Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PERSON CENTERED THEORY


CARL ROGERS

Dosen Pengampu :
Fatma Nur Aqmarina, S.Psi, M.Psi.

Diajukan untuk memenuhi Tugas kelompok pada mata kuliah

“Teori Kepribadian Kontemporer”

Disusun oleh :
Adinda Destania K. (46120010144)
Ajeng Dwi Kumala (46120010141)
Tarisa Zamaya Zahra (46120010149)

UNIVERSITAS MERCU BUANA


FAKULTAS PSIKOLOGI
JAKARTA
2021
PEMBAHASAN

BIOGRAFI CARL R. ROGERS


Carl R. Rogers (Carl Ransom Rogers) lahir di Oak Park, Illnois, Amerika Serikat pada 8
Januari 1902. Rogers merupakan anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan Walter dan
Julia Cushing Rogers. Rogers lebih dekat kepada ibunya dibandingkan sang ayah. Hal ini
dikarenakan ayahnya merupakan insinyur dan kontraktor sehingga membuatnya selalu bepergian
keluar rumah. Rogers sekeluarga kala itu menikmati hidup pada kelas menengah atas karena
kesuksesan yang diraih oleh ayahnya. Rogers belajar tentang religiusitas dan kerja keras dari
kedua orang tuanya.

Rogers termasuk anak yang berprestasi di sekolahnya. Ia menyukai buku-buku dengan


kisah petualangan. Meskipun terlahir dalam keluarga besar, Rogers kecil lebih senang
menyendiri di sekolah. Ia termasuk anak yang sensitif dan perasa dengan ejekan-ejekan yang
dilontarkan oleh teman-temannya.

Pada usia 12 tahun, ayah Rogers mengajak pindah keluarganya ke sebuah peternakan
yang berjarak 25 mil dari Chicago. Orang tua Rogers mengambil keputusan ini untuk
memberikan lingkungan yang kondusif berupa lingkungan yang religius untuk perkembangan
anak-anak mereka. Di rumah inilah Rogers menemukan kesenangan baru terhadap ilmu
pertanian. Rogers melakukan observasi dan mencatat detil tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan
di sekitarnya.

Kesenangannya dalam ilmu pertanian membuat ia mendalami ilmu alam dan hayat di
Universitas Wisconsin. Setelah lulus dari universitas tersebut pada tahun 1924, Rogers
melanjutkan pendidikannya ke Union Theological Seminary di New York City. Disinilah ia
mengenal pandangan liberal dan filosofis mengenai agama dan ingin mempelajarinya sendiri. Ia
kemudian memiliki minat baru terhadap dunia psikologi pendidikan dan psikologi klinis yang ia
tekuni kemudian di Teachers College of Columbia University dan mendapat gelar doktornya
pada tahun 1931. Di tempat itulah ia terpengaruh oleh filsafat John Dewey dan diperkenalkan
pada psikologi klinis oleh Leta Hollingworth.
Setelah pertemuannya dengan Alfred Adler, ia mengubah orientasinya dalam metode
psikoterapi menjadi teknik terapi yang berpusat pada klien atau pribadi. Teknik yang ia
perkenalkan ini ia kembangkan secara terus menerus di berbagai tempatnya bekerja seperti di
Rochester Guidance Center (pusat bimbingan untuk anak terlantar). Rogers juga mendirikan The
Center for Studies of The Person (Pusat Kajian Pribadi) di La Jolla California. Pada tahun 1946-
1947, ia menjabat sebagai presiden American Psychological Association.

PERSON CENTERED THEORY

A. Prinsip Dasar Person Centered Therapy


1. Definisi Diri
Menurut Rogers, memahami ‘diri’ adalah hal yang terpenting dan efektif dalam
proses manusia untuk berkembang. Menurut Rogers, individu mempersepsi objek
eksternal dan pengalaman-pengalaman yang ia rasakan dan kemudian memberi
makna terhadap hal-hal itu. Keseluruhan sistem persepsi dan pemberian makna ini
merupakan medan fenomenal individu. Medan fenomenal tidak dapat diketahui oleh
orang lain kecuali melalui inferensi empatis dan selanjutnya tidak pernah dapat
diketahui dengan sempurna. Bagaimana individu bertingkah laku tergantung pada
medan fenomenal itu (kenyataan subyektif) dan bukan pada keadaan-keadaan
perangsangnya (kenyataan luar).
Menurutnya, pandangan dasar terhadap manusia yaitu manusia memiliki sifat positif,
kreatif, bebas, optimis, aktif dan bertanggung jawab serta berorientasi ke masa depan
untuk dapat memenuhi kebutuhan dirinya agar dapat beraktualisasi.

