Disusun oleh:
KELAS D
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021
TEENS SOCIAL SKILL: HOW TO BE ASSERTIVE?
sitihajarauliannisa96@gmail.com;, rifqahnurridwan23@gmail.com,
atikahpuspitaputri28@gmail.com
ABSTRAK
Perilaku Asertif merupakan suatu pendapat maupun ekspresi yang sebenarnya, Tujuan
diberikan psikoedukasi mengenai perilaku asertif untuk memberikan kemudahan dalam
mengekspresikan individu yang sesuai dengan normatif, tidak hanya itu perilaku asertif mampu
menghilang rasa takut dalam berkomunikasi dengan orang lain sehingga komunikasi yang yang
terjadi dapat berjalan efektif. Partisipan psikoedukasi sebanyak 43 orang yang merupakan
siswa-siswi SMA Negeri 18 Makassar, partisipan berstatus sebagai remaja akhir. Siswa-siswi
mengeluhkan bahwa mereka kesulitan dalam mengekspresikan dirinya secara langsung, karena
tekanan lingkungan yang tidak membuat siswa-siswi untuk mampu mengutarakan pesan yang
ingin disampaikan. Berdasarkan hasil psikoedukasi, siswa-siswi mulai memahami bagaimana
mereka harus mengekspresikan dirinya sesuai dengan norma yang telah ditetapkan dan juga
memahami bahwa perilaku asertif merupakan bukan suatu tindakan yang negatif.
ABSTRACT
Kegiatan psikoedukasi ini dilaksanakan pada siswa SMA Negeri 18 Makassar, Sulawesi Selatan.
Psikoedukasi ini didasari atas hasil need assesment yang dilakukan kepada siswa-siswi SMA Negeri 18
Makassar yang dinilai memerlukan pemberian pemahaman dan penerapan keterampilan sosial remaja
dalam berkomunikasi yang efektif dan asertif. Target psikoedukasi diberikan kepada siswa-siswi kelas
XII yang dimana rentang usia 17-22 tahun yang merupakan fase perkembangan remaja akhir. Jumlah
partisipan sebanyak 43 orang dengan pria sebanyak 15 orang dan perempuan sebanyak 28 orang. Dalam
setting sekolah, guru selaku pendidik memberikan kesempatan para siswa untuk dapat belajar secara
mandiri, namun guru juga mengharapkan adanya bekal strategi yang memperkaya belaajr siswa untuk
dapat mencapai tujuan belajarnya (freedom to explore and learn within clear goals). Bagi peserta didik
yang merupakan peserta dalam psikoedukasi ini diharapkan dapat memperoleh pemahaman serta
keterampilan baru yang dapat menjadi life skills intervention.
Adapun tujuan dan manfaat kegiatan ini adlaah agar dapat memberikan gambaran secara empiris
dan ilmiah mengenai keterampilan sosial tekhususnya perilaku asertif. Dalam psikoedukasi ini juga
dilakukan uji pre-test dan dilajutkan dengan materi Psikoedukasi terkait “Teens Social Skill: How to be
Assertive?”. Setelah pemberian materi maka dilakukan post-test. Analisis data dilakukan dengan
software SPSS. Teknik paired sample t-test digunakan untuk melihat keefektifan psikoedukasi tersebut.
Selain itu, dengan kegiatan psikoedukasi ini diharapkan dapat membantu memberikan solusi atas
permasalahan yang dihadapi peserta atau siswa.
Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan secara interaktif melalui media zoom meetings dan dapat
memberikan gambaran umum mengenai keterampilan sosial yang dibutuhkan seorang remaja dalam
berkomunikasi sehari-hari. Secara umum, kegiatan ini menggunakan metode ceramah, diskusi atau
tanya jawab, serta roleplay. Adapun kegiatan psikoedukasi ini memiliki target khusus, yaitu: (1)
pengertian keterampilan sosial, (2) strategi mengembangkan keterampilan sosial, (3)
pengertian asertif dalam hubungan sosial, dan (4) aspek perilaku asertif.
