Anda di halaman 1dari 22

TUGAS KEPRIBADIAN KONTEMPORER

PERSON CENTERED THEORY

KELOMPOK 7

DISUSUN OLEH :

I Gusti Ayu Putu Cynthia Putri (46120010106)

Annazmi Yusha (46120010152)

Indah Rezki Kurnia (46120010176)

Tsabita Putri Gusdiah (46120010177)

Dosen Pengampu :

Indra Kusumah, Dr., M. Si

Fakultas Psikologi

Universitas Mercu Buana

Jakarta

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya.
Kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Teori Kepribadian
Kontemporer yang berjudul “Person Centered Theory” tepat pada waktunya.

Tujuan dari penulisan makalh ini adalah untuk memenuhi tugas presentasi pada
mata kuliah Teori Kepribadian Kontemporer. Makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Person Centered Theory yang dibuat oleh Carl Rogers
untuk para pembaca dan penulis.

Para penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Indra Kusumah, Dr., M. Si,
selaku dosen mata kuliah Teori Kepribadian Kontemporer yang telah memberikan
tugas sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca sesuai
dengan bidang studi. Para penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang
telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah yang dibuat ini masih banyak kesalahan,
kekurangan, dan jauh dari kata sempurna, sehingga kami para penulis sangat
terbuka terhadap kritik dan saran agar dapat bisa membuat makalah yang lebih baik
lagi.

Jakarta,

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................2
1.3 Tujuan...............................................................................................................................2
BAB II................................................................................................................................................3
2.1 Biografi...................................................................................................................................3
2.2 Teori Kepribadian...................................................................................................................4
2.3 Asumsi Dasar..........................................................................................................................5
2.4 Struktur Kepribadian...............................................................................................................6
2.5 Dinamika Kepribadian.............................................................................................................6
2.6 Perkembangan Kepribadian....................................................................................................7
2.7 Kesadaran...............................................................................................................................8
2.8 Hambatan...............................................................................................................................9
2.9 Psikoterapi..............................................................................................................................9
2.10 Kritik Terhadap Rogers....................................................................................................15
BAB III.............................................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................17
3.2 Saran...............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teori Carl R. Rogers yang berpusat pada orang masih menjadi salah satu teori
yang paling popular dalam bidang psikologi, konseling dan Pendidikan. Pandangan
Rogers mengenai orang dan tentang bagaimana lingkungannya mendukung dapat
membantu dalam pengembangan yang telah berpengaruh besar pada berbagai
profesi serta mengasuh anak.

Teori yang berfokus pada seseorang ini memberikan cara baru dalam melihat
seseorang dan perkembangan mereka, serta bagaimana seseorang dapat
membantu untuk berubah. Dari segi ini, orang-orang dianggap sepenuhnya
bertanggung jawab atas hidu-p mereka sendiri dan secara permanen di motivasi
untuk memperbaiki diri. Tanggung jawab atas perilaku pribadi dan pilihan untuk
mengubahnya dianggap sepenuhnya milik individu.hal ini merupakan cara untuk
melihat dan menangani manusia yang tidak bergantung pada orang lain (penasihat,
psikolog, orang tua, guru, dll) sebagai intruksi utama perubahan. Sekarang
seseorang dapat mengendalikan perubahan mereka sendiri jika kondisi yang tepat
didapatkan.

Rogers melihat semua individu memiliki kualitas permanen yang membuat


pertumbuhan memungkinkan mencoba untuk mengubah karakteristik atau perilaku
dasar kepribadian tidak perlu. Ia percaya bahwa orang melihat dunia dari perspektif
yang unik dari mereka sendiri, yang disebut sebagai sebuah perspektif
fenomenologis. Dianggap lebih lanjut bahwa tidak peduli apa yang fenomenologis
pandangan dunia, semua orang terus berusaha untuk mengektualkan diri terbaik
dan paling produktif. Panadangan positif dan optimis ini sering di tantang oleh oleh
orang-orang yang menarik perhatian pada kesempatan tak terbatas untuk melihat
orang-orang seperti mereka berpikir dan bertindak dengan cara yang berbahaya
bagi mereka sendiri dan orang lain. Namun, Rogers percaya bahwa pikiran dan
tindakan ini merupakan refleksi dari pandangan yang menyimpang tentang diri
sendiri dan distori dunia yang disebabkan oleh mencoba memenuhi diri sendiri.

1
Awal munculnya keyakinan Rogers merupakan perkembangannya yang menjadi
proses bantuan utama dan pemeriksaan bahan penting dari proses itu berfungsi
sebagai dasar untuk tahap ini. Informasi mengenai peran konselor dalam
memberikan intervensi dan metode yang digunakan untuk melakukan peran itu
kemudian akan memberikan dasar praktis untuk mulai melaksanakan proses yang
dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Konstruk utama dalam teori Rogers


2. Apa itu self centered theory?
3. Apa saja struktur kepribadian menurut Rogers?
4. Apa saja dinamika kepribadian menurut Rogers?
5. Bagaimana perkembangan kepribadian menurut Rogers?
6. Metode yang dilakukan pada teori ini

