Dosen Pengampu :
Fatma Nur Aqmarina, S.Psi, M.Psi.
Disusun oleh :
Adinda Destania K. (46120010144)
Ajeng Dwi Kumala (46120010141)
Tarisa Zamaya Zahra (46120010149)
Pada usia 12 tahun, ayah Rogers mengajak pindah keluarganya ke sebuah peternakan
yang berjarak 25 mil dari Chicago. Orang tua Rogers mengambil keputusan ini untuk
memberikan lingkungan yang kondusif berupa lingkungan yang religius untuk perkembangan
anak-anak mereka. Di rumah inilah Rogers menemukan kesenangan baru terhadap ilmu
pertanian. Rogers melakukan observasi dan mencatat detil tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan
di sekitarnya.
Kesenangannya dalam ilmu pertanian membuat ia mendalami ilmu alam dan hayat di
Universitas Wisconsin. Setelah lulus dari universitas tersebut pada tahun 1924, Rogers
melanjutkan pendidikannya ke Union Theological Seminary di New York City. Disinilah ia
mengenal pandangan liberal dan filosofis mengenai agama dan ingin mempelajarinya sendiri. Ia
kemudian memiliki minat baru terhadap dunia psikologi pendidikan dan psikologi klinis yang ia
tekuni kemudian di Teachers College of Columbia University dan mendapat gelar doktornya
pada tahun 1931. Di tempat itulah ia terpengaruh oleh filsafat John Dewey dan diperkenalkan
pada psikologi klinis oleh Leta Hollingworth.
Setelah pertemuannya dengan Alfred Adler, ia mengubah orientasinya dalam metode
psikoterapi menjadi teknik terapi yang berpusat pada klien atau pribadi. Teknik yang ia
perkenalkan ini ia kembangkan secara terus menerus di berbagai tempatnya bekerja seperti di
Rochester Guidance Center (pusat bimbingan untuk anak terlantar). Rogers juga mendirikan The
Center for Studies of The Person (Pusat Kajian Pribadi) di La Jolla California. Pada tahun 1946-
1947, ia menjabat sebagai presiden American Psychological Association.
2. Konsep Dasar
Person centered theory atau teori client centered merupakan cabang dari teori
humanistik yang dikembangkan oleh Carl R. Roger. Dalam teori ini Rogers
menujukkan kepercayaan yang lebih mendalam pada manusia. Rogers percaya
manusia dapat bersosialisasi dan bergerak maju, berjuang untuk berfungsi secara
penuh. Rogers meyakini bahwa pengalaman pada seorang individu yang
sesungguhnya hanya dapat diketahui secara lengkap oleh individu itu sendiri.
Psikolog maupun psikoterapis hanya dapat mengukur dan melakukan penyelidikan
sebagian saja dari apa yang ada dalam dunia pengalaman seseorang, dan tidak dapat
mengetahui selengkap yang diketahui oleh orang yang bersangkutan (klien).
Keyakinan Rogers akan hal ini dituangkan dalam prinsip pendekatannya bahwa
seseorang merupakan sumber informasi yang terbaik mengenai dirinya sendiri.
Rogers menentang apa yang disebut sebagai salah satu bentuk putus asa dan
ketidakberdayaan dalam pandangan psikoanalistik tentang manusia. Teori ini
berpusat pada diri person.
B. Ciri – Ciri Person Centered Theory
1. Terapi berpusat pada person (individu) berfokus pada tanggung jawab dan
kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara dalam menghadapi kenyataan agar lebih
sempurna.
2. Menekankan medan fenomenal klien. Medan fenomenal (fenomenal field) adalah
aspek keseluruhan pengalaman seseorang yang diterima, baik yang disadari maupun yang
tidak. Klien tidak lagi menolak pengalaman-pengalaman yang dialaminya sebagaimana
adanya.
3. Prinsip-prinsip psikoterapi berdasarkan bahwa hasrat kematangan psikologis
manusia itu berakar pada manusia sendiri. Psikoterapi bersifat konstrukstif dimana
dampak psikoterapeutik terjadi karena hubungan terapis dan klien.
4. Tidak dilakukan dengan sekumpulan teknik yang khusus. Tetapi pendekatan ini
berfokus pada person sehingga terapis dan klien memperlihatkan kemanusiawiannya dan
partisipasi dalam pengalaman pertumbuhan.
C. Struktur Kepribadian Person Centered Theory
Pengamatan yang dilakukan oleh Rogers tentang kepribadian manusia yang berubah dan
berkembang, ketiga konstruk yang menjadi dasar penting dalam teori Carl Rogers
meliputi organisme, medan fenomena, dan diri (self).