B. METODE PELAKSANAAN
Psikoedukasi dalam hal ini didefinisikan sebagai upaya membantu klien mengembangkan
life skill atau keterampilan hidup melalui program terstruktur yang diselenggarakan berbasis
kelompok. Aktivitas ini mencakup pemberian materi, diskusi, dan roleplay pada kelompok
klien, dalam hal ini adalah siswa SMA Negeri 18 Makassar, dalam rangka meningkatkan
kemampuan siswa menghadapi permasalahan kehidupan sehari-hari.
Sejalan dengan penjelasan diatas, di dalam Kode Etik Himpunan Psikologi Indonesia
(HIMPSI, 2010), psikoedukasi yang dilakukan merupakan jenis psikoedukasi tanpa
pelatihan (non-training). Dimana psikoedukasi tanpa pelatihan ini dilakukan: (1) secara
spontan dengan cara ceramah dan pemberian penjelasan secara lisan oleh pemateri; (2) oleh
ilmuwan psikologi yang memahami metode psikoedukasi maupun masalah yang ada dalam
suatu komunitas dan/atau masyarakat; (3) meliputi tahap asesmen, perancangan program,
implementasi program, monitoring, dan evaluasi program; (4) sesuai kaidah-kaidah ilmiah
serta bukti empiris yang ada dan berdasarkan hasis asesmen yang dilakukan; dan (5) akan
diberhentikan jika hasil evaluasi telah terjadi perubahan positif ke arah kesejahteraan
masyarakat yang dapat dipertanggungjawabkan.
1. Menentukan Topik
Adapun topik dalam psikoedukasi ini dilatarbelakangi oleh hasil asesmen kebutuhan
yang menunjukkan terdapat permasalahan kehidupan remaja yang banyak dipengaruhi oleh
situasi sosial, terutama pergaulan dengan teman sebaya, serta mulai dibutuhkannya peran remaja
pada berbagai aktivitas sosial di lingkungannya. Sehingga keterampilan sosial akan menjadi bekal
bagi siswa untuk menghadapi tuntutan maupun masalah dalam lingkungan sosialnya. Dengan
karakteristik remaja yang mudah terpengaruh oleh lingkungan sosial serta dimulainya aktivitas
sosial membuat remaja perlu mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi dan bertindak
secara efektif dalam lingkungannya, termasuk di dalamnya bersikap asertif.
2. Tujuan
Tujuan psikoedukasi ini adalah agar peserta memahami dan menerapkan life skill atau
keterampilan sosial dalam berkomunikasi dan berperilaku asertif disertai hubungannya
dengan orang lain pada kehidupan sehari‐hari. Adapun setelah mengikuti pelatihan ini,
peserta diharapkan mampu memahami keterampilan sosial remaja, yang meliputi; (a)
pengertian keterampilan sosial; (b) strategi mengembangkan keterampilan sosial; (c)
pengertian asertif dalam hubungan sosial; dan (d) aspek perilaku asertif.
3. Waktu
1. Pembukaan 5 menit
7. Penutupan 5 menit
4. Tata Ruang
Karena kondisi dilakukan secara virtual maka yang menjadi fokus utama ialah tools
selama kegiatan berlangsung.
• Ruangan kondusif terhindar dari suara bising
• Laptop yang digunakan memiliki aplikasi zoom
5. Materi
a. Keterampilan sosial
Keterampilan sosial adalah kemampuan seseorang untuk berkenalan, menyesuaikan
diri, mengatasi masalah dan berinteraksi dengan lingkungannya (Rosdianah, 2000).
Keterampilan sosial menjadi dasar bagi individu untuk menjalin relasi dengan orang
lain. Keterampilan sosial juga menjadi kunci keberhasilan individu di masa yang akan
datang.