1.3 Tujuan

Melalui makalah ini kita dapat mengetahui bagaimana teori yang di kemukakan
oleh Rogers mengenai apa itu self centered theory, apa saja hal yang meliputi di
dalam nya serta bagaimana metode pengobatan yang dilakukan. Dengan begitu kita
lebih memahami diri kita sendiri dan juga memahami bagaimana menyikapinya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Biografi

Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902 di Oakpark, Illinois, pinggiran


Chicago. Ayahnya, Walter A. Rogers, adalah seorang insinyur sipil, dan ibunya, Julia
M. Cushing, adalah seorang ibu rumah tangga yang setia dan Kristen Pantekosta.
Ke-4 dari 6 bersaudara. Rogers adalah seseorang yang cerdas dan bisa membaca
dengan baik sebelum masuk taman kanak-kanak. Dengan pendidikan Agama yang
ketat dan pengalaman menjadi putra altar di rumah Pendeta Jimley, ia menjadi
orang yang terisolasi, mandiri, disiplin dan memperoleh pengetahuan dan apresiasi
dari metode ilmiah di dunia praktis. Ia menjatuhkan pilihan karir pertamanya adalah
bertani (agrikultur) di University of Wisconsin di Madison, di mana ia bergabung
dengan persaudaraan Alpha Kappa Lambda, diikuti oleh sejarah, kemudian agama.
Pada usia 20 tahun, kemudian ia melakukan perjalanan ke Beijing, Cina, pada tahun
1922 untuk menghadiri konferensi Kristen internasional, ia juga mulai meragukan
keyakinan agamanya. Untuk membantunya memperjelas pilihan kariernya, ia
menghadiri seminar tentang "Mengapa saya memasuki pelayanan?" », Yang
membawanya untuk mengubah karir. Pada tahun 1924 ia lulus dari University of
Wisconsin dan mendaftar di Union Theological Seminary.

Setelah dua tahun gelar seminari, ia pergi ke Columbia University Teachers


College, di mana ia menerima gelar MA pada tahun 1928 dan gelar doktor pada
tahun 1931.Saat menyelesaikan pekerjaan doktoralnya, ia mengabdikan dirinya
untuk mempelajari anakanak.Pada tahun 1930, Rogers bekerja sebagai direktur
Society for the Prevention of Cruelty to Children di Rochester, New York.Dari tahun
1935 hingga 1940 ia mengajar di Universitas Rochester dan menulis The Clinical
Treatment of the Problem Child (1938), berdasarkan pengalamannya menangani
anak-anak bermasalah.

Rogers mengawali dengan menjadi profesor psikologi klinis di Ohio State


University, di mana ia menulis buku keduanya, Konseling dan Psikoterapi pada
tahun 1942. Dalam buku ini, Rogers menyarankan agar klien, dengan membangun
hubungan berdasarkan pemahaman, penerimaan oleh terapis, dapat menyelesaikan

3
kesulitan dan memperoleh wawasan yang dibutuhkan untuk membangun kembali
kehidupan mereka.

Tahun 1945, ia diundang untuk mendirikan pusat konseling di Universitas


Chicago. Berselang 2 Tahun yaitu pada tahun 1947, ia terpilih sebagai presiden
American Psychological Association. Saat menjadi profesor psikologi di University of
Chicago (1945-1957), Rogers membantu mendirikan pusat konseling. terkait dengan
universitas dan melakukan penelitian di sana untuk menentukan efektivitas
metodenya, dan temuan serta teorinya muncul dalam buku Client Centered Therapy
(1951) dan Psychotherapy and Personality Change (1954). University of Chicago
Masters Thomas Gordon mendirikan Pelatihan Efektivitas Orang Tua (P.ET).

Pada tahun 1956, Rogers menjadi presiden pertama American Academy of


Psychotherapists. Menjadikannya sebagai seorang pengajar psikologi di University
of Wisconsin, Madison (1957-1963), ketika dia menulis bukunya yang terkenal, On
Becoming a Person (1961). Carl Rogers dan Abraham Maslow (1908-1970) menjadi
pionir gerakan psikologi humanistik yang mencapi puncaknya tahun 1960-an. Pada
tahun 1961, ia dipilih sebagai anggota American Academy of Arts and Sciences.
(Insani, 2019)

2.2 Teori Kepribadian

Carl Rogers sendiri adalah salah satu tokoh psikologi humanistik, yang
menurutnya setiap orang bertanggung jawab atas kehidupan dan kedewasaannya
sendiri. Carl Rogers percaya bahwa setiap orang bebas untuk melatih dan mengatur
diri mereka sendiri. Pengendalian diri oleh segala sesuatu Teori yang dikemukakan
oleh Carl Rogers sebenarnya banyak digunakan dalam bidang konseling dan
terapis. Teori humanis dipandang sebagai “kekuatan ketiga” (third force) dalam
psikologi, kekuatan humanistik ini memiliki kepentingan eksklusif pada perilaku
manusia. gratis) dan potensi pengembangan diri”.

