PEMBAHASAN
Humanistic Theraphy
Rogers yakin bahwa kepribadian dan perilaku Perilaku manusia diarahkan oleh kebutuhan
adalah keunikan manusia sebagai hasil dari kebutuhan dasar
mempersepsi llingkungannya
Awal mula teori Rogers didasarkan pada Memulai terapinya dengan orientasi dengan
individu yang mengalami sakit jiwa, sehingga orang orang yang sehat
terapinya lebih pada bagaimana mengondisikan
proses terapiutik yang mempermudah proses
tumbuhya aktualisasi diri
Rogers
mengidentifikasikan
pola
aktualisasi
diri
yang
selama
ini
diabaikan
1
Pada awalnya, konseling yang berkembang pada saat itu menggunakan nama konseling
non direktif (nondirective counseling) yang dikembangkan oleh para ahli psikologi prilaku dan
psikologi analitis.
Pendekatan yang dikenalkan oleh Rogers berorientasi pada psikoterapi. Pendekatan
konseling nondirektif ini menjadi sangat populer karena: (a) secara historis lebih terikat pada
bidang psikologi daripada kedokteran; (b) mudah dipelajari; (c) untuk menggunakannya
dibutuhkan sedikit pengetahuan mengenai diagnosis dan dinamika kepribadian; (d) lamanya
perawatan lebih singkat dibandingkan dengan aliran lain, seperti psikoanalisis ( Rogers, dalam
Suryabrata, 1998 )
Rogers berusaha untuk membantah anggapan bahwa konselor adalah orang yang tahu
segalanya (counselor know best). Menurut Rogers konseli itu adalah orang yang mampu
mengarahkan dirinya sendiri (self-direction) sehingga Rogers menolak adanya pemberian saran
(advice), sugesti (suggestion), pengarahan dari konselor (counselor direction), persuasi
(persuation), mengajari (teaching), mendiagnosis (diagnosis), dan interpretasi (interpretation)
Pada tahun 1942, setelah berpraktik konseling individual, Rogers kemudian
mengembangkan suatu teori yang sistematis mengenai kepribadian manusia.
Pada tahun 1976, perkembangan teori Rogers mulai tampak. Hal ini dapat dilihat dari
semakin banyaknya peminat dan pengguna teori client centered dan semakin meluasnya konseli.
Hal ini mengarahkan Rogers untuk lebih banyak berhubungan dengan pasanagn pasanagn
muda, keluarga, administrator, kelompok minoritas, antar ras, antar budaya, serta hubungan
sosial ( Corey, 1986 ). Menyadari meluasnya penggunaan teori ini maka Rogers mengganti
istilah Client menjadi Person. Hal ini digunakan Rogers sebagai perwujudan penghargaan
terhadap hakikat manusia. Dengan demikian pendekatan ini lebih dikenal dengan person
centered approach. Pendekatan ini berusaha untuk memahami secara penuh terhadap keunikan
dan subjectivitas pengalaman konseli. Selain itu penggunaan kata konseli sering dikonotasikan
sebagai orang yang tidak sehat/sakit. Rogers menolak hal itu.
SI
SI
Freedom
Determinism
Rationality
Irrationality
Holism
Elementalism
Constituionalism
Environmentalism
Changeability
Unchangeability
Subjektivity
Objectivity
Proactivity
Reactivity
Homeostasis
Heterostasis
Knowability
Unknowability
Keterangan :
S: strong
M: Moderate
SI: Slight
Freedom-Determinism
Teori Rogers menyatakan bahwa kebebasan dipandang yang integral dari
kecenderungan untuk aktualisasi diri. Sehingga kebebasan bukanlah suatu ilusiuntuk
manusia yang akan membuat pilihan dan kemudian melaksanakannya dalam
kehidupansehari harinya. Kebebasan sebagai salah satu bagian dari kecenderungan
aktualisasi diri pada akhirnya akan dapat membuat individu :
a. dapat menempatkan diri dalam kondisi yang berharga diawal hidupnya
b. semakin sadar dan terbuka terhadap pengalaman dalam diri atau diluar dirinya
c. mereka akan merasa lebih bebas dalam mengatur hidupnya
Keadaan tersebut akan memunculkan individu yang dapat berfungsi secara penuh
(fully fungctioning person)
Rationality Irrationality
Salah stau kunci teori person centered adalah manusia merupakan makhluk yang
rasional, sehingga ketidak rasionalan yang ditunjukkan manusia itu sebagai suatu keadaan
tidak selaras terhadap sifat alami manusia. Rogers menyatakan bahwa kebebasan,
rasionalitas dan kecenderunagn untuk aktualisasi diri meruapakan sesuatu yang menjadi
dasar setiap manusia. Pada saat kecenderungan untuk aktualisasi diri dapat difasilitasi,
maka seseorang akan menjadi semakin progresif, semakin bebas dan semakin sadar
terhadap prilaku prilakunya
Holism Elementalism
Rogers, sebagaimana ahli humanistik lainnya memahami manusia secara utuh.
