Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

DENGAN GANGGUAN ISOLASI SOSIAL

Dosen fasilitator : Lingga Kusuma W,S.kep.Ns.,M.kes

Di susun oleh :
1. Asmaul khusna (1911B0010)
2. Della Diva Nassyra (1911B0014)
3. Jessy Osinta Saidjan (2011B1010)
4. Meilia Inka Putri (1911B0040)
5. Novia Mardiani (1911B0044)
6. Rina Rahmawati (1911B0049)
7. Rizka Nur Hanining Tyas (1911B0050)
8. Yayuk Anis Saputri (1911B0062)
9. Yulensius Yongki Adi Kendu (1911B0068)
10. Yuni Selfina Kobos (2011B1006)
11. Yunita Frida Haubenu (2011B1012)

PROGAM STUDI S-1 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN


INSTITUT ILMU KESEHATAN STRADA INDONESIA
KEDIRI
2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan ke hadhirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kekuatan dan kesehatan kepada kita untuk menyelesaikan tugas
makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. S Dengan Diagnosa
Perubahan Presepsi Sensor Yang Berhubungan Dengan Isolasi Sosial”.
Makalah ini akan membahas tentang konsep asuhan keperawatan dengan
diagnosis gangguan jiwa berat perubahan presepsi sensor yang berhubungan
dengan isolasi sosial. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah
keperawatan kesehatan jiwa 1. Penyusun ucapkan terimakasih kepada dosen
fasilitator yaitu ibu Lingga Kusuma Wardani,S.Kep.,Ns.,M.Kep. yang telah
membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa Makalah ini jauh dari kata “sempurna”, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
diharapkan demi kesempurnaan Makalah ini. Akhir kata, semoga Makalah ini
dapat memberikan informasi kepada mahasiswa dan bermanfat sebesar-besarnya
bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua, semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin

Kediri, 10 Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii


DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 2
1.3 Tujuan ......................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Isolasi Sosial ...................................................................... 4
2.2 Etiologi............................................................................................. 4
2.3 Proses Terjadinya Masalah .............................................................. 8
2.4 Tanda dan Gejala ............................................................................. 8
2.5 Masalah Keperawatan ...................................................................... 9
2.6 Asuhan Keperawatan ....................................................................... 9
2.7 Contoh Strategi Pelaksana ............................................................. 13
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Tinjauan kasus ............................................................................... 15
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ............................................................................... 23
4.2 Saran .......................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Isolasi sosial atau menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang
mengalami ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain
atau dengan lingkungan di sekitarnya secara wajar. Pada pasien dengan
perilaku menarik diri sering melakukan kegiatan yang ditunjukkan untuk
mencapai pemuasan diri, dimana pasien melakukan usaha untuk melindungi
diri sehingga ia jadi pasif dan berkepribadian kaku, pasien menarik diri juga
melakukan pembatasan (isolasi diri), termasuk juga kehidupan
emosionalnya,semakin sering pasien menarik diri, semakin banyak kesulitan
yang dialami dalam mengembangkan hubungan sosial dan emosional dengan
orang lain (Stuart dan Sundeen, 1998).
Dalam membina hubungan sosial, individu berada dalam rentang respon
yang adaptif sampai dengan maladaptif. Respon adaptif merupakan respon
yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang berlaku,
sedangkan respon maladaptive merupakan respon yang dilakukan individu
dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat di terima oleh norma-norma
sosial dan budaya.
Respon sosial dan emosional yang maladaptif sering sekali terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, khususnya sering dialami pada pasien menarik diri
sehingga melalui pendekatan proses keperawatan yang komprehensif penulis
berusaha memberikan asuhan keperawatan yang semaksimal mungkin kepada
pasien dengan masalah keperawatan utama kerusakan interaksi sosial/menarik
diri. Menurut pengajar Departemen Psikiatri, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Surjo Dharmono, Penelitian Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) di berbagai Negara menunjukkan, sebesar 20-30 persen pasien
yang datang ke pelayanan Kesehatan dasar menunjukkan gangguan jiwa.
Bentuk yang paling sering adalah kecemasan dan depresi.