Rogers terutama berfokus pada proses psikoterapi, dan teori kepribadiannya


berasal dari teori terapeutik. Rogers terus melakukan penelitian empiris untuk
mendukung teori perkembangan dan pendekatan terapeutiknya. Teori Rogers
disebut Teori Berpusat pada individu atau istilah yang lebih luas berpusat pada

4
personcentered. Menurutnya, ada tiga konstruk utama dalam teorinya yang
kemudian disederhanakan oleh Syamsul Yusuf LN dan A. Juntika Nurihsan menjadi
dua (Parjuangan, 2016), yaitu:

1. Organisme
Merupakan keseluruhan individu (total individual) terdiri dari fisik dan
psikis. Organisme ini juga merupakan tempat (place) dari segala
pengalaman, yang dalam istilah Rogers merupakan medan fenomenal.

2. Self
Aspek utama dalam teori kepribadian Rogers yang dewasa ini dikenal
dengan self-concept (konsep diri). Konsep self menggambarkan konsep
orang mengenai dirinya sendiri, ciri-ciri yang dianggapnya menjadi bagian
dari dirinya. Misalnya, individu mungkin memandang dirinya sebagai;
“saya cerdas, menyenangkan, jujur, baik hati, dan menarik. Konsep self ini
juga menggambarkan pandangan diri dalam kaitannya dengan berbagai
perannya dalam kehidupan, dan dalam kaitannya dengan hubungan
interpersonal. Pengertian sederhananya adalah penilaian manusia
terhadap karakter, kekuatan, dan kelemahan diri sendiri. (Parjuangan,
2016)

2.3 Asumsi Dasar

Asumsi-asumsi dasar Rogers berdasarkan teori humanistic meliputi dua


asumsi besar yaitu kecenderungan formatif dan kecenderungan
mengaktualisasi diri. Berikut penjelasannya,

1. Kecenderungan formatif merupakan kecenderungan thd semua hal, baik


organis maupun anorganis untuk berkembang dari suatu bentuk yang
sederhana menuju yang lebih kompleks.

2. Kecenderungan mengaktualisasi merupakan kecenderungan setiap


makhluk hidup untuk bergerak menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan

5
potensial dirinya (J Feist dan Gregory J. Feist, (2008;273). Tiap individual
mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.
Kecenderungan ini satu-satunya motif yang dimiliki manusia dimana
kebutuhan diperlukan untuk memuaskan rasa lapar, mengekspresikan
emosi-emosi mendalam yang dirasakan, dan menerima diri seseorang.
(Ratu, 2016)

2.4 Struktur Kepribadian

Rogers lebih mengutamakan unsur dinamika dibandingkan dengan unsur


struktur kepribadian dalam teori yang ia buat. Memfokuskan diri pada proses
bagaimana kepribadian seorang dapat berubah, berkembang, dan bahkan menuju
ke arah yang lebih merupakan bagian dari medan phenomenal yang terbedakan dan
terdiri atas pola manusia yaitu persepsi mengenai kejadian apa saja yang menimpa
diri terkait dunia Sementara.
Medan phenomenal merupakan gabungan pengalaman yang dimiliki
seseorang baik yang terjadi secara internal atau eksternal, disadari maupun tidak.
Self sebagai sebuah konstruk yang menjelaskan proses bagaimana sebagai kondisi
individu di masa depan sesuai dengan apa yang ingin dilihat dan dicapai Konsep
awal dari self yaitu secara menyeluruh dengan tetap dilakukan secara serta
pemikiran mengenai hubungan “I” dengan makhluk lainnya dalam berbagai aspek
self menggambarkan bagaimana konsep seseorang terhadap diri mereka sendiri,
apa saja ciri-ciri yang merupakan bagian yang ada dalam dirinya.

2.5 Dinamika Kepribadian

Menurut Rogers, di dalam organisme terdapat kekuatan yang dapat menjadi


dorongan tunggal dari dalam untuk mengaktualisasi diri serta tujuan tunggal meraih
kehidupan menjadi pribadi yang teraktualisasikan. Pengalaman menjadikan nilai
tersendiri; apakah sudah memberikan kepuasan terhadap diri sendiri atau justru
sebaliknya, yang bermula dengan kepuasan fisik, dilanjutkan dengan kepuasan
emosional, dan Konsep self dalam teori Rogers mencakup penggambaran mengenai
bagaimana diri Rogers telah merumuskan beberapa hal mengenai teori dasar
dinamika kepribadian dalam konsep aktualisasi diri.

6
Hal ini sebagai bagian dari daya yang memacu potensi individu dan
pengembangan diri seseorang yang telah menjadi ciri khas setiap Melalui aktualisasi
diri inilah manusia didorong untuk menuju tahap pengembangan secara optimal dan
menghasilkan ciri unik yang ada pada setiap manusia misalnya saja seperti
kreatifitas dan inovasi. progresif dan perilaku regresif agar dapat memperoleh tujuan
hidup. Menurut Rogers, orang yang sehat adalah orang yang ikut berperan dalam
proses Hasil akhirnya yaitu menjadi diri sendiri dan mampu mengembangkan sifat
dan potensi psikologis yang unik.
Kepribadian sehat adalah penghargaan terhadap diri secara positif tanpa
syarat (unconditional positive regard). Ketika seseorang di masa kecil,
kecenderungan akan penghargaan tanpa syarat menjadi keinginan yang kuat agar
potensi yang dimiliki terpenuhi ini, Rogers melihat kepribadian sehat bukan termasuk
keadaan dari sesuatu yang telah Aktualisasi diri tidak termasuk keadaan yang tetap,
tetapi proses yang terus tidak mengekang dan bebas, tumbuhnya kreativitas dalam
diri.Rogers beranggapan jika manusia dapat berfungsi dengan adanya penyesuaian,