2. Konsep Dasar
Person centered theory atau teori client centered merupakan cabang dari teori
humanistik yang dikembangkan oleh Carl R. Roger. Dalam teori ini Rogers
menujukkan kepercayaan yang lebih mendalam pada manusia. Rogers percaya
manusia dapat bersosialisasi dan bergerak maju, berjuang untuk berfungsi secara
penuh. Rogers meyakini bahwa pengalaman pada seorang individu yang
sesungguhnya hanya dapat diketahui secara lengkap oleh individu itu sendiri.
Psikolog maupun psikoterapis hanya dapat mengukur dan melakukan penyelidikan
sebagian saja dari apa yang ada dalam dunia pengalaman seseorang, dan tidak dapat
mengetahui selengkap yang diketahui oleh orang yang bersangkutan (klien).
Keyakinan Rogers akan hal ini dituangkan dalam prinsip pendekatannya bahwa
seseorang merupakan sumber informasi yang terbaik mengenai dirinya sendiri.
Rogers menentang apa yang disebut sebagai salah satu bentuk putus asa dan
ketidakberdayaan dalam pandangan psikoanalistik tentang manusia. Teori ini
berpusat pada diri person.
B. Ciri – Ciri Person Centered Theory
1. Terapi berpusat pada person (individu) berfokus pada tanggung jawab dan
kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara dalam menghadapi kenyataan agar lebih
sempurna.
2. Menekankan medan fenomenal klien. Medan fenomenal (fenomenal field) adalah
aspek keseluruhan pengalaman seseorang yang diterima, baik yang disadari maupun yang
tidak. Klien tidak lagi menolak pengalaman-pengalaman yang dialaminya sebagaimana
adanya.
3. Prinsip-prinsip psikoterapi berdasarkan bahwa hasrat kematangan psikologis
manusia itu berakar pada manusia sendiri. Psikoterapi bersifat konstrukstif dimana
dampak psikoterapeutik terjadi karena hubungan terapis dan klien.
4. Tidak dilakukan dengan sekumpulan teknik yang khusus. Tetapi pendekatan ini
berfokus pada person sehingga terapis dan klien memperlihatkan kemanusiawiannya dan
partisipasi dalam pengalaman pertumbuhan.
C. Struktur Kepribadian Person Centered Theory
Pengamatan yang dilakukan oleh Rogers tentang kepribadian manusia yang berubah dan
berkembang, ketiga konstruk yang menjadi dasar penting dalam teori Carl Rogers
meliputi organisme, medan fenomena, dan diri (self).
1. Organisme
Dalam teori nya Rogers menjelaskan bahwa pengertian organisme mencakup tiga hal
yaitu :
a. Makhluk hidup organisme merupakan makhluk yang lengkap memiliki fungsi
fisik dan psikologinya. Organisme juga tempat dari keseluruhan pengalaman.
Pada organisme terdapat kesadaran setiap saat, yaitu persepsi seorang individu
tentang kejadian yang terjadi dalam dirinya, dan dunia eksternal.
b. Realitas subjektif organisme menganggap dunia seperti yang dialami dan diamati.
Realita sendiri merupakan persepsi yang sifatnya subyektif dan dapat membentuk