1. Organisme
Dalam teori nya Rogers menjelaskan bahwa pengertian organisme mencakup tiga hal
yaitu :
a. Makhluk hidup organisme merupakan makhluk yang lengkap memiliki fungsi
fisik dan psikologinya. Organisme juga tempat dari keseluruhan pengalaman.
Pada organisme terdapat kesadaran setiap saat, yaitu persepsi seorang individu
tentang kejadian yang terjadi dalam dirinya, dan dunia eksternal.
b. Realitas subjektif organisme menganggap dunia seperti yang dialami dan diamati.
Realita sendiri merupakan persepsi yang sifatnya subyektif dan dapat membentuk
tingkah laku.
c. Holisme organisme diartikan sebagai satu kesatuan sistem, maksudnya adalah
perubahan dalam satu bagian memiliki pengaruh pada bagian lain. Karena setiap
perubahan memiliki tujuan dan makna pribadi, yaitu tujuan mengaktualisasi,
mengembangkan, dan mempertahankan diri.
2. Medan Fenomena
Medan fenomena adalah keseluruhan dari pengalaman baik yang sifatnya internal
maupun eksternal, yang disadari maupun yang tidak disadari. Seluruh pengalaman
dunia dari berbagai sudut pandang yang subjektif. Medan fenomenal sendiri tidak
identic dengan sebuah model "kesadaran". (Rogers,1959,hlm.198 dalam teori-teori
holistik) Kesadaeran adalah perlambangan dari sebagian pengalaman kita. Medan
fenomena meliputi pengalaman yang disimbolkan, diamati dan disusun dalam
hubungannya dengan dirinya, serta disimbolkan tetapi diingkari karena tidak
konsisten dengan dirinya dan tidak disimbolkan dan diabaikan karena tidak memiliki
kaitan dengan struktur diri.
3. Diri (self)
Diri adalah suatu istilah yang kabur, ambigu dan bermakna ganda. Menurut
pengalaman Rogers ia menemukan bahwa setiap klien memiliki kesempatan untuk
mengungkapkan
masalah mereka tanpa suatu bimbingan yang kenyataannya mereka cenderung
berbicara tentang "diri", dari hal ini nampak jelas bahwa diri merupakan unsur
penting dalam pengalaman klien dan aneh karena tujuannya menjadi diri sejatinya.
(Rogers, 1959, hlm. 200-201 dalam teori-teori holistik). Diri terbagi menjadi 2
subsistem, yaitu :
a. Konsep diri dimana adalah penggabungan dari keseluruhan aspek keberadaan dan
pengalaman seseorang yang disadari oleh individual meskipun tidak selalu akurat.
Menurut Rogers konsep diri merupakan kesadaran batin yang tetap mengenai
pengalaman yang berkaitan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan
aku. Konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal.
Untuk menunjukan kesesuaian atau tidak antara kedua konsep tersebut Rogers
mengemukakan konsep lain yaitu Incongruence dan Congruence. Dimana arti
incongruence sendiri adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam
pengalaman aktual disertai adanya kekacauan batin dan pertentangan pada diri
nya. Sedangkan Congruence berarti situasi pada pengalaman diri yang
diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri yang utuh, sejati, dan
integral.
b. Diri ideal Diri ideal yaitu cita-cita seseorang akan diri. Terjadinya kesenjangan
akan menyebabkan ketidak-seimbangan dan kepribadian menjadi tidak sehat.
Menurut Rogers ada beberapa hal yang mempengaruhi Self, yaitu: kesadaran,
kebutuhan pemeliharaan, peningkatan diri, penghargaan positif (positive regard),
dan Penghargaan diri yang positif (positive self-regard).
D. Aktualisasi Diri
Rogers lebih fokus pada masa sekarang, karena menurut nya masa lalu akan
memepengaruhi cara bagaimana seseorang memandang masa sekarang yang juga akan
berpengaruh bagi kepribadiannya. Menurut rogers sendiri memotivasi orang yang sehat
merupakan bentuk dari aktualisasi diri.
Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan
potensi-potensi psikologis yang unik. Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh
pengalaman dan oleh belajar khususnya dalam masa kanak-kanak. Aktualisasi diri akan
berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu
(adolensi) seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke
psikologis.
Fokus pada pengalaman langsung dari terapis ini mengarahkan terapis kepada
pengungkapan perasaan-perasaannya sendiri terhadap klien jika dianggap pantas dan
lebih dari periode-periode sebelumnya, mengizinkan terapis untuk membawa
kepribadiannya sendiri. Terapis tidak menggunakan prosedur-prosedur yang umum
digunakan seperti penetapan tujuan-tujuan, penasiran tingkah laku, pemberian saran, ,
dan pemilihan topik-topik yang akan dieksplorasi.
