Anda di halaman 1dari 17

Dosen Pengampu: Nurfitriany Fakhri.,S.Psi.,M.

A
Muhammad Nurhidayat Nurdin, S.Psi., M.Si

Konsep Gender dan Jaringan Pertemanan

Oleh Kelompok 3
Muh. Nizar Rusdi (1671041024)
Wilda Ihda JN (1771042121)
Muhammad Shafwan Zhalifunnas (1971042110)
Rifqah Nur Ridwan (1971042034)
Rizka Ayu Ananda (1971042035)
Rizqi Amaliah (1971041032)

Kelas C

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021
A. Network Size
Network size atau ukuran jaringan pertemanan menggambarkan
kuantitas pertemanan yang mengacu pada jumlah teman. Sebagian besar
penelitian menunjukkan bahwa anak laki-laki dan perempuan memiliki
jumlah teman yang sama (Baines & Blatchford dalam Helgeson, 2012).
Namun, anak laki-laki cenderung memiliki jaringan sosial yang lebih besar
dibandingkan dengan anak perempuan karena perbedaan struktural dalam
permainan anak laki-laki versus permainan anak perempuan. Anak
perempuan lebih cenderung berinteraksi dalam pasangan dan
menghabiskan waktu untuk berbicara satu sama lain, sedangkan anak laki-
laki lebih cenderung menghabiskan waktu dalam kelompok besar yang
berfokus pada beberapa aktivitas, seperti bermain atau berolahraga dalam
bentuk tim.
Di antara orang dewasa, beberapa penelitian menunjukkan bahwa
wanita memiliki lebih banyak teman, ada juga beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pria memiliki lebih banyak teman, dan terdapat juga
penelitian lain yang menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin
dalam jumlah teman. Salah satu alasan mengapa sulit untuk menentukan
apakah ada perbedaan jenis kelamin dalam ukuran jaringan pertemanan
adalah karena konsep atau arti dari “teman” itu sendiri mungkin berbeda
untuk wanita dan pria (Helgeson, 2012).
Dengan demikian, kecil kemungkinan bahwa ukuran jaringan
sangat berbeda antara anak perempuan dan anak laki-laki dan diantara
kalangan orang dewasa. Terkadang mungkin terlihat bahwa anak laki-laki
memiliki lebih banyak teman daripada anak perempuan, karena anak laki-
laki bermain dalam kelompok yang lebih besar daripada anak perempuan.
B. The Nature of Friendship
Pertemanan merupakan bidang penelitian di mana perbedaan antara
perempuan dan laki-laki terlalu ditekankan dibandingkan dengan
persamaan. Ada banyak cara di mana pertemanan pria dan wanita sangat
mirip. Namun memang benar bahwa pertemanan wanita lebih dekat
daripada pria, dan pertemanan dengan wanita lebih dekat daripada
pertemanan dengan pria. Ada beberapa perbedaan dan juga persamaan
dalam sifat pertemanan pria dan wanita yang dapat menjelaskan sifat dari
perbedaan jenis kelamin ini dalam segi pertemanan (Helgeson, 2012).
a) Sex Differences
Selama masa kanak-kanak, sifat pertemanan perempuan
dan laki-laki sudah nampak jelas berbeda. Pada masa remaja, anak
perempuan menghabiskan waktu untuk berbicara dengan teman-
teman mereka, dan anak laki-laki menghabiskan waktu untuk
berbagi kegiatan dengan teman-teman mereka (McNelles &
Connolly dalam Helgeson, 2012). Anak laki-laki memandang
pertemanan secara instrumental. Artinya anak laki-laki memandang
seorang teman sebagai seseorang yang melakukan sesuatu
dengannya. Sedangkan anak perempuan memandang pertemanan
secara emosional. Artinya anak perempuan memandang seorang
teman sebagai seseorang yang terhubung dengan dirinya.
Penekanan perempuan pada pengungkapan diri (self
disclosure) dan penekanan laki-laki pada kegiatan bersama
bertahan hingga ke masa dewasa. Studi mahasiswa menunjukkan
bahwa perempuan menemukan lebih banyak keintiman dalam
pertemanan mereka dibandingkan dengan laki-laki, sedangkan
laki-laki menemukan lebih banyak kebersamaan dalam pertemanan
mereka dibandingkan dengan perempuan (Singleton & Vacca
dalam Helgeson, 2012). Dalam sebuah studi mahasiswa dari
Amerika Serikat dan Rusia (Sheets & Lugar dalam Helgeson,
2012), perempuan berbagi lebih banyak informasi pribadi dengan
teman dibandingkan dengan laki-laki, dan laki-laki berbagi lebih
banyak kegiatan dengan teman dibandingkan dengan perempuan.
Dengan demikian, perbedaan utama dalam sifat pertemanan
pria dan wanita adalah bahwa suatu aktivitas adalah fokus interaksi
pria dan percakapan adalah fokus interaksi wanita. Perbedaan ini
pertama kali muncul selama masa kanak-kanak dan kemudian
berlanjut hingga masa remaja dan dewasa. Sejalan dengan hal itu,
jelas bahwa pertemanan perempuan lebih bersifat komunal
daripada laki-laki, tetapi perbedaan jenis kelamin dalam
instrumentalitas pertemanan masih kurang jelas. Terlepas dari
apakah ada perbedaan jenis kelamin dalam kegiatan bersama, laki-
laki dan perempuan dapat menghabiskan waktu dalam berbagi
kegiatan bersama teman dengan cara yang berbeda sehingga
kegiatan bersama lebih intim bagi perempuan daripada laki-laki.
b) Sex Similarities
Terlepas dari perbedaan yang ada, terdapat juga kesamaan
yang penting antara pertemanan perempuan dan laki-laki. Baik pria
maupun wanita menginginkan hal yang sama dari pertemanan dan
memandang keterbukaan diri, empati, kepercayaan, dan ekspresi
dukungan sebagai ciri terpenting dari sebuah pertemanan. Selain
itu, baik wanita maupun pria terlibat dalam percakapan santai
dengan teman, memandang perlakuan yang sama dan kesamaan
sebagai pusat persahabatan, dan percaya bahwa kesenangan dan
relaksasi adalah aspek penting dari persahabatan (Helgeson, 2012).