tingkah laku.
c. Holisme organisme diartikan sebagai satu kesatuan sistem, maksudnya adalah
perubahan dalam satu bagian memiliki pengaruh pada bagian lain. Karena setiap
perubahan memiliki tujuan dan makna pribadi, yaitu tujuan mengaktualisasi,
mengembangkan, dan mempertahankan diri.
2. Medan Fenomena
Medan fenomena adalah keseluruhan dari pengalaman baik yang sifatnya internal
maupun eksternal, yang disadari maupun yang tidak disadari. Seluruh pengalaman
dunia dari berbagai sudut pandang yang subjektif. Medan fenomenal sendiri tidak
identic dengan sebuah model "kesadaran". (Rogers,1959,hlm.198 dalam teori-teori
holistik) Kesadaeran adalah perlambangan dari sebagian pengalaman kita. Medan
fenomena meliputi pengalaman yang disimbolkan, diamati dan disusun dalam
hubungannya dengan dirinya, serta disimbolkan tetapi diingkari karena tidak
konsisten dengan dirinya dan tidak disimbolkan dan diabaikan karena tidak memiliki
kaitan dengan struktur diri.
3. Diri (self)
Diri adalah suatu istilah yang kabur, ambigu dan bermakna ganda. Menurut
pengalaman Rogers ia menemukan bahwa setiap klien memiliki kesempatan untuk
mengungkapkan
masalah mereka tanpa suatu bimbingan yang kenyataannya mereka cenderung
berbicara tentang "diri", dari hal ini nampak jelas bahwa diri merupakan unsur
penting dalam pengalaman klien dan aneh karena tujuannya menjadi diri sejatinya.
(Rogers, 1959, hlm. 200-201 dalam teori-teori holistik). Diri terbagi menjadi 2
subsistem, yaitu :
a. Konsep diri dimana adalah penggabungan dari keseluruhan aspek keberadaan dan
pengalaman seseorang yang disadari oleh individual meskipun tidak selalu akurat.
Menurut Rogers konsep diri merupakan kesadaran batin yang tetap mengenai
pengalaman yang berkaitan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan
aku. Konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal.
Untuk menunjukan kesesuaian atau tidak antara kedua konsep tersebut Rogers
mengemukakan konsep lain yaitu Incongruence dan Congruence. Dimana arti
incongruence sendiri adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam
pengalaman aktual disertai adanya kekacauan batin dan pertentangan pada diri
nya. Sedangkan Congruence berarti situasi pada pengalaman diri yang
diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri yang utuh, sejati, dan
integral.
b. Diri ideal Diri ideal yaitu cita-cita seseorang akan diri. Terjadinya kesenjangan
akan menyebabkan ketidak-seimbangan dan kepribadian menjadi tidak sehat.
Menurut Rogers ada beberapa hal yang mempengaruhi Self, yaitu: kesadaran,
kebutuhan pemeliharaan, peningkatan diri, penghargaan positif (positive regard),
dan Penghargaan diri yang positif (positive self-regard).