Shapiro (2004) memberikan beberapa strategi untuk membangun keterampilan
sosial, diantaranya adalah:
1) Belajar mengomunikasikan diri terlebih dahulu; dengan cara mengajarkan
mengenai keunikan diri sehingga remaja menjadi lebih percaya diri. Setelah itu
mereka diajarkan untuk mengenalkan diri, mengingat nama, memberikan
pujian, mencari kesamaan dengan lawan bicara, dan mempertahankan
pembicaraan dengan lawan bicara
2) Melatih kemampuan non‐verbal; kemampuan non‐verbal dibagi menjadi dua
yaitu: bahasa tubuh dan paralanguage. Bahasa tubuh meliputi kontak mata,
ekspresi wajah, gesture (bahasa tubuh) dan jarak sosial. Para- language
mencakup semua hal yang bersifat oral/ucapan, termasuk volume suara, aksen,
warna suara.
3) Menjadi bagian dari kelompok; hal ini bisa dilakukan dengan melatih anak
untuk berinteraksi dan menjadi bagian dari kelompok, misalnya mengikuti
kegiatan yang disukai bersama dengan rekan sebaya, meminta untuk bergiliran
dalam kelompok, mengajak untuk mengikuti acara keluarga. Selain itu, remaja
juga bisa diajarkan untuk menerima perbedaan dirinya dengan orang lain.
4) Mengekspresikan perasaan dengan tepat; keberhasilan mengekspresikan
perasaan dengan tepat turut memprediksi kesuksesan di masa remaja dan
dewasa. Keterampilan yang dipelajari meliputi empati, pengendalian diri,
mengatasi rasa marah terhadap orang lain, menghadapi kemarahan yang
dilakukan oleh orang lain, dan mengatasi perubahan yang sewaktu‐waktu bisa
terjadi dalam hidup.
5) Peduli terhadap diri sendiri dan orang lain; kepedulian dan kebaikan
menjadi salah satu landasan moral dalam bersosialisasi. Kepedulian terhadap
diri sendiri dan orang lain ditunjukan dengan cara meminta bantuan dari
individu yang lebih dewasa, memahami akibat perbuatan terhadap orang lain,
memahami perilaku orang lain, menunjukan minat dan kepedulian terhadap
orang lain, menolong, dan menghargai orang lain.
6) Penyelesaian masalah; kadangkala kita tidak memberikan kesempatan pada
remaja untuk menyelesaikan masalah sederhana dan melihat ada banyak sisi
dari sebuah masalah. Remaja diajarkan untuk menemukan alternatif
penyelesaian masalah, mengevaluasi solusi yang mereka pilih, dan berpikir
sebelum melakukan tindakan.
7) Mendengarkan; kemampuan ini lebih komplek dari yang kita sadari karena
dalam mendengarkan kita perlu untuk membagi fokus bukan hanya kepada apa
yang akan diutarakan tetapi juga berfokus terhadap pemikiran dan perasaan
orang lain. Keterampilan ini meliputi mendengarkan instruksi, mendengar
untuk mendapatkan informasi, mendengar aktif dan memberikan umpan balik
yang positif.
8) Standing up for yourself; hal ini berarti berani menyatakan haknya, bersikap
asertif, belajar berkata ‘tidak’, mengungkapkan kemarahan dengan tepat.
9) Mengatasi konflik; konflik merupakan hal yang tidak terelakan dalam hidup.
Kemampuan anak untuk mengatasi konflik secara konstruktif akan menjadi hal
yang penting untuk mencapai kesuksesanya. Keterampilan ini mencakup
mengenali konflik pribadi, meminta maaf, menyelesaikan konflik dengan
damai, berkompromi, negosiasi, menemukan win‐win solution, dan mediasi.
