Anda di halaman 1dari 17

PSIKOLOGI HUMANISTIS EKSISTENSIAL II

DOSEN PENGAMPU :

ANA FITRIANI, M.Psi., Psikolog

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 10

LUKI 105281101122

AHMAD WAHYUDI 105281101622

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-nya
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun judul dari makalah ini adalah "Psikologi Humanistis Eksistensial II".

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-


besarnya kepada dosen pengampu mata kuliah Psikologi Kepribadian yang telah
memberikan tugas terhadap kami. kami juga ingin mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kami jauh dari Sempurna. Dan ini merupakan langkah yang baik dari
studi yang sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kesempatan
kami, maka kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga
makalah ini dapat berguna bagi saya pada khususnya dan pihak lain yang
berkepentingan pada umumnya.

Makassar 10 Maret 2023


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Psikologi kepribadian banyak mengajarkan tentang teori-teori kepribadian
dan memberi kita wawasan tentang para ahli teori yang mengembangkan teori-
teori kepribadian tersebut. Ketika mempelajari psikologi kepribadian, kita
belajar tentang banyak teori karakter dan kepribadian, seperti teori
psikoanalitik Sigmund Freud dan teori yang berpusat pada klien Carl Rogers.
Setiap tokoh memiliki teori tersendiri dalam memaknai kepribadian.
Mereka mempresentasikan teori berdasarkan apa yang mereka alami, ketahui
dan pelajari. Begitu pula dengan Carl Roger yang mengembangkan teori
kepribadiannya yaitu teori kepribadian humanistik yang muncul dari
pengalamannya sebagai seorang psikoterapis.
Dalam makalah ini, penulis menjelaskan tentang teori kepribadian yang
dikemukakan atau dikembangkan oleh Carl Rogers dengan tujuan agar
pembaca dapat memperoleh informasi lebih lanjut tentang tokoh Carl Rogers
dan teori-teori yang dikembangkannya.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kita bahas dalam makalah ini, yaitu
1. Bagaimana biografi Carl Rogers?
2. Bagaimana kepribadian menurut Rogers?
3. Bagaimana psikoterapi yang dilakukan oleh Rogers?