2.6 Perkembangan Kepribadian

Rogers tidak memfokuskan diri untuk mempelajari “tahap” pertumbuhan dan


perkembangan kepribadian, namun dia lebih tertarik untuk meneliti dengan cara
yang lain yaitu dengan bagaimana evaluasi dapat menuntun untuk membedakan
antara pengalaman dan apa yang orang persepsikan tentang pengalaman itu
sendiri. Contoh sederhana dapat dilihat sebagai berikut: seorang gadis kecil yang
memiliki konsep diri bahwa ia seorang gadis yang baik, sangat dicintai oleh
orangtuanya, dan yang terpesona dengan kereta api kemudian menungkapkan pada
orang tuanya bahwa ia ingin menjadi insinyur mesin dan akhirnya menjadi kepala
stasiun kereta api.
Rogers berkata jika gadis tersebut menyangkal nilai-nilai kebenarannya
dengan membuat pilihan yang ketiga – menyerah dari ketertarikannya – dan jika ia
meneruskan sesuatu sebagai nilai yang di tolak oleh orang lain, dirinya akan
berakhir dengan melawan dirinya sendiri. Jika penolakan menjadi style, dan orang
tidak menyadari ketidaksesuaian dalam dirinya maka kecemasan dan ancaman
muncul akibat dari orang yang sangat sadar dengan ketidaksesuaian itu.

7
Ketika orang semakin menyadari ketidaksesuaian antara pengalaman dengan
persepsi dirinya, kecemasan berubah menjadi ancaman terhadap konsep diri yang
sesuai. Kecemasan dan ancaman yang menjadi indikasi adanya ketidaksesuaian diri
dengan pengalaman membuat orang berada dalam perasaan tegang yang tidak
menyenangkan namun pada tingkat tertentu kecemasan dan ancaman itu
dibutuhkan untuk mengembangkan diri memperoleh jiwa yang sehat.

2.7 Kesadaran

Tanpa adanya kesadaran, konsep diri dan diri ideal tidak aka nada. Rogers
menyatakan bahwa kesadaran didefinisikan sebagai sebuh representasi simbolik
(tidak dalam bentuk lambang-lambang verbal) dari beberapa bagian dari
pengalaman. Ia menggunakan istilah sinonim dengan kedua kesadaran dan
simbolisasi. Jika kesadaran diri tersebut hilang, maka muncul kegelisahan tanpa
sebab dan akan memuncak menjadi ancaman. Untuk mencegah tidak konsistennya
pengalaman organik dengan konsep diri, maka perlu diadakan pertahanan diri dari
kegelisahan dan ancaman adalah penyangkalan dan distorsi terhadap pengalaman
yang tidak konsisten.

Terdapat tiga tingkat kesadaran menurut Rogers, yaitu:

1. Kesadaran yang di abaikan atau disangkal.


Beberapa peristiwa yang telah dialami di bawah ambang kesadaran dan
diabaikan atau ditolak.
2. Beberapa pengalaman akan disimbolisasikan secara akurat dan dimasukan
dengan bebas dalam struktur diri.
Hipotesis Rogers mengatakan bahwa terdapat beberapa pengalaman atau
peristiwa yang akurat dilambangkan serta bebas mengakui ke-struktur diri.
Pengalaman tersebut tidak mengancam serta cenderung konsisten terhadap
konsep diri yang telah ada.
3. Pengalaman yang diterima dalam bentuk yang terdistorsi.
Pada kesadaran melibatkan pengalaman yang mana tidak dapat tersitorsi.
Sehingga ketika pengalaman yang ada tidak konsisten terhadap pandangan
kita tentang diri, maka akan membentuk kembnali atau mendistorsi

8
pengalaman sehingga pengalaman tersebut dapat berasimilasi dengan
konsep diri yang ada.

2.8 Hambatan

Terdapat beberapa hambatan dalam Kesehatan psikologis, antara lain:

 Penghargaan bersyarat
Persepsi bahwa diri kita dapat dicintai atau diterima hanya apabila kita dapat
memenuhi ekspetasi atau persetujuan dari orang lain disekitar kita.
 Sikap defensif
Perlindungan atas dasar konsep diri dari sebuah kecemasan serta ancaman,
yang diikuti dengan penyangkalan ataupun distorsi dari pengalaman yang
tidak konsisten dengan konsep diri.
 Inkongruensi
Perbedaan yang muncul terhadap konsep diri seseorang denga napa yang
diinginkannya secara ideal. Organisme dan diri merupakan sebuah entitas
yang terpisah yang mungkin iya atau mungkin tidak kongruen terhadap satu
sama lain.
 Disorganisasi
Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap aspek psikologis dan terjadi
perbedaan kecil di antara diri dan pengalaman yang sampai taham paling
inkongruen. Kondisi ini dapat terjadi secara tiba-tiba ataupun dapat terjadi
secara bertahap selama jangka waktu yang cukup Panjang. Dalam keadaan
ini, sang penderita kadang berperilaku secara konsisten dengan pengalaman
yang organismic yang mereka miliki dan juga terkadang sesuai dengan self
concept hancur yang mereka miliki.

