bantuan teknologi. Di samping dampak positif terdapat
juga dampak negatif dari perkembangan kemajuan IPTEK. Pelanggaran
IPTEK pun masih terjadi di segala bidang kehidupan masyarakat Indonesia.
Kemajuan perkembangan IPTEK di Indonesia sepenuh-penuhnya sesuai
dengan Tujuan Negara Republik Indonesia yang tertuang secara jelas dalam
pembukaan UUD 1945 pada alenia empat, berbunyi : “Melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial” Dapat disimpulkan tujuan Negara Republik Indonesia adalah
tujuan perlindungan, kesejahteraan, pencerdasan, dan pedamaian.

b. Visi Ilmu di Indonesia


Perkembangan IPTEK di Indonesia harus didasari nilai-nilai etis sesuai
dengan dasar negara Indonesia ,yaitu Pancasila:
1. Nilai-nilai Pancasila menjadi sumber motivasi bagi perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) nasional dalam mencerdaskan
bangsa yang mempunyai nilai-nilai Pancasila tinggi serta menegakkan
kemerdekaan secara utuh, kedaulatan dan martabat nasional dalam wujud
negara Indonesia yang merdeka.
2. Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar Perkembangan IPTEK karena Nilai-
nilai pancasila itu sangat mendorong dan mendasari akan perkembangan
dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang baik dan terarah. Dengan Nilai-
nilai Pancasila tersebut, perlu menjadi kesadaran masyarakat bahwa untuk
meningkatkan IPTEK di Indonesia, sejak dini masyarakat harus memiliki
dan memegang prinsip dan tekad yang kukuh serta berlandaskan pada
Nilai-nilai Pancasila yang merupakan kepribadian khas Indonesia.

c. Tokoh-tokoh Filsafat Keilmuan di Indonesia


1. Prof. Dr. Mohammad Nasroen (1907-1968 M)
M. Nasroen adalah seorang birokrat yang dikenal sebagai cendekiawan
pelopor kajian filsafat Indonesia. Seorang Guru Besar Filsafat Universitas
Indonesia ini, lahir di Lubuk Sikaping, Pasaman Sumatera Barat pada
tanggal 29 Oktober 1907 dan meninggal pada 28 September 1968, di usia
69 tahun.
M. Nasroen merupakan seorang tokoh Indonesia yang pernah menjabat
sebagai Residen Sumatera Barat dan Gubernur Sumatera Tengah serta
pernah diangkat menjadi Menteri Kehakiman di Kabinet Sukiman
Suwirjo 1951-1952 pada masa kepresidenan Soekarno-Hatta.
Didalam kehidupan intelektualnya, M. Nasroen merupakan seorang tokoh
yang secara khusus tertarik untuk membahas persoalan keanekaragaman
Adat istiadat Minangkabau dan persoalan Pemerintahan. Adapun ia
menulis beberapa buku yang mengulas tentang minatnya yakni. Dasar
Falsafah Adat Minangkabau, Asal Mula Negara, Masalah Sekitar
Otonomi, Sendi Negara dan Pelaksanaan Otonomi dan Daerah Otonomi
Tingkat Terbawah.
Adapun karya yang membuatnya disebut sebagai salah satu pelopor awal
kajian filsafat Indonesia ialah karyanya yang berjudul, Falsafah Indonesia,
yang diterbitkan oleh Penerbit Bulan Bintang 1967. didalam karyanya itu
ia menjelaskan keberadaan Filsafat Indonesia dengan Filsafat Barat
(Yunani kuno) dan Filsafat Timur hingga menemukan satu konklusi yang
mengatakan bahwa, Filsafat Indonesia adalah suatu Filsafat khas yang
tidak barat tidak timur. dimana ia mengatakan bahwa Filsafat Indonesia
termanifestasi dalam ajaran Filosofis Mufakat, Pancasila, Pantun-Pantun,
Hukum Adat, Ketuhanan, Gotong Royong dan Kekeluargaan. Terlebih,
dari bukunya inilah yang menginspirasi terjadinya pembahasan dan
penyelidikan terhadap Filsafat Indonesia berkelanjutan. Dan Buku
"Falsafah Indonesia" sekarang merupakan salah satu buku yang dianggap
atau dikategorikan sebagai buku langka yang hanya naskah aslinya
terdapat di dalam Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI)

2. Soenoto (1929-*)
Soenoto adalah seorang yang termasuk dalam kelompok pengkaji Filsafat
Indonesia. Ia lahir pada tahun 1929 dan mulai mengenal Filsafat ketika
pertama kali masuk Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dimana
Soenoto berhasil menyelesaikan Studi Sarjana dan Magister Ilmu Sosial
dan Politik. Dan melanjutkan Studi Doktoral di bidang Ilmu Sosial dan
Politik di Vrije University di Amsterdam, Belanda.
Setelah menyelesaikan berbagai tahapan studinya, Soenoto menjabat
beberapa posisi seperti, menjadi Dosen tetap Universitas Gadjah Mada,
tahun 1958. Menjabat sebagai Dekan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah
Mada pada tahun, 1967-1979, dan menjadi Peneliti Filsafat Pancasila di
Departemen Pertahanan Keamanan (Dephankam). Menjadi Ketua Survei
Pengamalan Pancasila di Universitas Gadjah Mada dan Departemen
Dalam Negeri (Depdagri).
Sepanjang perjalanan akademisnya, Soenoto berhasil menyelesaikan
beberapa karya-karya hebatnya, adapun karya-karya yang berhubungan
langsung dengan Filsafat Indonesia yakni. Menuju Filsafat Indonesia:
Negara-Negara di Jawa sebelum Proklamasi Kemerdekaan, terbit 1987.
Pemikiran tentang Kefilsafatan Indonesia, terbit 1983. dan Selayang
Pandang Tentang Filsafat Indonesia, terbit 1981.
Dari ketiga karyanya di atas, Soenoto dianggap oleh sebagian pemikir
lainnya, telah berhasil menyempurnakan pemikiran awal yang dirintis
oleh M. Nasroen, dengan menelusuri tradisi-tradisi kefilsafatan Jawa lebih
dalam dan memberikan pandangan dan penjelasan yang detail terkait
tradisi filsafat yang ditemukan. Walaupun begitu bagi sebagian orang dan
bahkan Soenoto sendiripun mengakui bahwa masih terdapat kekurangan
dalam penjelasannya.

