Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat, secara etimolog berasal dari bahasa Yunani yakni Philo yang bermakna cinta, dan sofia yang
berarti kebijaksanaan, jadi fisafat (philo,philos,-sofia,sofos) berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom).
Filsafat seringg di posisikan dengan tiga sudut pandang, yakni sebagai landasan hidup, sebagai sebuah
pendekatan studi (way of thought), pun sebagai sebuah ilmu (science). Filsafat dalam artian istilah
dapat di definisikan sebagai suatu kajian ilmu yang membahas tentang segala sesuatu dengan
menggunakan akal pikiran untuk mendapatkan kebenaran.

Filsafat Yunani merupakan salah satu periode yang turut andil dalam sejarah berkembangnya filsafat,
tokoh tokoh besar lahir pada masanya, yang terbagi dalam beberapa fase, pemikiran-pemikiran yang di
miliki oleh masing-masing tokoh juga turut berkembang, ada yang saling sependapat ada pula yang
mengalami pertentangan. Pendalaman mengenai filsafat Yunani inilah yang menjadi dasar kami untuk
menyusun makalah kami kali ini, menilik agak lebih jauh mengenai filsafat Yunai, bersumber dari
beberapa litertur yang kami telah usahkan untuk mendapatkannya.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang tersebut dapat kamii sajikan beberapa rumusan masalah yakni sebagai
berikut:

1. Bagaimana asal mula kemunculan filsafat itu.

2. Di manakah filsafat itu muncul.

3. Apa itu filsafat Yunani kuno, bagaimana fase-fase yang di alaminya, siapa saja tokoh-tokoh di
dalamnya serta pemikiran dari masing-masing tokoh.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Asal Mula Kemunculan atau Lahirnya Filsafat Yunani Kuno

Sebelum membicarakan awal mula kemunculan filsafat yunani kuno, baiknya kita membahas sedikit
mengenai, filsafat itu sendiri sebelum di sandingkan dengan yunani, skolastik timur maupun barat,
moderen dan pos moderen atau kontemporer. Menurut Aristoteles, filsafat di mulai dengan suatu
thauma (rasa kagum) yang timbul daria sebuah aporia, yakni kesulitan yang dialami karena adanya
percakapan-percakapan yang saling kontrdiksi. Istialh aporia dari bahasa Yunani juga berarti problema,
pertanyaan atau “tanpa jalan keluar”. Jadi filsafat itu mulai ketika manusia mengagumi dunia dan
berusaha menerangakan berbagi gejala dunia itu. Apabila kita sungguh-sungguh sadar di dunia ini, tak
dapat tiada kita tentu berhadapan dengan berbagai pertanyaan dan persoalan. Hasrat akan mengerti itu
menyatakan diri dalam bermacam-macam pertanyaan, yang sungguh-sungguhh tak dapat di jawab
dengan sekaligus. Yang dapat bertanya demikian itu hanya manusia saja: hewan tidak bertanya, tidak
mempersoalkan yang di alaminya itu. Lain halnya dengan manusia: sejak waktu itu mulai menyadari
dunia, orang lain dan dirinya sendiri, maka heranlah dan tercengang-cengang artinya ia insyaf bahwa
ada hal-hal yang tak dimengertinya, tetapi ingin dan sanggup ia mengertinya.[1] Jadi dapat di pahami
bahwa filsafat muncul karena adanya keheranan

Sekarang membahas pada topik mengenai filsafat yunani kuno. Orang Yunani yang hidup pada abad
ke-6 SM mempunyai sistem kepercayaan bahwa segala sesuatunya harus di teriam sebagai suatu
kebenaran yang bersumber pada mitos atau dongeng-dongeng. Artinya, suatu kebenaran dari akal
pikiran (logos) tidak berlaku, yang berlaku hanya kebenaran yang bersumber pada mitos (dongeng-
dongeng).