C. Closeness Of Friendship
Menurut (Tiger, 1969 dalam Helgeson, 2012) menyatakan bahwa
laki-laki secara biologis cenderung untuk mengembangkan persahabatan
superior dibandingkan perempuan. Sederhananya ketika mereka
bersahabat dengan spesies yang sama, seperti Laki-laki dengan laki-laki
akan menghasilkan point sebagai beirkut:
1. Laki-laki bergantung pada laki-laki untuk mempertahankan
wilayah
2. Memungkinkan frekuensinya sama dikarenakan mampu menjaga
ketertiban sosial di masyarakat
Namun dari beberapa penellitian menjelaskan mengenai closeness of
friendship, dimana Persahabatan perempuan lebih dekat daripada laki-laki,
penyebabnya ialah anak perempuan memperoleh kebenaran/sesuatu hal
dari pertemanan yaitu Dukungan, keamanan, kepdulian dan pengukapan
diri yang lebih besar sesame jenis. Tidak hanya itu, Wanita melaporkan
juga bahwa persahabatan sesama jenis memperoleh kasih saying,
keintiman dan dukungan yang lebih besar dari teman laki-laki

Untuk memahami kedekatan persahabat perempuan dan laki-laki dapat


menggunakan metode Rochester Interaction Record (RIR) dimana RIR ini
menggambarkan sifat interaksi sosial.
D. Self- Disclosure
Salah satu aspek penting dalam berinteraksi sosial adalah self-disclosure.
Gainau (2009) mengemukakan bahwa self-disclosure merupakan faktor
yang menentukan keberhasilan dalam interaksi sosial individu. Dijelaskan
sebelumnya mengapa laki-laki lebih memiliki pengungkapan diri yang
sangat rendah sedangkan perempuan memiliki pengukapan diri yang
cukup tinggi. Dari Literatur (Helgeson, 2012) menjelaskan ternyata ada
factor situasional yang mempengaruhi pengukapan diri. Yaitu
1. Sex of Discloser
Dimana (Dindia & Allen, 1992 dalam Helgeson, 2012) melakukan
metaanalisa tentang perbedaan jenis kelamin dalam pengungkapan
diri. Dari penelitian tersebut diperoleh Penelitian selanjutnya
menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin dalam pengungkapan
diri tampaknya lebih besar dalam konteks hubungan dekat daripada
di antara kenalan atau orang asing wanita lebih mungkin daripada
pria untuk mengungkapkan diri tentang masalah pribadi, seperti
masalah hubungan atau bidang kelemahan pribadi. Untuk alas an
lebih rinci mengapa, hal itu akan dibahas pada hambatan dalam
pengukapan diri laki-laki di materi selanjutnya.
Berkaitan dengan pengukupan diri dengan Wanita sesame jenisnya
sering kali disebut sebagai co-rumination. Co-rumination terkait
dengan kualitas persahabatan yang lebih tinggi tetapi juga dengan
kecemasan dan depresi yang lebih besar Hubungan itu timbal balik
untuk perempuan: yaitu, co-rumination dikaitkan dengan
peningkatan kualitas persahabatan serta peningkatan
kecemasan/depresi dari waktu ke waktu, dan kualitas persahabatan
dan kecemasan/depresi memprediksi peningkatan co-rumination dari
waktu ke waktu
2. Sex of Recipient
Masih dengan penelitian Dindia & Allen, 1992 yang dimana
menunjukkan bahwa orang lebih cenderung untuk mengungkapkan
diri kepada wanita daripada pria. Efek lain menunjukkan bahwa
orang lebih mungkin untuk mengungkapkan diri dengan jenis
kelamin yang sama daripada dengan jenis kelamin lain. Maka bisa
disimpulkan bahwa, Wanita lebih cenderung mengungkapkan
kepada wanita daripada pria karena target wanita memenuhi kedua
kondisi.
3. Variabel Situasional
Variabel situasional juga mempengaruhi pengungkapan diri.
Penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan diri pria
dapat ditingkatkan jika mereka termotivasi untuk mengungkapkan
diri. Pengungkapan diri pria dipengaruhi oleh ketertarikan untuk
menjalin hubungan dengan Wanita. Dan juga, seberapa maskulinitas
mereka, jenis kelamin target, dan kemungkinan interaksi di masa
depan.
E. Barrier To Closenees In Male Friendship
1. Competiton
Kompetensi Pria dan Wanita sangatlah berbeda, dimana
persahabatan pria lebih kompetitif faripada persahabatan Wanita.
Sehingga, membatasi keintimanan karena sulit untuk dekat dengan
seseorang yang berda dilingkungan komptensinya.
2. Homophobia
Homphobia dapat didefinisikan sebagai bentuk emosional akan
homoseksualitas atau ketakutan akan terlihat sebagai seorang
homoseksual. Dimana mereka memberikan Batasan kontak fisik dan
kedekatan emosional mereka dengan pria lain. Salah satu penjelasan
dari (Falomir, Mugny 2009 dalam Helgeson, 2012) menjelaskan
bahwa Pria yang memiliki harga diri gender yang lebih tinggi, yang
berarti bahwa mereka lebih cenderung mendukung pernyataan seperti
“Saya bangga menjadi seorang pria,” memiliki sikap yang lebih negatif
terhadap homoseksual
3. Emotional Inexpressiveness
Ekspresi emosional merupakan salah satu penyebab terjadinya
hambatan hubungan sesama jenis pria. Pria cenderung
mengekspresikan lebih sedikit emosi dalam hubungan dibandingkan
perempuan. Alasan lain dikarenakan pria tidak mengungkapkan diri
sebanyak wanita tidak ada hubungannya dengan kepribadian pria tetapi
berkaitan dengan harapan masyarakat terhadap pria.