Memahami manusia hanya dapa dilakuakan jika melihat manusia sebagai suatu keutuhan
dari dirinya sendiri dan lingkunagnnya. Fenomena manusia tidak dapat dilihat sepotong
sepotong.
Konstitusionalism Enforonmentalism
Teori Rogers pada pada dasarnya mengutakmakan adanya pemahaman dan
pengahrgaan tehadap sifat manusia yang berbeda beda dan adanya potensi terdalam dari
masing masing manusia. Pemahaman ini mengarahkan kita untuk memahami bahwa
usaha mengenal manusia adalah sesuai keadaan masing masing manusia. Hanya saja,
pengaruh lingkungan juga diperhitungkan oleh Rogers. Manusia akan dapat berkembang
dengan optimal jika ada penerimaan dari lingkungan dnegan tanpa syarat. Hanya saja,
pengaruh lingkunagn tidak sangat menojol dalam teori Rogers, sehingga dalam tabel
posisinya berada dalam kolom moderete
Changeability Unchangeability
Rogers meyakini bahwa setiap manusia bisa berubah sesuai dengan apa yang
diinginkannya. Setiap manusia dapat menjadi apa saja yang dia mau. Sebagai seorang
yang dewasa maka dia akan menjadi lebih bebas dan berpikir secara logis. Keadaan
seperti in pada akhirnya akan membuat seseorang dapat memutuskan mau menjadi apa
dia kelak. Hal ini menyatakan dengan jelas bahwa semua orang dapat berubah sepanjang
hidupnya.
Subjectivity Objectivity
Dalam teori kepribadian Rogers, subjektivitas adalah salah satu asumsi yang
dikemukakannya. Teori tersebut menyatakan bahwa setiap manusia akan selalu berubah,
memiliki privasi dan hidup dalam dunia subjektive dimana dia menjadi pusatnya. Hal ini
mengarahkan kita bahwa setiap manusi akan berprilaku sesuai persepsi masing masing
manusia terhadap dunianya. Rogers lebih menajamkan pendapatnya tersebut dengan
menyatakan bahwa masning masing manusia mempunyai konsep diri. Dengan
demikian, dalam proses konseling, konsleor harus memahami dunia sesuai dengan
persepsi mereka terhadap dunia mereka sendiri
a. Pribadi Sehat
Rogers berpendapat bahwa pribadi yang sehat bukan merupakan keadaan dari
ada, melainkan suatu proses, suatu arah, bukan suatu tujuan (Schultz, 1991:50). Hal ini
mempunyai makna bahwa pribadi yang sehat bukan merupakan sesuatu yang ada sejak
manusia dilahirkan, tetapi merupakan suatu proses pembentukan yang tidak pernah
selesai. Ini menunjukkan bahwa manusia tidak statis, tetapi lebih pada usaha untuk terus
menjadi sesuatu (becoming).
Secara umum, Rogers mendefinisikan pribadi yang sehat dengan tanda-tanda
adanya keselarasan (congruence) antara apa yang dipikirkan dengan apa yang dilakukan,
adanya konsep diri (self-concept) yang merupakan pemahaman terhadap potensi dan
kelemahannya, serta adanya keselarasan antara diri (self) dengan diri yang diaktualkan
(actual-self).
Beberapa ciri pribadi sehat menurut Rogers dalam Corey (1986;Schultz, 1991:5154; Hjelle & Ziegler, 1994:507-509 ) antara lain sebagai berikut :
1. Terbuka dengan pengalaman baru (opennees to experience)
Orang yang sehat mempunyai kemampuan untuk menerima pengalaman
pengalaman baru tanpa menggangu struktur dirinya.