2.9 Psikoterapi

Carl Rogers berkontribusi dalam metode terapi. Terapi ini memiliki dua nama
yang keduanya sama-sama dipakainya. Metode dengan non-direktif, dia
berpendapat bahwa seorang terapis tidak seharusnya tidak mengarahkan kliennya
tetapi memberikan kebebasan kliennya untuk mengarahkan kemana terapi berujung.

9
Semakin banyaknya pengalaman yang diperoleh selama terapi, lterapis akan
menyadari bahwa dia tetap memiliki pengaruh kepada kliennya karena terapis tidak
mengarahkannya sama sekali.

Rogers menggati metode ini menjadi metode yang berpusat pada klien
(client-centered) yang di dalam teori terlihat sederhana tetapi sulit untuk
mempraktikannya. Pendekatan metode ini berdasarkan dengan pendapat klien
bahwa orang yang rentan atau cemas bisa berkembang secara psikologis jika
bertemu dengan terapis yang kongruen agar mampu memberikan ruang yang
bernuansa menerima tanpa bersyarat dan empati yan akurat. Karen dia tetap
menganggap klien yang harus mengatakan apa yang salah di dalam dirinya agar
berusaha memperbaikinya sendiri sehingga mendapatkan kesimpulan yang akan
menghasilkan proses terapi ini tetap terpusat pada klien meskipun pengaruh dari
terapis terasa betul di dalam dirinya.

Ada salah stau frasa yang digunakan oleh Rogers untuk mendeskripsikan
terapi nya ini yaitu, “mendukung, tidak merekonstruksi”, ia juga menggunakan
analogy di dalam belajar naik sepeda untuk menjelaskannya. Ketika membantu
seorang belajar mengendarai sepeda, tidak hanya boleh memberitahu bagaimana
cara menaikinya tetapi juga harus memintanya untuk bisa mencoba sendiri. Kita
sebagai pelatih tidak bisa terus menerus menjaga, ada kalanya membiarkan mereka
jalan sendiri agar membuat klien lebih belajar untuk menghadapi kondisi tersebut ke
depannya.

Sama hal dengan terapi berpusat pada klien ini, satu-satunya teknik yang
dikemukakan oleh Rogers agar bisa menjalankan metode tersebut adalah dengan
refleksi. Refleksi merupakan cerminan atau pantulan dari komunikasi perasaan.
Misalnya, seperti klien mengatakan “saya merasa seperti sampah!” terapis akan
menggunakan teknik refleksi nya dengan memantulkan kembali kepada klien
dengan mengatakan bahwa, “jadi, hidup anda seperti itu ya?” terapis
mengkomunikasikan kepada klien dengan melakukannya bahwa dia dengan
sungguh-sungguh berusaha memahami perasaan si klien.

Disana letak kesulitan dalam terapi ini, kaulitas dari kongruensi, penerimaan
positif yang tidak bersyarat dan pengertian secara empatu tidak mudah dimiliki oleh
konselor. Pendekatan dengan konseling berpusat pada klien dinyatakan di dalam

10
bentuk jika-lalu. Kondisi kongruensi tersedia dengan baik di dalam hubungan klien-
konselor, maka proses terapi terjadi. Jika, proses terapi terjadi beberapa hasil dapat
diprediksikan. Terapi dari Rogers ini dapat dilihat di dalam kondisi, proses, dan juga
hasil.

Maka dari itu, menurut Rogers, terapis harus mempunyai syarat-syarat yang
memenuhi agar dapat bekerja dengan baik dan efektif.

1. Kongruen – kejujuran, keaslian kepada klien.


Konselor yang kongruen bukan hanya baik hati dan ramah tetapi juga
seseorang yang utuh dengan perasaan yang bahagia, marah, frustasi,
kebingungan, dan lain-lain. Agar mereka tidak dapat menyangkal hal tersebut
jika sedang mengalaminya agar dapat lebih mudah mengekspresikannya.
Karena terapis akan lebih efektif jika mereka bisa berkomunikasi dengan
perasaan yang jujur walaupun mempunyai perasaan yang negatif menurut
Rogers.

2. Empati – kemampuan untuk merasakan yang dirasakn oleh klien.


Empati hadir di saat terapis atau konselor dapat merasakan dengan akurat
perasaan dari klien dan dapat mengkomunikasikan persepsi untuk klien tahu
bahwa orang lain dapat memasuki dunia perasaan tanpa prasangka mereka.
Terapis yang berpusat pada pribadi tidak dapat mengabaikan empati mereka
untuk mengkaji kemampuan mereka dengan klien secara akurat.
Empati tidak sama dengan simpati. Simpati mengimplikasikan perasaan untuk
seorang klien, empati berkonotasi dengan perasaan seorang klien.