F. Conflict in Friendship
Hubungan pertemanan tidak selalu berjalan dengan mulus baik itu
perempuan dan laki-laki. Walaupun berdasarkan beberapa penelitian
terkait gender menyatakan bahwa pertemanan pada perempuan memiliki
kedekatan yang lebih disbanding pada laki-laki, hal tersebut disebabkan
karena perempuan lebih banyak menghabiskan waktu untuk
menyelesaikan masalah mereka dengan teman (Thomas & Daubhan, 2001
dalam Helgenson, 2012). Hal tersebut juga turut memperkuat pendapat
bahwa pertemanan pada perempuan lebih rentan terkena konflik
dibandingkan laki-laki
Dalam penelitian yang dilakukan Hardy, Bukowski, & Sippola
(2002) pada siswa sekolah dasar kelas 6 bahwa laki-laki dan perempuan
memiliki jumlah teman yang hampir sama namun pada siswa perempuan,
teman yang mereka miliki ketika menaiki jenjang kelas berbeda dan di
dominasi oleh teman baru. Sedangkan dalam penelitian pada mahasiswa,
ditemukan bahwa pada perempuan hubungan pertemanan mereka
cenderung lebih singkat dibanding pada laki-laki (Benenson & Christakos,
2003; Johnson, 2004). Di kalagan orang dewasa pun, penelitian
menyatakan bawa perempuan cenderung lebih tidak toleran dibanding
laki-laki ketika mereka berselisih dengan teman yang menyakiti mereka,
mengingkari kepercayaan mereka, dan mengganggu mereka (Felmlee &
Muraco, 2009).
Dari beberapa penelitian diatas, salah satu dugaan mengapa
perempuan lebih rentan mengalami konflik dalam pertemanan karena
mereka cenderung lebih sulit menyelesaikan masalah dibanding laki-laki
karena perempuan lebih khawatir dengan hubungan yang melukai mereka
secara langsung sehingga mereka mengungkapkan kemarahan mereka
dengan cara yang lebih halus. Dalam merespon masalah, laki-laki dan
perempuan berbeda. Dalam penelitian (Rose & Asher, 1999 dalam
Helgeson, 2012) bahwa perempuan lebih mengakomodasi dan melakukan
kompromi dalam menyelesaikan masalah, sedangkan pada anak laki-laki
cenderung menegaskan minat mereka secara pribadi, menjauh dari situasi
konflik atau menggunakan agresi verbal.
Penelitian terhadap orang dewasa mengemukakan bahwa dalam
pertemanan perempuan lebih mudah menyinggung topic permasalahan
dalam pertemanan dengan sesama jenis, namun pada pria, mereka akan
lebih terus terang dalam mendiskusikan permasalahan. Contohnya, laki-
laki lebih mengekspresikan kemarahan mereka dengan teman mereka.

G. Cross-sex friendship
Secara umum, pertemanan antara lawan jenis dan dengan jenis sex
yang serupa memiliki karakteristik yang hampir sama yaitu adanya
intimasi, loyalitas, dan melakukan aktivitas bersama. Indicator penentu
kelekatan dalam pertemana ini juga mencakup ciri demografi yang hampir
sama seperti usia, pendidikan, status marital, dan status parental, serta
beberapa kesamaan pada kepribadian dan sikap seperti perilaku, self-
disclosure, dan nilai dalam hubungan (cara menyelesaikan konflik,dll).
Namun dalam pertemanan dengan lawan jenis, kedekatan atau
intimasi lebih rendah dibanding dengan peetemanan sesama jenis terlebih
untuk perempuan. Dalam studi yang dilakukan oleh (Thomas & Daubman,
2001 dalam Helgeson, 2012) bahwa pada remaja penelitian menunjukkan
bahwa laki-laki mendapatkan lebih banyak dukungan dan hadiah dari
pertemanan lawan jenis dibanding dengan pertemanan sesama jenis antara
laki-laki dan pada mahasiswa, hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-
laki lebuh dekat dengan teman perempuan dibandingkan dengan teman
laki-laki mereka. Walaupun perempuan dianggap lebih memuaskan dalam
hubungan pertemanan, namun baik perempuan dan laki-laki memiliki
kesetaraan dalam pertemanan dengan lawan jenis.
Pertemanan dengan lawan jenis pada masa anak-anak cenderung
berbeda. Pada hubungan pertemanan lawan jenis pada anak-anak juga
memberikan peluang untuk mempelajari gaya baru dalam bermain dan
menurunkan sex-typed behavior. Anak-anak yang memiliki teman lawan
jenis juga terbukti lebih mudah dalam berinteraksi dengan lawan jenis
ketika mereka remaja, teman lawan jenis juga dapat memberikan
gambaran terkait lawan jenis, menghindari kompetiti dan kecemburuan
yang terkadang terjadi pada pertemanan sesama jenis.
Laki-laki mendapatkan lebih banyak dukungan emosional dari
teman lawan jenis mereka dibanding pertemanan sesama jenis, dan
perempuan lebih mendapatkan rasa persaudaraan dari teman lawan jenis
dan mendapatkan intensitas yang lebih baik ketika bersama dengan teman
sesama jenis mereka. Perempuan juga lebih memiliki kemungkinan
konflik yang lebih rendah dengan teman lawan jenis serta perasaan
memiliki perlindungan fisik dari teman lawan jenis mereka.
Hambatan. Menurut (O’Meara, 1989 dalam Helgeson, 2012),
terdapat 5 tantangan dalam hubungan pertemanan dengan lawan jenis
yaitu:
a. Emotional bond challenge, atau ikatan emosional dimana dalam
hubungan pertemanan seperti ini terdapat batasan bentuk kedekatan
dalam pertemanan itu sendiri, apakah bentuk kedekatan masuk dalam
batasan pertemanan atau dalam bentuk kedekatan hubungan romantis.
b. Sexual challenge, yaitu bagaimana cara memandang dalam hubungan
pertemanan tersebut apakah berpotensi memiliki ketertarikan secara
seksual. Namun dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli,
laki-laki lebih banyak melaporkan mengenai ketertarikan seksual
mereka terhadap teman lawan jenis dibanding perempuan.
c. Equality challenge, yaitu status yang tidak setara dalam pertemanan
lawan jenis, apakah bisa disetarakan dalam bentuk pertemanan mereka
atau tidak.
d. Opportunity challenge, yaitu stabilitas dalam pertemanan lawan jenis
dianggap lebih sulit karea perbedaan aktivitas dan peluang untuk
bertemu baik dalam hal aktivitas, bermain, pendidikan dan pekerjaan.

