Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENANGANAN PASCA PANEN RUMPUT LAUT

DOSEN PENGAMPU : YUDI AHDIANSYAH S.Pi.,Mp

Disusun Oleh : SRI ANNISA

NIM : 20.54242.1.020

PROGRAM STUDI MENAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PRIKANAN
UNIVERSITAS SAMAWA
TAHUN 2020/2021
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumput laut merupakan salah satu hasil laut yang dapat menghasilkan
devisa negara dan merupakan sumber pendapatan masyarakat pesisir. Sampai saat
ini sebagian besar rumput laut umumnya diekspor dalam bentuk bahan mentah
berupa rumput laut kering, sedangkan hasil olahan rumput laut seperti agar-agar,
karaginan, dan alginat masih diimpor dalam jumlah yang cukup besar dengan
harga yang tinggi. Hasil pengolahan pasca panen rumput laut dari Indonesia
kebanyakan tidak sesuai dengan permintaan pasar karena mutu yang masih dinilai
rendah.
Pasca panen rumput laut setelah pemanenan memegang peranan sangat
penting dalam industri rumput laut. Kegiatan penanganan pasca panen
menentukan mutu rumput laut yang dihasilkan sebagai bahan baku untuk
pengolahan. Kegiatan ini harus dilakukan dengan seksama mulai dari cara
pemanenan, pencucian, pengeringan dan bahkan sampai pengemasan dan
penyimpanan. Kegiatan pengolahan akan menciptakan suatu produk baru yang
nilai tambahnya jauh lebih tinggi dari sekedar menjual bahan mentah. Rumput
laut dapat diolah menjadi bahan setengah jadi seperti ATC (Alkali Treated
Cottonii), ataupun SRC (semi refined carrageenan) baik dalam bentuk chip atau
tepung.
Secara umum, penanganan pasca panen rumput laut oleh petani hanya
sampai pada pengeringan saja. Rumput laut kering masih merupakan bahan baku
dan harus diolah lagi. Pengolahan rumput laut kering dapat menghasilkan agar,
karaginan, atau alginat tergantung kandungan yang terdapat dalam rumput laut.
Pengolahan ini banyak dilakukan oleh pabrik, walaupun sebenarnya dapat juga
dilakukan oleh petani. Apabila cuaca baik, dalam waktu 3-4 hari rumput laut
sudah kering, yang ditandai dengan warna ungu keputihan dilapisi kristal garam
dan tidak mudah patah. Rumput laut yang dihasilkan dari proses pengeringan
tersebut masih belum memenuhi standar.
Saat ini penanganan dan pengolahan pasca panen rumput laut perlu
diusahakan secara optimal, padahal sebetulnya teknologi penanganan dan
pengolahannya (terutama agar-agar kertas) cukup sederhana dan tidak
memerlukan modal yang besar dan peralatan yang canggih. Jika teknologi pasca
panen rumput laut dapat dikembangkan dan diterapkan dengan baik, maka
agroindustri yang bertujuan meningkatkan nilai tambah, menambah lapangan
kerja dan mengurangi impor produk jadi rumput laut dapat tercapai. Rumput laut
akan lebih bernilai ekonomis setelah mendapat penanganan lebih lanjut.

B. Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui tahapan proses pasca panen
rumput laut serta langkah-langkah pengeringan dan pemutihan.