Setelah pada abad ke-6 SM muncul sejumplah ahli pikir yang menentang adanya mitos. Mereka
menginginkan pertanyaan rentang misteri alam semesta ini jawabanya dapat di terima akal (rasional).
Keadaan yang demikian ini sebagai suatu de mitologi, artinya suatu kebangkitan pemikiran untuk
menggunakan akal-akal dan meninggalkan hal-hal yang sifatnya mitologi. Upaua para ahli pikir untuk
mengarahkan pada suatu kebebasan berpikir ini menyebabkan banyak orang yang mencoba membuat
suatu konsep yang di landasi kekuatan akal pikir secara murni. Maka, timbullah peristiwa ajaib The
Greek Miracle, yang nantinya akan dapat dijadikan sebagai landasan peradaban dunia.

Berikut ini terdapat beberapa faktor yang menjadikan filsafat yunani lahir.

a. Bangsa yunani yang kaya akan mitos (dongeng), di mana dianggap sebagai awal dari upaya untuk
mengetahui atau mengerti, mitos-mitos tersebut kemudian di susun secara sistematis yeng untuk
sementara kelihatan rasional sehingga uncil mitos selektif dan rasional, seperti syair karya Hemerous,
orpheus dan lain-lain.

b. Karya sastra Yunani yang dapat di aknggap sebagai pendorong kelahiran filsafat Yunani, karya
Homoreus mempunyai kedudukan sangat penting untuk pedoman hidup orang-orang Yunani yang di
dalamnya mengandung nilai-nilai edukatif.

c. Pengaruh ilmu-ilmu yang berasal dari Babylonia (Mesir) di Lembah Sungai Nil. Kemudian berkat
kemampuann dan kecakapannya, ilmu-ilmu tersebut di kembangkan sehingga mereka mempelajarinya
tidak di dasarkann pada aspektifnya saja, tetapi juga aspek teoritis kreatif.

Periode yunani kuno ini lazim di sebut periode filsafat alam. Di katakann demikian, karena pada
periode ini di tandai dengan munculnya para pemikir ahli pikir alam, di mana arah dan perhatian
pemikirannya kepada apa yang di amati di sekitarnya. Mereka membuat pertanyaan-pertanyaan tentang
gejala alam yang bersifat filsafati (berdasarkan akal pikir) dan tidak berdasarkan pada mitos.[2]

B. Tempat kemunculan Filsafat Yunani Kuno


Menurut Juhaya S. Pradja (2003:50-58), para filosof Yunani yang pertama tidak lahir di tanah airnya
sendiri, melainkan di tanah perantauan di Asia Minor. Dahulu, bangsa Yunani di semenanjung Balkan
banyak yang menjadi perantau, karena tanahnya yang tidak subur, dan sepanjang daratan di lalui oleh
bukit barisan, serta banyak teluk menjorok ke daratan, sehingga tidak banyak tanah yang baik untuk
tempat tinggal. Mereka yang merantau itu hidup makmur dari perniagaann dan pelayaran. Kemakmuran
itu memberikan kelongggaran bagi mereka untuk mengerjakan hal-hal selain penghidupan. Waktu
yangterluang dipergunakannya untuk memperkuat kemuliaan hidup dengan seni dan mengembangkan
buah pikiran. Jadi, daerah Militos di Asia Minorlah yang menjadi tempat munculnya filsafat filosof-filosof
Yunani yang pertama.

C. Fase-fase dalam Filsafat Yunani Kuno

Dalam perkembangan filsafat yunani kuno terdapat beberapa periode yang terjadi, tokoh-tokoh
beserta pemikirannya pun turut mewarnai pada setiap periode. Berikut yang dapat kami sajikan.

a. Fase filsafat yunani pra- Socrates

Filsafat pada masa ini di sebut sebagai filsafat alam, karena tokoh-tokoh yang mundul pada periode
ini menitikberatkan pemikiran mereka dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai gejala-gejala alam
berikut adalah tokoh-tokoh pada era filsafat awal (kelahiran) pra-Socrates.

a) Thales (625-545 SM)