3. Drs. R. Pramono (1952-sekarang)


R. Pramono adalah seorang Cendekiawan kelahiran Indonesia, tepatnya
pada tahun 1952. R. Pramono diikenal sebagai salah satu pelopor Filsafat
Indonesia. R. Pramono, memulai perjalanan karier intelektualnya sampai
menjadi salah satu tokoh pelopor Filsafat Indonesia. Ketika masuk dan
menyelesaikan Studi Sarjananya di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta. ditahun 1976 dan sekaligus menyelesaikan Program
Magister-nya di Universitas tersebut.
Setelah itu, R Pramono di terima menjadi salah satu Dosen di Fakultas
Filsafat, Universitas Gadjah Mada dan juga menjadi salah satu perintis
Jurusan Filsafat Indonesia di UGM, bersamaan dengan Soenoto kala itu,
dan pernah menjabat sebagai Sekretaris Jurusan (Sekjur) di jurusan
filsafat Indonesia UGM. Bahkan selain mengajar di kampus, Ia juga
diketahui menjadi salah seorang dari Peneliti Filsafat Pancasila di
Departemen Pertahanan Keamanan, pada tahun 1975-1979.
Salah satu karya Filsafatnya yang paling fenomenal adalah buku yang
berjudul 'Menggali Unsur-unsur Filsafat Indonesia'. Dimana didalamnya
terdapat penjelasan tentang upaya untuk memperluas ruang lingkup
kajian-kajian filsafat Indonesia yang awalnya hanya mengkaji tradisi
kefilsafatan Jawa, oleh Soenoto. dengan menambahkan tradisi kefilsafatan
Batak, Minang dan Bugis. Dan juga menyampaikan terkait definisi
Filsafat Indonesia adalah 'Pemikiran-pemikiran yang tersimpul di dalam
adat istiadat serta kebudayaan daerah'.
Dapat disimpulkan bahwa filsafat Indonesia berarti segala Filsafat yang
ditemukan dalam adat dan kebudayaan kelompok etnik di Indonesia.
Sepanjang kehidupan intelektualnya yang dihabiskan dalam dunia
Filsafat, R. Pranoto telah beberapakali menulis dan menerbitkan berapa
karya-karya Filsafat. diantaranya sebagai berikut :
Penelitian Pustaka: Beberapa Cabang Filsafat di dalam Serat Wedhatama.
Terbitan 1982-1983.
Penelitian Pustaka: Gambaran Manusia Seutuhnya di dalam Serat
Wedhatama. terbitan tahun 1983-1984.
Menggali Unsur-Unsur Filsafat Indonesia. terbitan tahun 1985.

4. Prof. Drs. Jakob Sumardjo (1939-sekarang)


Jakob Sumardjo adalah salah satu tokoh pelopor kajian Filsafat Indonesia
dan pemerhati Sastra. yang memulai karier intelektual kefilsafatannya di
saat aktif menulis kolom di harian Kompas. Seperti, Pikiran Rakyat, Suara
Pembaharuan, Suara Karya dan menulis juga di Majalah Prisma, Horison
dan Basis sejak tahun 1969.
Berbekal dengan pemahaman hermeneutik yang dikuasainya, Ia telah
berhasil melakukan upaya penelusuran pada medan-medan makna dari
kebudayaan yang berbahan material seperti, lukisan, alat musik dan tarian
hingga budaya intelektual seperti. Cerita, legenda rakyat, pantun, lisan
dan teks-teks kuno. yang secara filosofis merupakan warisan begitu agung
bagi masyarakat Indonesia itu sendiri.
Pria kelahiran Klaten 26 Agustus 1939 ini, diketahui adalah salah satu
pengajar mata kuliah Filsafat Seni, Antropologi Seni, Sosiologi Seni dan
Sejarah Teater di Fakultas Seni Rupa Daerah, di Institut Teknologi
Bandung (ITB). sejak tahun 1962. Masa sekarang Ia telah menyandang
Gelar Guru Besar di Institut Seni Budaya Indonesia dan masih aktif
mengajar di Pascasarjana Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI Bandung).
Serta aktif mengajar juga di Universitas Telkom (Tek-U).
Pemikiran-pemikirannya tentang filsafat Indonesia, semuanya dituangkam
didalam beberapa karya-karya tulis yang berjudul. Buku Menjadi
Manusia, 2001. Buku Mencari Sukma Indonesia: Pendataan Kesadaran
Keindonesiaan di tengah Letupan Disintegrasi Sosial Kebangsaan, terbita
AK Group 2003. dan Buku Arkeologi Budaya Indonesia, penerbit Qalam
2002
P11

Nilai dan Etika


1. Hakikat Etika, Moral, Norma dan Kesusilaan
2. Ilmu : Bebas nilai atau Tidak bebas nilai
3. Sikap Ilmiah seorang Ilmuwan

Nilai dan Etika


1. Hakikat Etika, Moral, Norma dan Kesusilaan
Etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana
yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan
manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Etika membahas
tentang tingkah laku manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola
tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.
Jenis – Jenis Etika :
a. Etika Filosofis : non empiris dan praktis
b. Etika Teologis

Norma sebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan. Jadi norma ialah
sesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran.
Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu
perbuatan. Tetapi jika tidak adanya norma maka kiranya kehidupan manusia
akan manjadi brutal.
Macam-macam Norma:
a. Norma agama, yaitu peraturan hidup manusia yang berisi perintah dan
larangan yang berasal dari Tuhan.
b. Norma moral/kesusilaan, yaitu peraturan atau kaidah hidup yang
bersumber dari hati nurani dan merupakan nilai-nilai moral yang
mengikat manusia.
c. Norma kesopanan, yaitu peraturan atau kaidah yang bersumber dari
pergaulan hidup antar manusia. Norma sopan santun adalah peraturan
hidup yang timbul dari hasil pergulan sekelompok itu. Norma kesopanan
bersifat relatif artinya apa yang dianggapsebagai kesopananberbeda-beda
diberbagai tempat, lingkungan atau waktu. Contoh-contoh norma sopan
santun ialah:  Menghormati orang yang lebih tua.  Tidak menyela
pembicaraan.  Tidak berkata kasar,kotor, dan takabur, dan lain-lain.
Norma sopan santun sangat penting diterapkan dalam masyarakat ,karena
norma ini sangat erat kaitannya dengan msyarakat. Sekali saja ada yang
melaggar, pelanggar akan mendapatkan sanksi. Contoh sanksi ialah:
cemoohan, celaan, hinaan, atau dikucilkan dari pergaulan masyarakat.
d. Norma hukum, yaitu peraturan atau kaidah yang diciptakan oleh
kekuasaan resmi atau negara yang sifatnya mengikat atau memaksa.

Moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan
manusia, mana yang baik dan mana yang wajar. Antara etika dan moral
memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula berbedaannya, yakni etika
lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis.
Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku perbuatan
manusia secara universal (umum), sedangkan moral secara lokal. Moral
menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu.
Moral (bahasa latin moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia
lain atau orang lainnya dalam tindakan yang memilikinilai positif. Manusia
yang tidak memiliki nilai mora disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan
tidak memiliki nilai positifdi mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah
hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara explisit adalah
hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu, tanpa moral
manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi.

Kesusilaan
Leibniz seorang filsuf pada zaman Modern berpendapat bahwa kesusilaan
adalah hasil suatu “menjadi” yang terjadi didalam jiwa.Perkembangan dari
nafsu alamiah yang gelap sampai pada kehendak yang sadar, yang berarti
sampai pada kesadaran kesusilaan yang telah tumbuh lengkap, disebabkan
oleh aktifitas jiwa sendiri.Segala perbuatan kehendak kita sejak semula telah
ada.Apa yang benar-benar kita kehendaki telah terkandung sebagai benih di
dalam nafsu alamiah yang gelap.
Kesusilaan merupakan bagian kecil dari norma sehingga bisa mengenal nama
norma susila, yaitu aturan yang menata tindakan manusia dalam pergaulan
setiap hari atau seharihari. Contohnya pergaulan antara pria dan wanita.
Kesusilaandapat pula menjadi bagian dari adab dan sopan santun.

2. Ilmu : Bebas nilai atau Tidak bebas nilai


Nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik
minat seseorang atau kelompok. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi
mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai
sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping
sistem sosial dan karya. Nilai adalah sesuatu yang abstrak bukan konkret.
Nilai hanya bisa dipikirkan, dipahami, dihayati. Nilai juga berkaitan dengan
cita-cita, harapan, keyakinan, dan hal-hal yang bersifat batiniah. Menilai
berati menimbang, yaitu kegiatan manusia yang menghubungkan sesuatu
dengan sesuatu yang lain untuk mengambil suatu keputusan.

PARADIGMA ILMU TIDAK BEBAS NILAI


Ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang memiliki syarat-syarat tertentu,
memiliki objek material dan objek formal. Objek Material adalah sesuatu
yang dijadikan sasaran pemikiran, sesuatu yang diselidiki atau dipelajari yang
menjadi pokok persoalan. Sedang objek Formal adalah cara memandang, cara
meninjau dan prinsip-prinsip yang digunakan. Manusia sebagai objek
Material dan Sosiologi sebagai objek Formal
Ilmu itu terikat kepada nilai-nilai internal yaitu nilai-nilai dari syarat-syarat
tertentu, nilai-nilai dari objek Material serta nilai-nilai dari objek
Formal. Ilmu memiliki syarat-syarat tertentu; berarti Ilmu terikat kepada
beberapa hal, beberapa hal bisa saja berarti nilai-nilai. Ilmu memiliki objek
material; berarti ilmu itu terikat kepada nilai-nilai yang terkandung di dalam
objek material itu sendiri. Ilmu memiliki objek formal (cara memandang, cara
meninjau dan prinsip-prinsip yang digunakan); berarti ilmu itu terikat kepada
nilai-nilai sudut pandang, nilai dasar melakukan tinjauan dan nilai-nilai
prinsip.