b. Perilaku asertif
Salah satu dimensi dari keterampilan sosial adalah perilaku asertif. Rathus dan
Nevid (1983) menyatakan bahwa asertif merupakan tingkah laku yang menampilkan
keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan, dan
pikiran‐pikiran apa adanya, mempertahankan hak‐hak pribadi, serta menolak
permintaan permintaan yang tidak masuk akal dari figur otoritas dan standar‐standar
yang berlaku pada suatu kelompok. Cawood (1997) mendefinisikan perilaku asertif
sebagai kemampuan untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, kebutuhan, dan hak
pribadi tanpa merasa cemas, mampu bersikap jujur dan langsung serta
memperhitungkan hak‐hak sendiri tanpa meniadakan hak orang lain. Sementara itu
Lioyld (dalam Novalia dan Dayakisni, 2013) menjelaskan perilaku asertif adalah
perilaku yang bersifat aktif, langsung, dan jujur. Perilaku ini mampu
mengomunikasikan kesan respect kepada diri sendiri serta orang lain sehingga dapat
memandang keinginan, kebutuhan, dan hak kita sama dengan keinginan, kebutuhan,
dan hak orang lain. Perilaku asertif bisa juga diartikan sebagai gaya wajar yang tidak
lebih dari sikap langsung, jujur, dan penuh dengan respect saat berinteraksi dengan
orang lain.
Alberti dan Emmon (dalam Miasari 2012) mengemukakan aspek‐aspek perilaku
asertif sebagai berikut:
1) Bertindak sesuai dengan keinginannya sendiri, meliputi kemampuan untuk
membuat keputusan, mengambil inisiatif, percaya pada yang dikemukakan
sendiri, dapat menentukan suatu tujuan dan berusaha mencapainya, serta
mampu berpartisipasi dalam pergaulan.
2) Mampu mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman, meliputi
kemampuan untuk menyatakan rasa tidak setuju, rasa marah, menunjukkan
afeksi dan persahabatan terhadap orang lain serta mengakui perasaan takut dan
cemas, mengekspresikan persetujuan, menunjukkan dukungan dan bersikap
spontan.
3) Mampu mempertahankan diri, meliputi kemampuan untuk berkata “tidak”
apabila diperlukan, mampu menanggapi kritik, celaan, dan kemarahan dari
orang lain, serta mampu mengekspresikan perasaan dan pendapat.
4) Mampu menyatakan pendapat; meliputi kemampuan menyatakan pendapat atau
gagasan, mengadakan suatu perubahan, menanggapi pelanggaran terhadap
dirinya dan orang lain.
5) Tidak mengabaikan hak‐hak orang lain, meliputi kemampuan untuk
menyatakan kritik secara adil tanpa mengancam, memanipulasi,
mengintimidasi, mengendalikan dan melukai orang lain.
Bentuk perilaku asertif yang biasa dipelajari adalah komunikasi asertif. Dalam
berinteraksi sosial, remaja akan saling berkomunikasi. Dalam komunikasi yang efektif
selalu terkait cara menyikapi lawan bicara. Pilihan dalam berkomunikasi diantaranya
adalah agresif, pasif, dan asertif. Tindakan memilih salah satu dari tiga hal tersebut akan
menjadi penentu hasil akhir sebuah komunikasi. Untuk menjaga agar tetap mampu
berkomunikasi asertif, peserta latih perlu memahami perbedaaan dari masing‐masing
komunikasi agresif, komunikasi pasif, dan komunikasi asertif.
6. Prosedur
Perkenalan diri
Agar fasilitator dapat melakukan building rapport dengan
pemateri, panitia
peserta. Sehingga, menghasilkan komunikasi yang efektif 5 menit
pelaksana dan
selama kegiatan berlangsung.
peserta
7. Media
Adapun jenis media yang digunakan dalam psikoedukasi ini, antara lain:
a. Laptop
b. Aplikasi zoom
c. Jaringan Internet
d. Materi (PowerPoint)
e. Google form pre-test dan post-test
f. Baground Kegiatan Psikoedukasi.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
Desain program psikoedukasi kepada peserta adalah one group pretest posttest. Analisis
kuantitatif deskriptif dilakukan dengan bantuan SPSS versi 20. Peserta yang mengisi
preteset terdiri dari 43 partisipan yang terdiri dari 28 perempuan (65%) dan 15 laki-laki
(35%).
Berdasarkan analisis data pretest yang telah dilakukan, didapatkan nilai terendah 0 dan
nilai tertinggi 6. Nilai mean yang didapatkan dari pretest adalah 3.27. setelah pemberian
psikoedukasi, dieroleh nilai posttest dengan nilai terendah sebesar 1 dan nilai tertinggi
sebesar 7 dengan nilaimean meningkat menjadi 6.13.