C. Tujuan
Mengenai tujuan, kita dapat mengetahui beberapa rumusan masalah di
atas, yaitu:
1. Mengenal Biografi Carl Rogers
2. Mengetahui kepribadian yang terfokus menurut Carl Rogers
3. Mengetahui tentang psikoterapi yang dilakukan Carl Rogers
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Singkat Carl Ransom Rogers
Nama lengkap Rogers adalah Carl Ransom Rogers. Rogers lahir pada 8
Januari 1902 di Oak Park, Illinois, anak keempat dari enam bersaudara (Feist
& Feist, 2010). Nama ayahnya adalah Walter dan nama ibunya adalah Julia
Cushing Rogers. Carl sangat dekat dengan ibunya karena ayahnya sering
bepergian untuk pekerjaannya sebagai seorang insinyur. Orang tua Rogers
adalah orang yang religius dan saleh, jadi Carl tertarik pada kitab injil, dan
dia sering membaca kitab injil dan buku lain sebelum masuk sekolah.
Roger sempat berkeinginan menjadi seorang petani, dan
setelah lulus SMA dia kuliah di University of Wisconsin dan mengambil
jurusan pertanian. Namun, ia mulai kehilangan minat pada pertanian dan
lebih mengabdikan dirinya pada agama.
Pada tahun 1924, Rogers masuk Union Theological Seminary di New
York dengan tujuan menjadi seorang pastur (Feist & Feist, 2010). Selama
seminari dia mengambil beberapa kursus psikologi dan pendidikan
di Columbia university. Rogers sangat dipengaruhi oleh gerakan pendidikan
progresif John Dewey, yang sangat kuat pada saat itu di Columbia's Teachers
College. Akhirnya, pada musim gugur tahun 1926, Rogers meninggalkan
seminari untuk masuk ke Teachers College dan berkonsentrasi pada psikologi
klinis dan pendidikan. Sejak itu ia tidak pernah kembali ke pendidikan agama
formal.
Pada tahun 1927, Rogers adalah seorang rekan di Institut Bimbingan Anak
New York mengejar gelar PhD (Feist & Feist, 2010). Setelah menerima gelar
doktor atau doktor dalam bidang psikologi dari Columbia pada tahun 1931,
Rogers menjadi anggota staf dan kemudian direktur Rochester Leadership
Center (Daniel, Lawrence & Pervin, 2011). Selama karirnya, Rogers mencoba
untuk terus menerapkan metode ilmiah objektif untuk studi manusia. Rogers
sangat dipengaruhi oleh ide-ide Otto Rank, salah satu rekan Freud sebelum
dia dikeluarkan dari kelompok Freud.
Pada tahun 1940, Rogers menerima tawaran untuk menjadi profesor
psikologi di Ohio State University. Rogers sendiri mengalami transisi dari
pekerjaan klinis ke lingkungan akademik secara akut. Karena
kegembiraannya, Rogers merasa terdorong untuk menjelaskan pandangannya
tentang psikoterapi. Dan itulah yang dia lakukan dalam bukunya (1942)
Counseling and psychotherapy. Pada tahun 1945 Rogers menjadi profesor
psikologi di University of Chicago, di mana dia tinggal sampai sekarang.
Antara 1946 dan 1957 ia menjadi Presiden American Psychological
Association. Rogers mendirikan pusat penelitian beranggotakan 75 orang di
WBSI, Gendlin ((Dalam Feist&Feist, 2010) pada tahun 1998. Pada tahun-
tahun terakhir hidupnya ia mengadakan lokakarya di negara-negara seperti
Hongaria, Brasil, Afrika Selatan, dan Uni Soviet. Rogers meninggal pada 4
Februari 1987 setelah operasi patah tulang pinggul dan serangan jantung.
Pada tahun 1986, Rogers dan rekan-rekannya yang lebih humanis
mendirikan Center of the Person (Daniel, Lawrence & Pervin, 2011).
Teorinya tidak sepenuhnya didukung sampai Client-Centered Therapy (1951)
dan disajikan lebih rinci dalam seri buku Koch (Rogers, 1959. Dalam
Feist&Feist, 2010). Namun, Rogers selalu menekankan bahwa teorinya harus
selalu tentatif, dan garis pemikiran tersebut harus diikuti ketika mendekati
pembahasan teori kepribadian Rogers.
B. Kepribadian Menurut Carl Rogers
Menurut Rogers, orang yang berkepribadian sehat adalah orang yang
mampu mengaktualisasikan diri. Dengan demikian, orang yang sadar dan
rasional tidak lagi dikendalikan oleh peristiwa masa kanak-kanak yang
dikemukakan oleh aliran Freudian, seperti pelatihan toilet, penyapihan, atau
pengalaman seksual sebelumnya. Rogers lebih melihat masa kini dan
berpendapat bahwa masa lalu benar-benar memengaruhi cara seseorang
memandang masa kini, yang juga memengaruhi kepribadian dan kesehatan
mentalnya.
Implementasi dapat memfasilitasi dan mendorong pematangan dan
pertumbuhan. Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan
mengembangkan karakteristik dan potensi psikologis yang unik. Konsep
aktualisasi diri mengacu pada kecenderungan organisme untuk tumbuh dari
makhluk sederhana menjadi sesuatu yang kompleks dan kemudian berubah
dari ketergantungan menjadi kemandirian dari sesuatu yang tetap dan kaku
menjadi proses perubahan dan kebebasan berekspresi. Roger percaya bahwa
manusia memiliki keinginan bawaan untuk mencipta dan ciptaan yang paling
penting adalah diri mereka sendiri, sebuah tujuan yang dicapai orang waras
jauh lebih sering daripada orang sakit jiwa.
Sebagai makhluk hidup, manusia adalah organisme, yaitu makhluk fisik
dengan segala fungsi, baik fisik maupun psikis. Organisme ini juga
merupakan tempat (tempat) dari semua pengalaman, dan pengalaman ini
mencakup segala sesuatu yang mungkin hadir kapan saja dalam kesadaran
organisme dan dalam persepsi manusia tentang peristiwa yang terjadi di
dalam dirinya sendiri dan juga di dunia luar.