PARADIGMA ILMU BEBAS NILAI


Ilmu bebas nilai dalam bahasa Inggris sering disebut dengan value free, yang
menyatakan bahwa ilmu dan teknologi adalah bersifat otonom. Ilmu secara
otonom tidak memiliki keterkaitan sama seklai dengan nilai. Bebas nilai
berarti semua kegiatan terkait dengan penyelidikan ilmiah harus disandarkan
pada hakikat
Tiga faktor sebagai indikator bahwa ilmu itu bebas nilai, yaitu:
1. Ilmu harus bebas dari pengendalian-pengendalian nilai. Maksudnya adalah
bahwa ilmu harus bebas dari pengaruh eksternal seperti faktor ideologis,
religious, cultural, dan social.
2. Diperlukan adanya kebebasan usaha ilmiah agar otonom ilmu terjamin.
Kebebasan di sisni menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan
diri.
3. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding
menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis sendiri itu bersifat universal.
3. Sikap Ilmiah seorang Ilmuwan
a. Harus punya rasa ingin tahu yang besar
Rasa ingin tahu adalah dasar untuk melakukan penelitian demi
mendapatkan sesuatu yang baru. Hal tersebut harus ada di dalam diri
sikap seorang ilmuawan. Contohnya jika melihat penyakit yang belum
diketahui penyebabnya, maka seorang ilmuwan akan sangat terangsang
untuk ingin tahu lebih lanjut, apa yang yang menyebabkan penyakit itu
muncul, seperti apa gejalanya, bagaimana cara penyembuhannya, dan
sebagainya. Ketika pertanyaan-pertanyaan semacam itu muncul, seorang
ilmuwan tidak akan diam dan merenung saja. Dia malah akan berusaha
mencari informasi melalui berbagai sumber dan berusaha memecahkan
masalah tersebut.
b. Kejujuran
Sikap jujur juga sangat penting dimiliki seorang ilmuwan. Jujur di sini
adalah selalu menerima kenyataan dari hasil penelitiannya dan tidak
mengada-ngada. Selain itu tidak boleh mengubah data hasil
penelitiannya. Contohnya daging ayam. Ketika ada ilmuwan yang
memalsukan manfaat yang terkandung pada daging ayam, maka bisa
dibayangkan seperti apa dampaknya.
c. Rajin
Rajin merupakan elemen penting untuk seorang ilmuwan. Selain itu,
ilmuwan juga tidak boleh ada kata menyerah dan putus asa. Seorang
ilmuwan mengerti cara menghilangkan malas saat bekerja. Maka dari itu,
ketika ada seseorang yang mudah putus asa dan menyerah lebih baik
untuk tidak memaksakan diri menjadi seorang ilmuwan. Sebab ilmuwan
itu akan mengulang-ulang penelitiannya untuk mendapatkan data yang
akurat. Dengan data yang akurat maka kesimpulan yang didapat juga
lebih akurat.
d. Teliti
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang akurat, maka seorang ilmuwan
harus memiliki sikap yang teliti. Dengan tindakan yang teliti, hati-hati,
dan tidak ceroboh, maka akan mengurangi kesalahan-kesalahan dalam
proses penelitian. Jika penelitian tersebut dalam meminimalisisr setiap
kesalahan, maka data yang akurat akan didapatkan. Oleh sebab itu cara
yang dilakukan untuk bekerja keras, pantang menyerah, dan ulet sangat
diperlukan seorang ilmuwan.
e. Harus Terbuka
Seorang ilmuwan harus dapat menunjukkan sikap yang terbuka. Sikap
tersebut bisa ditunjukkan dalam sikap mau menerima kritik dan juga
saran dari orang lain. Selain itu, seorang ilmuwan harus terbuka dalam
menyampaikan hasil penelitiannya. Dengan begitu, kelemahan dan
kelebihan hasil penelitiannya dapat diketahui. Kelemahan dapat
diperbaiki dan kelebihannya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
orang lain.
f. Berpendapat dengan ilmiah dan juga kritis
Setiap pendapat yang dikemukakan seorang ilmuwan harus berdasarkan
fakta yang telah diuji kebenarannya. Dia tidak boleh mengada-ada, atau
tanpa bukti yang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dengan
demikian, hasil penelitian memiliki dasar pijakan yang kuat dan juga
akurat.
g. Selalu Optimis
Seorang ilmuwan harus selalu berpikiran positif. Bagi dia, penelitian
yang dilakukannya pasti akan bermanfaat untuk makhluk hidup sehingga
tidak ada yang sia-sia. Rasa optimis ini harus selalu melekat di dalam diri
seorang ilmuwan. Dengan begitu, dia dapat meneliti sesuatu tanpa rasa
khawatir kalau nantinya apa yang sedang dikerjakan akan menjadi tidak
berguna. Untuk itu cara membangun percaya diri untuk seorang ilmuwan
itu sangatlah penting.
h. Peduli pada lingkungan
Seorang imuwan perlu memiliki sikap peduli terhadap lingkungan. Tidak
hanya dari sikap saja, seorang ilmuwan juga harus menanamkan sikap ini
dalam jiwanya karena hasil penelitian ini tidak boleh merugikan makhluk
hidup manapun. Tuhan sudah menanamkan akal kepada setiap manusia
agar dia dapat menggunakan akalnya demi kepentingan semua ciptan-
Nya bukan malah merusaknya.
i. Dapat Bekerja sama
Tanpa kerja sama, sebuah penelitian tidak akan pernah berjalan dengan
baik. Sebab, Seorang ilmuwan sekalipun membutuhkan orang lain atau
peneliti lainnya untuk dapat menyelesaikan penelitiannya. Dengan
begitu, kerapian penelitian dapat menunjang keberhasilan dan ketepatan
hasilnya.
j. Dapat bertanggung jawab
Hasil penelitian yang diperoleh dari ilmuwan harus dapat
dipertanggungjawabkan. Selain itu keselamatan tim peneliti dan
pengaruh terhadap lingkungannya juga menjadi tanggung jawab seorang
ilmuwan. Jangan sampai ketika hasil penelitannya ternyata palsu, dia
malah lari dari tanggung jawab dan lepas tangan begitu saja, apalagi
kalau sampai menyalahkan peneliti lain. Maka dari itu, seorang ilmuwan
mengerti cara menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap hasil
penelitiannya.
P12

Filsafat di Bidang Ilmu Pendidikan


1. Hakikat Pendidikan
2. Pendidikan sebagai agensi pengendalian diri dan ilmu
3. Bidang kajian Ilmu Pendidikan

Filsafat di Bidang Ilmu Pendidikan


1. Hakikat Pendidikan
Secara etimologis, kata pendidikan berasal dari kata educare (Latin)
“membesarkan”, yang terkait dengan educere “memunculkan”,
“memunculkan apa yang ada di dalam”, “mencuatkan potensi” dan mendidik,
“memimpin”.

Pendidikan merupakan transfer of knowledge, transfer of value dan transfer


of culture and transfer of religius yang semoga diarahkan pada upaya untuk
memanusiakan manusia. Hakikat proses pendidikan ini sebagai upaya untuk
mengubah perilaku individu atau kelompok agar memiliki nilai-nilai yang
disepakati berdasarkan agama, filsafat, ideologi, politik, ekonomi, sosial,
budaya dan pertahanan keamanan.
Hakikat pendidikan adalah kemampuan untuk mendidik diri sendiri. maka
hakikat pendidikan adalah sangat ditentukan oleh nilai-nilai, motivasi dan
tujuan dari pendidikan itu sendiri. Hakikat pendidikan dapat dirumuskan
sebagi berikut :
a. Pendidikan adalah proses seumur hidup– Pendidikan adalah proses
seumur hidup karena setiap tahap kehidupan seseorang akan memperoleh
pengalaman, yang berarti bisa menjadi pelajaran penting untuk pendidikan
dirinya.
b. Pendidikan adalah proses yang sistematis– Berdasar pada aktivitas yang
ada di lembaga maka pendidikan akan teregulasi dan sistematis.
c. Pendidikan adalah perkembangan individu dan masyarakat–
Maksudnya adalah kekuatan untuk perkembangan sosial, yang membawa
perbaikan dalam setiap aspek masyarakat.
d. Pendidikan adalah transformasi perilaku– Perilaku manusia akan bisa
diubah dan ditingkatkan melalui proses pendidikan.
e. Pendidikan adalah pelatihan dan pembelajaran– Indra, pikiran,
perilaku, aktivitas manusia dan keterampilan akan diasah dengan cara
yang yang baik dan benar sehingga bisa bermanfaat dan menjawab segala
masalah yang ada di sosial/masyarakat.
f. Pendidikan adalah arahan dan instruksi– Pendidikan akan
menginstruksikan dan mengarahkan manusia sehingga manusia bisa
memberdayakan dirinya semaksimal mungkin dan bisa memenuhi
kebutuhannya.
g. Pendidikan adalah hidup– Makna hidup akan berkurang dan bahkan
tidak ada artinya tanpa pendidikan. Karena setiap aspek yang ada di
kehidupan membutuhkan pendidikan untuk perkembangan yang lebih
baik.
h. Pendidikan adalah rekonstruksi berkelanjutan dari pengalaman–
Berdasarkan definisi John Dewey, pendidikan adalah rekonstruksi secara
berkesinambungan untuk mengubah pengalaman menuju cara yang
diinginkan secara sosial.
i. Pendidikan adalah kekuatan dan nila dalam diri manusia, dengan
begitu manusia berhak menjadi guru tertinggi di bumi. Dengan later
belakang tersebut, peran pendidikan sangat berarti dan tidak terhitung bagi
masyarakat (manusia). Setiap masyarakat dan bangsa perlu membawa
kebahagiaan dan kemakmuran secara menyeluruh (holistik) untuk masing-
masing individu.