H. Cross Race Friendship


Ras adalah penentu kuat persahabatan. Kecenderungan untuk
menjalin persahabatan dengan orang-orang dari kelompok etnis yang sama
disebut homofili. Menariknya, di antara anak-anak, segregasi ras tidak
lazim seperti segregasi gender. Dalam sebuah penelitian terhadap siswa
kelas satu hingga enam, hanya 11% anak yang memiliki orang dari jenis
kelamin lain di jejaring sosial mereka sedangkan 92% memiliki orang dari
ras lain di jejaring sosial mereka (Lee, Howes, & Chamberlain dalam
Helgeson, 2012). Persahabatan lintas ras tampaknya lebih umum di antara
anak-anak daripada orang dewasa. Namun, di antara anak-anak
persahabatan lintas ras menurun seiring bertambahnya usia dan kurang
stabil dibandingkan persahabatan ras yang sama.
- Mengapa persahabatan lintas ras menurun seiring bertambahnya usia?

Meskipun anak-anak tidak mengungkapkan prasangka yang jelas,


mereka tidak mengidentifikasi ras sebagai faktor dalam memilih teman
serta bentuk prasangka yang lebih halus mungkin mulai muncul. Efek
homogenitas outgroup juga mulai muncul seiring bertambahnya usia.
Artinya, dengan bertambahnya usia, anak-anak mulai menganggap orang-
orang dari ras lain lebih mirip satu sama lain dan lebih berbeda dari diri
mereka sendiri.
Salah satu sumber homofili adalah kesempatan untuk berinteraksi
dengan orang-orang dari ras lain. Sekolah, lingkungan, dan pekerjaan
sering kali dipisahkan secara informal, jika tidak secara formal,
berdasarkan ras. Perkembangan pertemanan lintas ras juga telah dipelajari
di kalangan remaja yang beralih dari sekolah menengah ke perguruan
tinggi dimana jumlah persahabatan lintas ras meningkat untuk orang kulit
putih, menurun untuk orang kulit hitam, dan tidak berubah untuk orang
Asia dan Latin. Artinya, siswa kulit hitam memiliki preferensi paling
sedikit untuk teman lintas ras, orang Asia paling banyak, dengan kulit
putih dan Hispanik berada di antara kedua kelompok. Dalam hal
kesempatan untuk bertemu orang dari ras lain, kulit putih memiliki
peluang paling banyak dan orang Asia dan kulit hitam memiliki peluang
paling sedikit.