Pengertian organisme mencakup 3 hal :


1. Makhluk hidup
Organisme adalah makhluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologis.
Organisme adalah tempat dari setiap pengalaman, dari segala sesuatu yang
berpotensi hadir dalam kesadaran pada saat tertentu, jadi persepsi manusia
tentang peristiwa yang terjadi di dalam dirinya dan di dunia luar.
2. Realitas subjektif
Organisme merespons dunia seperti yang diamati atau dialaminya.
Realita adalah bidang persepsi subyektif, bukan fakta yang benar dan salah.
Realitas subjektif ini menentukan/membentuk perilaku
3. Holisme
Organisme adalah salah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan pada
suatu bagian akan mempengaruhi bagian lain. Setiap perubahan memiliki
makna pribadi dan bertujuan yakni tujuan mengaktualisasi,
mempertahankan dan mengembangkan diri
a. Struktur Kepribadian
1. Self (Diri)
Diri atau konsep diri adalah konsep umum yang stabil, terorganisir, dan
tersusun dari pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan saya dan
membedakan saya dari mereka yang bukan saya. Konsep diri
menggambarkan citra diri seseorang, kualitas yang mereka anggap sebagai
bagian dari diri mereka sendiri, citra diri mereka dalam berbagai peran
mereka dalam kehidupan dan dalam hubungannya dengan hubungan
interpersonal.
Konsep utama teori kepribadian Rogers adalah diri, oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa diri adalah struktur kepribadian yang nyata. Carl Rogers
menggambarkan diri atau struktur diri sebagai konstruksi yang
menunjukkan bagaimana setiap individu melihat dirinya sendiri.
Menurut Roger, diri merupakan aspek dari pengalaman fenomenologis.
Pengalaman fenomenologis merupakan aspek pengalaman kita di dunia ini,
yaitu yang mengaktualisasikan pengalaman sadar kita adalah pengalaman
diri kita sendiri “dari diri kita sendiri”. Rogers mengidentifikasi dua diri
yang berbeda yaitu:
a. Actual Self (real self) adalah keadaan diri individu saat ini.
b. Ideal Self adalah keadaan diri individu yang ingin dilihat oleh individu
itu sendiri atau apa yang ingin dicapai oleh individu tersebut.

Perhatian utama Roger adalah bagaimana membuat organisme dan diri


mereka sendiri menjadi lebih bersatu atau paralel. Artinya diri terkadang
dalam keadaan tidak sesuai, kecocokan diri ditentukan oleh kematangan,
penyesuaian diri dan kesehatan mental. Diri yang kongruen adalah diri yang
mampu membedakan antara interpretasi "aku-aku" dan "aku-aku" dan
persepsi tentang realitas dan interpretasi diri lainnya. Semakin besar jarak
antara keduanya, semakin besar misalignment. Semakin besar
ketidaksesuaian, semakin besar penderitaan yang dialami, dan bila ini tidak
terjadi, ketidakharmonisan atau ketidaksesuaian atau neurosis terjadi.
Katakanlah Anda memiliki diri yang ideal sebagai orang dengan tubuh ideal
dan prestasi yang tinggi dibandingkan dengan teman-teman Anda, namun
pada kenyataannya diri Anda yang sebenarnya adalah orang yang memiliki
bentuk tubuh yang tidak ideal dan pencapaian Anda rata-rata dibandingkan
dengan teman-teman Anda, jadi ada kesenjangan antara diri sejati Anda dan
diri ideal Anda, yang dapat menyebabkan kecemasan.
Jika seseorang mengalami integrasi antara “konsep dirinya” dengan
organisme, maka hubungan tersebut disebut kongruen (cocok), bila
sebaliknya disebut inkongruen (tidak cocok), yang pada manusia dapat
menimbulkan masalah psikologis, seperti sebagai terancam, takut, defensif
dan berpikiran kaku dan picik. Sedangkan ciri-ciri orang yang merasa sehat
jiwanya (kongruen).

