OUTLINE FILSAFAT
BAB 1
SEJARAH FILSAFAT
B. Pembagian Filsafat
1. Filsafat Klasik
a. Latar Belakang Munculnya Filsafat
[Type text]
Secara etimologis, filsafat berasal dari beberapa bahasa, yaitu bahasa Inggris dan
bahasa Yunani. Dalam bahasa Inggris, yaitu “philosophy”, sedangkan dalam bahasa
Yunani, “philen” atau “philos” dan “sofein” atau “sophi”. Ada pula yang mengatakan
bahwa filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu “falsafah” yang artinya al-hikmah. Akan
tetapi, kata tersebut pada awalnya berasal dari bahasa Yunani. “philos” artinya cinta,
sedangkan “Sophia” artinya kebijaksanaan.Oleh karena itu filsafat dapat diartikan dengan
cinta kebijaksanaan yang dalam bahasa Arab diistilahkan dengan al-hikmah. Para ahli
filsafat disebut dengan filosof, yakni orang yang mencintai atau mencari kebijaksanaan
atau kebenaran. Filosof bukan orang yang bijaksana atau berpengaruh benar, melainkan
orang yang sedang belajar mencari kebenaran dan kebijaksanaan.Filsafat pertama kali
muncul di Yunani, Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales dari
Mileta. Filosof-filosof Yunani yang terbesar yaitu Socrates, Plato, dan Aristoteles.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang
beradab lain kala itu seperti Israel atau Mesir. Jawabannya di Yunani tidak seperti di
daerah lain-lainya tidak ada kasta pendeta sehingga orang lebih bebas.Munculnya filsafat
ditandai dengan runtuhnya mitos-mitos dan dongeng-dongeng yang selama itu menjadi
pembenaran terhadap setiap gejala alam. Manusia pada waktu itu melalui mitos-mitos
mencari keterangan tentang asal-usul alam semesta dan tentang kejadian yang
berlangsung di dalamnya.
Ada dua bentuk mitos yang berkembang pada waktu itu, yaitu mitos kosmogonis
yaitu mitos yang mencari tentang asal usul alam semesta, dan mitos, kosmologis yaitu
mitos yang berusaha mencari keterangan tentang asal usul serta sifat kejadian di alam
semesta. Meskipun memberikan jawaban-jawaban tersebut diberikan dalam bentuk mitos
yang lolos dari control akal (rasio).Cara berfikir seperti itu berlangsung sampai abad ke-6
sebelum masehi, sedangkan sejak abad ke-6 masehi orang mulai mencari jawaban-
jawaban rasional tentang asal-usul dan kejadian alam semesta.Pencarian kebijaksanaan
bermakna menyelusuri hakikat dan sumber kebenaran. Alat untuk menemukan
kebijaksanaan adalah akal yang merupakan sumber primer dan berfikir. Oleh karena itu,
kebenaran filosofis tidak lebih dari kebenaran berfikir yang rasional dan radikal.Dalam
ilmu filsafat yang identik dengan pertanyaan-pertanyaan yang kemudian Filsafat selalu
mencari jawaban-jawaban, sekalipun jawaban-jawaban yang ditemukan tidak pernah
flowing upon yen” (Engkau tidak dapat terjun kesungai yang sama dua kali karena sungai
itu selalu mengalir) (Warner, 1961:26).
Menurutnya segala sesuatu selalu berada dalam perubahan (Panta Rhei)
Pranarka melihat bahwa pandangan Herakleitos inilah yang kemudian hari banyak
berkaitan dengan relativisme, skeptisisme, dan anarki. Herakleitos sendiri berbicara
tentang logos.
- Aliran Pythagorean dengan tokohnya Pythagoras (532 SM) adalah ahli filsafat dan ilmu
ukur. Ia mengatakan bahwa bumi itu bulat atau tidak datar. Ia berpendapat bahwa ukuran
kepastian dan kebenaran adalah problem “system angka” numerical. Masalah
keselamatan termasuk kebersihan jiwa juga dipandang sebagai problem numerical.
- Aliran Elea (mereka berasal dari pemikiran tentang sesuatu itu yang ada/ Filsafat ada)
mempunyai tokoh-tokoh seperti Xenophanes, Parmenides, dan Zeno.
Zenophanes menentang konsep tentang Tuhan atau dewa yang antropomorfis. Ia
mengatakan bahwa Yang Ilahi tiada awalnya. Ia adalah kekal, Esa dan Universal.
Seorang tokoh yang paling berpengaruh disini adalah Parmenides yang sangat
mengutamakan akal. Ia sangat berpengaruh dalam bidang Ontologi dan Epistemologi.
Yang perlu diperhatikan dari tokoh ini adalah hal yang berkenaan dengan masalah satu
dan banyak, tetap atau ebrubah, absolut dan relative. Ia dipandang sebagai tokoh yang
berbeda secara tegas dengan Herakleitos. Ia berpendapat bahwa segala sesuatu itu satu
dan tetap adanya, selain itu tidak ada perubahan. Kalaupun ada itu hanya sekedar
ilusi. Zeno, sejalan dengan Parmenides, memberikan pemikiran2 yang menentang
pluralitas dan gerak. Dan ruang kosong adalah sama2 mustahil.
Protagoras
Salah seorang tokoh dibarisan sofis ialah Protagoras. Ia menyatakan bahwa manusia
adalah ukuran kebenaran (Mayer, 1950-84). Pernyataan ini merupakan tulang punggung
humanisme. Pernyataan yang muncul ialah apakah yang dimaksudnya manusia individu
ataukah manusia pada umumnya. Memang dua hal ini menimbulkan konsekuensi yang
sungguh berbeda. Akan tetapi, tidak ada jawaban yang pasti, mana yang dimaksud oleh
Protagoras. Yang jelas ialah ia menyatakan bahwa kebenaran itu bersifat pribadi (private)
akibatnya ialah tidak akan ada ukuran absolut yang etika, metafisika, maupun agama.