D. Aktualisasi Diri
Rogers lebih fokus pada masa sekarang, karena menurut nya masa lalu akan
memepengaruhi cara bagaimana seseorang memandang masa sekarang yang juga akan
berpengaruh bagi kepribadiannya. Menurut rogers sendiri memotivasi orang yang sehat
merupakan bentuk dari aktualisasi diri.

Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan
potensi-potensi psikologis yang unik. Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh
pengalaman dan oleh belajar khususnya dalam masa kanak-kanak. Aktualisasi diri akan
berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu
(adolensi) seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke
psikologis.

E. Hakikat Pribadi (self)


Rogers mengemukakan 19 rumusan terkait hakekat pribadi (self), (Alwisol,2006: 317)
sebagai berikut:

 Organisme berada dalam dunia pengalaman yang terus-menerus berubah (henomenol


field), di mana dia menjadi titik pusatnya. Pengalaman adalah segala sesuatu yang
berlangsung di dalam diri individu pada saat tertentu, meliputi proses psikologik,
kesan– kesan motorik, dan aktivitas aktivitas motorik. Medan fenomenal ini bersifat
private, hanya dapat dikenali isi sesungguhnya dan selengkapnya oleh diri sendiri.
Karena itu sumber terbaik untuk memahami seseorang adalah orang itu sendiri.
 Organisme menanggapi dunia sesuai dengan persepsinya.
 Organisme mempunyai kecenderungan pokok yaitu keinginan untuk
mengaktualisasikan-memelihara meningkatkan diri (self actualization maintain-
enhance).
 Organisme mereaksi medan fenomena secara total (gestalt) dan berarah tujuan (good
directed).
 Pada dasarnya tingkahlaku merupakan usaha yang berarah tujuan untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhan mengaktualisasi mempertahankan memperluas diri, dalam
medan fenomenanya.
 Emosi akan menyertai tingkah laku yang berarah tujuan, sehingga intensitas
(kekuatan) emosi itu tergantung kepada pengamatan subyektif seberapa penting
tingkah laku itu dalam usaha aktualisasi memelihara-mengembangkan diri.
 Jalan terbaik untuk memahami tingkahlaku seseorang adalah dengan memakai
kerangka pandangan itu sendiri (internal frame of reference); yakni persepsi, sikap
dan perasaan yang dinyatakan dalam suasana yang bebas atau suasana terapi berpusat
klien.
 Sebagian dari medan fenomenal sacara berangsur mengalami diferensiasi, sebagai
proses terbentuknya self. Self adalah kesadaran akan keberadaan dan fungsi diri, yang
diperoleh melalui pengalaman dimana diri (I atau me) terlibat di dalamnya sebagai
objek atau subjek.
 Struktur self terbektuk sebagai hasil interaksi organisme dengan medan fenomenal,
terutama interaksi evaluatif dengan orang lain.
 Apabila terjadi konflik antara nilai-nilai yang sudah dimiliki dengan nilai – nilai baru
yang akan diintrojeksi, organisme akan meredakan konflik itu dengan merevisi
gambaran dirinya, serta mengaburkan (distortion) nilai-nilai yang semula ada di
dalam dirinya, atau dengan mendistorsi nilai – nilai baru yang akan diasimilasi.
 Pengalaman yang terjadi dalam kehidupan seseorang akan diproses oleh kesadaran
dalam tingkatan-tingkatan yang berbeda, sebagai berikut:
1. Disimbolkan (simbolyzed): diamati dan disusun dalam hubungannya dengan self.
2. Dikaburkan (distorted): tidak ada hubungan dengan struktur self.
3. Diingkari atau diabaikan (denied atau ignore): pengalaman itu sebenarnya
disimbolkan tetapi dibaikan karena kesadaran tidak memperhatikan pengalaman
itu atau diingkari karena tidak konsisten dengan struktur self.
 Kebanyakan cara bertingkah laku yang diterima individu adalah konsisten dengan
pengertian self.
 Perilaku individu juga didasarkan pada pengalaman dan kebutuhan yang tidak
disimbolisasikan
 Bila individu menolak untuk menyadari pengalaman-pengalaman yang berarti yang
akhirnya tidak disimbolisasikan dan diorganisir ke dalam keseluruhan struktur self
akan mengakibatkan maladjusment psikologis
 Penyesuaian psikologis terjadi apabila semua pengalaman organisme itu
diasimilasikan pada taraf sadar ke dalam hubungan yang serasi dengan konsep diri
 Setiap pengalaman yang tidak serasi dengan struktur self dipersepsi sebagai suatu
ancaman, dan semakin kuat persepai itu akan semakin terorganisasi struktur self
untuk mempertahankan diri.
 Dalam kondisi yang tidak ada ancaman bagi struktur self, pengalaman yang tidak
serasi itu dipersepsi, diuji, dan direvisi oleh struktur self agar dapat mengasimilasi
dan melingkupi pengalaman tersebut.
 Apabila individu mempersepsi dan menerima segala pengalamanya ke dalam satu
sistem yang serasi dan terpadu, maka dia akan lebih memahami dan menerima orang
lain sebagai individu.
 Jika individu memiliki kepercayaan diri untuk melakukan proses penilaian (dapat
menilai sikap, persepsi, dan perasaan baik terhadap dirinya, orang lain, atau peristiwa
tertentu secara tepat), maka dia akan menemukan bahwa sistem yang lama itu tidak
perlu lagi.

F. Teknik – Teknik Person Centered Theory


Hart membagi perkembangan teori Rogers ke dalam tiga periode sebagai
berikut:

• Periode 1 (1940-2950): Psikoterapi nondirektif


Penerimaan dan klarifikasi mejadi teknik-teknik yang utama. Melalui terapi nondirektif,
klien akan mencapai pemahaman atas dirinya sendiri dan atas situasi kehidupannya.

• Periode 2 (1950-1957): Psikoterapi reflektif


Terapis terutama mereflesikan perasaan klien dan menghindari ancaman dalam hubungan
dengan kliennya.Melalui terapi reklektif, klien mampu menselaraskan konsep diri &
konsep diri idealnya.