Berdasarkan pernyataan guru bangsa Ki Hadjar Dewantara ada lima dasar pada
pendidikan, yakni:
a. Asas kemerdekaan; Memfasilitasi kebebasan kepada peserta didik.
Maksud dari kebebasan disini tentu sesuai dengan apa yang telah
dicanangkan dimana peserta didik tetap patuh dengan norma moral sebagai
individu dan masyarakat yang bersinergi dengan alam.
b. Asas kodrat Alam; Manusia sebagai bagian dari alam tentu bisa
mempelajari apa yang ada di alam. Bisa membacanya dan menerima
sebagaimana mestinya sebagai manusia yang wajar dan seimbang.
c. Asas kebudayaan; Berdasar pada kebudayaan bangsa, tetapi tetap melihat
dan mempelajari kebudayaan yang lebih maju. Kemajuan bukanlah
sesuatu yang buruk akan tetapi bisa digunakan untuk landasan memacu
diri.
d. Asas kebangsaan; Membentuk perpaduan satu bangsa, perasaan gotong
royong dalam senang dan sedih, dan berjuang untuk bangsa dan tetap
menghargai orang lain.
e. Asas kemanusiaan; Membimbing peserta didik menjadi manusia
seutuhnya dan sewajarnya sebagai manusia yang merupakan ciptaan
Tuhan.

2. Pendidikan sebagai agensi pengendalian diri dan ilmu


Self control atau pengendalian diri merupakan kemampuan diri dalam
mengendalikan perilaku untuk mencapai tujuan tertentu. Seorang individu
dengan pengendalian diri yang baik dapat memahami benar konsekuensi
akibat tindakan yang akan mereka lakukan.
Pengendalian diri merupakan keseluruhan dari proses yang membentuk diri
individu yang mencakup proses pengaturan fisik, psikologis dan perilaku.

Pengendalian diri atau self control dapat pula diartikan sebagai ”perbuatan
membina tekad untuk mendisiplinkan kemauan, memacu semangat, mengikis
keseganan dan mengarahkan energi untuk benar-benar melaksanakan apa
yang harus dikerjakan. Dengan memiliki pengendalian diri yang baik,
individu dapat mengoptimalkan tindakan mereka dan menahan diri untuk
berbuat yang tidak seharusnya mereka perbuat.

Karakter merupakan suatu hal yang berkaitan dengan kepribadian yang


dimiliki oleh individu. Pembentukan karakter pada individu tidaklah semudah
membentuk garis lurus, melainkan sebuah proses yang harus ditempa
sepanjang hayat dan bersifat holistic.
Seorang filsuf Yunani bernama Aristoteles telah mendefinisikan sebuah
makna karakter yang baik sebagai kehidupan dengan tindakan-tindakan yang
benar sehubungan dengan diri seseorang dan orang lain. Dapat dijelaskan,
bahwa karakter yang baik mampu mengendalikan diri termasuk mengelola
emosi diri dan mampu bertutur kata serta mampu menunjukkan mimik serta
gestur yang membuat orang lain merasa nyaman ketika melakukan interaksi
dengan individu tersebut.
Peran pendidik dalam membentuk karakter generasi muda sangatlah penting
dalam hal ini. Karena pendidik yang dapat menjadikan tujuan pendidikan
tercapai.
Sekolah merupakan medan latihan bagi para generasi muda dalam
pembentukan karakter dan mengaplikasikan karakter yang telah diajarkan
oleh para pendidik

UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat


1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Selanjutnya dalam pasal 1 ayat 2 UU tersebut dinyatakan
bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap
terhadap tuntuna perubahan zaman.

Pendidikan merupakan suatu ilmu, karena memenuhi syarat sebagai ilmu, di


samping juga memenuhi persyaratan ontologis, epistemologi dan aksiologi
tertentu. Ilmu pendidikan merupakan ilmu yang membicarakan masalah-
masalah umum pendidikan secara menyeluruh dan abstrak. Ia juga
merupakan pemikiran ilmiah yang kritis, metodis dan sistematis tentang
pendidikan. Pendidikan sebagai ilmu bersifat empiris, rokhaniah, normatif,
historis, teoritis dan praktis. Di samping itu, ia juga bersifat otonom dan
interdisipliner. Pengakuan bahwa pendidikan sebagai ilmu membawa
implikasi pada praktek pendidikan baik bagi para ilmuwan pendidikan
maupun siapa saja yang bergerak di bidang pendidikan. Memahami secara
benar dan konseptual tentang pendidikan sebagai ilmu, dapat membantu
upaya pengembangan Ilmu Pendidikan secara lebih fungsional dan relevan,
yang pada akhirnya mampu menjadi pedoman dalam melaksanakan berbagai
jenis kegiatan pendidikan

Unsur-unsur pengertian pendidikan :


a. Pembinaan kepribadian, pengembangan kemampuan atau potensi,
peningkatan dari tidak tahu menjadi tahu serta tujuan (aktualisasi diri)
b. Terjalin hubungan antara dua pihak
c. Pendidikan adalah Proses sepanjang hayat & perwujudan pembentukan
diri secara utuh.
d. Aktivitas pendidikan dapat berlangsung dalam keluarga, sekolah dan
masyarakat

3. Bidang kajian Ilmu Pendidikan


Kajian ontologis pendidikan akan mempunyai implikasi terhadap
kajian tentang tujuan pendidikan, sementara tujuan pendidikan memiliki
berbagai implikasi terhadap masalah kehidupan, yang berkenaan dengan
aspek kehidupan di dunia maupun di akhirat nanti. Dengan demikian kajian
ontologis pendidikan merupakan wilayah kajian filosofis yang tidak bisa
dipisahkan dari masalah realitas kehidupan di masyarakat.
Landasan epistemologi merupakan penjabaran dari landasan ontologi yang
menjadi rujukan tujuan yang akan dicapai. Dengan demikian masalah
epistemologi pendidikan akan mempertanyakan apa yang telah diberikan
kepada subjek didik dan mengapa diberikan pengetahuan tersebut? Demikian
pula landasan epistemologi mendasari nilai-nilai kebenaran mana yang
menjadi acuan dalam pengembangan ilmu.