3. Respek - penerimaan klien tanpa syarat dengan menganggap positif klien.


Terapis atau konselor dengan penerimaan psotif tanpa bersyarat terhadap
klien menunjukkan kehangatan dan penerimaan yang non-posesif yang
memiliki kepedulian terhadap orang lain tanpa menutup-nutupi nya kepada
orang tersebut dan bukan persona yang berlebihan. Penerimaan positif yang
tidak bersyarat ini terapis dapat menerima dan menghargai klien tanpa
adanya keraguan dan tanpa melihat perilaku klien.

11
Ciri-ciri Pendekatan Client-Centered

1. Ditujukan untuk konseli yang sanggup memecahkan masalah untuk


tercapainya kepribadian yang terpadu.
2. Sasaran konseling merupakan aspek emosi yang bukan dari segi
intelektualnya.
3. Titik tolak konselor dan keadaan dari individu termasuk dari kondisi sosial.
Psikologi masa kini dan bukan dari pengalaman masa lampau.
4. Proses konseling memiliki tujuan untuk menyesuaikan ideal self dan actual
self.
5. Konseling yang berperan aktif dipegang oleh konseli sedangkan konselor
merupakan Pasif-Reflektif.

Periode Perkembangan Terapi Client-Centered.

Periode 1 (1930-1950). Psikoterapi nondirective yang menekankan pada


penciptaan akan iklim permisif dan noninterventif.

Periode 2 (1950-1957). Psikoterapi reflektif yang menekankan bahwa terapis


merefleksikan perasaan pada klien dan menghindari ancaman di dalam hubungan
dengan klien.

Periode 3 (1957-1970). Tingkah laku dari terapis mengungkapkan sikap-sikap


dasar dengan menandai pendekatan terapi eksperimental tetapi memfokuskan
dengan apa yang sedang terjadi oleh klien sehingga klien dapat belajar dengan
menggunakan apa yang sedang dialaminya.

Teori Client-Centered

Merupakan psikoterapi nondirective yang menggunakan metode perawatan


psikis dengan berdialog antara konselor dan konseli untuk dapat mempunyai
gambaran yang serasi antara ideal self dan actual self.

1. Tujuan Konseling : membina kepribadian konseli secara integral, dapat berdiri


sendiri, dan memiliki kemampuan memecahkan masalahnya sendiri.
2. Proses Konseling

12
- Konseling datang ke konselor.
- Situasi konseling menjadi tanggung jawab konseli sejak awal.
- Konselor berani mengemukakan perasaanya ke konseli agar konselor
bisa bersikap ramah, besahabt, dan menerima konseli.
- Konselor menerima perasaan dari konseli dan dapat memahaminya.
- Konselor berusaha supaya konseli memahami dan menerima keadaan
akan dirinya sendiri.
- Konseli menetukan pilihan akan sikap da tindakan yang diambilnya.
- Konseli dapat merealisasikan pilihannya tersebut.
3. Teknik Konseling
- Acceptance : Konselor menerima konseli apa adanya dengan berbagai
permasalahn sehingga menerima nya secara netral.
- Congruence : Konselor memiliki karateristik yang terpadu dan konsisten
akan perbuatannya.
- Understanding : Konselor secara akurat memahami empati di dunia
konseli dilihat dari sebagaimana di diri konseling tersebut.
- Non judge mental : Memberikan penilaian kepada konseli tetapi konselor
akan selalu bersifat objektif.

Filosofi Ilmu Pengetahuan

Rogers merupakan seorang ilmuwan, terapis, dan pakar teori kepribadian.


Menurut Rogers, ilmu pengetahuan dimulai dan berakhir dari pengalaman subjektif
walaupun semua harus objektif dan empiris. Ilmuwan harus memiliki karakteristik
manusia di masa depan, yaitu harus terdorong melihat ke dalam yang selaras
dengan perasaan dan nilai internal, menjadi intuitif dan kreatif, terbuka dengan
pengalaman, mnerima perubahan, memiliki pandangan yang baru dan kepercayaan
penuh atas diri mereka.

Ilmu pengetahuan dimulai di saat seorang ilmuwan yang intuitif mulai meilhat
pola di dama sebuah fenomena. Hubungan tersebut dipelihara oleh ilmuwan yang
peduli sehingga dapat dirumuskan mnjadi hipotesis untuk dapat dikaji. Setelah itu,
metodologi mulai masuk di dalam gambaran besar. Metode yang akurat akan

13
mencegah ilmuwan melakukan penipuan tehadap diri serta mencegah memanipulasi
observasi yang disengaja maupun tidak disengaja.

Ilmuwan kemudian mengkomunikasikan penemuannya dari metode tersebut


ke orang lain, komunikasi tersebut bersifat subjektif. Pihak pertama proses
komunikasi membawa kadar keterbukaan pikiran mereka di dalam proses ini.
Mereka mempunyai kadar level kesiapan yang berbeda untuk menerima penemuan-
penemuan tergantung dengan iklim pemikiran ilmiah yang sudah ada sebelumnya
dan pengalaman pribadi subjektif pada setiap orang.