1
Dari segi kehidupan sosial kultural, interaksi sosial merupakan hal yang
utama dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai dampak adanya kerusakan
interaksi sosial : menarik diri akan menjadi suatu masalah besar dalam
fenomena kehidupan, yaitu terganggunya komunikasi yang merupakan suatu
elemen penting dalam mengadakan hubungan dengan orang lain atau
lingkungan disekitarnya (Carpenito, 1997).
Pada klien isolasi sosial (menarik diri) seringkali disebabkan karena klien
merasa dirinya rendah, merasa ditolak dnegan orang lain, merasa tidak
berguna, sehingga perasaan malu timbul Ketika akan berinteraksi dengan
orang lain. Perilaku menutup diri dari orang lain juga dapat menyebabkan
intoleransi aktivitas yang bisa mempengaruhi pada ketidakmampuan untuk
melakukan perawatan secara mandiri. Apabila keadaan individu dengan
isolasi sosial tidak tepat dalam penanganan maka akan timbul resiko
perubahan sensori persepsi seperti halusinasi, resiko mecederai diri sendiri,
orang lain, bahkan lingkungan sekitar (Direja, 2011 dan Stuart, 2013).
Beberapa masalah yang teridentifikasi yang dialami oleh keluarga dengan
gangguan jiwa yaitu keluarga mengalami tekanan berat selama tinggal dengan
orang gangguan jiwa. Keluarga Sebagian besar waktunya merawat dan
memberikan dukungan sosial demi kondisi yang lebih baik untuk anggota
keluarga yang sakit. Keluarga juga dapat berdampak pada timbulnya rasa
malu, hingga penarikan diri secara sosial, selain itu biaya perawatan yang
tinggi serta perubahan peran dan tanggung jawab antar anggota keluarga
menimbulkan dinamika perubahan peran. Hal ini dapat berpengaruh pada
kondisi Kesehatan keluarga, menimbulkan kecemasan hingga depresi, dan
akhirnya dapat menjadikan keluarga tersebut mengalami ketidakberdayaan
dalam merawat klien (Gitasari & Savira, 2015).

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari isolasi sosial ?
2. Apa etiologi terjadinya isolasi sosial?
3. Bagaimana proses terjadinya masalah isolasi sosial ?
4. Apa mekanisme koping isolasi sosial ?
5. Apa saja tanda dan gejala pasien isolasi sosial?
6. Apa saja masalah keperawatan berhubungan isolasi sosial ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien isolasi sosial?
8. Bagaiamana contoh strategi pelaksana pada pasien isolasi sosial?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari isolasi sosial
2. Mengetahui etiologi terjadinya isolasi sosial
3. Mengetahui proses terjadinya masalah isolasi sosial
4. Mengetahui mekanisme koping isolasi sosial
5. Mengetahui tanda dan gejala pasien isolasi sosial
6. Mengetahui masalah-masalah keperawatan berhubungan isolasi sosial
7. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien isolasi sosial
8. Mengetahui contoh strategi pelaksana pada pasien isolasi sosial

3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Isolasi Sosial
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak terima, kesepian dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Isolasi sosial
merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan orang
lain. (Deden dan Rusdi, 2013).
Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan
orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab atau tidak mempunyai
kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami
kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang
dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup berbagi pengalaman. Keadaan pasien yang mengalami
ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau
dengan lingkugan di sekitarnya secara wajar dan hidup dalam khayalan
sendiri yang tidak realistis (Erlinafsiah, 2010).
Setelah individu memiliki potensi untuk terlibat dalam hubungan
sosial, pada berbagai tingkat hubungan, yaitu hubungan intim yang biasa
hingga ketergantungan. Keintiman pada tingkat ketergantungan, dibutuhkan
individu dalam menghadapi dan mengatasi kebutuhan dalam kehidupan
sehari-hari. Individu tidak mampu memenuhi kebutuhannya tanpa adanya
hubungan dengan lingkungan sekitar.
2.2 Etiologi
a. Faktor presdisposisi
Faktor presdisposisi penyebab isolasi sosial meliputi faktor
perkembangan, faktor biologis dan faktor sosiokultura. Berikut ini merupakan
penjelasan dari faktor tersebut :

4
1) Faktor pengembangan
Tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu
dalam menjalin hubungan dengan orang lain adalah keluarga.
Kurangnya stimulasi maupun kasih sayang dari ibu atau pengasuh pada
bayi akan memberikan rasa tidak nyaman yang dapat menghambat
terbentuknya rasa percaya diri.
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini
yang termasuk masalah dalam komunikasi sehingga menimbulkan
ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga
meneirma pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau
ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk
berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial
merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Gangguan ini juga bisa disebabkan oleh adanya
norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota
tidak produktif yang diasingkan dari lingkungan sosialnya. Selain itu,
norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau
tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif.
4) Faktor biologis
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respons sosial
maladaptif. Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan
jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia, misalnya ditemukan pada keluarga
dengan riwayat anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Selain
itu, kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik,
diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
b. Faktor presipitasi