I. Friendships Of Lesbian And Gay


Persahabatan lebih diutamakan daripada hubungan keluarga di
antara kaum homoseksual karena kaum homoseksual memiliki lebih
sedikit dukungan dari keluarga dibandingkan dengan kaum heteroseksual.
Dari segi jumlah teman, tampaknya tidak ada perbedaan antara
heteroseksual, lesbian, pria gay, dan biseksual. Seperti heteroseksual,
persahabatan pria gay dan lesbian cocok dalam berbagai variabel
demografis. Artinya, pria gay dan lesbian cenderung berteman dengan
orang-orang yang memiliki jenis kelamin, ras, usia, status hubungan, dan
status orang tua yang sama. Mencocokkan jenis kelamin mungkin lebih
sulit bagi laki-laki gay, karena persahabatan antara laki-laki dalam budaya
Barat didasarkan pada norma-norma heteroseksualitas. Mungkin lebih
mudah bagi pria gay untuk berteman dengan wanita. Salah satu cara di
mana persahabatan gay dan lesbian berbeda dari persahabatan
heteroseksual setidaknya persahabatan sesama jenis heteroseksual adalah
adanya potensi keterlibatan romantis atau seksual. Ada lebih banyak
kesulitan dengan batas antara persahabatan dan hubungan romantis antara
laki-laki gay dan lesbian dibandingkan dengan heteroseksual. Jadi,
persahabatan homoseksual mungkin menghadapi beberapa tantangan yang
sama seperti persahabatan lintas-seks heteroseksual. Persahabatan sesama
jenis dan lintas jenis menunjukkan kemungkinan ketertarikan romantis.
Karena pria lebih cenderung menggunakan seks daripada wanita untuk
mencapai keintiman.
Persahabatan laki-laki gay akan lebih mungkin daripada
persahabatan lain untuk melibatkan seks. Satu studi menunjukkan bahwa
mayoritas laki-laki gay pernah berhubungan seks dengan satu atau lebih
teman biasa mereka (62%) dan bahkan lebih banyak yang berhubungan
seks dengan satu atau lebih teman dekat mereka (76%) Lebih sedikit
lesbian yang berhubungan seks dengan satu atau lebih teman biasa mereka
(34%) tetapi sedikit lebih dari setengahnya pernah berhubungan seks
dengan satu atau lebih teman dekat mereka (59%). Penulis menyimpulkan
bahwa seks cenderung mendahului persahabatan bagi laki-laki gay, tetapi
persahabatan mendahului seks bagi lesbian.