I know nothing”.memang filsafat bermula dari jika sesorang belajar bagaimana meninjau
kembali kepercayaan yang telah sejak kecil dianut, itu artinnya harus meninjau kembali
keyakinan dan meragukan aksioma pengetahuan
Akhirnya, Sokrates berkeyakinan, bahwa hidup berkeutamaan merupakan tujuan
utama terbaik setiap manusia. Ia berpikir bahwa tidaklah memungkinkan seorang yang
hidupnya bahagia, memiliki moralitas yang buruk. Keyakinan ini tersurat secara terang
dalam Apologia, “Aku tidak pernah melakukan apapun selain meyakinkan kalian semua,
bahwa janganlah kalian berpikir terlebih dahulu tentang harta benda, dan manusia, akan
tetapi pertama, dan terutama perhatikanlah jiwa mu yang agung itu! Aku katakan
padamu, bahwa keutamaan tidak datang dari uang, akan tetapi uang dapat hadir dari
keutamaan, selain itu dari keutamaan pula yang nantinya menghadirkan manusia –
manusia berkeutamaan lainnya, hingga akhirnya melahirkan massa rakyat berkeutamaan”
Inilah tugas kaum filsuf, untuk menelanjangi kekeliruan – kekeliruan kehidupan,
dan membawa massa rakyat pada kebaikan sejati, serta membantu mereka mencapai cita
– cita setiap umat manusia, yaitu kebahagiaan sejati yang dalam bahasa Yunani dikenal
sebagai eudaimonia, yang berarti bersama yang ilahi.
Menurut Plato negara ideal terbagi menjadi tiga, sebagaimana sama dengan
pembagian jiwa manusia, yang dikenal dengan nama “ Plato’s Tripartite Theory of the
Soul “ ( Teori Plato tentang tiga bagian jiwa ). Kesamaan dari tiga pembagian ini
dihubungkan oleh Plato sebagai berikut :
Kelas penasehat/pembimbing (counsellor) ialah para cendekiawan atau para filsuf,
yang sejajar dengan fikiran/akal manusia (nous).
Kelas pembantu (the state-assistants) ialah militer, yang sejajar dengan
semangat/keberanian (thumos).
Kelas penghasil (money makers), ialah para petani, pengusaha dan lainnya, yang
sejajar dengan keinginan/kebutuhan (Epithuma).
Jika orang-orang sofis banyak menganggap bahwa manusia tidak akan mampu
memperoleh kebenaran, Aristoteles dalam Metaphysics menyatakan bahwa manusia
dapat mencapai kebenaran. Sala satu teori metafisika Aristoteles yang penting ialah
pendapatnya yang mengatakan bahwa, matter dan form itu bersatu,
A. Kaum Sofis
Sofis adalah nama yang diberikan kepada sekelompok filsuf yang hidup dan berkarya
pada zaman yang sama dengan Socrates. Mereka muncul pada pertengahan hingga akhir
abad ke-5 SM. Sebelum abad ke-5 sebutan “Sofis” (sophistes) belum digunakan untuk
menyebut para kaum Sofis. Sebelum abad ke-5 arti istilah itu adalah “seorang yang
bijaksana” atau “seorang yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu”. Istilah ini
sering diartikan “sarjana” atau “cendekiawan”. Herodotos memakai nama sophistes untuk
Pythagoras. Pengarang Yunani yang bernama Androtion (abad ke-4 SM) menggunakan
nama ini untuk menunjukkan “ketujuh orang bijaksana” dari abad ke-6 dan Sokrates.
Lysias, ahli pidato Yunani yang hidup sekitar permulaan abad ke-4 memakai nama ini
untuk Plato. Pada abad ke-4 para “sarjana” atau “cendikiawan” bukan lagi disebut “sofis”
akan tetapi “filosofos” (philosophos), sedangkan nama sophistes khusus dipakai untuk
guru-guru yang berkeliling dari kota ke kota untuk mengajar dan memainkan peranan
penting dalam masyarakat Yunani. Akhirnya sebutan “Sofis” menjadi suatu sebutan yang
tidak harum lagi, karena seorang Sofis adalah “orang yang menipu orang lain dengan
memakai alasan-alasan yang tidak sah”. Para guru yang bekeliling tersebut dituduh
sebagai orang-orang yang meminta uang bagi ajaran mereka.
Kaum Sofis muncul pada pertengahan abad ke-5 SM. Beberapa orang filsuf sofis yang
terkenal tidak berasal dari Athena, namun semua nya pernah mengunjungi dan berkarya
di Athena.
BAB II
FILSAFAT ABAD MULA-MULA
bahwa tidak selayaknya bangsa Yunani dijadikan budak, namun mereka tidak
berpendapat demikian mengenai bangsa Barbar.
Aleksander yang tidak sepenuhnya bangsa Yunani mencoba meruntuhkan sikap
superioritas ini. Ia sendiri mengawini dua putri barbar, dan ia memaksa para pengikutnya
untuk menikahi kaum perempuan Persia. Banyak terjadi perkawinan silang antara
pasukan yang dibawa Aleksander yang kemudian menikahi kaum perempuan pribumi.