5
1) Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan
oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.
2) Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas
atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya (Direja,2011).
3) Perilaku
Perilaku pada klien gangguan sosial menarik diri yaitu : kurang sopan,
apatis, sedih, afek tumpul, kuirang perawatan diri, komunikasi verbal
turun, menyendiri, kurang peka terhadap lingkungan, kurang energi,
harga diri rendah dan sikap tidur seperti janin sat tidur (Riyadi,2009).
4) Rentang respon
Rentang respon menurut Prabowo, 2014 pada klien dengan isolasi
sosial sebagai berikut :
Respon Adaptif Respon
Maladaptif

Menyendiri Kesepian Manipulasi

Otonomi Menarik diri


Implusif

Kebersamaan Ketergantungan Narsisme


(sumber : Stuart, 2013)
Independen
Keterangan :
a) Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon individu untuk menyelesaikan suatu
hal dengan cara yang dapat diterima oleh norma-norma msyarakat.
Respon ini meliputi :
a. Menyendiri (Solitude)

6
Respon yang dilakukan individu dalam merenungkan hal yang
telah terjadi atau dilakukan dengan tujuan mengevaluasi diri
untuk kemudian menentukan rencana-rencana.
b. Otonomi
Kemampuan individu menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial. Individu mampu
menetapkan diri untuk independen dan pengaturan diri.
c. Kebersamaan (Mutualisme)
Kondisi hubungan interpesonal dimana individu mampu untuk
saling memberi dan menerima.
d. Saling ketergantungan (Independen)
Suatu hubungan saling tergantung antar individu dengan orang
lain dalam membina hubungan interpersonal.
b) Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah dengan cara yang bertentangan dengan norma agama dan
masyarakat. Respon tersebut antara lain :
a. Manipulasi
Gangguan sosial yang menyebabkan individu memperlakukan
sebagai objek , dimana hubungan terpusat pada pengendaloan
masalah orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri
semdiri. Sikap mengontrol digunakan sebagai pertahanan
terhadap kegagalan atau frustasi dan dapat digunakan sebagai alat
berkuasa atas orang lain.
b. Implusif
Respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subjek yang
tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu
merencanakan, tidak mampu untuk belajar dari pengalaman dan
tidak dapat melakukan penilaian secara objektif.
c. Narsisme

7
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkat laku
egosentrisme, harga diri rapuh, berusaha mendapatkan
penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat dukungan
dari orang lain. Patofisiologi.
Menurut Stuart and Sudden, salah satu gangguan berhubungan sosial
diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi sosial yang disebabkan oleh
perasaan tidak berharga, yang buasa dialami klien dengan latar belakang yang
penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam
mengembangkan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi
regresi atau mundur, mengalami penurunan aktifitas dan kurangnya perhatian
terhadap penampilan dan kebersihan diri.
2.3 Proses terjadinya masalah
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya isolasi sosial
yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami oleh klien
dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan,
kekecewaan dan kecemasan. Perasaan tidak berharga menyebabkan klien
makin sulit dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain. Akhirnya
klien menjadi regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktifitas dan
kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Klien semakin
tenggelan dalam perjalanan terhadap penampilan dan tingkah laku masa lalu
serta tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat
lanjut halusinasi.
2.4 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala isolasi sosial dapat dinilai dari ungkapan pasien yang
menunjukkan penilaian negatif tentang hubungan sosial dan didukung dengan
data hasil observasi.
a. Data subjektif:
Pasien mengungkapkan tentang
1) Perasaan sepi
2) Perasaan tidak aman

8
3) Perasan bosan dan waktu terasa lambat
4) Ketidakmampun berkonsentrasi
5) Perasaan ditolak
b. Data Objektif:
1) Banyak diam
2) Tidak mau bicara
3) Menyendiri
4) Tidak mau berinteraksi
5) Tampak sedih
6) Ekspresi datar dan dangkal
7) Kontak mata kurang
2.5 Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan menurut Yosep (2014). Pada klien dengan isolasi sosial
adalah sebagai berikut :
a) Isolasi sosial
b) Harga diri rendah
c) Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d) Koping individu tidak efektif
e) Koping keluarga tidak efektif
f) Intoleransi aktivitas
g) Defisit perawatan diri
h) Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2.6 Asuhan Keperawatan pada Isolasi Sosial
a. Pengkajian Keperawatan Isolasi Sosial
Pengkajian pasien isolasi sosial dapat dilakukan melalui wawancara dan
observasi kepada pasien dan keluarga. Tanda dan gejala isolasi sosial
dapat ditemukan dengan wawancara, melelui bentuk pertanyaan sebagai
berikut:
a) Bagaimana perasaan Anda saat berinteraksi dengan orang lain?
b) Bagaimana perasaan Anda ketika berhubungan dengan orang lain?
Apa yang Anda rasakan? Apakah Anda merasa nyaman ?