Kajian Aksiologis Pedagogik


Sifat ilmu yang objektif, netral dan tidak mengenal sifat baik atua
buruk,kecuali si pemilik ilmu itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan
permasalahan aksiologis ilmu yang erat kaitannya dengan masalah bagaimana
kita memperlakukan / memanfaatkan ilmu dalam kehidupan
masyarakat.implikasi dari landasan aksiologis terhadap pendidikan, memberi
wawasan kepada pendidik/ guru untuk dapat secara kreatif mencarimakna dan
nilai manfaat dari ilu, serta metode dan strategi belajar yang efektif dan
efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran yang mendidik. Berkaitan
dengan argumen tersebut.
Ilmu pendidikan memiliki nilai aksiologis bukan hanya pada tataran hasil
pendidikan, tetapi tujuan maupun prosesnya telah menggambarkan niai-nilai
yang akan di capai, nilai-nilai proses yang dilaluinya, serta hasil yang
diharapkan. Hasil yang diharapkan setelah melalui proses yang panjang dari
kegiatan pendidikan adalah nilai keungugulan dari berkembangnya seluruh
potensi dan derajat martabat kemanusiaan, dimana pendidikan adalah sebuah
proses pemanusian manusia (humanisasi) .

Generalisasi
1. Pertanyaan ontologis pendidikan yang harus dipahami pendidik adalah
apakah pendidikan sudah mengarah kepada masalah antropologis
(manusianya), tujuan hidupnya, perkembangannya, dan lingkungan
kehidupannya di masa sekarang dan yang akan datang.
2. Pertanyaan epistemologis pendidikan yang harus dipahami pendidik
adalah (1) apakah yang telah dilakukan pendidik dengan melalui proses
belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pendidikan yang akan dicapai?
(2) apakah pendidik memahami hakikat tujuan pendidikan yang dirancang
untuk dicapai setelah kegiatan belajar mengajar selesai?
3. Pertanyaan aksiologis pendidikan yang harus dimengerti pendidik adalah
(1) apa yang para siswa pelajari di sekolah apakah mempunyai kontribusi
langsung terhadap sikap hidup, tujuan hidup, dan mencapai kebahagiaan
hidup (bukan hedonis)? (2) seberapa besar pengaruh – pengaruh belajar
matematika, IPA, IPS, Agama, PPKn, dan mata –mata pelajaran lain
terhadap kepribadian anak/siswa dalam kehidupannya?pertanyaan-
pertanyaan tersebut erat kaitannya dengan bagaimana pendidik memahami
tujuan pendidikan dari setiap pelajaran yang digunakan sebagai alat
pendidikan.
P13
Filsafat di Bidang Ilmu Pendidikan
4. Hakikat Ilmu Pendidikan
5. Objek Ilmu Pendidikan
6. Pendekatan Metode dalam Ilmu Pendidikan

Filsafat di Bidang Ilmu Pendidikan


1. Hakikat Ilmu Pendidikan
Ilmu Pendidikan adalah dua kata yang dipadukan, yakni Ilmu dan Pendidikan
yang masing-masing memiliki arti dan makna tersendiri.
Ilmu adalah Pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara
bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.

Ilmu pendidikan adalah suatu kumpulan pengetahuan atau konsep yang


tersusun secara sistematis dan mempunyai metode-metode tertentu yang
bersifat ilmiah yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala
perbuatan mendidik atau suatu proses bantuan yang diberikan oleh orang
dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya
dalam rangka mempersiapkan dirinya untuk kehidupan yang bermakna.

Peranan Dan Kedudukan Ilmu Pendidikan Dalam Penyelengaraan


Pendidikan
a. Ilmu pendidikan mempunyai Peranan sebagai perantara dalam
membentuk masyarakat yang mempunyai landasan individual, sosial dan
nsurei dalam penyelenggaraan pendidikan.
b. lmu pendidikan adalah ilmu yg mempelajari serta memproses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses,
cara, pembuatan mendidik. Ilmu pendidikan sebagai suatu ilmu harus
dapat bersifat:
1) Empiris, karena objeknya dijumpai dalam dunia pengalaman.
2) Rokhaniah, karena situasi pendidikan berdasar atas tujuan manusia
tidak membiarkan peserta didik kepada keadaan alamnya.
3) Normatif, karena berdasar atas pemilihan antara yang baik dan yang
buruk.
4) Histories, karena memberikan uraian teoritis tentang sitem-sistem
pendidikan sepanjang jaman dengan mengingat latar belakang
kebudayaan dan filsafat yang berpengaruh pada jaman tertentu.
5) Praktis, karena memberikan pemikiran tentang masalah dan ketentuan
pendidikan yang langsung ditujukan kepada perbuatan mendidik.

2. Objek Ilmu Pendidikan


Peserta didik sebagai manusia menjadi obyek ilmu pendidikan yang bersifat
material, sedangkan usaha untuk membawa peserta didik dalam mencapai
tujuan pendidikan atau kedewasaan disebut obyek pendidikan yang bersifat
formal. Upaya mendidik, membimbing dan melatih siswa menuju perbaikan
dan tanggungjawab sebagaimana dalam praktek pendidikan adalah
menyangkut persoalan-persoalan pendidikan.

Objek material dimaknai dengan suatu bahan yangmenjadi tinjauan


penelitian atau pembentukan pengetahuan. Objek material juga berarti
halyang diselidiki, dipandang atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Objek
material mencakupapa saja, baik yang konkret maupun yang abstrak, yang
materil maupun yang non-materil.Bisa pula berupa hal-hal, masalah-masalah,
ide-ide, konsep-konsep dan sebagainya
Sasaran dari objek material ini adalah peserta didik, yang memiliki ciri khas
yang perlu di pahami oleh pendidik :
1. Individu yang mempunyai potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga
merupakan insanyang unik.
2. Individu yang sedang berkembang, karena itu individu tersebut
membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi
3. Individu yang mempunyai kemampuan mandiri

Objek formal adalah bidang yan menjadi keseluruhan ruang lingkup garapan
riset pendidikan. Seperti upaya untuk mendidik, membimbing, dan melatih
siswa menuju perbaikan dan berkaitan dengan persoalan pendidikan. Objek
formal juga berarti suduttinjauan dari penelitian atau pembicaraan yang
dilakukan oleh seseorang terhadap suatu ilmu pengetahuan atau bisa
dikatakan sudut pandang darimana objek material itu disorot.