C. Tinjauan Pustaka

Peningkatan produksi rumput laut indonesia saat ini pada kenyataannya


belum diimbangi dengan peningkatan kualitas hasil produksi, dimana hasil
produksi rumput laut yang berasal dari pembudidaya belum sepenuhnya
memenuhi standar kualitas yang diinginkan oleh industri pengolah antara lain
mencakup umur panen, dan perlakukan panen yang masih belum
mempertimbangkan standar mutu. Salah satu langkah yang perlu segera dilakukan
adalah memberikan pengetahuan dan membangun kesadaran tentang pentingnya
perlakuan panen dan secara benar yang mempertimbangkan efektifitas, efisiensi
dan jaminan kualitas produksi yang dihasilkan, sehingga secara langsung akan
mendorong keberlanjutan industri pengolah barang tentu akan menjamin
keberlangsungan kegiatan usaha pembudidaya rumput laut (Cocon, 2012).
Rumput laut dikonsumsi sebagai bahan pangan karena mempunyai nilai
gizi tinggi. Rumput laut mengandung sejumlah protein, vitamin, dan beberapa
mineral essensial yang dibutuhkan manusia. Kandungan protein pada rumput laut
dapat mencapai 4% sampai dengan 25% dari berat kering. Kandungan asam
amino dalam protein dapat bervariasi tergantung dari faktor kimia dan faktor
biotik yang mempengaruhinya (Gessner dan Scramm, 1972).
Rumput laut dewasa ini telah dimanfaatkan oleh manusia menjadi hasil
olahan, bahan makanan, industri dan konsumsi. Olahan rumput laut sangat
bervariasi, dari yang mempunyai nilai komersial tinggi hingga bernilai konsumsi
rumah tangga. Pengolahan rumput laut antara lain menghasilkan keraginan, agar,
dan alginat. Dikalangan masyarakat umum, khususnya masyarakat nelayan,
rumput laut sering dikonsumsi langsung tanpa mengalami pengolahan. Beberapa
masakan yang menggunakan dasar rumput laut yaitu agar-agar, jelly, dodol, selai,
rumput laut goreng, tumis, dan lain-lain (Benford, 2000).
Rumput laut jenis alga merah merupakan jenis yang komersial dan alga
cokelat merupakan alga yang potensial untuk dikembangkan. Alga hijau yang
telah digunakan manusia sebagai sayur. Jenis rumput laut yang paling baik untuk
dibudidayakan adalah Gracillaria sp. karena mudah diperoleh dan menghasilkan
agar-agar tiga kali lipat dibandingkan dengan jenis yang lainnya (Insan dan
Widyartini, 2001).
Proses penanganan pasca panen dapat dilakukan dalam berbagai langkah
dan salah satunya dengan fermentasi, dimana proses fermentasi ini merupakan
proses yang akan menghasilkan perubahan pada rumput laut. Perubahan tersebut
dapat berupa warna, tekstur, atau tingkat kelembutan dan struktur atau kandungan
agar. Hasil yang diharapkan dilakukan fermentasi yaitu terjadi perubahan warna
rumput laut menjadi putih. Metode fermentasi digunakan untuk mengkondisikan
panas yang stabil dengan cara dijemur dalam keadaan tertutup, sehingga senyawa
agar tidak terlarut ke dalam air. Fermentasi pada umumnya memiliki berbagai
manfaat, antara lain untuk mengawetkan produk pangan, memberi cita rasa
terhadap produk pangan tertentu, memberi tekstur tertentu pada produk pangan,
dengan adanya perbaikan mutu produk pangan fermentasi ini diharapkan nilai
terima pangan oleh konsumen meningkat (Insan dan Widyartini, 2001).
II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah baskom, nampan atau
alas dan plastik.
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Gracilaria
verrucosa, air tawar, air garam, air dan kapur tohor.

B. Metode

Metode yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :


1. Penjemuran Langsung.

Rumput laut dibersihkan.

Rumput laut dijemur dibawah sinar matahari atau menggunakan oven.

Dijemur 1-3 hari (Eucheuma 2-3 hari dengan kadar 30-35%


dan Gracilaria 1-2 hari dengan kadar 20-25%).

Setelah kering disimpan.

2. Penjemuran dengan pencucian air tawar.

Rumput laut dibersihkan.

Rumput laut dijemur 1-2 hari.

Rumput laut dicuci dengan air untuk melarutkan garam yang menempel.