Nama Thales muncul atas penuturan sejarahwan Herodotus pada abad ke-5 SM. Thales sebagai salah
satu dari tujuh orang bijaksana (Seven Wise Men of Greece). Aristoteles memberikan gelar The Father of
Philisophy , juga menjadi penasehat teknis ke-12 kota Lonia. Salah satu jasanya yang besar adalah
meramal gerhana matahari pada tahun 585 SM. Tahles mengembangkan filsafat alam kosmologis yang
mempertanyakan asal mula, sifat dasar dan struktur komposisi alam semesta.[3]

b) Anaximandros (640-546 SM)

Ia adalah orang pertama yang mengarang suatu traktat dalam kesusastraan Yunanai, dan berjasa
dalam bidang astrinomi, geografi. Jadi, diamerrupakan orang pertama yang membuat peta bumi. Ia
berhasil memimpin sekelompoak orang yang membuat kota baru di Apollonia, Yunani.

Pemikirannya, dalam memberikan pendapat tentang arche (asas pertama dalam alam semesta), ia
menunjukk pada salah satu unsur yang dapat diamati oleh indra, tetapi ia menunjuk dan memilih pada
sesuatu ynag tidak dapat diamati oleh indra, yaitu to aperion,[4]

c) Pythagoras (572-497 SM)

Mengenai riwayat hidupnya, ia di lahirka di pulau Samos, Lonia. Tanggal dan tahunnya tidak di
ketahui secara pasti.[5] Pemikirannya, subtansi dari semua benda adalah bilangan, dansegala gejala
alam merupakan pengungkapan indrawi dari perbandingan-perbandingan matematis. Bilangan
merupakan inti sari dari dasar pokok dari sifat-sifat benda (number rule of universe = bilangan
memerintah jagat raya). Ia juga mengembangkan pokok-pokok soal matematik yang termasuk teori
bilangan.[6]

Pemikirannya tentang bilangan, ia mengemukakan bahwa setiap bilangan dasar dari 1 sampai 10
mempunyai kekuatan sendiri sendiri. Satu adalah asal mula segala sesuatu, sepuluh adalah bilangan
sempurna.[7]

d) Xenophanes (570-? SM) Hereclitos (535-475 SM)

Ia lahir di Xolophon, Asia Kecil. Waktu berumur 25 tahun ia mengembara ke Yunani.[8] Pendapatnya
yang termua dalam kritik terhadap homeus dan herodotus, ia membantah adanya antropomorfisme
Tuhan-Tuhan, yaitu Tuhan digambarkan sebagai (seakan-akan) manusia.[9]

e) Heraclitos (535-475 SM)

Ia lahir di Ephesus, sebuah kota perantauan di Asia kecil, dan merupakan kawan dari Pythagoras dan
Xenophanes, akan tetapi lebih tua.[10] Pemikiran fillsafatnya yang terkenal dengan filsafat menjadi. Ia
mengemukakan bagwa segala sesuatunya (yang ada itu) sedang menjadi dan selalu berubah. Ucapannya
yang terkenal: panta rhei kai uden menci, artinya segala sesuatunya mengalir bagaikan arus sungai dan
tidak ada satu pun dapat masuk ke sungai yang sama dua kali.[11]

f) Parmenides (540-475 SM)

Ia lahir di kota Elea, kota perantauaan Yunani di Italia Selatan. Kebesarannya sama dengan kebesaran
Heraclitos. Dialah yang pertama kali menentang tentang hakikat tentang ada (being).[12] Menurut
pendapatnya, apa yang di sebut sebagai relatitas adalah bukan gerak dan perubahan.[13]

g) Zeno (490-430 SM)

Zeno lahir di Elea, dan murid Parmenides.[14] Menurut Aristoteles, Zenolah yang menemukan
dialektika, yaitu suatu argumentasi yang bertitik tolak dari suatu pengandaian atau hipotesis, dan dari
hipotesis tersebut di tarik suatu kesimpulan.[15]

h) Empedocles (490-435 SM)

Empedocles, lahir di Akrogos, pulau Sicilia. Ia sangat terpengaruh oleh pemikiran Pythagoras,
Parmenides, dan aliran keagamaan rafisme. Ia panadai dalam bidang kedokteran, penyair retorika ddan
pemikir. Ia menulis karyanya dalam bentuk puisi, seperti Parmenides. Empedocles sependapat dengan
pemikiran Parmenides, bahwa alam semesta di dalamnya tidak ada yang di lahirkan secara baru, dan
tidak ada yang hilang.[16]

i) Anaxagoras (499-420 SM)