b. Dinamika Kepribadian
1. Aktualisasi Diri
Menurut Rogers (1959), bayi mulai mengembangkan konsep diri yang
samar-samar ketika mereka belajar menjadi samar ketika beberapa
pengalaman mereka telah dipersonifikasikan dan dibedakan menjadi
pengalaman sadar seperti "aku" atau "aku". Bayi secara bertahap menjadi
lebih sadar akan identitas mereka sendiri saat mereka belajar apa yang terasa
enak dan apa yang terasa buruk. Menurut Rogers (1959), bayi mulai
mengembangkan konsep diri yang samar-samar ketika mereka belajar
menjadi samar ketika beberapa pengalaman mereka telah dipersonifikasikan
dan dibedakan menjadi pengalaman sadar seperti "aku" atau "aku". Bayi
secara bertahap menjadi lebih sadar akan identitas mereka sendiri saat
mereka belajar apa yang terasa enak dan apa yang terasa buruk.
Ketika bayi telah membentuk struktur dasar. Aktualisasi diri emo Anda
mulai berkembang. Menurut Rogers, proses kepribadian yang paling
mendasar adalah kecenderungan untuk menantikan perkembangan
kepribadian, yang disebut Rogers sebagai aktualisasi diri. “Organisme”
memiliki kecenderungan dasar dan berusaha mengaktualisasikan,
melestarikan dan meningkatkan pengalaman organisme (Rogers, 1951,
dalam Cervone, Lawrence & Pervin, 2011). Aktualisasi diri merupakan
bagian dari trend aktualisasi, tidak sama dengan trend itu sendiri.
Aktualisasi diri berlangsung mengikuti apa yang digariskan oleh
keturunan. Ketika organisme telah matang, ia semakin berbeda dari orang
lain, menjadi lebih terbuka, lebih mandiri, dan lebih sosial. Kecenderungan
untuk bertindak tersebut tentunya memanifestasikan dirinya melalui
berbagai perilaku, yaitu:
1. Perilaku berdasarkan proses fisiologis, meliputi kebutuhan dasar seperti
(air, makanan, udara), kebutuhan perbaikan diri, dan fungsi tubuh serta
regenerasi.
2. Perilaku yang berhubungan dengan motivasi psikologis untuk menjadi
diri sendiri; proses aktif menjadi sesuatu; bermain, berkreasi, berinisiatif,
mengeksplorasi, dan menciptakan perubahan lingkungan; mendorong
organisme untuk meningkatkan otonomi dan swasembada.
3. Perilaku yang tidak menghilangkan stres tetapi meningkatkan
ketegangan, yaitu perilaku yang dimotivasi dengan bergerak ke arah yang
lebih baik; Perilaku yang dipandu oleh proses pertumbuhan mewujudkan
semua potensi dan kemampuan.
Rogers berasumsi bahwa pada prinsipnya kemungkinan itu ada jika
semua perilaku manusia bertujuan dan bertujuan untuk meningkatkan
kompetensi atau realisasi diri. Realisasi diri adalah tujuan ideal di mana
tidak ada yang bisa mencapai potensi penuh mereka. Rogers percaya bahwa
tidak ada seorangpun yang dapat mencapai aktualisasi diri secara penuh,
sehingga tidak lagi membutuhkan motivasi. Menurutnya, akan selalu ada
keterampilan yang harus dikembangkan, keterampilan yang harus dikuasai
dan dipupuk, atau keinginan biologis yang bisa lebih tepat (lebih efektif)
dipuaskan.
2. Self Consistency dan Kesesuaian
Menurut Rogers, fungsi organisme adalah menjaga konsistensi (bukan
konflik) antara pandangan diri dan mencapai kesesuaian antara pandangan
diri dan pengalaman. Konsep self-consistency awalnya dikembangkan oleh