J. Friendsip at work
Dalam dunia pekerjaan keterikatan seseorang dalam dunia
pertemanan merupakan suatu hal yang penting untuk merealisasikan
kesuksesan pekerjaan seperti penyediaan akses informasi, team building,
dan pemberian dukungan emosional. Namun hubungan pertmanan dengan
mentor atau atasan lebih mengarahkan pada pemberian nasihat,
perlindungan, dan akses untuk mendapat promosi. Walaupun bagi
beberapa organisasi pertemanan dalam dunia kerja dapat mengarahkan
pada hal yang negative namun terdapat bukti bahwa pertemanan dalam
dunia kerja dapat meningkatkan performansi dalam pekerjaan. Orang yang
memiliki teman di tempat kerja akan lebih serius dalam melakukan
pekerjaan dan lebih meningkatkan kepuasan dalam pekerjaan mereka
sehingga lebih menurunkan tingkat turnover atau resign dalam pekerjaan.
Penelitian dalam pertemanan di konteks pekerjaan baru-baru ini
dilakukan dengan memberikan survey pada 95% orang dewasa dan
menyatakan bahwa dalam pekerjaan mereka memiliki orang yang menjadi
teman mereka, 38% dari mereka berteman baik di tempat kerja maupun di
luar tempat kerja. Perempuan ditemukan lebih banyak memiliki teman
secara personal di tempat kerja yang kemudia berbagi aktivitas bersama
diluar jam kerja.
Dalam hubungan pertemanan di dunia kerja, perempuan dan laki-
laki lebih cenderung menjalin pertemanan ketika mereka memiliki
performa pekerjaan yang sama. Walaupun terkadang dalam dunia
pekerjaan juga pertemanan lawan jenis disalahartikan sebagai suatu
hubungan romantic, dan dalam kemungkina terburuk dapat terjadi
kekerasan seksual. Berbeda dengan pertemanan diluar tempat kerja,
perempuan lebih rendah dalam memiliki teman (Ibarra, 1993 dalam
Helgeson, 2012) karenabeberapa factor yaitu : mereka lebih masuk dalam
populasi minortias, memiliki posisi atau status yang lebih rendah dalam
pekerjaan, sex role stereotypes menuntun pada persepsi buruk terhadap
performa mereka. Pertemanan dalam dunia kerja biasanya terbentuk dalam
kelompok, dimana terdapat orang-orang yang bekerja dalam level
pekerjaan yang sama sehingga ketika salah satu dari kelompok pertemanan
tersebut mendapatkan promosi, maka akan memberi kemungkinan adanya
masalah dalam pertemanan tersebut.
Sedangkan dalam riset mengenai hubungan pertemanan dalam
pekerjaan pada pria gay dan lesbian menunjukkan bahwa keduanya sulit
untuk menemukan teman baik ditempat kerja karena factor lingkungan
kerja itu sendiri yang didominasi oleh heteroseksual dan sulit untuk
menjalin pertemanan dengan laki-laki karena ketakutan muncul adanya
kecurigaan bahwa hubungan yang dibangun lebih dari sekedar
pertemanan.
Karena peran dalam pekerjaan terdiri dari hubungan pertemanan
dan hubungan professional, maka hal ini juga rentan menyebabkan
terjadinya konflik peran dalam pekerjaan ketika terjadi tuntutan peran
yang tidak sejalan dengan peran yang lainnya. Terdapat beberapa peran
penting dalam pertemanan diantaranya yaitu :