3. Pendekatan Metode dalam Ilmu Pendidikan


Metode berasal dari dua perkataan yaitu meta yang artinya melalui dan hodos
yang artinya jalan atau cara. Jadi metode artinya suatu jalan yang dilalui
untuk mencapai tujuan
Pendidikan dalam arti luas meliputi semua perbuatan dan usaha dari generasi
tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya serta
ketrampilannyakepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar
dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani
Tujuan diadakan metode adalah menjadikan proses dan hasil belajar mengajar
dalam ajaran Islam lebih berdaya guna dan berhasil guna dan menimbulkan
kesadaran peserta didik untuk mengamalkan ketentuan ajaran Islam melalui
teknik motivasi yang menimbulkan gairah belajar peserta didik.

Tugas utama metode pendidikan adalah mengadakan aplikasi prinsip-prinsip


psikologis dan paedagogis sebagai kegiatan antarhubungan pendidikan yang
terealisasi melalui penyampaian keterangan dan pengetahuan agar siswa
mengetahui, memahami, menghayati dan meyakini materi yang diberikan,
serta meningkatkan keterampilan olah pikir. Selain itu, tugas utama metode
tersebut adalah membuat perubahan dalam sikap dan minat serta memenuhi
nilai dan norma yang berhubungan dengan pelajaran dan perubahan dalam
pribadi dan bagaimana faktor-faktor tersebut diharapkan menjadi pendorong
ke arah perbuatan nyata.

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan banyaknya macam-macam metode


mengajar antara lain :
a. Tujuan yang berbeda-beda dari masing-masing bidang studi.
b. Perbedaan latar belakang dan kemampuan masing-masing anak didik.
c. Pendidikan oriental, sifat, dan kepribadian serta kemampuan dari masing-
masing guru.
d. Faktor situasi dan kondisi.
e. Tersedianya fasilitas pengajaran yang berbeda-beda

Bentuk Metode Pendidikan :


a. Metode Diakronis/ Sosiohistoris
Suatu metode mengajar ajaran islam yang menonjolkan aspek sejarah.
Metode ini memberi kemungkinan adanya studi komparatif tentang
berbagai penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan, sehingga
peserta didik memiliki pengetahuan yang relevan, memiliki hubungan
sebab-akibat, atau kesatuan integral.
b. Metode Sinkronis-Analitis
Metode yang memberi kemampuan analitis teoritis yang sangat berguna
bagi perkembangan keimanan dan mental-intelek. Metode ini tidak
semata-mata mengutamakan segi pelaksanaan atau aplikasi praktis.
Teknik pengajarannya meliputi diskusi, lokakarya, seminar, kerja
kelompok, resensi buku, lomba ilmiah, dll.
c. Metode problem-solving
Metode ini merupakan pelatihan peserta didik yang dihadapkan pada
berbagai masalah suatu cabang ilmu pengetahuan dengan solusinya.
Metode ini dapat dikembangkan melalui teknik simulasi, micro teaching,
dan critical incident.
Kelemahan metode ini adalah perkembangan pikiran peserta didik
mungkin hanya terbatas pada kerangka yang sudah tetap dan akhirnya
bersifat mekanistik
d. Metode Empiris
Suatu metode mengajar yang memungkinkan peserta didik mempelajari
sebuah ilmu melalui proses realisasi, aktualisasi, serta internalisasi norma-
norma dan kaidah islam melalui proses aplikasi yang menimbulkan suatu
interaksi sosial.
Keuntungan metode ini adalah peserta didik tidak hanya memiliki
kemampuan secara teoretis-normatif, tetapi juga adanya pengembangan
deskriptif inovasi beserta aplikasinya dalam kehidupan sosial yang nyata.
e. Metode induktif dan dedukif
P14
Permasalahan Filsafat Ilmu dan Tanggung Jawab Moral
Keilmuan
1. Ilmu dan Masyarakat
2. Ilmu dan Budaya
3. Sesat Pikir
a. kesesatan karena bahasa
b. kesesatan karena relevansi

Permasalahan Filsafat Ilmu dan Tanggung Jawab Moral Keilmuan


1. Ilmu dan Masyarakat
Sains dan teknologi adalah hal terbaik yang dapat dituntut oleh masyarakat.
Sejak Revolusi Industri pada abad ke-18, ilmu pengetahuan mengalami
kemajuan. Beberapa sektor yang dipromosikan oleh teknologi adalah energi,
ilmu fisika, informasi dan komunikasi. Dengan penemuan teknologi,
masyarakat telah berkembang pesat.

Infrastruktur sosial telah dikembangkan dengan bantuan ilmu pengetahuan


dan teknologi. Menyadari kereta api elektronik dan metode transportasi
lainnya, metode transportasi ini sebenarnya memberikan metode transportasi
yang lebih baik bagi masyarakat. Dulu hampir semuanya analog, tapi berkat
ilmu pengetahuan dan teknologi, sekarang kita semakin digital. Penemuan
layanan telepon dan radio memperluas komunikasi manusia.

Tanpa masyarakat, tidak akan ada ilmu pengetahuan dan teknologi, itulah
sebabnya penemuan alat dan peralatan tertentu dapat membantu mencapai
tujuan besar. Masyarakat tidak dapat melakukannya tanpa industri kita saat
ini. Masyarakat membutuhkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penciptaan
komputer adalah karya seni pribadi, yang merupakan tonggak sejarah dan
telah membuat kemajuan besar dalam membantu masyarakat. Komputer
membantu kita memainkan peran kita dengan memperoleh informasi
berharga yang dapat digunakan untuk memperkaya hidup kita. Pengaruh ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat diakui secara serius. Banyak orang di dunia
telah mengambil contoh akademisi dari universitas dan perguruan tinggi
untuk memimpin dalam menyelidiki hubungan antara sains dan teknologi.

2. Ilmu dan Budaya


“kebudayaan” berasal dari kata sanskerta budhayah, yaitu bentuk jamak darai
budhi yang bearti “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat
diartikan “hal-hal yang yang bersangkutan dengan akal”. Sedangkan kata
“budaya” merupakan perkembangan majemuk dari “budi daya” yang bearti
“daya dari budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, dengan “kebudayaan”
yang bearti hasil dari cipta, karsa dan rasa. Dalam bahasa inggris budaya atau
kebudayaandisebut culture, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu
mengelola atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah
atau bertani.Kata cultura juga diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa
Indonesia.