Sebelum dilakukan analisis dengan menggunakan uji beda paired sample t-test, terlebih
dahuu dilakukan uji normalitas pada data penelitian (lihat Tabel 3 Hasil Uji Normalitas)
untuk melihat apakah data menyebar dengan normal.
2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pretest yang telah dilakukan sebelum melakukan psikoedukasi, rata-
rata peserta hanya mendapatkan skor 3,47 dari skor maksimal 7. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kemampuan siswa dalam memahami dan menerapkan keterampilan
sosial dan perilaku asertif masih kurang.
Cawood (1997) mendefinisikan perilaku asertif sebagai kemampuan untuk
mengekspresikan pikiran, perasaan, kebutuhan, dan hak pribadi tanpa merasa cemas,
mampu bersikap jujur dan langsung serta memperhitungkan hak‐hak sendiri tanpa
meniadakan hak orang lain.
Remaja harus mampu bersikap tegas dalam menyatakan pendapat atau pikirannya
terhadap orang lain tanpa kehilangan rasa percaya diri (Fensterheim dan Baer, 2005).
Namun pada kenyataannya masih banyak remaja yang mengalami kesulitan dalam
berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Lemah dalam berkomunikasi dan gagal
dalam mengungkapkan pendapat akan membuat individu tersebut merasa tertekan dan
menimbulkan masalah dalam berhubungan sosial dengan orang lain.
Banyak remaja yang melakukan hal‐hal yang akhirnya mempengaruhi masa depan dan
jalan hidupnya hanya karena terbawa pengaruh teman dan lingkungan. Oleh karena itu
remaja cenderung enggan bersikap asertif untuk menghindari hal‐hal yang tidak diinginkan
yaitu adanya rasa takut apabila nantinya dijauhi oleh teman‐teman atau kelompoknya.
Tabel 5. Hasil Skoring Pretest dan Posttest
Partisipan Pretest Posttest Gain Score
A1 5 7 2
A2 4 6 2
A3 4 7 3
A4 4 7 3
A5 3 7 4
A6 4 7 3
A7 1 5 4
A8 2 6 4
A9 3 6 3
A10 3 6 3
A11 5 7 2
A12 3 5 2
A13 3 6 3
A14 3 5 2
A15 3 7 4
A16 3 5 2
A17 4 4 0
A18 5 6 1
A19 5 7 2
A20 5 7 2
A21 2 7 5
A22 3 6 3
A23 2 6 4
A24 4 6 2
A25 4 7 3
A26 2 6 4
A27 4 7 3
A28 4 6 2
A29 4 6 2
A30 1 6 5
A31 0 4 4
A32 3 6 3
A33 2 7 5
A34 5 7 2
A35 0 1 1
A36 4 7 3
A37 5 7 2
A38 3 7 4
A39 1 7 6
A40 4 7 3
A41 4 5 1
A42 5 6 1
A43 3 7 4
Berdasarkan data hasil skoring pretest dan posttest yang diuraikan pada Tabel 5, dapat
disimpulkan bahwa psikoedukasi yang diberikan oleh peneliti terhadap siswa dapat dikatakan
cukup berhasil karena dpaat meningkatkan pemahaman siswa tentang keterampilan sosial dan
perilaku asertif secara signifikan. Pemahaman dan perapan keterampilan sosial serta perilaku
asertif remaja dapat ditingkatkan melalui psikoedukasi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan
2. Saran
Saran yang dapat diberikan peneliti kepada remaja atau siswa dari kesimpulan yang
tertera di atas bahwa remaja harus mampu bersikap tegas dalam menyatakan pendapat atau
pikirannya terhadap orang lain tanpa kehilangan rasa percaya diri. Lemah dalam
berkomunikasi dan gagal dalam mengungkapkan pendapat akan membuat indiidu merasa
tertekan dan menimbulkan masalah dalam berhubungan sosial dengan orang lain. Banyak
remaja yang melakukan hal‐hal yang akhirnya mempengaruhi masa depan dan jalan
hidupnya hanya karena terbawa pengaruh teman dan lingkungan. Oleh karena itu remaja