Lecky (1945). Menurut Lecky, daripada mencari kesenangan dan
menghindari rasa sakit, organisme mencari cara untuk mempertahankan
strukturnya sendiri. Individu mengatur nilai dan tindakannya untuk
mempertahankan sistem diri. Individu terus-menerus berperilaku sesuai
dengan persepsi mereka sendiri.
Rogers menekankan pentingnya fungsi kepribadian yang kompatibel
antara diri dan pengalaman. Rogers menggunakan istilah konformitas untuk
merujuk pada "korespondensi yang tepat" antara dua keadaan psikologis
(Rogers, 1961, dalam Cervone, Lawrence & Pervin, 2011). Salah satu jenis
keselarasan yang penting bagi Rogers adalah keselarasan antara diri kita
sendiri dan kesadaran akan perilaku dan pengalaman kita. Bagi Rogers,
mencapai diri yang kita anggap konsisten sangat penting bagi orang untuk
mencari pengalaman yang konsisten dengan citra diri yang ada (Cervone,
Lawrence, & Pervin, 2011).
3. Penerimaan Positive (Positive Regard)
Bayi mengembangkan konsep diri dengan membedakan dan kemudian
menginternalisasi pengalaman eksternal yang memuaskan aktualisasi diri
mereka. Konsep diri mencakup gagasan tentang siapa dia, siapa dia
seharusnya, dan siapa dia dirinya.
Setiap orang memiliki kebutuhan dasar akan kehangatan, pengakuan,
penerimaan, pemujaan dan cinta dari orang lain (kehangatan, kesukaan, rasa
hormat, simpati dan penerimaan, cinta dan kasih sayang). Kebutuhan ini
disebut kebutuhan akan perhatian positif. Sikap positif terbagi menjadi dua
bagian, yaitu:
1. Conditional positive regard (bersyarat)
Conditional positive attitude atau sikap positif bersyarat, misalnya
kebanyakan orang tua memuji, menghormati dan menyayangi
anaknya secara bersyarat, yaitu. sejauh mana anak berpikir dan
berperilaku seperti yang diinginkan orang tua. penghargaan bersyarat
terjadi ketika tuntutan ditempatkan pada evaluasi positif dari orang
penting lainnya, ketika individu merasa dihargai dalam beberapa hal
tetapi tidak dihargai dalam hal lain (Rogers, 1959; Feist dan Feist,
2010).
2. Unconditional positive regard (tak bersyarat).
Unconditional positive regard disini anak tanpa syarat apapun
dihargai dan diterima sepenuhnya dalam tingkahlakunya (baik itu
yang dikehendaki atau tidak) sebagai pribadi yang utuh (Alwisol,
2009).
Rogers menggambarkan orang yang berfungsi penuh sebagai
seseorang yang mengalami penghargaan positif tanpa syarat. Artinya
dia dihormati, dicintai, karena dia sendiri sebagai pribadi, jadi dia
tidak defensif, tetapi cenderung menerima dirinya dengan penuh
percaya diri. Setelah itu, diri dan organisme dapat menjadi satu
kesatuan yang baik, tetapi hanya ketika memasuki lingkungan sosial
eksternal yang berfungsi sebagai medan fenomenal. Tidak yakin
apakah itu dapat berkembang dengan baik.
C. Psikoterapi yang dilakukan Carl Rogers
Terapi yang berpusat pada klien(client centered) tampaknya sederhana
dalam teori, tetapi cukup rumit dalam praktiknya. Pendekatan yang berpusat
pada klien berpendapat bahwa orang yang rentan atau tertekan dapat
berkembang secara psikologis ketika mereka bertemu dengan terapis yang
cocok dan yang mereka yakini dapat memberikan rasa penerimaan dan