Orang yang terbuka tidak dibatasi oleh adanya syarat syarat pengahargaan,
bebas untuk mengalami semua perasaan dan bersikap. Tidak satupun yang
harus dilawan karena tidak ada satupun yang mengancam.
2. percaya pada diri sendiri (trust in themselves)
Salah satu tujuan konseling adalah membantu konslei agar dapat mepercayai
dirinya sendiri. Jika konseli tidak percaya pada diri sendiri maka dia tidak
dapat mengambil keputusan sendiri serta tidak bertanggung jawab terhadap
keputusannya.
3. mempergunakan sumber-sumber dalam diri untuk melakukan evaluasi.
(internal sources of evaluation )
Penggunaan sumber diri ini terkait erat dengan rasa percaya diri yang dimiliki
oleh konseli. Semakin konseli percaya pada dirinya, maka dia dapat
menggunakan sumber sumber didalam dirinya untuk melakukan evaluasi
diri.
4. Keinginan untuk terus tumbuh ( willingness to continue growing )
Konslei menyadari bahwa pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu
proses yang terus berjalan. Konseli mengetahui bahwa dirinya selalu dalam
proses untuk menjadi sesuatu ( becoming ). Dengan demikian konseli tidak
berpikiran bahwa dirinya merupakan produk dari suatu proses pertumbuhan.
8
Pemikiran ini menjadikan konseli untuk tidak berhenti, tetapi lebih pada usaha
selalu mencari sesuatu agar dirinya dapat teraktualisasikan.
Agar muncul diri yang sehat, seseorang membutuhkan perhatian positif-cinta,
kehangatan, kasih sayang, respek dan penerimaan. Akan tetapi dimasa kanak-kanak, dan
dimasa kehidupan berikutnya, seseorang sering kali menerima perhatian berpamrih dari
orangtua dan orang lain. Rasa berharga berkembang jika seseorang berperilaku dalam
cara tertentu karena penerimaan dengan pamrih mengajarkan pada orang tersebut bahwa
dirinya dihargai hanya jika berkompromi dengan keinginan orang lain. Jadi, seseorang
terkadang harus menyangkal atau membelokkan persepsi ketika seseorang yang menjadi
tempatnya bergantung memandang situasinya secara berbeda. Individu yang terjebak di
dalam dilemma semacam itu akan menyadari adanya ketidaksamaan antara persepsi
pribadi dan pengalaman. Jika seseorang tidak melakukan seperti apa yang diinginkan
orang lain, dia tidak akan diterima dan dihargai. Namun, jika dia melakukan kompromi,
dia membuka jurang pemisah antara idealism diri (sosok yang ingin dia tiru) dan realita
diri (diri orang tersebut apa adanya). Semakin jauh idealism diri dengan realita diri,
semakin asing dan menyimpang diri orang tersebut.
b. Pribadi tidak sehat
Menurut Rogers, pribadi tidak sehat adalah mereka yang mengalami
ketidaksejajaran (incongruence) antara konsep diri (self-concept) dengan kenyataan yang
ada. Rogers dalam Gilliand (1989) menyatakan bahwa jika persepsi seseorang terhadap
pengalaman itu terganggu atau ditolak, maka keadaan maladjustment atau vulnerability
akan muncul.
Keadaan incongruen ini dapat menimbulkan berbagai penyakit psikologis atau
neurotic behaviour seperti kecemasan, ketakutan, disorganisasi, dan selalu menentukan
nilai absolut. Keadaan ini akan mengakibatkan seseorang mengadakan generalisasi
terhadap sesuatu hal, dimana generalisasi ini tidak sesuai dengan kenyataan yang ada,
tetapi lebih didominasi oleh kekayaan diri ( Meador & Rogers, dalam Gilliand, 1989 ).
Budaya dalam masyarakat tertentu seringkali menjadi pemicu timbulnya pribadi
pribadi tidak sehat. Sebagai contoh, dalam budaya paternalistis, orang tua menjadi sosok
9
yang diagungkan, sehingga apa yang diucapkan oleh orang tua harus diturut walau
terkadang bertentangan dengan kedaan pribadi seseorang.
3. Peran Konselor
Peran konselor sangatlah penting disini. Dia membuat dan meningkatkan atmosfer
dimana klien bebas dan didorong untuk mengeksplorasi semua aspek mengenai dirinya
(Rogers, 1951, 1980). Atmosfer ini difokuskan pada hubungan konselor-klien, yang
digambarkan Rogers sebagai kualitas pribadi dengan Saya-Anda yang special.