sangat perlu untuk menerapkan dan membiasakan perilaku asertif agar mampu bertindak
dan bersikap tanpa merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Rifqah Nur Ridwan RR. Atikah Puspita Siti Hajar Auliannisa
DOSEN PENGAMPU
Ahmad Razak., S. Psi., M. Si
Perdana Kusuma., S. Psi., M. Psi., T
Fakultas
Psikologi
Fakultas
Psikologi
ANONYMOUS
Fakultas
Psikologi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
banyak dipengaruhi oleh situasi sosial, terutama pergaulan
Kehidupan remaja
dengan teman sebaya. Pada tahapan ini, remaja mulai menunjukkan
ketertarikannya pada lawan jenis, adanya minat terhadap keterlibatan dengan
kelompok sebaya, serta mulai dibutuhkannya peran remaja pada berbagai
aktivitas sosial di lingkungannya. Kemampuan remaja dalam menghadapi dan
mengambil tindakan yang efektif pada situasi sosial akan membantunya untuk
menumbuhkan diri yang adaptif dan percaya diri. Keterampilan sosial juga akan
menjadi bekal bagi remaja untuk menghadapi tuntutan maupun masalah dalam
lingkungan sosialnya. Dengan karakteristik remaja yang mudah terpengaruh oleh
lingkungan sosial serta dimulainya aktivitas sosial membuat remaja perlu
mengembangkan kemampuan untuk bersikap dan bertindak secara efektif dalam
lingkungannya. Pada modul ini juga dibahas tentang perilaku asertif yang
merupakan bagian penting dari keterampilan sosial pada masa remaja.
B. Tujuan Kegiatan
Terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai terkait dengan komponen dalam
proses kegiatan ini, yaitu:
1. Tujuan umum
Melalui edukasi ini peserta latih dapat memahami dan menerapkan
keterampilan sosial dalam hubungannya dengan orang lain pada kehidupan
sehari‐hari.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta mampu memahami keterampilan
sosial remaja, yang meliputi;
a. Pengertian keterampilan sosial
b. Strategi mengembangkan keterampilan sosial
c. Pengertian asertif dalam hubungan sosial
d. Aspek perilaku asertif
C. Manfaat Kegiatan
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan kegiatan ini dapat bermanfaat untuk membantu
remaja latih dapat memahami dan menerapkan keterampilan sosial dalam
hubungannya dengan orang lain pada kehidupan sehari‐hari.
2. Manfaat Praktis
Dapat diterapkan sebagai acuan bagi orang yang ingin memahami
keterampilan sosial remaja.
Fakultas
Psikologi
BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Topik
B. Tujuan
agar peserta memahami dan menerapkan keterampilan social
Tujuannya adalah
dalam hal ini perilaku asertif disertai hubungannya dengan orang lain pada
kehidupan sehari‐hari.
C. Waktu
Kegiatan psikoedukasi akan dilaksanakan pada:
Hari/Tanggal : Minggu, 14 November 2021
Pukul : 14.00 - 16.30
Durasi : 2 Jam 30 Menit (150 menit)
Tempat : Zoom meeting
D. Sarana
1. Media
a. Laptop
b. Aplikasi zoom
c. Jaringan Internet
d. Materi (PowerPoint)
e. Google form pre-test dan post-test
2. Tata Ruang
a. Ruangan kondusif terhindar dari suara bising
b. Laptop yang digunakan memiliki aplikasi zoom
E. Metode
1. Brainstorming (curah pendapat)
2. Presentasi
3. Tanya jawab
4. Diskusi
5. Roleplay
Fakultas
Psikologi
F. Prosedur
1. Registrasi
a. Peserta masuk kedalam grup whatsapp khusus peserta psikoedukasi.
b. Peserta mengisi daftar hadir melalui google form yang telah disediakan.