Era globalisasi saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan tumbuh sangat pesat
begitu juga dengan sosial budaya.Perkembangan ilmu ini sangat
mempengaruhi perkembangan budaya.Dahulu manusia berpergian dengan
menggunakan kuda atau onta, sekarang manusia berpergian menggunakan
motor, mobil dan sejenisnya.Sruktur sosial masyarakat dahulu cukup
dikepalai oleh kepala suku, namum dengan perkembangan ilmu, stuktur sosial
masyarakat dikepalai oleh raja atau presiden dengan konsep yang lebih
sistematis.Hal- hal diatas merupakan perubahan dari budaya yang dipengaruhi
oleh perkembangan ilmu.

unsur-unsur kebudayaan dalam tujuh unsur universal, yakni:


Bahasa, Sistem teknologi, Sistem mata pencaharian, Organisasi sosial, Sistem
pengetahuan, Religi, Kesenian

3. Sesat Pikir
Dalam logika ada banyak jenis penalaran yang sepintas benar, tetapi setelah
diteliti, penalaran tersebut sebetulnya salah. Inilah yang disebut “kesesatan”
(Latin: fallacia, Inggris: fallacy). Secara sederhana kesesatan dapat dibedakan
dalam dua kategori, yaitu kesesatan formal dan kesesatan material. Kesesatan
formal adalah kesesatan yang dilakukan karena bentuk (forma) penalaran
yang tidak tepat atau tidak sahih. Kesesatan ini terjadi karena pelanggaran
terhadap prinsip-prinsip logika mengenai term dan proposisi dalam suaru
argumen.
Sebaliknya, kesesatan material adalah kesesatan yang terutama menyangkut
isi (materi) penalaran. Kesesatan ini dapat terjadi karena faktor bahasa
(kesesatan bahasa) yang menyebabkan kekeliruan dalam menarik kesimpulan
dan juga dapat terjadi karena memang tidak adanya hubungan logis atau
relevansi antara premis dan kesimpulannya (kesesatan relevansi). Jadi
“Kesesatan Bahasa” adalah kesesatan berpikir yang terjadi karena faktor
bahasa yang menyebabkan kekeliruan dalam menarik kesimpulan.
logical fallacy atau sesat pikir adalah tipe argumen yang terlihat benar,
namun sebenarnya mengandung kesalahan dalam penalarannya.

Penggunaan sesat pikir dan penolakan terhadap argumentasi yang baik


berpotensi merusak tatanan kehidupan masyarakat apabila hal tersebut sudah
sangat mengakar dalam kegiatan pengambilan keputusan dalam aspek
kebijakan publik, pemerintahan, penyusunan aturan,dan penegakan hukum.
Seseorang yang terlatih untuk berargumentasi logis dan berpikir kritis dapat
membedakan argumen yang baik dan yang buruk. Dia juga dapat memahami
bahwa hanya dengan menggunakan dan menerima argumen yang baik serta
mengabaikan argumen yang buruk masyarakatnya akan semakin maju dan
teratur.

Ada tiga karakteristik logical fallacy:


a) ada kesalahan logika berpikir
b) ada dalam argument
c) ada kesan “menipu”

Macam-macam Logical fallacy:


a) Fallacyad hominem
b) argumentum ad populum (bandwagon)
c) Hasty Generalization (Overgeneralization)
d) Post Hoc Ergo Propter Hoc
e) slippery slope.
f) false dicotomy (black or white)

a. kesesatan karena bahasa


Kesesatan karena bahasa Disebabkan karena ambiguitas kata (biasanya
homonim), atau bisa juga karena sebuah kalimat yang berpeluang untuk
menghasilkan tafsiran yang berbeda-beda. Memiliki beberapa bentuk,
yakni: – Kesesatan karena term ekuovik: jika kata yang digunakan
memiliki arti lebih dari satu, sehingga dapat memiliki perbedaan
penafsiran
Beberapa Bentuk Kesesatan Bahasa
1) Kesesatan Aksentuasi
Dalam berbahasa engucapan terhadap kata-kata tertentu perlu
diwaspadai karena ada suku kata yang harus diberi tekanan.
Perubahan dalam tekanan terhadap suku kata dapat menyebabkan
perubahan arti. Karena itu kurangnya perhatian terhadap tekanan
ucapan dapat menimbulkan perbedaan arti sehingga penalaran
mengalami kesesatan.
2) Kesesatan Ekuivokasi
Term ekuivok adalah item yang mempunyai lebih dari satu arti.
Karena itu bila dalam suatu penalaran terjadi pergantian arti sebuah
term yang sama, maka terjadilah kesesatan penalaran.
3) Kesesatan Amfiboli
Kesesatan ini terjadi bila konstruksi suatu kalimat sedemikian rupa,
sehingga artinya menjadi bercabang. Sebuah pernyataan bersifat
amfiobi, jika artinya menjadi tidak jelaskarena letk sebuah kata atau
term tertentu dalam konteks kalimatnya. Akibatnya, timbul lebih satu
penafsiran mengenai maknanya di mana hanya salah satunya saja
yang benar, sedangkan yang lain pasti salah.
4) Kesesatan Metaforis
Antara arti kiasan dan arti sebenarnya terdapat suatu hubungan yang
bersifat analog. Artinya terdapat unsur persamaan dan sekaligus
perbedaan di antara kedua arti itu. Tetapi, bila dalam suatu penalaran
arti kiasan disamakan dengan arti sebenarnya, maka akan timbullah
kesesatan metaforis. Pencampuraadukan arti sebenarnya dan arti
kiasan dari suatu kata atau ungkapan ini sering kali disengaja seperti
yang terjadi dalam dunia lawak. Kesesatan metaforis ini dikenal pula
dengan nama kesesatan karena analogi palsu

b. kesesatan karena relevansi


Kesesatan relevansi adalah sesat pikir yang terjadi karena argumentasi
yang diberikan tidak tertuju kepada persoalan sesungguhnya, tetapi
terarah kepada kondisis pribadi dan karakteristik personal seseorang
(lawan bicara) yang sebenarnya tidak relevan untuk kebenaran atau
kekeliruan isi argumennya

Anda mungkin juga menyukai