Rumput laut dijemur sampai putih, kalau belum putih cuci lagi dengan air tawar.
Dijemur 1-2 hari sampai putih atau kekuningan.

Didokumentasikan dan disimpan.

3. Penjemuran dengan direndam dengan kapur tohor.

Rumput laut dibersihkan.

Dicuci dengan melarutkan garam yang menempel.

Direndam dengan air kapur tohor 1-2 jam.

Dijemur 1-2 hari sampai putih atau kekuningan.

Didokumentasikan dan disimpan.

4. Penjemuran dengan difermentasi atau didepigmentasi.

Rumput laut dibersihkan.

Dibungkus plastik dan direndam dalam bak air laut atau tawar selama 2-3 hari.

Rumput laut yang sudah menjadi putih transparan


atau jernih, dijemur di alas selama 2-3 hari.

Disimpan di gudang, biasanya kadar air mencapai 20-25%.


III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Gambar 1. Gracilaria verrucosa Gambar 2. Gracilaria verrucosa


Sebelum perlakuan setelah dibersihkan

Gambar 3. Gracilaria verrucosa Gambar 2. Gracilaria


verrucosa saat direndam air tawar saat dijemur

Gambar 3. Gracilaria verrucosa


Setelah dijemur
B. Pembahasan

Dari hasil praktikum diketahui hasil rumput laut pasca panen metode
yang paling ideal adalah fermentasi. Menurut Insan dan Widyartini (2001), Hasil
yang diharapkan setelah dilakukan fermentasi yaitu terjadi perubahan warna
rumput laut menjadi putih, dengan kandungan dari rumput laut tidak banyak
hilang. Menurut Fahrul (2008), rumput laut yang telah bersih dijemur di atas para-
para bambu atau diatas plastik, terpal atau jaring sehingga tidak terkontaminasi
oleh tanah atau pasir, pada kondisi panas matahari baik rumput laut akan kering
dalam waktu 3-4 hari. Kadar air pada rumput laut yang harus dicapai dalam
pengeringan berkisar 14-18 % untuk jenis Glacillaria sp, sedangkan 31-35 %
untuk jenis Eucheuma sp. Selama pengeringan kedua jenis rumput laut diatas
tidak boleh terkena air tawar, baik air hujan maupun air embun. Rumput laut
kering yang kurang baik akan mempengaruhi rendemen yang dihasilkan.
Penanganan untuk mendapat rumput laut yang baik dapat dilakukan dengan
menggunakan fermentasi. Fermentasi adalah proses untuk mengubah suatu bahan
menjadi produk yang bermanfaat bagi manusia. Proses fermentasi merupakan
proses yang akan menghasilkan perubahan pada rumput laut. Perubahan tersebut
dapat berupa perubahan warna, tekstur atau tingkat kelembutan dan struktur atau
kandungan agarnya.
Rumput laut (seaweed) adalah ganggang berukuran besar (makroalga) yang
merupakan tanaman tingkat rendah dan termasuk kedalam divisi thallophyta. Dari
segi morfologinya, rumput laut tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara
akar, batang dan daun, Secara keseluruhan, tanaman ini mempunyai morfologi
yang mirip, walaupun sebenarnya berbeda. Bentuk- bentuk tersebut sebenarnya
hanyalah thallus belaka. Bentuk thallus rumput laut ada bermacam-macam, antara
lain bulat, seperti tabung, pipih, gepeng, dan bulat seperti kantong dan rambut dan
sebagainya (Aslan, 1998). Rumput laut tumbuh hampir diseluruh bagian hidrosfir
sampai batas kedalaman 200 meter. Di kedalaman ini syarat hidup untuk tanaman
air masih memungkinkan. Jenis rumput laut ada yang hidup diperairan tropis,
subtropis, dan diperairan dingin. Di
samping itu, ada beberapa jenis yang hidup kosmopolit seperti Ulva lactuca,
Hypnea musciformis, Colpomenia sinuosa, dan juga yang digunakan dalam