Dampak dari kebijakan ini adalah timbulnya konsepsi tentang umat manusia sebagai
suatu keseluruhan di dalam pemikiran orang-orang terpelajar. Sikap inipun menciptakan
hasil berupa hubungan timbal balik antara bangsa Yunani dan bangsa Barbar. Orang
Barbar memetik sesuatu hal dari ilmu pengetahuan Yunani, sedangkan orang Yunani
mendapat banyak pelajaran dari takhayul bangsa Barbar. Peradaban Yunani, setelah
menjangkau wilayah lebih luas, menjadi tidak sepenuhnya Yunani. Pembauran serta
penerimaan budaya yang berbeda, namun masih Yunani (mengadopsi budaya Yunani)
inilah yang dikenal dengan Helenisme, sebuah paham “ke-Yunani-an” yang menerima
bangsa lain dalam kehidupan bermasyarakatnya dibawah pemerintahan Aleksander
2. Perkembangan dalam Dunia Filsafat
Hellenisme di bagi menjadi dua fase, yaitu fase Hellenisme dan fase Hellenisme
Romawi. Fase Hellenisme adalah fase yang ketika pemikiran filsafat hanya dimiliki oleh
orang-orang Yunani. Adapun fase Hellenisme Romawi ialah fase yang sudah datang
sesudah fase hellenisme, dan meliputi semua pemikiran filsafat yang ada pada masa
kerajaan romawi, yang ikut serta membicarakan peninggalan pikiran Yunani, antara lain
pemikiran Romawi di barat dan di timur yang ada di mesir dan di siria. Fase ini dimulai
dari akhir abad ke-4 sebelum masehi sampai pertengahan abad ke-6, Masehi di Bizantium
dan roma, atau sampai masa penerjemahan di dunia arab.
Pada masa ini, aliran-aliran etis yang menekankan pada persoalan-persoalan tentang
kebijaksanaan hidup yang praktis disamping itu juga ada aliran-aliran yang diwarnai
pemikiran keagamaan. Jadi, secara garis besarnya sifat filsafat sesudah Aristoteles atau
pada masa Helenisme dapat dibagi menjadi dua, masa Etik dan masa Religi. Yang
termasuk aliranyang bersifat Etis diantaranya adalah aliran Stoa, Epikorus, dan Skeptis.
Sedangkan yang termasuk aliran yang diwarnai agama diantaranya adalah filsafat Neo-
Pythagoras, filsafat Plotinus Tengah, filsafat Yahudi dan Neoplatonisme.
1. Masa Patristik
Istilah pratistik berasal dari kata Latin pater atau bapak, yang artinya para pemimpin
gereja. Para pemimpin gereja ini dipilih dari golongan atas dan atau golongan ahli pikir.
Dari golongan ahli pikir inilah menimbulkan sikap yang beragam pemikirannya. Mereka
ada yang menolak filsafat Yunani dan ada yag menerimanya. Bagi mereka yang menolak,
alasanya karena beranggapan bahwa sudah mempuyai sumber kebenaranyaitu firman
Tuhan, an tidak dibenarkan apabila mencari sumber kebenaran yang lain seperti dari
filsafat Yunani. Bagi mereka yang yang menerima sebagai alasannya beranggapan bahwa
walaupun telah ada sumber kebenaran yaitu firman Tuhan, tetapi tidak ada jeleknya
menggunakan filsafat Yunani hanya diambil metodosnya saja (tata cara berfikir). Juga,
walaupun filsafat Yunani sebagai kebenaran manusia, tetapi manusia juga sebagai ciptaan
Tuhan. Jadi, mereka/menerima filsafat Yunani diperbolehkan selama dalam hal-hal
tertentu tidak bertentagan dengan agama.
Perbedaan pendapat tersebut berkelanjutan, sehingga orang-orang yang menerima
filsafat Yunani menuduh bahwameeka (orang-orang Kristen yang menolak filsafat
Yunani) itu menarik. Kemudian, orang-orang yang dituduh munafik tersebut
[Type text]
menyangkal, bahwa tuduhan tersebut dianggap fitnah. Dan pembelaan dari orang-orang
yang menolak filsafat Yunani mngatakan bahwa dirinyalah yang bena-benar hidup
sejalan dengan Tuhan.
b. Justinus Martyr
Nama aslinya Justinus, kemudiam nama Martyr diambil dari istilah “orang-orang
yang rela mati hanya untuk kepercayaan”. Menurut pendapatnya, agama Kristen bukan
agama baru karena Kristen lebih tua dari filsafat Yunani, dan Nabi Musa dianggap
sebagai awal kedatangan Kristen. Padahal, Musa hidup sebelum Socrates dan Plato.
Socrates dan Plato sendiri sebenarnya telah menurunkan hikmahnya dngan mmakai
hikmah Musa. Selanjutnya dikatakan bahwa filsafat Yunani ini mengambil dari kitab
Yahudi. Pandangan ini didasarkan bahwa Kristus adalah logos. Dalam mengembangkan
aspek logosnya ini orang-oran Yahudi (Socrates, Plato dan Lain-lain) kurang memahami
apa yang terkandung dan memancar dari logosnya, yaitu pencerahan sehingga orang-
orang Yunani dapat dikatakan menyimpang dari ajaran murni. Mengapa mereka
menyimpang? Karena orang-orang Yahudi terpengaruh oleh demon atau setan. Demon
atau setan tersebut dapat mengubah pengetahuan yang benar kemudian dipalsukan. Jadi,
agama Kristen lebih bermutu dibanding dengan filsafat Yunani. Demikian pembelaan
Justinus Martir.