empati tanpa syarat yang akurat. Tetapi sifat-sifat kecocokan, penghargaan
positif tanpa syarat, dan pengertian secara empati tidak datang dengan mudah
kepada konselor.
1. Kondisi
Rogers berasumsi bahwa kondisi berikut ini dianggap perlu dan cukup
untuk terjadinya perkembangan terapeutik. Istilah-istilah ini adalah:
1. Klien yang cemas atau rentan harus menemui terapis yang cocok yang
juga memiliki empati dan penghargaan positif tanpa syarat untuk klien
tersebut.
2. klien harus dapat melihat karakteristik tersebut dari terapinya
3. Pertemuan antara klien dan terapis harus berlangsung dalam jangka
waktu tertentu.
Terapi yang berpusat pada klien menjadi unik dalam penekanannya
atas kondisi kongruensi, penerimaan positif tidak bersyarat, dan
mendengar secara empati dari konselor yang dianggap perlu dan memadai
( Rogers, 1957, dalam Feist dan Feist, 2010).Namun dari ketiga hal
tersebut, kecocokan adalah hal yang mendasar, karena kecocokan adalah
ciri umum dari terapis.
a. Kecocokan Konselor
Kondisi perlu dan cukup pertama untuk perubahan terapeutik
adalah terapis yang kongruen. Kesesuaian terjadi ketika pengalaman
organismik seseorang sesuai dengan kesadaran akan pengalaman
tersebut dan kemampuan serta keinginan untuk mengungkapkan
perasaan tersebut di depan umum (Rogers, 1980, FeistandFeist, 2010).
menjadi kongruen adalah untuk menjadi nyata, jujur, utuh atau
terintegrasi dan apa adanya. Rogers mengatakan terapis lebih efektif
ketika mereka berkomunikasi dengan jujur, bahkan ketika perasaan itu
negatif dan mengancam.
b. Penerimaan Positif Tidak Bersyarat
Penghargaan positif adalah kebutuhan untuk disukai, dihargai dan
diterima oleh orang lain. Ketika kebutuhan itu diungkapkan tanpa syarat
atau kualifikasi, penerimaan positif tanpa syarat muncul (Rogers, 1980,
FeistandFeist, 2010). Terapis memiliki penerimaan positif yang tidak
bersyarat ketika mereka mengalami sikap yang hangat, positif, dan
menerima terhadap klien mereka. Sikap ini tidak bersifat poseseif, tidak
evaluative, dan tanpa suatu keraguan.
Seorang terapis yang menerima klien tanpa syarat secara positif
menunjukkan kehangatan dan penerimaan yang tidak posesif, dan
bukan kepribadian yang terlalu mendominasi. Kehangatan non-posesif
berarti merawat orang lain tanpa menyembunyikan atau merasuki orang
itu. Penerimaan positif tanpa syarat berarti bahwa terapis dapat
menerima dan menghargai klien mereka tanpa batasan atau keraguan
dan terlepas dari perilaku klien.
c. Mendengarkan secara Empati
Empati ada ketika terapis mampu mempersepsi dan memahami
secara akurat keadaan dan perasaan klien, dan terapis mampu
menyampaikan persepsi tersebut sehingga klien mengetahui bahwa ada
orang lain yang telah memasuki dunia perasaan tanpa prasangka,
proyeksi. maupun evaluasi. Bagi Rogers (1980), empati berarti hidup
sementara dalam kehidupan orang lain, bergerak didalamnya dengan
hati-hati tanpa menghakimi. Empati berarti terapis melihat segala
sesuatu dari sudut pandang klien dan klien merasa aman.
2. Proses
Rogers (1959) percaya bahwa ada aturan-aturan tertentu yang menjadi
karakteristik dari proses terapi (Feist and Feist, 2010)