Ia dilahirkam di kota Klazomenia, Lonia, kemudian menetap di Athena selama 30 tahun. Anaxagoras
adalah ahli pikir yang pertama yang berdomisili di Athena, dimana dii kemudian hari Athena inilah yang
menjadi pusat utama perkembangan filsafat Yunani sampai bad ke-2 SM.[17] Pemikirannya, realitas
bukanlah satu, tetapi terdiri dari banyak unsur dan tidak dapat di bagi-bagi yaitu atom. Atom ini sebagai
bagian yang terkecil dari materi sehhingga tidak dapat terlihat dan jumlahya tidak terhingga.[18]
j) Democritos (460-370 SM)

Ia lahir di kota Bdera di pesisir Thrake di Yunani Utara.[19] Pemikirannya adalah bahwa realitas
bukanlah satu, tetapi terdiri dari banyak unsur dan jumlahnya tak terhingga. Unsur-unsur tersebut
merupakan bagian bagiann materi yang sangat kecil sehingga indra kita tidak mampu mengamatinya
dan tidak dapat di bagi-bagi.[20]

b. Fase filsafat yunani zaman keemasan filsafat Yunani

Filssfat Yunani pada zaman ini di sebut sebagai era kejayaan dari filsafat di Yunani, tokoh-tokoh yang
yang mendominasi pada zaman ini adalah tokoh yang kelak menjadi figur-figur filosof besar dunia, yang
namanya begitu di kenal dalam pembahasan mengenai kefilsafatan, mereka adalah Socrates,
Aristoteles, dan Plato. Pada masa itu terdapat pula pemikiran sofistik yang penganutnya di sebut kaum
sofis, yaitu kaum yang pandai berpidato yang tidak lagi menaruh perhatian pada alam, tetapi
menjadikan manusia sebagai pusat studinya. Tokohnya adalah Protagoras. Pemahamanya
memperlihatkan sifat-sifat relativisme, atau kebenaran bersifat relatif, tidak ada kebenaran yang tetap
dan definitif. Benar, baik dan bagus selalu berhubungan dengan manusia, tidak mandiri sebagai
kebenaran mutlak.[21]

a) Socrates (470-399 SM)

Socrates lahir di Athena pada tahun 470 SM dan meninggal pada tahun 399 SM. Bapaknya adalah
tukang pembuat patung. Sedangkan ibunya seorang bidan. Pada permulaanya Socrates mau menuruti
jejak bapaknya, menjadi tukang pembuat patung pula, tetapi ia berganti haluan. Dari membentuk batu
jadi patung, ia membentuk watak manusia.[22]

Adapunn falsafah pemikiran Socrates di antaranya, adalah penyataan adanya kebenaran objektif,
yaitu yang tidak bergantung kepada aku dan kita. Dalam membenarkan kebenaran objektif, ia
menggunakan metode tertentu yang di kenal dengan metode dialektika. Dialektika bersal dari bahasa
Yunani yang berarti bercakap-cakap atau berdialog.[23]

b) Plato (427-347 SM)

Plato di lahirkan di Athena pada tahun 427 SM dan meninggal pada tahun 347 SM dalam usia 80
tahun. Ia berasal dari keluarga aristokrasi yang turun temurun memegang peranan penting dalam politik
Athena. Sejak muda, ia bercita-cita menjadi pejabat negara. Akan tetapi, perkembangan polotik pada
masanya tidak memberikan kesempatan kepadanya untuk mengikuti jalan hidup yang diinginkannya.
[24]

Menurut pemikiran falsafahnya, dunia lahir adalah dunia pengalaman yang selalu berubah-ubah dan
berwarna-warni. Semua itu adalah bayangan dari dunia idea. Sebagai bayangan, hakikatnya hanyalah
tiruan dari yang asli, yaitu idea. Oleh karena itu, dunia pengalaman ini berubah-ubah dan bermacam-
macam, sebab hanyalah berupa tiruan yang tidak sempurna dari idea yang sifatnya bagi dunia
pengalaman. Barang-barang yang ada di dunia ini semua ada contohnya yang ideal di dunia idea.[25]
(Ahmad Syadali, 2004: 70)
c) Aristoteles (384-322 SM)