c. Klemens ( 150 – 215 )
Ia juga termaksud pembela Kristen, tetapi ia tidak membenci filsafat Yunani. Pokok-
pokok pikirannya adalah sebagai berikut:
Memberikan batasan-batasan terhadap ajaran Kristen untuk memprtahankan diri dari
otoriter filsafat Yunani;
Memerangi ajaran yang anti terhadap Kristen dengan menggunakan filsafat Yunani;
Bagi orang Kristen, filsafat dapat dipakai untuk membela iman Kristen, dan
pemikiran secara mendalam;
d. Tertullianus (160-222)
Ia dilahirkan bukan dari keluarga Kristen, tetapi setelah melaksanakan pertobatan ia
menjadi gigih membela Kristen secara fanatik. Ia menolak khadiran filsafat Yunani
karena filsafat dianggap sesuatu yang tidak perlu. Baginya berpendapat, bahwa wahyu
Tuhan sudahlah cukup. Tidak ada hubugan antara teologi dengan filsafat, tidak ada
3. Masa Skolastik
Istilah Skolatik adalah kata sifat yang berasal dari kata school, yang berarti sekolah.
Jadi, skolastik berarti aliran atau yang berkaitan dengan sekolah. Perkataan skolastik
merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan. Terdapat beberapa
penegrtian dari cork khas Skolatik, sebagai berikut;
Filsafat Skolatik adalah filsafat yang mempunyai corak semata-mata agama. Skolatik
ini sebagai bagian dari kebudayaan abad pertengahan yang religius.
Filsafat Skolatik adalah filsafat yang mengabdi pada teologi atau filsafat yang
rasional memecahkan persoalan-persoalan mengenai berfikir, sifat ada, kejasmanian,
kehormatan, baik buruk. Dari rumusan tersebut kemudian muncul istilah skolastik
Yahudi, skolastik Arab dan lain-lainnya.
Filsafat Skolastik adalah suatu sistem filsafat yang termasuk jajaran enegetahuan
alam kodrat, akan dimasukkan ke dalam bentuk sintesis yang lebih tinggi anatar
kepercayaan dan akal.
Filsafat Skolastik adalah filsafat Nasrani karena banyak diperngaruhi leh ajaran
gereja.
Faktor Skolastik ini dapat berkambang dan tumbuh karena beberapa faktor, diantaranya
faktor Religius dan fakktor Ilmu Pengetahuan.
a. Skolastik Awal (800-1200)
Sejak abad ke-5 hingga ke-8 Masehi, pemikiran filsafat Patristik mulai merosot,
terlebih lagi pada abad ke-6 dan 7 dikatakan abad kacau. Hal ini disebabkan pada saat itu
[Type text]
terjadi serangan terhadap Romawi sehingga kerajaan Romawi beserta peradabannya ikut
runtuh yang telah dibangun selama berabad-abad.
Baru pada abad ke-8 Masehi, kekuasaan berada di bawah Karel Agung (742 – 814)
dapat memberika suasana ketenangan dalam bidang politik, kebudayaan, dan ilmu
pegetahuan, termaksud kehidupan manusia serta pemikiran filsafat yang semuanya
menampakkan mulai adanya kebangkitan. Kebangkitan inilah yang merupakan
kecermelangan abad pertengahan, di mana arah pemikiran berbeda sekali dengan
sebelumnya.
Tokoh-tokohnya :
b. Peter Abaelardus (1079 – 1180)
Ia dilahirkan di Le Pallet, Perancis. Ia mempunyai kepribadian yang keras dan
pandangannya sangat tajam sehingga sering kali bertengkar engan para ahli pikir dan
pejabat gereja. Ia termaksud orang konseptualisme dan sarjana terkenal dalam sastra
romantik, sekaligus sebagai rasionalistik, artiya peranan akal dapat menundukkan
kekuatan iamn. Iman harus mau didahului akal. Yang harus dipercaya adalah apa yang
telah disetujui atau dapat diterima oleh akal. Berbeda dengan Anselmus yang mengatakan
bahwa berfikir harus sejalan sengan man. Aberlardus memberikan alasan bahwa berfikir
itu berada di luar iman (di lur kepercayaan). Karena itu berfikir merupakan sesuatu yang
berdiri sendiri. Hal ini sesuai dengan metode dialektika yang tanpa ragu-ragu
ditunjukkan dalam teologi, yaitu bhwa teologi harus memberikan tempat bagi semua
bukti-bukt. Dengan demikian, dalam teologi itu iman hampr kehilangan tempat. Ia
mencontohkan, seperti ajaran Trinitas juga berdasarkan pada bukti-bukti, termaksud bukti
dalam wahyu Tuhan.
Johanes Scotus Eriugena (815 – 870)
Ia adalah seorang yang sangat ajaib sekali. Ia menguasai bahasa Yunani dengan amat
baik pada suatu zaman orang banyak hampir tidak mengenal bahasa itu. Juga ia berhasil
menyusun suatu sistem filsafat yang teratur serta mendalam pada suatu zaman ketika
orang masih berfikir hanya dengan mengumpulkan pendapat-pendapat orang lain saja.
Sekalipun demikian ia masih juga dipengaruhi tokoh-tokoh lain, yaitu Augustinus dan
Dionisios dari Aeropagos.
BAB III
FILSAFAT ABAD MODERN
mana pada masa-masa ini, Teologi sangat dijunjung tinggi, teologi menjadi ratu dalam
ilmu pengetahuan. Pada masa inilah juga yang menjadi dasar kebenaran dari semua ilmu
pengetahuan adalah wahyu Allah dan kebanyakan para filsufnya adalah filsuf teolog.
Maka muncullah aliran Skolastik yang melahirkan universitar-universitas dan biara-biara.