a. Impartiality versus favoritism yaitu sebagai teman, seseorang
kadang mengharapkan perlakuan istimewa namun, dalam konteks
pekerjaan seseorang dituntut untuk berlaku setara. Sehingga hal ini
biasanya menjadi konflik peran bagi hubungan pertemanan.
b. Openness versus closedness yaitu sebagai teman kita menuntut
keterbukaan, kejujuran dalam komunikasi. Dalam konteks
pekerjaan terdapat beberapa hal yang bersifat confodences atau
kerahasiaan sehingga hal ini terkadang menimbulkan konflik
peran.
c. Autonomy versus connectedness yaitu sifat pekerjaan yang
memebrikan keterhubungan satu sama lain dengan teman. Konflik
muncul ketika seseorang merasa tidak memiliki autonomi dengan
dirinya sendiri untuk meluangkan waktu karena terlalu banyak
menghabiskan waktu dengan teman.
d. Judgement versus acceptance merupakan atribut penting dalam
suatu hubungan pertemanan yaitu penerimaan satu sama lain.
Peran dalam pekerjaan mungkin menuntut seseorang untuk secara
kritis memberikan evaluasi pada orang lain. Hal ini menjadi
masalah jika terdapat sensitivitas pada salah satu diantara
pertemanan tersebut. Dalam penelitian, laki-laki dianggap lebih
sensitive terhadap status dalam hubungan pertemanan.
K. Friendship’s change over life span
Pertemanan berubah sepanjang masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa.
Pertemanan mengambil peran yang semakin penting dalam masa remaja
dibandingkan pada masa anak-anak, terutama bagi perempuan.
Pertemanan antar jenis kelamin jarang terjadi di masa kanak-kanak,
sedangkan selama masa remaja dan dewasa muda pertemanan antar jenis
kelamin sering terjadi, namun kemudian berkurang secara substansial di
masa dewasa dan lansia. Peran pertemanan dalam kehidupan pria dan
wanita berkurang selama masa dewasa karena peran keluarga dan
pekerjaan mengambil banyak waktu luang, sehingga waktu untuk bersama
teman berkurang.
Pada masa dewasa akhir dan lansia, kepergian anak-anak dari rumah dan
masa pensiun membuat pertemanan mengambil peran yang semakin
penting dalam kehidupan, terutama pada perempuan. Hal ini karena
perempuan cenderung hidup lebih lama dari laki-laki, dan sebagian karena
perempuan memelihara pertemanan dari masa muda lebih dari laki-laki
sehingga pertemanan di antara perempuan lansia itu kuat. Sedangkan laki-
laki lanjut usia mengalami kesulitan dalam mempertahankan ikatan sosial
jika jaringan pertemanan mereka terikat pada pekerjaan.
Disisi lain, status kejandaan menimbulkan lebih banyak masalah bagi
pria daripada wanita karena hubungan sosial sering dipertahankan oleh
istri, ada lebih sedikit pria daripada wanita yang tersedia sebagai teman,
dan ada norma yang menentang persahabatan lintas jenis kelamin.
DAFTAR PUSTAKA

Gainau, M. B. (2009). Keterbukaan Diri (Self Disclosure) Siswa dalam Perspektif


Budaya dan Implikasinya Bagi Konseling. Jurnal Ilmiah, 33(1), 1-18

Helgeson, V. S. (2012). The Psychology of gender: Fourth Edition. Routledge.

Anda mungkin juga menyukai