Konselor menyadari bahwa verbal maupun non-verbal klien dan merefleksikannya
kembali apa yang dia dengar maupun amati (Braaten, 1986). Baik klien maupun konselor
tidak tahu sesi tersebut akan mengarah kemana atau tujuan apa yang akan muncul selama
proses berlangsung. Klien adalah orang dalam proses tersebut yang diberi hak untuk
mengarahkan terapinya sendiri (Moon, 2007, p, 277). Jadi, konselor menaruh
kepercayaan pada kliennya untuk mengembangkan agenda tentang apa yang ingin dia
kerjakan. Tugas konselor adalah lebih sebagai fasilitator daripada pengarah. Pada
pendekatan berpusat pada orang, konselor adalah ahli proses tersebut dan ahli penelitian
(mengenai klien tersebut). Kesabaran adalah kuncinya (Miller, 1996).
4. Tujuan
Tujuan dalam konseling berpusat pada orang berkisar pada klien sebagai manusia,
bukan permasalahan yang dihadapinya. Rogers (1977) menekankan bahwa orang perlu
bantuan untuk belajar bagaimana menghadapi berbagai situasi. Salah satu cara utama
untuk mencapai hal ini adalah dengan membantu klien menjadi orang yang berfungsi
penuh, yang tidak perlu menerapkan mekanisme pertahanan diri untuk menghadapi
pengalaman sehari-hari. Individu semacam itu akan lebih berkeinginan untuk berubah
dan bertumbuh. Dia lebih terbuka terhadap pengalaman, lebih mempercayai persepsi diri
sendiri, dan berpartisipasi dalam ekplorasi serta evaluasi diri (Rogers, 1961). Lebih jauh
lagi, orang yang berfungsi penuh mengembangkan penerimaan yang lebih besar akan
dirinya dan orang lain serta menjadi pembuat keputusan yang lebih baik di masa kini dan
10
5. Teknik
Bagi terapis yang menggunakan pendekatan berpusat pada orang, kualitas
hubungan konseling jauh lebih penting daripada teknik yang digunakan (Glauser &
Bozarth, 2001). Rogers (1957) percaya bahwa ada tiga kondisi yang penting dan perlu
(inti) pada konseling:
1. Empati
2. Perhatian positif tanpa pamrih (penerimaan, penghargaan), dan
3. Kecocokan (ketulusan, keterbukaan, autentik, transparansi).
11
Empati dapat subjektif, antarpribadi, atau objektif (Clark, 2004; Rogers, 1964).
Sering kali empati adalah kombinasi ketiganya. Dalam situasi terapi, empati adalah
kemampuan konselor untuk menyatu dengan klien dan memantulkan pemahaman ini
kembali kepada mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara tetapi empati
secara esensial adalah suatu upaya untuk berpikir dengan alih-alih untuk atau mengenai,
klien dan untuk menyerap komunikasi, maksud, dan pengertian klien tersebut (Brammer
dkk., 1993; Clark, 2007; Moon, 2007). Rogers (1957) menuliskan, Penelitian semakin
banyak dan menunjuk secara kuat pada kesimpulan bahwa tingkat empati yang tinggi
dalam suatu hubungan adalah yang paling berpotensi dan jelas merupakan salah satu
factor paling kuat dalam mewujudkan perubahan dan pembelajaran (p.3). perhatian
positif tanpa pamrih, juga dikenal sebagai penerimaan, merupakan kasih sayang yang
tulus dari dalam bagi klien sebagai seorang manusia-yaitu, menghargai manusia sebagai
seorang manusia (Rogers, 1961, 1980). Kecocokan merupakan kondisi transparan
didalam hubungan terapi dengan menghilangkan aturan dan penghalang (Rogers, 1980).
Ini adalah kesiapan konselor untuk mengesampingkan kepedulian dan kesibukan pribadi
dan ada serta terbuka didalam hubungan dengan kliennya (Moon, 2007, p. 278).