Semua orang-orang pintar belajar di biara-biara karena teologi menjadi ratu ilmu
pengetahuan. Pada abad inilah disebut sebagai dark age (masa kegelapan) Akan tetapi
seiring berjalannya masa ke masa, gereja mulai kehilangan keseimbangan dan mulai
terlena. Paus memegang kekuasaan tertinggi dalam menentukan kebenaran juga para
klerus bersama-sama banyak melakukan penyimpangan. Mereka mulai terlena dengan
kekuasaan, semua yang nampaknya kebenaran itu dimanfaatkan demi mencapai
kekuasaan. Akhirnya, mulailah puncul suatu pergolakan atau hasrat untuk keluar dari
tekanan-tekanan untuk menyampaikan pemikiran-pemikiran ilmu pengetahuan. Karena
adanya dominansi gereja inilah, maka ada rasa pemberontakan terhadap yang dianggap
sebagai kebenaran itu. Kemudian yang menjadi ciri dari abad modern ini adalah
munculnya dan berkembangnya teknologi-teknologi canggih dan ini menjadi suatu alat
dalam penyebarluasan pemikiran-pemikiran filsuf. Akibat dari kekuasaan Romawi adalah
dibangunnya jalan-jalan dan pelabuhan, dan dari Yunani adalah budaya dan bahasa yang
dikenakan kepada semua wilayah kekuasaan pemerintahan Yunani. Pada abad ini, dalam
pemikirannya menggunakan rasio, karna para filsuf beranggapan bahwa untuk atau dalam
menentukan suatu kebenaran juga diperlukan rasio. Namun dalam pergolakan abad
modern ini, rasio adalah yang menjadi dasar kebenaran atau dikenal dengan
Rasionalisme.
B. Menuju Zaman Baru “Renaissance”
“Renaissance” berarti kelahiran kembali. Maksudnya ialah usaha untuk
menghidupkan kembali kebudayaan Klasik (Yunani-Romawi). Pada saat orang mencari
jalan-jalan baru yang memberikan alternative untuk kebudayaan yang tradisional (yang
sama sekali diresapi oleh suasana Kristiani), perhatian diarahkan pada satu-satunya
kebudayaan lain yang masih mereka kenal yaitu kebudayaan Yunani-Romawi.
Kebudayaan Klasik tersebut sangat didewa-dewakan dan diambil sebagai contoh untuk
segala bidang kultural. Sudah dalam abad 14 Renaissance mulai berkembang dalam
kesusastraan Italia. Tokoh-tokoh yang pertama ialah pengarang-pengarang yang bernama
diluar manusia sunguh-sungguh ada suatu dunia materil. Dengan demikian Descartes
membuktikan adanya dunia melalui adanya Allah.
c. Manusia
Manusia terdiri dari dua substansi tadi yaitu jiwa yang adalah pemikiran dan tubuh
adalah keluasan. Sebenarnya tubuh tidak lain daripada suatu mesin yang dijalankan oeleh
jiwa. Karenasetiap substansi samasekali terpisah darisubstansi lain. Maka sudah jelas
bahwa Descartes ini menganut Dualisme tentang manusia. Oleh sebab itulah ia sangat
sulit untuk mencari pengaruh antara jiwa atas tubuh dan juga sebaliknya.
1. Rasonalisme Sesudah Descartes
Aliran filsafat dari Descartes ini biasanya disebut dengan istilah rasionalisme, karena
sangat mementingkan rasio. Dalam rasio terdapat idea-idea dengan itu orang dapat
membangun suatu ilmu pengetahuan tanpa menghiraukan realitas diluar rasio.
Nicholas Malebranche (1638-1751)
Tentang masalah substansi ia mengikuti pemikiran dari Descartes, akan tetapi
tentang hubungan antara jiwa dan tubuh, ia mempunyai suatu pemecahan tersendiri.
Pendiriannya dalam hal ini biasanya dinamakan Okasionalisme (Occasio= kesempatan).
Ia mempertahankan sekali bahwa jiwa tidak dapat mempengaruhi tubuh dan sebaliknya
tubuh tidak dapat mempengaruhi jiwa. Tetapi dalam kesempatan terjadinya perubahan
Allah menyebabkan perubahan yang sesuai dengannya alam jiwa dan sebaliknya juga.
Misalnya adalah jika tangan terbakar oleh api maka Allah mengakibatkan rasa sakit pada
jiwa.
Baruch De Spinoza (1632-1677)
Lahir di Amsterdam. Orangtuanya adalah orang Yahudi yang berpindah dari Portugal
ke negeri Belanda. Ia sangat mengutamakan kebebasan pemikiran, juga dalam bidang
agama. Oleh karena itu ia dikucilkan dari umat Yahudi. Bukunya yang penting ialah
Ethica, Ordine Geometrico demonstranta. (etika yang dibuktikan dengan cara geometris).
Menurutnya hanya ada satu substansi, yaitu Allah. Dan satu substansi ini meliputi
baik dunia maupun manusia. Itulah sebabnya pendiriannya ini disebut Panteisme. Allah
disamakan dengan segala sesuatu yang ada. Ia beranggapan juga bahwa satu substansi ini
mempunyai ciri-ciri yang tak terhingga jumlahnya dan setiap ciri mengekspresikan
hakekat Allah seluruhnya. Bagi Spinoza tidak ada lagi suatu persoalan mengenai
2. Empirisme
Bertentangan dengan rasionalisme yang mengindahkan rasio sebagai sumber utama
pengenalan, maka pada sesudah Descartes di Inggris timbul suatu aliran lain yang
dinamakan empirisme. Istilah ni berasal dari kata Yunani empeira yang berarti
pengalaman inderawi. Empirisme memilih pengalaman sebagai sumber utama
pengenalan dan yang diamksudkan dengannya ialah baik pengalaman lahiriah yang
menyangkut dunia maupun pengalaman batinisah yang menyangkut pribadi manusia saja.