G. Konsep – Konsep Person Centered Theory
Pendekatan person centered merupakan suatu pendekatan mengenai manusia yang
berorientasi pada filosofi humanistik, hal tersebut sesuai dengan dasar filsafat Rogers
sebagai berikut:
1. Inti sifat manusia adalah positif, sosial, menuju kemuka dan realistik.
2. Manusia pada dasarnya adalah kooperatif, konstruktif dan dapat dipercaya.
3. Manusia mempunyai tendensi dan usaha sadar untuk mengaktualisasi pribadi,
berprestasi& mempertahankan diri.
4. Kemampuan dasar manusia untuk memilih tujuan dan membuat pilihan yang benar,
apabila ia diberi situasi yang bebas dari ancaman
H. Terapeutik
Terapi person centered terlihat sederhana dalam teori namun pada kenyataannya cukup
sulit untuk di pratikkan. Karena dibutuhkan hubungan yang kongruen antara terapis dan
klien, seperti yang telah dinyatakan sebelumnya terapi ini berpusat pada klien jika
kondisi kongruensi, penerimaan positif tidak bersyarat dan mendengarkan secara empati
terjadi dengan baik dalam hubungan terapis dengan klien maka proses terapi person
centered dapat terjadi sebagai mana mestinya.
I. Proses Terapeutik
Apabila di awal proses mampu terjalin kondisi yang dibutuhkan antara klien dan terapis
secara baik maka proses perubahan terapi tersebut akan berlangsung. Menurut Rogers
terdapat tujuh tahapan proses dari perubahan yang konstruktif , yaitu :
Tahap 1, dicirikan dengan ketidakmauan untuk mengomunikasikan apapun tentang
diri.
Tahap 2, klien mulai menjadi sedikit lebih tidak kaku dan mendiskusikan peristiwa-
peristiwa eksternal dan orang lain, tetapi tidak mengakui atau gagal menyadari
mengenai perasaan mereka sendiri.
Tahap 3, saat klien akan lebih bebas dalam membicarakan diri mereka walaupun
masih sebagai objek.Klien membicarakan perasaan dan emosi yang terjadi di masa
lalu dan di masa depan,serta menghindari perasaan yang sedang di alami sekarang.
Tahap 4, klien pada tahap ini mulai berbicara mengenai perasaan mendalam,tetapi
bukan yang dirasakan saat itu.
Tahap 5, klien mulai melalui perubahan dan perubahan signifikan, mereka dapat
mengekspresikan perasaan yang sedang mereka alami walaupun belum secara akurat.
Tahap 6, pada tahap 6 klien mengalami pertumbuhan dramatis dan pergerakan
menuju seorang manusia yang sepenuhnya atau aktualisasi diri. Dalam tahap ini klien
akan merasakan beban berat yang mulai hilang sehingga menjadi lebih rileks, air
mata mengalir. Mereka tidak lagi hanya memandang dari segi eksternal namun
bertumpu pada diri mereka.
Tahap 7, pada tahap ini klien telah menjadi manusia ‘masa depan’ yang berfungsi
sepenuhnya. Mereka mampu menggeneralisasikan pengalaman dalam terapi mreka
dalam dunia mereka diluar terapi. Mereka lebih percaya diri untuk menjadi diri
mereka sendiri, merasakan pengalaman mereka secara mendalam, dan menghidupkan
pengalaman tersebut dimasa sekarang.
Penjelasan Teoritis dari Perubahan Terapeutik
Rogers (1980) dalam teori kepribadian, memberikan penjelasan sesuai dengan alur logika yaitu :
Ketika seseorang dapat merasakan bahwa mereka telah dihargai, diterima tanpa syarat dan dapat
dimengerti. Mereka akan merasakan bahwa mereka telah dicintai. Hal itulah yang diberikan oleh
terapis, sehingga ketika mereka dimengerti mereka akan mulai belajar mengerti diri mereka
sendiri, menerima diri mereka sendiri tanpa syarat. Hasilnya, mereka merasakan kekongruenan
antara dengan pengalaman organismic mereka. Oleh karena itu, ketika mereka dapat memiliki
ketiga karakteristik terapeutik mereka akan bisa menjadi terapis bagi diri mereka sendiri.