• Periode 3 (1957-1970): Terapi eksperiensia


Terapi difokuskan pada apa yang sedang dialami oleh terapis. Pada periode ini, teknik-
teknik seperti bertanya, menggali, mengevaluasi, dan menafsirkan serta prosedur seperti
tes psikologi, dan diagnosis tidak menjadi bagian dari proses terapeutik karena
keseluruhannya berlandaskan pedoman-pedoman eksternal, dimana terapi person-
centered mengandalkan dorongan pertumbuhan bawaan klien.

Pada periode berikutnya, terapi eksperiential menitik beratkan pada kondisi-kondisi


tertentu yang bagi kelangsungan perubahan kepribadian. Periode ini memiliki unsur-
unsur penting dari sikap-sikap terapis, yakni keselarasan, pandangan dan penerimaan
positif, dan pengertian yang empatik sebagai prasyarat bagi terapi yang efektif.

Fokus pada pengalaman langsung dari terapis ini mengarahkan terapis kepada
pengungkapan perasaan-perasaannya sendiri terhadap klien jika dianggap pantas dan
lebih dari periode-periode sebelumnya, mengizinkan terapis untuk membawa
kepribadiannya sendiri. Terapis tidak menggunakan prosedur-prosedur yang umum
digunakan seperti penetapan tujuan-tujuan, penasiran tingkah laku, pemberian saran, ,
dan pemilihan topik-topik yang akan dieksplorasi.
G. Konsep – Konsep Person Centered Theory
Pendekatan person centered merupakan suatu pendekatan mengenai manusia yang
berorientasi pada filosofi humanistik, hal tersebut sesuai dengan dasar filsafat Rogers
sebagai berikut:
1. Inti sifat manusia adalah positif, sosial, menuju kemuka dan realistik.
2. Manusia pada dasarnya adalah kooperatif, konstruktif dan dapat dipercaya.
3. Manusia mempunyai tendensi dan usaha sadar untuk mengaktualisasi pribadi,
berprestasi& mempertahankan diri.
4. Kemampuan dasar manusia untuk memilih tujuan dan membuat pilihan yang benar,
apabila ia diberi situasi yang bebas dari ancaman

H. Terapeutik
Terapi person centered terlihat sederhana dalam teori namun pada kenyataannya cukup
sulit untuk di pratikkan. Karena dibutuhkan hubungan yang kongruen antara terapis dan
klien, seperti yang telah dinyatakan sebelumnya terapi ini berpusat pada klien jika
kondisi kongruensi, penerimaan positif tidak bersyarat dan mendengarkan secara empati
terjadi dengan baik dalam hubungan terapis dengan klien maka proses terapi person
centered dapat terjadi sebagai mana mestinya.

Rogers 1959 dalam teori kepribadian mengansumsikan bahwa suatu perkembangan


terapeutik dapat terjadi beberapa kondisi berikut dianggap perlu dan memadai yaitu :
1. Terapis yang Kongruen
Berarti tidak hanya seseorang yang baik hati dan ramah melainkan seorang manusia
yang utuh dan menjadi diri sendiri dan mereka tidak perlu berusaha terlihat
menyenangkan.
2. Penerimaan positif tidak bersyarat
Berarti terapis dapat menerima dan menghargai klien mereka tanpa batasan dan tanpa
melihat perilaku klien. Selain itu penerimaan positif tidak bersyarat juga merupakan
penerimaan yang non posesif maksudnya meskipun terdapat kepedulian terhadap
klien namun terapis tidak dapat menentukan setiap langkah klien.
3. Mendengarkan secara empati .
Empati hadir saat terapis dapat merasakan perasaan klien dan mengomunikasikan
persepsi ini, dimana seorang terapis melihat segala sesuatu dari sudut pandang klien
dan klien merasa aman dan tidak terancam. Oleh karena itu, klien dapat
mendengarkan diri mereka sendiri dan pada akhirnya menjadi terapis bagi mereka.