Thomas Hobbes (1588-1679)
Menganggap pengalaman inderawi sebagai permulaan segala pengenalan. Pengenalan
intelektual tidak lagi daripada semacam kalkulus, yaitu penggabungan data-data inderawi
yang sama dengan cara berlain-lainan. Tetang dunia manusiam ia menganut suatu
pendapat materialistis. Menurut Hobbes seluruh dunia, termasuk juga manusia
merupakan suatu proses ayng berlangsung dengan tiada henti-hentinya atas dasar hokum-
hukum mekanisme saja.
Bagian ajaran Hobbes yang terutama menjadi masyur ialah pendapatnya dalam
bidang filsafat politik.di sini bukunya yang terpenting adalah Leviathan. Ia mengingkari
bahwa manusia pada hakekatnya adalah mahluk social. Satu-satunya kecondongan
manusia.
John Locke (1632-1704)
Mengagumi metode Descartes, tetapi tidak menyetujui isi ajarannya. Menurut Locke,
mula-mula rasio manusia harus dianggap as a white paper dan seluruh isinya berasal dari
pengalaman. Pengalaman itu sendiri dibagi ke dalam dua yaitu pengalaman lahiriah dan
pengalaman batiniah. Kedua sumber pengalaman ini menghasilkan idea-idea tunggal.
Manusia dianggap memiliki yang namanya tabula rasa. Pemikirannya adalah bahwa
sensasi tidak dapat diraih tetapi refleksi dialami dan dapat dialami. Tetapi sensasi lebih
baik dari pada refleksi.
George Berkeley (1685-1753)
Lahir di Irlandia dan pada tahun 1734 menjadi uskup Anglikan di Cloyne (Irlandia).
Berdasarkan prinsip-prinsip empirisme, Barceley merancangkan teori yang
dinamakannya “Imaterialisme”. Sebagaimana telah kita lihat, Locke masih menerima
adanya substansi-substansi materiil. Yang ada hanyalah ciri-ciri yang diamati,atau
BAB IV
FILSAFAT ABAD POST-MODERN
A. Pengertian Post-Modern
Postmodernisme adalah faham yang berkembang setelah era modern dengan
ostmoder-nya. Postmodernisme bukanlah faham tunggal sebuat teori, namun justru
menghargai teori-teori yang bertebaran dan sulit dicari titik temu yang tunggal.Banyak
tokoh-tokoh yang memberikan arti postmodernisme sebagai kelanjutan dari ostmoder.
Namun kelanjutan itu menjadi sangat beragam. Bagi Lyotard dan Geldner, ostmoder
adalah pemutusan secara total dari ostmoder. Bagi Derrida, Foucault dan Baudrillard,
Penekanan akan terjadinya pergolakan pada identitas personal maupun sosial secara
terus-menerus, sebagai ganti dari permanen yang amat mereka tentang.
Pengingkaran atas semua jenis ideology. memudarnya kepercayaan pada agama yang
bersifat transenden (meta-narasi); dan diterimanya pandangan pluralisme relativisme
kebenaran
Pengingkaran atas setiap eksistensi obyektif dan kritikan tajam atas setiap
epistemology.
Pengingkaran akan penggunaan metode permanen dan paten dalam menilai ataupun
berargumen. Semakin terbukanya peluang bagi klas-klas sosial atau kelompok untuk
mengemukakan pendapat secara lebih bebas. Dengan kata lain, era postmodernisme
telah ikut mendorong bagi proses demokratisasi
Konsep berfilsafat pada era postmodernisme adalah hasil penggabungan dari
berbagai jenis pondasi pemikiran , mereka tidak mau terkungkung dan terjebak dalam
satu bentuk pondasi pemikiran filsafat tertentu.
BAB V
HUBUNGAN FILSAFAT DAN AGAMA
menyebabkan pandangan pemikir tentang filsafat juga berbeda. Oleh sebab itu, banyak
orang memberikan pengertian yang berbeda pula tentang filsafat.
Herodotus mengatakan filsafat adalah perasaan cinta kepada ilmu kebijaksanaan
dengan memperoleh keahlian tentang kebijaksanaan itu. Plato mengatakan filsafat adalah
kegemaran dan kemauan untuk mendapatkan penge-tahuan yang luhur. Aristoteles (384-
322 sm) mengatakan filsafat adalah ilmu tentang kebenaran. Cicero (106-3 sm.)
mengatakan filsafat adalah pengetahuan terluhur dan keinginan untuk mendapatkannya.
Thomas Hobes (1588-1679 M) salah seorang filosof Inggris mengemukakan filsafat
ialah ilmu pengetahuan yang menerangkan hubungan hasil dan sebab, atau sebab dan
hasilnya dan oleh karena itu terjadi perubahan. R. Berling mengatakan filsafat adalah
pemikiran-pemikiran yang bebas diilhami oleh rasio mengenai segala sesuatu yang
timbul dari pengalaman-pengalaman.
Alfred Ayer mengatakan filsafat adalah pencarian akan jawaban atas sejumlah
pertanyaan yang sudah semenjak zaman Yunani dalam hal-hal pokok. Pertanyaan-
pertanyaan mengenai apa yang dapat diketahui dan bagaimana mengetahuinya, hal-hal
apa yang ada dan bagaimana hubungannya satu sama lain. Selanjutnya
mempermasalahkan apa-apa yang dapat diterima, mencari ukuran-ukuran dan menguji
nilai-nilainya apakah asumsi dari pemikiran itu dan selanjutnya memeriksa apakah hal itu
berlaku.