Berdasarkan hasil dari proses terapeutik, terdapat beberapa hasil konseling antara lain:
1. Terjadinya peningkatan dalam penyesuaian psikologis.
2. Mempunyai pandangan yang lebih relistis mengenai dunia
3. Tidak difensif,
4. Tingkat hubungan yang lebih besar antara self picture dengan self ideal.
5. Memiliki rasa emosional yang lebih matang.
6. Lebih kreatif
7. Memiliki hubungan yang lebih kongruen dengan orang lain.
J. Analisa Person Centered Theory terkait Fenomena Pandemi Covid-19
Terjadinya pandemi covid-19 dan semakin maraknya informasi yang beredar di media
sosial mengenai penderitaan virus Corona terkadang membuat seseorang yang
membacanya tidak nyaman bahkan merasa khawatir, apalagi beberapa berita yang hoax
atau berita yang tidak pasti kebenarannya, dapat menambah rasa cemas yang ada. Dapat
menyebabkan beberapa gangguan terjadi pada seseorang yang menerima berita tersebut
misalnya gangguan psikosomatis. Gangguan psikosomatis sendiri merupakan gangguan
kesehatan yang melibatkan pikiran dan tubuh seseorang, dapat diawali oleh gejala seperti
takut, cemas, stress bahkan depresi. Dampaknya juga beragam tergantung pikiran yang
dipikirkan dan menjadi penyakit.
Jika orang tersebut mengalami cemas dan takut tentang covid-19, hal tersebut terjadi saat
orang tersebut setelah membaca berita negatif meliputi bahaya virus corona, seperti
tingkat kematian yang terus bertambah dan lain-lain. Pada saat inilah pendekatan person
centered diperlukan yang berakar pada sikap dan kepercayaan diri. Person centered
memandang setiap manusia memiliki kapasitas untuk melakukan peningkatan. Manusia
memiliki kekuatan yang kreatif pada dirinya untuk memecahkan masalah, mengubah
konsep dirinya dan mengarahkan diri. Individu menerima pengalamannya sebagai
kenyataan dan mereka mengetahui kenyataan mereka lebih baik dari siapapun. Manusia
memiliki kecenderungan untuk melakukan aktualisasi diri tidak butuh didesak ataupun
dimanipulasi.
Di masa pandemi saat ini pun sudah tidak asing lagi bagi kita semua dengan yang
namanya tim medis, tim medis yang dibentuknya untuk mengutamakan dalam menangani
covid1-19 juga salah satu bentuk person centered theory dalam pencegahan virus di era
new normal dan pemberlakuan pembatasan sosial untuk meningkatkan konsep diri. Tim
medis tersebut akan melewati beberapa seminar dan sosialisasi tentang perilaku hidup
bersih dan sehat yang akan menjadi kebiasaanlebih positif baik apalagi dalam tugasnya
sebagai tim medis dalam penanganan covid-19. Tim medis melalui person centered
therapy dapat membantu menangani masalah pencegahan kecemasan, pengembangan
pribadi dan pengetasan masalah.
Melalui treatmen person centered therapy yang dijalani oleh tim medis akan membantu
dalam menemukan konsep dirinya yang lebih positif dengan kedudukan sebagai orang
yang berharga, orang yang penting dan orang yang memiliki potensi positif karena
menjadi bagian dari orang-orang yang terlibat dalam penanggulangan covid-19.
Saran
Sekiranya agar pihak yang memiliki wewenang dalam penanganan pandemi agar lebih
memperhatikan konseling dengan pendekatan person centered yang diberikan pada
pasien pasca covid, keluarga maupun kerabat yang terdampak covid-19,serta masyarakat.
Terutama tim medis yang bertugas dikarenakan keberadaannya akan sangat memudahkan
konseling berdasarkan person centred lebih meluas lagi ke lingkup masyarakat melalui
penyampainnya tentang covid-19 yang lebih mudah dipahami. Karena pada konseling
person centered yang diadakan ini dapat membebaskan klien dari berbagai konflik
psikologis yang dihadapinya, menitik beratkan mendengar aktif, memberikan respek
kepada konseli, memperhitungkan kerangka acuan internal konseli, dan menjalin
kebersamaan dengan konseli yang mayoritas orang-orang terdampak pandemi covid -19.
Daftar Pustaka
Amalia, L., Diri, M., Kepribadian M U A D D I B Vol, T., Pengajar, S., Tarbiyah, J., &
Ponorogo, S. (n.d.).
https://doi.org/10.23887/jet.v1i4.12862
Ratu, B., Humanistik, P., Rogers, C., Bimbingan, D., Konseling, D., Prodi, B., Konseling, B.,
Pendidikan, J., Keguruan, F., Pendidikan, I., Tadulako, U., Kunci:, K., Bk, P., Sejarah, &
Hidup, R. (n.d.).
Ulfa, Danni, and Rosada. MODEL PENDEKATAN KONSELING CLIENT CENTERED DAN