praktikum kali ini yaitu Gracilaria verrucosa. Rumput laut hidup dengan cara
menyerap zat makanan dari perairan dan melakukan fotosintesis. Jadi
pertumbuhannya membutuhkan faktor-faktor fisika dan kimia perairan seperti
gerakan air, suhu, kadar garam, nitrat, dan fosfat serta pencahayaan sinar matahari
(Puncomulyo, 2006).
Rumput laut jenis Gracilaria sp. oleh nelayan sering disebut agar-agar atau
bernilai ekonomis penting karena penggunaannya sangat luas dalam berbagai
bidang industri. G. verrucosa memiliki kandungan agar-agar sebanyak 28,4%.
Selain untuk pembuatan agar, G. verrucosa banyak dimanfaatkan sebagai bahan
makanan (Soegiarto et al., 1978). G. verrucosa merupakan rumput laut dari
phylum rhodophyta. Sebagai bahan dasar dari industri makanan, kedua rumput
laut tersebut dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan maupun minuman yang
bernilai ekonomis tinggi. Sedikit kreativitas, rumput laut tersebut dapat diolah
menjadi manisan, dodol, selai, minuman es rumput laut dan makanan ringan
lainnya (Marliyati, 1992). Keistimewaan rumput laut Gracilaria sp. adalah dapat
dibudidayakan tambak.
Penelitian terbaru menunjukkan 160 spesies dari genus Gracilaria yang
memiliki fungsi anti-bakterial, anti-inflamantori, anti-protozoa, antifungi,
antiviral, dan mengandung toksik hanya 19 spesies. Gracilaria verrucosa
merupakan salah satu spesies yang memiliki kemampuan multifungsi diantara
spesies dari genus Gracilaria lainnya. Kandungan metanol dan polisakarida pada
G.verrucosa merupakan antioksidan yang berperan dalam tubuh dan biasa
digunakan dalam bahan makanan berupa agar-agar. Selain itu, ekstrak kandungan
dari beberapa genus Gracilaria mampu meminimalisir efek HIV dengan
membunuh retrovirus (De Almeida et al., 2011).
Rumput laut jenis Gracilaria sp. paling baik dibudidayakan karena mudah
diperoleh dan harganya murah. Salah satu dari jenis ini yang terkenal adalah
Gracilaria verrucosa. Ciri-ciri fisik dari G.verrucosa adalah membuat thallus
yang
memipih atau silindris, membentuk rumpun dengan tipe percabangan yang tidak
teratur, dichotomous, alternate, pinate, pada ujung pangkal percabangan
thallusnya meruncing, permukaannya halus atau berbintil-bintil dan garis tengah
thallus berkisar 0,5-4,0 mm dengan panjang yang dapat mencapai 30 cm atau
lebih. Ciri khusus secara morfologis memiliki duri yang tumbuh berderet
melingkari thallus dengan interval yang bervariasi sehingga membentuk ruas- ruas
thallus diantara lingkaran duri (Aslan, 1998). Klasifikasi Gracilaria verrucosa
menurut Bold dan Wynne (1985) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Gracilariaceae
Genus : Gracilaria
Spesies : Gracilaria verrucosa
Akhir dari suatu kegiatan budidaya adalah panen dan pasca panen. Kualitas
rumput laut dipengaruhi oleh teknik budaya, umur panen dan penanganan pasca
panen. Rumput laut siap panen saat berumur sekitar 1-1,5 bulan setelah tanam.
Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari supaya rumput laut yang dipanen
sempat dijemur dahulu sebelum disimpan. Hal ini mengurangi kerusakan kualitas
sebelum dijemur kembali keesokan harinya. Penanganan pascapanen dimulai
sejak rumput laut dipanen, yaitu meliputi pencucian, pengeringan, pembersihan
kotoran atau garam (sortasi), pengepakan, pengangkutan, dan penyimpanan