Immanuel Kant (1724-1804 M) salah seorang filosof Jerman mengatakan filsafat
adalah pengetahuan yang menjadi pokok pangkal pengetahuan yang tercakup di
dalamnya empat persoalan : yaitu Apa yang dapat diketahui, Jawabnya : Metafisika. Apa
yang seharusnya diketahui ? Jawabnya : etika. Sampai di mana harapan kita ?
Jawabnya :Agama. Apa manusia itu ? Jawabnya Antropologi. Jujun S Suriasumantri
mengatakan bahwa filsafat menelaah segala persoalan yang mungkin dapat dipikirkan
manusia. Sesuai dengan fungsinya sebagai pionir, filsafat mempermasalahkan hal-hal
pokok, terjawab suatu persoalan, filsafat mulai merambah pertanyaan lain.
Ir. Poedjawijatna mengatakan filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang
sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka. Titus memberikan
definisi bahwa filsafat itu adalah sikap kritis, terbuka, toleran, mau melihat persoalan
Selain itu Liang Gie mengemukakan metode yang berbeda dalam pembahasan ini. Ia
meninjau filsafat dan segi pelaku filsafat sendiri. Menurutnya pelaku filsafat itu terdiri
atas beberapa kelompok, antara lain :
Pertama pengejek filsafat, yaitu orang-orang yang mencemoohkan atau memperolok-
olokan filsafat maupun filosof karena ketidaktahuannya.
Kedua peminat filsafat, yaitu seseorang yang sekedar mempunyai arah hidup,
pandangan dunia, ukuran moral atau telah membaca karya filsafat sehingga tertarik
kepada filsafat.
Ketiga penghafal filsafat, pada umumnya mereka ialah mahasiswa yang kerjanya
sehari-hari menghafal buku atau diktat filsafat untuk menghadapi ujian yang
diberikan oleh dosennya.
Keempat sarjana filsafat, yaitu mahasiswa yang lulus di perguruan tinggi filsafat
dengan memperoleh gelar sarjana atau lainnya.
Kelima pengajar filsafat, yaitu sarjana yang memberikan kuliah dalam mata kuliah
filsafat atau salah satu cabangnya di perguruan tinggi.
Keenam pemikir filsafat, yaitu seorang pemikir dalam bidang filsafat, dan itulah yang
sebenarnya disebut filosof. Filosof ialah seorang yang senantiasa memahami
persoalan-persoalan filsafat dan terus menerus melakukan pemikiran terhadap
jawaban-jawaban dari persoalan-persoalan itu dari waktu ke waktu dan diungkapkan
dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Itulah di antara definisi yang dikemukakan oleh filosof. Perbedaan definisi tentang
filsafat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti latar belakang sosial, politik, ekonomi
dan sebagainya. Jika disadari, perbedaan pendapat itu adalah wajar karena perkembangan
ilmu pengetahuan menimbulkan berbagai spesialisasi ilmu yang sesungguhnya terpecah
dari filsafat pada umumnya dan selanjutnya muncullah filsafat khusus, seperti filsafat
politik, filsafat akhlak, filsafat agama dan sebagainya.
Dengan demikian diketahui betapa luasnya lapangan filsafat. Tetapi walaupun telah
terjadi berbagai pemikiran dalam filsafat yang berbentuk umum menjadi berbagai bidang
filsafat tertentu, ternyata ciri khas filsafat itu tidak hilang, yaitu pembahasan bersikap
radikal, sistematis, universal dan bebas.
Dick Hartoko menyebut agama itu dengan religi, yaitu ilmu yang meneliti
hubungan antara manusia dengan “Yang Kudus” dan hubungan itu direalisasikan dalam
ibadat-ibadat. Kata religi berasal dari bahasa Latin rele-gere yang berarti mengumpulkan,
membaca. Agama memang merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan dan
semua cara itu terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Di sisi lain kata religi
berasal dari religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaan agama memang mempunyai
sifat mengikat bagi manusia. Seorang yang beragama tetap terikat dengan hukum-hukum
dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh agama.
Sidi Gazalba mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata relegere asal kata
religi mengandung makna berhati-hati. Sikap berhati-hati ini disebabkan dalam religi
terdapat norma-norma dan aturan yang ketat. Dalam religi ini orang Roma mempunyai
anggapan bahwa manusia harus hati-hati terhadap Yang kudus dan Yang suci tetapi juga
sekalian tabu. Yang kudus dipercayai mempunyai sifat baik dan sekaligus mempunyai
sifat jahat.
Manusia mengakui adanya ketergantungan kepada Yang Mutlak atau Yang Kudus
yang dihayati sebagai kontrol bagi manusia. Untuk mendapatkan pertolongan dari Yang
Mutlak itu manusia secara bersama-sama menjalankan ajaran tertentu.
Jadi religi adalah hubungan antara manusia dengan Yang Kudus. Dalam hal ini
yang kudus itu terdiri atas berbagai kemungkinan, yaitu bisa berbentuk benda, tenaga,
dan bisa pula berbentuk pribadi manusia.
Agama juga berbicara tentang kewajiban untuk berhubungan dengan yang suci
supaya mengetahui mana yang mau di tinggalkan dan diikuti:
1. Agama adalah unsur mutlak dan sumber kebudayaan, sedangkan filsafat adalah
salah satu unsur kebudayaan
2. Agama adalah ciptanya Tuhan, sedangkan filsafat hasil spekulasi manusia
3. Agama adalah sumber-sumber asumsi dari filsafat dan ilmu pengetahuan
(science) filsafat menguji asumsi-asumsi science
1. Agama adalah unsur dari sumber Filsafat salah satu unsur kebudayaan
kebudayaan
BAB VI
Masalah tentang hubungan antara rasio dan wahyu adalah suatu masalah yang sering
dipersoalkan. Ada yang menyatakan pendapat bahwa filsafat hendak menyaingi wahyu,
[Type text]
demikian pula sebaliknya. Akhirnya, terjadi saling curiga mencurigai, yang tak jarang
merugikan bagi kepentingan pencarian akan kebenaran itu sendiri.