2. Pembukaan
a. Perkenalan kelompok psikoedukasi.
b. Peserta diberikan penjelasan terkait prosedur kegiatan
c. Peserta diberikan pre-test melalui google form sebelum bergabung di
3. Pemberian Materi
NO Agenda Acara
1 Fasilitator melakukan brainstorming
2 Fasilitator memberikan contoh kondisi
3 Fasilitator menyampaikan materi psikoedukasi
4 Fasilitator memberikan gambaran perilaku asertif dan non aserif
Fasilitator memberikan role play perilaku asertif
5
Fasilitator memberikan feedbackterkait materi dan juga roleplay
6 yang dilakaksanakan
Fasilitator membuka sesi tanya jawab, untuk mengecek
7
keterampilan dan pemahaman peserta
Fakultas
Psikologi
4. Penutupan
1. Setelah pembahasan materi, peserta diberikan post – test melalui google
form sebagai bahan evaluasi.
2. Ucapan terima kasih dari kelompok psikoedukasi kepada peserta
psikoedukasi yang telah meluangkan waktunya untuk mengikuti kegiatan
psikoedukasi hingga akhir.
G. Materi Kegiatan
1. Pokok Materi
a. Keterampilan sosial
b. Perilaku dan Komunikasi Asertif
2. Sub Pokok Materi
a. Pengertian Keterampilan Sosial
b. Strategi mengembangkan Keterampilan Sosial
c. Pengertian Perilaku Asertif
d. Aspek Perilaku Asertif
e. Bentuk‐bentuk Komunikasi
f. Strategi Efektif mengembangkan Perilaku Efektif.
H. Evaluasi
Evaluasi kegiatan dilakukan oleh kelompok penyelenggara kegiatan
psikoedukasi. Evaluasi yang dilakukan berupa evaluasi pengetahuan materi
peserta psikoedukasi berupa post-test mengenai materi yang telah disampaikan,
dan evaluasi hasil serta kinerja mengenai kegiatan yang telah diselenggarakan
untuk melihat kesesuaian prosedur dalam modul psikoedukasi dengan kondisi
relaitas.
I. Sumber
Miasari, A. (2012). Hubungan Antara Komunikasi Positif Dalam Keluarga Dengan
Asertivitas Pada siswa SMP 2 Depok Yogyakarta. Jurnal EMPHATY Vol 1, No 1
Desember 2012, Hal 32‐46.
Novalia & Dayaskini, T, (2013). Perilaku asertif dankecendrungan menjadi korban
bullying. Jurnal JIPT. Vol 01, No 01, Hal 172‐178.
Lampiran 2. Alat pre/post test
Lampiran 3. Evaluasi Proses kegiatan
Skala Penilaian
No. Aspek yang dinilai pada Fasilitator/Kegiatan
1 2 3
1 Pemberian penjelasan tentang tujuan kegiatan. V
2 Pemberian gambaran umum tentang kegiatan. V
3 Penyusunan materi seara runtut. V
4 Penyusunan langkah-langkah kegiatan secara runtut. V
Pemberian contoh-contoh untuk membantu memahami
5 V
pengertan dan langkah kegiatan.
Pemberian ringkasan tentang gagasan-gagasan penting
6 V
yang disajikan dalam kegiatan.
Pemberian jawaban terhadap setiap pertanyaan yang
7 V
diajukan oleh peserta.
Pemberian solsi terhadap problem yang muncul selama
8 V
kegiatan.
9 Ketepatan waktu dalam memulai kegiatan. V
10 Ketepatan waktu dalam mengakhiri kegiatan. V
11 Kejelasan suara dalam berbicara. V
Pemberian kesempatan kepada peserta untuk berbagi
12 V
pendapat atau gagasan.
13 Kejelasan dalam mengajukan pertanyaan kepada peserta. V
Kejelasan dalam memberikan jawaban terhadap
14 V
pertanyaan dari peserta.
Ketepatan waktu dalam memberikan feedback kepada
15 V
peserta.