Aristoteles lahir di Stageria pada semenanjung Kalkidike di Trasia (Balkan) pada tahun 384 SM dan
meninggal di Kalkas pada tahun 322 SM dalam usia 63 tahun. Ayahnya yang bernama Mashoan adalah
seorang dokter istana pada raja Macedonia Amyntas II.[26]

Dalam memperdalam ilmu-ilmunya Aristoteles banyak berguru pada tokoh-tokoh besar salah
satunya ialah Plato. Pemikiran Aristoteles mencakup begitu banyak bidang ilmu di antara karya yang
telah di lahirkanya, yang berjumlah 36 buah yang terbaggi dalam empat bagian yakni: logika, fisika,
metafisika dan etika. Aristoteles di sebut sebagai bapak logika, dialah peletak dasar logika ilmu, dia
orang pertama yang menujukan Sylogismus sebagai bentuk dasar pemikiran bergerak yang mana
memiliki tiga unsur yakni: minor, mayor dan konklusi.

c. Fase filsafat Yunani Hellenisme

Filsafat Yunani yang sampai pada dunia Islam tidaklah seperti yang di tinggalkan oleh orang-orang
Yunani sendiri, baik melalui orang Masehi Nestoria dan Jakobites maupun melalui golongan-golongan
lainnya. Akan tetapi, filsafat sampai kepada mereka melalui pemikiran Hellenisme Romawi yang
mempunyai ciri kahas dan corak tertentu yang mempengaruhi filsafat itu sendiri. Oleh karena itu, tidak
semua pikiran-pikiran filsafat yang sampai pada dunia islam bersal dari Yunani, baik alam teks-teks asli
maupun ulasan-ulasanya, melainkan hasil dari dua fase yang berturut-turut, yaitu “fase Hellenisme”, dan
“fase Hellenisme Romawi”. Oleh karena itu, dalam pikiran filsafat terdapat dua corak yang berbeda atau
dua corak yang bercampur sesuai dengan perbedaan alam pikiran pada dua masa yang
membicarakannya.

Fase Hellenisme ialah fase ketika pemikirann filsafat hanya di miliki oleh orang-orang Yunani, yaitu
sejak abad ke-6 atau abad ke-5 sebelum masehi, sampai akhir abad ke-4 sebelum masehi. Adapun fase
Hellenisme Romawi (Greko Romawi) ialah fase yang datang sesudah fase hellenisme, dan meliputi
semua pemikiran filsafat yang ada pada masa kerajaan Romawi, yang ikut serta membicarakan
peninggalan pikiran Yunani antara lain pemikiran Romawi di Barat dan Pemikiran di Timur yang ada di
Mesir dan Siria.[27]

Tokoh-tokoh pada zaman ini membentu aliran aliran: Stoa, Epikorus dan Plotinus. Aliran Stoa dengan
pendirinya yakni Zeno, ajaranya berisikan agar manusia jangan sampai di gerakkan oleh kegembiraan
atau kesedihan, dan menyerahakn diri kepada sesuatu yang tidak dapat di tolak dan menguasai segala
sesuatu tanpa syarat. Epikorus pendiri aliran Epicure, isi ajaranya, bahwa manusia merupakan tujuan
utama.