A. Pengertian Filsafat
Secara etimologis, filsafat berasal dari beberapa bahasa, yaitu bahasa Inggris dan
bahasa Yunani. Dalam bahasa Inggris, yaitu “philosophy”, sedangkan dalam bahasa
Yunani, “philen” atau “philos” dan “sofein” atau “sophi”. Ada pula yang mengatakan
bahwa filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu “falsafah” yang artinya al-hikmah. Akan
tetapi, kata tersebut pada awalnya berasal dari bahasa Yunani. “philos” artinya cinta,
sedangkan “Sophia” artinya kebijaksanaan.Oleh karena itu filsafat dapat diartikan dengan
cinta kebijaksanaan yang dalam bahasa Arab diistilahkan dengan al-hikmah. Para ahli
filsafat disebut dengan filosof, yakni orang yang mencintai atau mencari kebijaksanaan
atau kebenaran. Filosof bukan orang yang bijaksana atau berpengaruh benar, melainkan
orang yang sedang belajar mencari kebenaran dan kebijaksanaan.Filsafat pertama kali
muncul di Yunani, Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales dari
Mileta. Filosof-filosof Yunani yang terbesar yaitu Socrates, Plato, dan Aristoteles.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang
beradab lain kala itu seperti Israel atau Mesir. Jawabannya di Yunani tidak seperti di
daerah lain-lainya tidak ada kasta pendeta sehingga orang lebih bebas.Munculnya filsafat
ditandai dengan runtuhnya mitos-mitos dan dongeng-dongeng yang selama itu menjadi
pembenaran terhadap setiap gejala alam. Manusia pada waktu itu melalui mitos-mitos
mencari keterangan tentang asal-usul alam semesta dan tentang kejadian yang
berlangsung di dalamnya. Hal yang membawa usahanya itu kepada suatu kesimpulan
universal dari keyakinan particular atau khusus, dari hal yang tersederhana sampai yang
terkompleks. Filsafat ilmu tentang hakikat. Tugas filsafat menurut Socrates (470-399
SM) bukan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam kehidupan, malinkan
mempersoalkan jawaban yang diberikan.
B. Pengertian Teologi
Asal kata Teologi (Yunani : “Theos” Allah dan “Logos” Ilmu, akal, kata, dan
penalaran. Jadi Teologi adalah sains yang mempelajari tentang pribadi dan karya Allah
sebelumnya tidak diambil lagi, yang tersisa hanya perasaan dan pengalaman agamawi
saja. Agama kehilangan isi objektif dan orang Kristen kehilangan makna intelektual
dari iman tersebut, kemudian melahirkan teologi liberal.
h. Pada abad 20 ternyata perasaanpun tidak memuaskan dan tidak membawa hal-hal
yang objektif dan bertanggungjawab dalam kehidupan manusia. Pada abad ini kaum
protestan konservatif mengambil kembali wahyu dan iman ortodoks berdasarkan
wahyunya dengan mempertimbangkan juga akal dan perasaan secara benar
berdasarkan wahyu Allah dalam teologinya. Telah dibahas di atas bahwa dari masa
kemasa filsafat dan teologi selalu mengalami ketegangan-ketegangan. Tetapi harus
disadari bahwa keduanya mencari kebenaran, filsafat mencari kebenaran berdasarkan
akal. Teologi mencari kebenaran berdasarkan iman. Kebenaran dalam filsafat adalah
"kebenaran akal", sedangkan kebenaran menurut Teologi adalah "kebenaran wahyu"
(Alkitab). Kita tidak akan berusaha mencari mana yang benar atau lebih benar di
antara keduanya, akan tetapi kita akan melihat apakah keduanya dapat dihubungkan.
Kedudukan Filsafat dalam Teologi Apakah keduanya dapat bekerjasama satu sama
lain. Meskipun filsafat mencari kebenaran dengan akal. Filsafat membantu dalam
memastikan arti objektif tulisan wahyu.
Filsafat menyediakan metode-metode pemikiran untuk teologi. Selain itu filsafat
adalah fungsi kritis dalam berteologi, dimana filsafat berfungsi memeriksa dan menguji
kembali asumsi-asumsi dasar suatu kepercayaan secara sistematis-logis. Dengan
demikian filsafat akan mengguncangkan kembali asumsi kepercayaan kita, dan berharap
akan tiba pada kepercayaan yang sama sehingga kita semakin kuat dalam kepercayaan.
Secara spesifik filsafat berfungsi konstruktif juga bagi teologi dengan memakainya
sebagai kerangka berpikir filosofis untuk mencari penyelesaian pada masalah-masalah
etis, moral, kejahatan, dan penderitaan manusia. Misalnya, mengusahakan mendapat anak
dengan in vitro fertilization ("bayi tabung") dapat dibenarkan bagi orang Kristen atau
tidak? Padahal Kitab Suci diam seribu bahasa tentang bayi tabung. Filsafatlah, dalam hal
ini etika, yang dapat merumuskan permasalahan etis sedemikian rupa sehingga agama
dapat menjawabnya berdasarkan prinsip-prinsip moralitasnya sendiri. Jika demikian,
apakah teologi harus sesuai dengan akal? Boleh dikatakan ya, dalam hal ini teologi harus