Sejak tahun 1980, konselor yang menggunakan pendekatan berpusat pada orang
telah mencoba sejumlah prosedur lain untuk bekerja dengan klien, seperti pengungkapan
perasaan, pemikiran dan nilai-nilai pribadi yang terbatas (Corey, 2005). Klien,
bagaimanapun juga, bertumbuh dengan menghadapi dirinya sendiri dan oranglain
didalam hubungan tersebut (Cormier & Cormier, 1998). Oleh karena itu, Rogers (1967)
yakin bahwa perubahan kepribadian yang positif dan signifikan tidak terjadi kecuali
didalam suatu hubungan (p.73).
Metode yang membantu meningkatkan hubungan klien-konselor, mencakup,
tetapi tidak terbatas pada, mendengarkan secara pasif dan aktif, refleksi perasaan dan
pikiran yang tepat, klarifikasi, penyimpulan, konfrontasi dan arahan umum atau terbuka.
Pertanyaan dihindari sedapat mungkin (Tursi & Cochran, 2006).
12
Pendekatan berpusat pada orang dalam konseling dapat diterapkan untuk berbagai macam
permasalahan manusia, termasuk perubahan institusional, hubungan managemen-pekerja,
perkembangan kepemimpinan, membuat keputusan tentang karier, dan diplomasi
internasional.
Sebagai
contohnya,
Cornelius-White
(2005)
menemukan
bahwa
Pendekatan ini telah menghasilkan penelitian yang ekstensif (Tursi & Cochran, 2006).
Pada awalnya pendekatan ini menetapkan standar untuk melakukan penelitian tentang
variabel konseling, khususnya yang dianggap oleh Rogers (1957) sebagai tepat dan
penting untuk mendatangkan perubahan dalam terapi.
Pendekatan ini efektif dalam sejumlah keadaan. Konseling berpusat pada orang
membantu memperbaiki penyesuaian psikologis, pembelajaran, toleransi frustasi, dan
mengurangi sikap defensive. Pendekatan ini tepat untuk mengobati ansietas ringan
sampai menengah, gangguan penyesuaian, dan kondisi yang tidak berhubungan dengan
kelainan mental, seperti kesedihan yang tidak rumit atau hubungan antarpribadi
(Seligmen, 1997).
Pendekatan berpusat pada orang sangat membantu jika bekerja dengan klien yang
mengalami tragedy karena pendekatan ini membuat klien berperang melawan emosi dan
benar-benar semakin kurang terpengaruh seiring berjalannya waktu dengan menyadari
sepenuhnya, perasaan yang berhubungan dengan tragedy tersebut (Tursi & Cochran,
2006, p.395).
13
Pendekatan ini berfokus pada keterbukaan dan hubungan penerimaan yang dibangun
konselor dank lien serta proses bantuan yang bersifat jangka pendek.
Dasar pendekatan ini hanya membutuhkan waktu yang relative singkat untuk dipelajari.
Dengan penekanannya pada penguasaan keahlian mendengarkan, konseling berpusat
pada orang merupakan fondasi untuk melatih para calon pembantu professional. Lebih
jauh lagi, merupakan dasar untuk beberapa pendekatan perawatan yang baru dan sering
kali dikombinasikan dengan orientasi teoritis lainnya dalam konseling seperti kognitif
dan tingkah laku (Prochaska & Norcross; Seligman, 2006).
Pendekatan ini mempunyai pandangan positif perihal sifal manusia dan terus berevolusi.
7. Keterbatasan
Keterbatasan teori berpusat pada orang yang perlu diingat:
Pendekatan ini terlalu sederhana, optimistis, santai dan tidak terfokus untuk klien yang
dalam krisis atau klien yang membutuhkan struktur atau arah yang lebih jelas (Seligmen,
2006: Tursi & Cochran, 2006).
Pendekatan ini terlalu bergantung pada klien yang suka bekerja keras, cerdas dan
berwawasan luas untuk mendapatkan hasil terbaik. Pendekatan ini memiliki penerapan
yang terbatas, dan jarang digunakan untuk anak-anak atau penderita cacat berat
(Thompson & Henderson, 2007).
Pendekatan ini hanya menangani permasalahan yang ada di permukaan, dan tidak
menantang klien untuk mengeksplorasi area-area yang lebih dalam. Karena konseling
berpusat pada orang hanya untuk jangka pendek, tidak mempunyai dampak yang
permanen pada orang tersebut.
Pendekatan ini lebih berdasarkan pada sikap ketimbang teknik. Pendekatan ini tidak
mempunyai teknik khusus untuk mendatangkan perubahan bagi klien (Moon, 2007).
14
15