I. Proses Terapeutik
Apabila di awal proses mampu terjalin kondisi yang dibutuhkan antara klien dan terapis
secara baik maka proses perubahan terapi tersebut akan berlangsung. Menurut Rogers
terdapat tujuh tahapan proses dari perubahan yang konstruktif , yaitu :
 Tahap 1, dicirikan dengan ketidakmauan untuk mengomunikasikan apapun tentang
diri.
 Tahap 2, klien mulai menjadi sedikit lebih tidak kaku dan mendiskusikan peristiwa-
peristiwa eksternal dan orang lain, tetapi tidak mengakui atau gagal menyadari
mengenai perasaan mereka sendiri.
 Tahap 3, saat klien akan lebih bebas dalam membicarakan diri mereka walaupun
masih sebagai objek.Klien membicarakan perasaan dan emosi yang terjadi di masa
lalu dan di masa depan,serta menghindari perasaan yang sedang di alami sekarang.
 Tahap 4, klien pada tahap ini mulai berbicara mengenai perasaan mendalam,tetapi
bukan yang dirasakan saat itu.
 Tahap 5, klien mulai melalui perubahan dan perubahan signifikan, mereka dapat
mengekspresikan perasaan yang sedang mereka alami walaupun belum secara akurat.
 Tahap 6, pada tahap 6 klien mengalami pertumbuhan dramatis dan pergerakan
menuju seorang manusia yang sepenuhnya atau aktualisasi diri. Dalam tahap ini klien
akan merasakan beban berat yang mulai hilang sehingga menjadi lebih rileks, air
mata mengalir. Mereka tidak lagi hanya memandang dari segi eksternal namun
bertumpu pada diri mereka.
 Tahap 7, pada tahap ini klien telah menjadi manusia ‘masa depan’ yang berfungsi
sepenuhnya. Mereka mampu menggeneralisasikan pengalaman dalam terapi mreka
dalam dunia mereka diluar terapi. Mereka lebih percaya diri untuk menjadi diri
mereka sendiri, merasakan pengalaman mereka secara mendalam, dan menghidupkan
pengalaman tersebut dimasa sekarang.
Penjelasan Teoritis dari Perubahan Terapeutik
Rogers (1980) dalam teori kepribadian, memberikan penjelasan sesuai dengan alur logika yaitu :
Ketika seseorang dapat merasakan bahwa mereka telah dihargai, diterima tanpa syarat dan dapat
dimengerti. Mereka akan merasakan bahwa mereka telah dicintai. Hal itulah yang diberikan oleh
terapis, sehingga ketika mereka dimengerti mereka akan mulai belajar mengerti diri mereka
sendiri, menerima diri mereka sendiri tanpa syarat. Hasilnya, mereka merasakan kekongruenan
antara dengan pengalaman organismic mereka. Oleh karena itu, ketika mereka dapat memiliki
ketiga karakteristik terapeutik mereka akan bisa menjadi terapis bagi diri mereka sendiri.
Berdasarkan hasil dari proses terapeutik, terdapat beberapa hasil konseling antara lain:
1. Terjadinya peningkatan dalam penyesuaian psikologis.
2. Mempunyai pandangan yang lebih relistis mengenai dunia
3. Tidak difensif,
4. Tingkat hubungan yang lebih besar antara self picture dengan self ideal.
5. Memiliki rasa emosional yang lebih matang.
6. Lebih kreatif
7. Memiliki hubungan yang lebih kongruen dengan orang lain.
J. Analisa Person Centered Theory terkait Fenomena Pandemi Covid-19
Terjadinya pandemi covid-19 dan semakin maraknya informasi yang beredar di media
sosial mengenai penderitaan virus Corona terkadang membuat seseorang yang
membacanya tidak nyaman bahkan merasa khawatir, apalagi beberapa berita yang hoax
atau berita yang tidak pasti kebenarannya, dapat menambah rasa cemas yang ada. Dapat
menyebabkan beberapa gangguan terjadi pada seseorang yang menerima berita tersebut
misalnya gangguan psikosomatis. Gangguan psikosomatis sendiri merupakan gangguan
kesehatan yang melibatkan pikiran dan tubuh seseorang, dapat diawali oleh gejala seperti
takut, cemas, stress bahkan depresi. Dampaknya juga beragam tergantung pikiran yang
dipikirkan dan menjadi penyakit.