Plotinus, pokok pikiranya ialah di antara semua wujud ini ada yang tertinggi yang disebutnya “Yang
Pertama” atau “Wujud Tertinggi” (the Priory Being, the Prior, the One) dan ada wujud yang terendah,
yaitu alam materi, sedangkan di antara keduanya di sebut wujud-wujud lainnya. Menurut Plotinus
wujud keseluruhannya ada empat: (1) Yang Pertama (Al-Awal); (2) Akal (Nous); (3) Jiwa alam (An-Nafs
Al-Kulliyyah; First Soul, The world Soul); (4) Wujud alam materi (Al-Maddah).[28] (A. Hanafi, 1997: 27-28)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasn panjang pada bab sebelumnya dapat kami sajikan kesimpulan sebaga berikut:

1. Filsafat muncul karena di picu oleh keheranan. Filsafat Yunani lahir di karenakan beberapa faktor
yang mempengaruhinya, di antaranya pergeseran pemikiran dari mitologi (berdasarkan dongeng atau
mitos) ke pemikiran Rasional (berdasarkan akal atau logos), dorongan dari karya-karya sastra Yunani,
dan pengaruh ilmu penegtahuan dari Babylonia (Mesir) di Lembah Sungai Nil.

2. Tempat kemunculan filsafat adalah kota perantauan di Militos, Asia Minor (kecil).

3. Filsafat Yunani kuno di sebot sebagai filsafat alam (kosmos), fase yang ada di dalamnya meliputi
fase pra- Socrates dengan tokoh-tokohnya yakni Thales, Anaximandros, Pythagoras, Xenophanes,
Heraclitos, Parmenides, Zeno, Empedocles, Anaxagoras, dan Democritos. Kemudian fase zaman
kejayaan, tokoh-tokoh yang muncul seperti socrates, Aristoteles, dan Plato. Lalu zaman Hellenisme,
tokoh-tokohnya antaralain Zeno (aliran Stoa), Plotinus dan Epikorus.

B. Saran

Saran yang dapat kami sampaikan adalah pembahsan yang telah kami sajiakn tentualah masih
terdapat kekuranhan, adapun bisa untu terus di perbaiki pada masa-masa yang selanjutnya sehingga
adap menjadi sajian yang makin mengalami kemajuandalam hal kelengkapan informasi.

DAFTAR PUSTAKA
Asmoro, Achmadi, 2010, Filsafat Umum, Jakarta:Rajawali Pers.

Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, 2008, Filsafat Umum dari Mitologi sampai Teofilosofi,
Bandung: Pustaka Setia.

Burhanudin, salam, 2005, Pengantar Filsafat, Jakarta: PT Bumi Aksara.

[1] Burhanudin, salam, 2005, Pengantar Filsafat, Jakarta: PT Bumi Aksara, hal. 100-101.

[2] Asmoro, Achmadi, 2010, Filsafat Umum, Jakarta:Rajawali Pers, hal.32-33.

[3] Asmoro, achmadi, Ibid. Hal. 33.

[4] To apeiron= “yang tak terbatas”

[5] Asmoro, Achmadi, Ibid, hal. 34.

[6] Asmoro, Achmadi, Ibid, hal. 35.

[7] Asmoro, Achmadi, Ibid, hal. 35.

[8] Asmoro, Achmadi, Ibid, hal. 37.

[9] Asmoro, Achmadi, Ibid, hal. 37.

[10] Asmoro, Achmadi, Ibid, hal. 38.

[11] Asmoro, Achmadi, Ibid, hal. 38.

[12] Asmoro, Achmadi, Ibid, hal. 39.

[13] Asmoro, Achmadi, Ibid, hal. 40.

[14] Asmoro, Achmadi, Ibid, hal. 40.

[15] Asmoro, Achmadi, Ibid, hal. 41.

[16] Asmoro, Achmadi, Ibid, hal. 42

[17] Asmoro, Achmadi, Ibid, hal. 43

[18] Asmoro, Achmadi, Ibid, hal. 43

[19] Asmoro, Achmadi, Ibid, hal. 44

[20] Asmoro, Achmadi, Ibid, hal. 45


[21] Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, 2008, Filsafat Umum dari Mitologi sampai Teofilosofi,
Bandung: Pustaka Setia, hal. 47.

[22] Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, ibid, hal. 177

[23] Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, ibid, hal. 179.

[24] Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, ibid, hal. 190.

[25] Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, ibid, hal. 193.

[26] Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, ibid, hal. 215.

[27] Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, ibid, hal. 97.

[28] Atang Abdul Hakim, Beni Ahmad Saebani, ibid, hal. 105

Anda mungkin juga menyukai