The Chicago Studies

Penelitiannya atas hasil psikoterapi yang berpusat pada klien, pertama


berada di Pusat Konseling di University of Chicago (Rogers & Dymond, 1954)
kemudian dengan pasien skizofrenia di University of Wisconsin (Rogers, Gedlin,
Kiesler, & Truax, 1967). Di dalam penelitiannya, mereka tidak merumuskan hipotesis
karena alat ukur sudah tersedia, tetapi mereka mulai mencoba merasakan
gambaran yang samar dari pengalaman klinis dan secara bertahap membentuk hal
tersebut menjadi hipotesis yang dapat dikaji ulang. Kemudian Rogers dan koleganya
berkutat untuk menemukan suatu instrument yang dapat melakukan tes pada
hiptesis tersebut.

Hipotesis dasar yang berpusat pada klien dibangun berdasarkan landasan


yang mengatakan bahwa semua orang di dalam diri mereka memiliki kapasitas baik
yang bersifat aktif untuk melakukan pemahaman di dalam diri serta kapasitas dan
kecenderungan untuk bergerak menuju aktualisasi diri dan kematangan pribadi.
Rogers (1954) mempunyai hipotesis bahwa selama proses terapi, klien akan
mengasimilasi perasaan dan pengalaman mereka yang pernah di tolak ke dalam
perasaan. Juga memprediksikan selama dan setelah terapi, perbedaan dari diri yang
sebenarnya dan diri yang ideal akan berkurang dan dapat diobservasi perilaku-
perilakunya. Hipotesis kemudian menjadi landasan dari beberapa hipotesis lain yang
spesifik secara operasional sudah dinyatakan dan diuji.

Hipotesis dari kajian perubahan subjektif kepribadian yang tidak menonjol


diukur dengan objektif. Peneliti menggunakan Thematic Apperception Test (TAT),
The Self-Other Attitude Scale (S-O Scale), dan Willoughby Emotional Maturity Scale
(E-M Scale) untuk mengkaji perubahan menurut sudut pandang ekternal. Peneliti

14
bergantung pada teknik Q sort yang dikembangkan oleh William Stephenson untuk
mengukur perubahan menurut sudut pandang klien.

Peneliti menggunakan dua metode berbeda di dalam kontrol. Pertama,


meminta setenah dari orang-orang yang ada di kelompok terapi menunggu 60 hari
sebelum menerima terapi (wait group) untuk menentukan motivasi apabila berubah
dan bukan terapi yang menyebabkan manusia menjadi lebih baik. Kedua, terdiri dari
kelompok “orang normal” yang berisi orang yang mendaftar secara sukarela. Di
dalam penelitian kontrol, peneliti memberikan empat kali tes kepada kedua
kelompok, yaitu awal periode 60 hari, sebelum terapi, setelah terapi, dan setelah 6-
12 bulan periode setelah terapi.

Peneliti menemukan kelompok terapi mempunyai perbedaan di antara diri


dan diri idel setelah terapi dan mereka mempertahankan yang telah mereka raih.
Kelompok kontrol yang berisi “orang normal” memiliki level kongruensi yang lebih
pada awal penelitian, tetapi mereka menunjukkan hamper tidak ada perubahan di
dalam kongruensi diri dan diri ideal dari pengukuran pada awal penelitian sampai
akhir pengukuran. Kelompok terapi lebih mengubah konsep diri mereka sendiri
daripada mengubah persepsi mereka atas manusia biasa.

Chicago Studies menunjukkan bahwa orang yang menerima terapi yang


berpusat pada klien akan menunjukkan pertumbuhan dan peningkatan. Kelompok
terapi memulai perawatan sebagai kelompok yang tidak lebih sehat namun
menunjukkan beberapa pertumbuhan selama terapi dan mempertahankan
peningkatan yang sudah diraih setelah terapi, tetapi tidak pernah meraih level
kesehatan psikologis yang diperlihatkan kelompok “orang normal” yang ada di
kelompok kontrol. Terapi yang berpusat pada klien memang efektif namun tidak
selalu menghasilkan manusia yang berfungsi sepenuhnya.

2.10 Kritik Terhadap Rogers

Apakah teori Rogers memenuhi kriteria dari teori yang bermanfaat? Pertama,
walaupun teori Rogers menghasilkan banyak penelitian dalam ranah psikoterapi dan
pembelajaran ruang kelas, tetapi tidak terlalu banyak penelitian di luar kedua area

15
sehingga mendapat penilaian sedang di dalam kemampuannya memunculkan
aktivitas penelitian dalam ruang lingkup umum psikologi.

Kedua, teori Rogers terlalu tinggi untuk kemampuan dikaji ulang. Rogers
merupakan salah satu yang memakai jika-maka untuk memakai kerangka di dalam
teorinya.

Ketiga, teori yang dipakai berpusat pada individu dapat mengorganisasi


pengetahuan ke dalam kerangkanya, meskipun banyak penelitian memunculkan
pada teori Rogerian hanya terbatas pada hubungan interpersonal. teori tersebut
dapat diperluas ke ranah kepribadian manusia yang lebih luas.

Keempat, teori yang berpusat pada pribadi membawa perubahan kepribadian,


namun terapis harus memiliki kongruensi dam mampu mendemonstrasikan
pemahaman secara empati dan penerimaan positif tidak bersyarat untuk para
kliennya.