a. Tahapan dalam Perubahan Terapeutik
Proses perubahan kepribadian yang konstruktif dapat ditempatkan
pada suatu kontinum dari yang paling protektif sampai yang paling
integratif. Rogers membagi kontinum ini menjadi tujuh tahap:
1. Tahap 1
Keengganan untuk berkomunikasi tentang dirinya sendiri, pada
tahap ini tidak ada yang mencari bantuan, tetapi datang ke terapi, jika
ada alasan tertentu, mereka akan menjadi kaku dan menolak untuk
berubah.
2. Tahap 2
Klien akan sedikit kurang kaku. Mereka mendiskusikan peristiwa
eksternal, tetapi tetap tidak mengakui perasaan mereka. Tapi mereka
mungkin akan membicarakan perasaan pribadi mereka jika perasaan itu
adalah fenomena objektif.
3. Tahap 3
Mereka berbicara tentang diri mereka sendiri dengan lebih bebas,
meskipun mereka masih berupa objek. Klien berbicara tentang perasaan
dan emosi masa lalu dan masa depan serta menghindari perasaan yang
sedang dialami saat ini.
4. Tahap 4
Klien mulai berbicara tentang perasaan yang dalam, tetapi bukan
tentang apa yang dia rasakan saat itu. Saat klien sekarang
mengungkapkan perasaannya, mereka biasanya terkejut. Mereka mulai
mempertanyakan nilai-nilai yang mereka terima dari orang lain dan
mulai melihat kontradiksi antara pengalaman mereka dan pengalaman
organisme. Mereka mulai secara tentative membiarkan diri mereka
menjadi lebih terlibat dalam hubungan dengan terapis.
5. Tahap 5
Mereka mulai mengalami perubahan dan pertumbuhan yang
signifikan. Mereka mampu mengekspresikan emosi yang mereka alami,
meski belum melambangkannya. mereka mulai membuat keputusan
sendiri dan bertanggung jawab atas keputusan mereka sendiri.
6. Tahap 6
Klien mengalami pertumbuhan dan pergerakan dramatis menuju
orang yang berfungsi penuh atau aktualisasi diri. Orang yang mencapai
tahap ini merasakan kesejahteraan seluruh tubuh saat otot mereka rileks,
air mata mengalir, sirkulasi meningkat, dan gejala fisik menghilang.
7. Tahap 7
klien yang telah mencapai tahap ini sudah menjadi orang-orang masa
depan. mereka memiliki kepercayaan diri untuk menjadi diri mereka
sendiri, untuk merasakan pengalaman mereka secara mendalam dan
sepenuhnya. Mereka memiliki penerimaan diri yang benar-benar positif
dan dapat berbelas kasih dan berbelas kasih terhadap orang lain.
3. Hasil
Setelah proses perubahan terapeutik berlangsung, diharapkan hasil
tertentu mulai terlihat, hasil dari terapi ini antara lain:
1. Klien menjadi kongruen, tidak defensif dan lebih terbuka terhadap
pengalaman.
2. Mereka lebih mampu menginternalisasi pengalaman mereka pada
tingkat simbolik
3. Menjadi lebih efektif dalam memecahkan masalah
4. Mempunyai penghargaan diri positif yang lebih tinggi
5. Mereka memiliki visi pemberdayaan diri
6. Mereka kurang rentan terhadap ancaman dan kecemasan mereka
berkurang.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
- Alwisol,2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

- MacDougal, Carol. 2002. Rogers’s Person-Centered Approach:Consideration

for

- Use in Multicultural Counseling. Journal of Humanistic Psychology. Vol.

42, No.2. Sage Publications.

Anda mungkin juga menyukai