(Fahrul, 2006). Menurut Bold dan Wynne (1985), langkah-langkah pengolahan
pasca panen menjadi bahan baku atau rumput laut kering adalah :
1. Rumput laut dibersihkan dari kotoran, seperti pasir, batu-batuan, kemudian
dipisahkan dari jenis yang satu dengan yang lain.
2. Setelah bersih rumput laut dijemur sampai kering. Bila cuaca cukup baik
penjemuran hanya membutuhkan 3 hari. Agar hasilnya berkualitas tinggi,
rumput laut dijemur di atas para-para di lokasi yang tidak berdebu dan tidak
boleh bertumpuk. Rumput laut yang telah kering ditandai dengan telah
keluarnya garam.
3. Pencucian dilakukan setelah rumput laut kering. Sebagai bahan baku agar
rumput laut kering dicuci dengan air tawar, sedangkan untuk bahan baku
karagenan dicuci dengan air laut. Setelah bersih rumput laut dikeringkan lagi
kira-kira 1 hari. Kadar air yang diharapkan setelah pengeringan sekitar
28%.Bila dalam proses pengeringan hujan turun, maka rumput laut dapat
disimpan pada rak-rak tetapi diusahakan diatur sedemikian rupa sehingga tidak
saling tindih. Untuk rumput laut yang diambil karagenannya tidak boleh
terkena air tawar, karena air tawar dapat melarutkan karaginan.
4. Rumput laut kering setelah pengeringan kedua, kemudian diayak untuk
menghilangkan kotoran yang masih tertinggal. Lakukan pengepakan dan
penyimpanan, yaitu rumput laut yang bersih dan kering dimasukkan ke dalam
karung goni. Caranya dengan dipadatkan atau tidak dipadatkan. Bila
dipadatkan dalam satu karung dapat berisi 100 kg, sedangkan tidak dipadatkan
hanya berisi 60 kg. Rumput laut yang dapat diekspor di bagian karungnya
dituliskan nama barang (jenis), nama kode perusahaan, nomor karung dan berat
bersih. Pemberian keterangan ini hanya untuk memudahkan proses pengecekan
dalam pengiriman.
Konsep fermentasi rumput laut menurut Anggadiredja et al. (2006), yaitu
Rumput laut jenis Gracilaria sp. yang telah dipanen perlu dicuci dengan air
tambak hingga lumpur dan kotoran lainnya yang melekat terlepas, sesaat sebelum
diangkat dan dikeringkan. Rumput laut dikeringkan dengan cara dijemur di atas
para-para bambu atau diatas plastik tepal sehingga tidak terkontaminasi oleh tanah
dan pasir. Rumput laut kering yang kurang baik akan mempengaruhi rendemen
yang dihasilkan. Penanganan untuk mendapat rumput laut yang baik dapat
dilakukan dengan menggunakan fermentasi. Fermentasi adalah proses untuk
mengubah suatu bahan menjadi produk yang bermanfaat bagi manusia (Benford,
2000).
Prinsip teknik pengawetan rumput laut segar pada dasarnya adalah untuk
menghindari degradasi alginat. Setelah rumput laut dipanen, dilakukan pencucian
dengan air tawar dan sortasi untuk menghilangkan kotoran seperti pasir, garam,
tanah, batu, karang, kulit kerang dan rumput laut lainnya, sehingga bersih dari
lumpur dan kotoran yang melekat. Perendaman rumput laut dalam KOH dapat
menghindari terjadinya degradasi alginat, sehingga memberikan mutu fisika
kimia yang terbaik (Fateha, 2007).
Proses penanganan pasca panen yang lebih modern menurut Aslan (1998),
yaitu sebagai berikut :
1. Sortasi
Tahap ini dilakukan pembuangan kotoran yang menempel dan rumput laut
jenis lain yang tidak dikehendaki.
2. Pengeringan
Rumput laut yang telah dibersihkan kemudian dikeringkan dengan
menggunakan alat Batch Dryer selama 4-6 jam. Pengeringan dengan
memanfaatkan sinar matahari ini memerlukan waktu 2-3 hari. Standar