Kelima, teori berpusat pada pribadi cukup tinggi untuk aspek konsistensi
sehingga definisi operasionalnya dibuat dengan hati-hati.

Terakhir, teori Rogers cukup jelas dan ekonomis dari konsep nya, tetapi Bahasa
yang digunakan tergolong canggung dan tidak jelas. Konsep seperti “pengalaman
organismic”, “menjadi”, “penghargaan diri yang positif”, “kebutuhan memperhatikan
diri”, “penerimaan tidak bersyarat”, dan “berfungsi sepenuhnya” terlalu luas dan tidak
mempunyai arti ilmiah yang akurat.

16
BAB III

PENUTUP

4. Kesimpulan

Teori yang dikemukakan Carl Rogers sering digunakan untuk melakukan


konseling dan terapi. Teori yang berfokus pada seseorang ini memberikan cara baru
dalam melihat seseorang dan perkembangan mereka, serta bagaimana seseorang
dapat membantu untuk berubah. Rogers melihat semua individu memiliki kualitas
permanen untuk membuat pertumbuhan yang memungkinkan setiap individu
mencoba untuk mengubah karakteristik atau perilaku dasar kepribadian tidak perlu
mereka miliki.

Teori Client-Centered atau teori yang berpusat pada klien merupakan teori
yang dikemukakan Carl Rogers. Teori ini berdasarkan oleh pendapat klien bahwa
orang yang rentan atau cemas bisa berkembang secara psikologis jika bertemu
dengan terapis yang kongruen agar mampu memberikan ruang yang bernuansa
menerima tanpa bersyarat dan empati yang akurat. Dengan menggunakan teknik
refleksi yang merupakan cerminan atau pantulan dari komunikasi perasaan. Terapis
mengkomunikasikan kepada klien dengan melakukannya bahwa dia dengan
sungguh-sungguh berusaha memahami perasaan si klien.

5. Saran

Teori Client-Centered yang dikemukakan oleh Carl Rogers merupakan teknik


konseling yang berpusat pada diri klien, sehingga klien mengetahui bahwaterapis
bersungguh-sungguh mengetahui dan memahami perasaan klien dengan baik.
Walaupun teori ini sering digunakan oleh terapis dan konselor di dalam praktik nya
masih ada kekurangan di dalam teori ini. Maka dari itu, teori kepribadian
kontemporer dapat membantu kita memahami bagaimana teori client-centered ini
digunakan sesuai dengan yang dipelajari.

17
DAFTAR PUSTAKA

Feist, Jess., Feist, Grejory J., Roberts, Tomi A. (2017). Theories of Personality, 8th
Ed. Jagakarsa, Jakarta Selatan: Salemba Humanika.

O, Wiwin R., Negara, Bella A., Mustika, Silvana W., Savitri Swasti M P. PSIKOLOGI
KEPRIBADIAN II, CARL ROGERS : TEORI YANG BERPUSAT PADA PRIBADI.
Makalah Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan: Universitas Negeri Semarang.

Biografi Carl Rogers. Diakses pada September 17, 2021.


file:///C:/Users/HP/Downloads/PENDEKATAN_PSIKOTERAPI_TEORI_KEPRIBADI
AN.pdf

Riswan, Mangihut, Pangaribuan. 2020. Mengatasi Kemarahan Remaja kepada


Orang tua dengan Konseling Pastoral Pendekatan Carl Rogers (fenomelogi). Jurnal
Teologi dan Pelayanan. Volume 7, Nomor 2, Desember 2020.

Sofwan Adiputra. 2011. Teori Kepribadian Rogers. Bkpemula.com. diakses pada 16


september 2021. https://bkpemula.com/2011/12/12/teori-kepribadian-rogers/

Motschnig-Pitrik Renate dkk. (2013). Interdisciplinary Handbook of the Person-


Centered Approach: Research and Theory. New York: Springer.

John, O.P., Robins, R.W., dan Pervin, L.A. (2008). Handbook of personality : theory
and research. New York: The Guilford Press.

Thomas, G.P. dan Stephen J. (2007). Person-Centered Personality Theory: Support


from Self-Determination Theory And Positive Psychology 47(1). 117-139.

Insani, F. D. (2019). Teori Belajar Humanistik Abraham Maslow Dan Carl Rogers
Serta Implikasinya Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. As-Salam:
Jurnal Studi Hukum Islam & Pendidikan, 8(2), 209–230.
https://doi.org/10.51226/assalam.v8i2.140

Parjuangan. (2016). Kreativitas dalam perspektif teori humanistik Rogers dan


relevansinya dalam pendidikan. At-Tajdid: Jurnal Ilmu Tarbiyah, 5(2), 279–299.

Ratu, B. (2016). Peningkatan Kemampuan Perencanaan Karier Melalui Layanan


Bimbingan Kelompok Teknik Diskusi Pada Siswa Kelas VIII H SMP Negeri 3
Kebumen. Universitas Negeri Yogyakarta, 1951, 10–18.
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Kreatif/article/download/3349/2385

18
19

Anda mungkin juga menyukai