Nama : Rifqah Nur Ridwan NIM : 1971042034
Topik : Perilaku Asertif Tanggal : 26 November 2021
Skala Penilaian
No. Aspek yang dinilai pada Fasilitator/Kegiatan
1 2 3
1 Pemberian penjelasan tentang tujuan kegiatan. ✓
2 Pemberian gambaran umum tentang kegiatan. ✓
3 Penyusunan materi seara runtut. ✓
4 Penyusunan langkah-langkah kegiatan secara runtut. ✓
5 Pemberian contoh-contoh untuk membantu memahami ✓
pengertan dan langkah kegiatan.
6 Pemberian ringkasan tentang gagasan-gagasan penting ✓
yang disajikan dalam kegiatan.
7 Pemberian jawaban terhadap setiap pertanyaan yang ✓
diajukan oleh peserta.
8 Pemberian solsi terhadap problem yang muncul selama ✓
kegiatan.
9 Ketepatan waktu dalam memulai kegiatan. ✓
10 Ketepatan waktu dalam mengakhiri kegiatan. ✓
11 Kejelasan suara dalam berbicara. ✓
12 Pemberian kesempatan kepada peserta untuk berbagi ✓
pendapat atau gagasan.
13 Kejelasan dalam mengajukan pertanyaan kepada ✓
peserta.
14 Kejelasan dalam memberikan jawaban terhadap ✓
pertanyaan dari peserta.
15 Ketepatan waktu dalam memberikan feedback kepada ✓
peserta.
Nama : RR Atika Puspita Putri NIM : 1971042019
Topik : Perilaku Asertif Tanggal : 26 November 2021
Skala Penilaian
No. Aspek yang dinilai pada Fasilitator/Kegiatan
1 2 3
1 Pemberian penjelasan tentang tujuan kegiatan. V
2 Pemberian gambaran umum tentang kegiatan. V
3 Penyusunan materi seara runtut. V
4 Penyusunan langkah-langkah kegiatan secara runtut. V
5 Pemberian contoh-contoh untuk membantu memahami
V
pengertan dan langkah kegiatan.
6 Pemberian ringkasan tentang gagasan-gagasan penting
V
yang disajikan dalam kegiatan.
7 Pemberian jawaban terhadap setiap pertanyaan yang
V
diajukan oleh peserta.
8 Pemberian solsi terhadap problem yang muncul selama
V
kegiatan.
9 Ketepatan waktu dalam memulai kegiatan. V
10 Ketepatan waktu dalam mengakhiri kegiatan. V
11 Kejelasan suara dalam berbicara. V
12 Pemberian kesempatan kepada peserta untuk berbagi
V
pendapat atau gagasan.
13 Kejelasan dalam mengajukan pertanyaan kepada
V
peserta.
14 Kejelasan dalam memberikan jawaban terhadap
V
pertanyaan dari peserta.
15 Ketepatan waktu dalam memberikan feedback kepada
V
peserta.
Lampiran 4. Foto-foto kegiatan
Lampiran 5. Daftar pustaka
Miasari, A. (2012). Hubungan Antara Komunikasi Positif Dalam Keluarga Dengan Asertivitas
Pada siswa SMP 2 Depok Yogyakarta. Jurnal EMPHATY Vol 1, No 1 Desember 2012,
Hal 32‐46.
Novalia & Dayaskini, T, (2013). Perilaku asertif dan kecendrungan menjadi korban bullying.
Jurnal JIPT. Vol 01, No 01, Hal 172‐178.
Rosita, H., (tt). Hubungan antara perilaku asertif dengan kepercayaan diriv pada mahasiswa.
Jurnal Psikologi, 4, (3), 5 – 7.
Setiono, V & Pramadi, A. (2005). Pelatihan Asertivitas dan Peningkatan Asertif pada Siswa- Siswi
SMP. Anima. Indonesian Psychology Journal. Vol. 20. No. 2, 149-168.
Soendjojo, D. (2009). Mengajarkan asertifitas pasa remaja. Jurnal Psikologi. 4, (3), 5–7.
Widiharto, A. C., Sandjaja, S. S., & Eriany, P. (tt). Perilaku bullying ditinjau dari harga diri
dan penanaman moral anak. Jurnal psikologi, 3, (4), 10–12.