kandungan kadar air untuk marga Euchema adalah 15% dan 25% untuk marga
Gracilaria.
3. Pengayakan
Setelah proses pengeringan, pekerjaan dilanjutkan dengan tahap pengolahan
berikutnya, yaitu pengayakan. Tahap ini bertujuan untuk memisahkan kotoran
yang berupa pasir yang masih menempel. Proses air dikerjakan dengan
menggunakan mesin pengayak
4. Pengepresan
Proses pengolahan terakhir sebelum rumput laut dikirim ke luar negeri adalah
pengepresan yaitu dalarr bentuk briket. Saat pengepresan disemprotkan KelI
yang berkomposisi kalium, soda, yodium dengar konsentrasi 0,5%.
Pertumbuhan yang terjadi pada rumput laut tidak hanya disebabkan oleh
ketersediaan unsur N dan P saja, tetapi juga oleh faktor lingkungan seperti suhu,
salinitas dan pH. Menjaga media penelitian agar tetap optimum dilakukan
pergantian air sebesar 100% setiap tiga hari. Dengan adanya pertukaran air
setiap tiga hari sekali sebesar 100%, diharapkan suhu, salinitas dan pH tetap
dalam kisaran yang baik untuk pertumbuhan Gracilaria verrucosa. Suhu
mempunyai pengaruh terhadap aktivitas metabolisme dan perkembangan suatu
organisme. Suhu berkisar antara 29-31oC dan pada kisaran tersebut Gracilaria sp.
masih dapat tumbuh dengan baik. Ini sesuai dengan yang dikemukakan suhu yang
baik untuk pertumbuhan rumput laut berkisar antara 26-33oC, bila suhu di bawah
25oC akan terjadi penurunan pertumbuhan pada Gracilaria sp. Salinitas yang
terukur selama penelitian berkisar antara 30%. Pada kisaran tersebut Gracilaria
verrucosa masih dapat tumbuh dengan baik, hal ini sesuai dengan pendapat yang
menyatakan bahwa salinitas optimal bagi pertumbuhan Gracilaria sp. adalah 20-
35%. Perubahan salinitas akan menyebabkan adanya turgor antara bagian dalam
dan luar rumput laut. Penurunan dan peningkatan salinitas di atas batas optimum
tidak menyebabkan kematian, tetapi elastisitas rumput laut menjadi berkurang,
mudah patah dan pertumbuhan akan terhambat. Power of Hydrogen (pH) air
selama penelitian berkisar antara 6-8 (Juni, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas rumput laut saat pasca panen
adalah perubahan iklim, pada musim penghujan kualitas rumput laut akan
berkurang. Kandungan rumput laut Indonesia sepanjang tahun tersebut lebih
banyak kandungan airnya. Musim tanam berpengaruh pada kualitas rumput laut.
Sebaiknya pembudidayaan rumput laut tidak dilakukan pada musim penghujan
karena akan berakibat salinitas perairan menjadi rendah dan berakibat kurang
baiknya perkembangan rumput laut. Faktor eksternal yang mempengaruhi kualitas
rumput laut adalah kualitas perairan. Lokasi budidaya harus terlindung dari
hempasan langsung ombak yang kuat, lokasi budidaya harus mempunyai gerakan
air yang cukup dan kecepatan arus yang cukup, kejernihan air tidak kurang dari 5
cm dengan jarak pandang secara horizontal, suhu air berkisar 27- 30°C dengan
fluktuasi harian maksimal 4°C dan pH air antara 7-9 dengan kisaran optimum 7,3-
8,2. Penanganan pasca panen merupakan rangkaian kegiatan agribisnis rumput
laut yang sangat menentukan dalam menghasilkan kualitas
rumput laut. Kualitas rumput laut yang memenuhi persyaratan ekspor dan
pabrikan dalam negeri adalah untuk jenis Gracilaria spp. adalah kadar air 18-
22%, kotoran dan garam tidak lebih dari 2% dan rendemen 14-20% (Wisnu,
2011).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai


berikut :
1. Tahapan proses pasca panen meliputi proses pengeringan rumput laut, ekstraksi
agar, karaginan dan alginate, serta pengolahan produk makanan siap saji.
2. Beberapa proses pengeringan rumput laut, yaitu penjemuran langsung
dikeringkan, penjemuran dengan pencucian air tawar, penjemuran dengan
direndam dengan kapur tohor dan penjemuran dengan difermentasi.

B. Saran

Saran untuk praktikum kali ini adalah lebih baik langkah-langkah dilakukan
di daerah kampus atau laboratorium sebab saat dokumentasi data sangat susah
untuk dilakukan.
DAFTAR REFERENSI

Anggadiredja, Jana T., A. Zatnika, H. Purwoto dan S. Istini. 2006. Rumput Laut.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Aslan, L. M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Benford, D. J. 2000. Carrageenan and Processed Euchema Seaweed, series 48.
Food Standards Agency, London.
Bold, H. C. and Wynne M. J. 1985. Introduction to Algae 2nd Edition. Prentice-
Hall Englewood Cliffs, New Jersey.
Cocon, 2012. Panen dan Pasca panen rumput laut Euchemma cottonii. Http://
www.scribd.com/doc/93325718/Modul-Praktis--Panen--Dan--Pasca-Panen.
Di akses tanggal 8 April 204.
De Almeida, Cynthia Layse F., Heloina de S. Falcao, Gedson R. de M. Lima, Camila de
A. Montenegro, Narlize S. Lira, Petronio F. de Athayde-Filho, Luis C. Rodrigues,
Maria de Fatima V. de Souza, Jose M. Barbosa-Filho and Leonia M. Batista. 2011.
Bioactivities from Marine Algae of the Genus Gracilaria. Int. J. Mol. Sci. 2011,
12, 4550-4573.
Fahrul. 2006. Pelatihan Budidaya Laut Coremap Fase II Kabupaten Selayar.
Yayasan Mattirotasi, Makassar.
Fateha. 2007. Teknik Penanganan Pasca Panen Rumput Laut Coklat, Sargassum
filipendula Sebagai Bahan Baku Alginat. Bul. Tek. Lit. Akuakultur, 6 (1).
Gessner and Scramm. 1972. Salinity Plant Enviromental Factor. Willey
Interscience, London.
Insan, A. I. dan D. S. Widyartini. 2001. Makroalga : Bahan ajar Algologi.
Fakultas Biologi Unsoed, Porwokerto.
Juni, Rr. Triastuti, Raindra Daksina dan Rochmah kurnijasanti. 2010. Pengaruh
Persentase Pertukaran Air pada Pertumbuhan Gracilaria verrucosa dalam
Budidaya Bak Terkontrol. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 2 (1).
Marliyati, S. A. 1992. Pengolahan Pangan Tingkat rumah Tangga. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Poncomulyo, dkk. 2006. Budidaya dan Penglolaan Rumput Laut. Agro Media
Pustaka, Jakarta.
Soegiarto, A. H. Mubarak, S. dan W. S. Atmaja. 1978. Rumput Laut (Algae),
Manfaat dan Budidaya. LON. LIPI, Jakarta.
Wisnu, Sujatmiko. 2011. Faktor Penentu Keberhasilan Budidaya Rumput Laut.
Http://teamaquacultureuntirta.wordpress.com/2011/07/-22/faktor--penen tu-
keberhasilan-budidaya-rumput-laut/ diakses tanggal 8 April 2014.

Anda mungkin juga menyukai