Jika orang tersebut mengalami cemas dan takut tentang covid-19, hal tersebut terjadi saat
orang tersebut setelah membaca berita negatif meliputi bahaya virus corona, seperti
tingkat kematian yang terus bertambah dan lain-lain. Pada saat inilah pendekatan person
centered diperlukan yang berakar pada sikap dan kepercayaan diri. Person centered
memandang setiap manusia memiliki kapasitas untuk melakukan peningkatan. Manusia
memiliki kekuatan yang kreatif pada dirinya untuk memecahkan masalah, mengubah
konsep dirinya dan mengarahkan diri. Individu menerima pengalamannya sebagai
kenyataan dan mereka mengetahui kenyataan mereka lebih baik dari siapapun. Manusia
memiliki kecenderungan untuk melakukan aktualisasi diri tidak butuh didesak ataupun
dimanipulasi.

Di masa pandemi saat ini pun sudah tidak asing lagi bagi kita semua dengan yang
namanya tim medis, tim medis yang dibentuknya untuk mengutamakan dalam menangani
covid1-19 juga salah satu bentuk person centered theory dalam pencegahan virus di era
new normal dan pemberlakuan pembatasan sosial untuk meningkatkan konsep diri. Tim
medis tersebut akan melewati beberapa seminar dan sosialisasi tentang perilaku hidup
bersih dan sehat yang akan menjadi kebiasaanlebih positif baik apalagi dalam tugasnya
sebagai tim medis dalam penanganan covid-19. Tim medis melalui person centered
therapy dapat membantu menangani masalah pencegahan kecemasan, pengembangan
pribadi dan pengetasan masalah.

Melalui treatmen person centered therapy yang dijalani oleh tim medis akan membantu
dalam menemukan konsep dirinya yang lebih positif dengan kedudukan sebagai orang
yang berharga, orang yang penting dan orang yang memiliki potensi positif karena
menjadi bagian dari orang-orang yang terlibat dalam penanggulangan covid-19.

Saran

Sekiranya agar pihak yang memiliki wewenang dalam penanganan pandemi agar lebih
memperhatikan konseling dengan pendekatan person centered yang diberikan pada
pasien pasca covid, keluarga maupun kerabat yang terdampak covid-19,serta masyarakat.
Terutama tim medis yang bertugas dikarenakan keberadaannya akan sangat memudahkan
konseling berdasarkan person centred lebih meluas lagi ke lingkup masyarakat melalui
penyampainnya tentang covid-19 yang lebih mudah dipahami. Karena pada konseling
person centered yang diadakan ini dapat membebaskan klien dari berbagai konflik
psikologis yang dihadapinya, menitik beratkan mendengar aktif, memberikan respek
kepada konseli, memperhitungkan kerangka acuan internal konseli, dan menjalin
kebersamaan dengan konseli yang mayoritas orang-orang terdampak pandemi covid -19.
Daftar Pustaka

Amalia, L., Diri, M., Kepribadian M U A D D I B Vol, T., Pengajar, S., Tarbiyah, J., &

Ponorogo, S. (n.d.).

Ratnawati, V. (2017). PENERAPAN PERSON CENTERED THERAPY DI SEKOLAH

(EMPATHY, CONGRUENCE, UNCONDITIONAL POSITIVE REGARD) DALAM

MANAJEMEN KELAS. Journal of Education Technology, 1(4), 252.

https://doi.org/10.23887/jet.v1i4.12862

Ratu, B., Humanistik, P., Rogers, C., Bimbingan, D., Konseling, D., Prodi, B., Konseling, B.,

Pendidikan, J., Keguruan, F., Pendidikan, I., Tadulako, U., Kunci:, K., Bk, P., Sejarah, &

Hidup, R. (n.d.).

Rosada, Ulfa Danni. “MODEL PENDEKATAN KONSELING CLIENT CENTERED DAN

PENERAPANNYA DALAM PRAKTIK.” Counsellia: Jurnal Bimbingan Dan

Konseling, vol. 6, no. 1, 18 Nov. 2016, p. 14, 10.25273/counsellia.v6i1.454.

Ulfa, Danni, and Rosada. MODEL PENDEKATAN KONSELING CLIENT CENTERED DAN

PENERAPANNYA DALAM PRAKTIK.

Anda mungkin juga menyukai