9
c) Bagaimana penilaian Anda terhadap orang-orang di sekeliling Anda
(keluarga atau tetangga)?
d) Apakah Anda mempunyai anggota keluarga atau teman terdekat? Bila
punya siapa anggota keluarga dan teman dekatnya itu?
e) Adakah anggota keluarga atau teman yang tidak dekat dengan Anda?
Bila punya siapa anggota keluarga dan teman yang tidak dekatnya itu?
f) Apa yang membuat Anda tidak dekat dengan orang tersebut?
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan melalui observasi
adalah sebagai berikut:
a. Pasien banyak diam dan tidak mau bicara
b. Pasien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang
terdekat
c. Pasien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
d. Kontak mata kurang
b. Diagnosis Keperawatan Isolasi Sosial

Resiko Perubahan Sensori Persepsi : Halusinasi

Isoalasi Sosial

Gangguan Konsep Diri :


Harga Diri Rendah
c. Tindakan Keperawatan Isolasi Sosial
Tindakan Keperawatan Untuk Pasien Isolasi Sosial
Tujuan : Pasien mampu:
a. Membina hubungan saling percaya
b. Menyadari isolasi sosial yang dialaminya
c. Berinteraksi secara bertahap dengan anggota keluarga dan lingkungan
sekitarnya

10
d. Berkomunikasi saat melakukan kegiatan rumah tangga dan kegiatan
sosial
Tindakan Keperawatan:
a) Membina hubungan saling percaya dengan cara:
1) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien
2) Berkenalan dengan klien: perkenalkan nama dan nama panggilan
yang perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan yang
disukai pasien
3) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
4) Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan bersama
klien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana
5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi
6) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien
7) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
b) Membantu pasien menyadari perilaku isolasi sosial
1) Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan
orang lain
2) Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi
dengan orang lain
3) Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan
bergaul akrab dengan mereka
4) Diskusikan kerugian bila pasienhanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain
5) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien
c) Melatih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
1) Jelaskan kepada pasiencara berinteraksi dengan orang lain
2) Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain
3) Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi dengan
orang lain yang dilakukan di hadapan perawat

11
4) Bantu pasien berinteraksi dengan satu orang teman/anggota
keluarga
5) Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah
interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya
6) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan
oleh klien
7) Latih pasien bercakap-cakap dengan anggota keluarga saat
melakukan kegiatan harian dan kegiatan rumahtangga
8) Latih pasien bercakap-cakap saat melakukan kegiatan sosial
misalnya : berbelanja, kekantor pos, kebank dan lain-lain
9) Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi
dengan orang lain. Mungkin pasien akan mengungkapkan
keberhasilan atau kegagalannya.
10) Beri dorongan terus menerus agar pasien tetap semangat
meningkatkan interaksinya.
d. Evaluasi Kemampuan Pasien dan Keluarga
a. Evaluasi kemampuan pasien isolasi sosial berhasil apabila
pasiendapat:
1) Menjelaskan kebiasaan keluarga berinteraksi dengan klien.
2) Menjelaskan penyebab pasien tidak mau berinteraksi dengan orang
lain.
3) Menyebutkan keuntungan bergaul dengan orang lain.
4) Menyebutkan kerugian tidak bergaul dengan orang lain.
5) Memperagakan cara berkenalan dengan orang lain,dengan perawat,
keluarga, tetangga.
6) Berkomunikasi dengan keluarga saat melakukan kegiatan sehari-
hari
7) Berkomunikasi saat melakukan kegiatan sosial
8) Menyampaikan perasaan setelah interaksi dengan orang tua.
9) Mempunyai jadwal bercakap-cakap dengan orang lain.

12
10) Merasakan manfaat latihan berinteraksi dalam mengatasi isolasi
sosial
b) Evaluasi kemampuan keluarga dengan pasien isolasi sosial berhasil
apabila keluarga dapat:
1) Mengenal Isolasi sosial (pengertian, tanda dan gejala, dan proses
terjadinya isolasi sosial) dan mengambil keputusan untuk merawat
klien
2) Membantu pasien berinteraksi dengan orang lain
3) Mendampingi pasien saat melakukan aktivitas rumah tangga dan
kegiatan sosial sambil berkomunikasi
4) Melibatkan pasien melakukan kegiatan harian di rumah dan
kegiatan sosialisasi di lingkungan
5) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung
pasien untuk meningkatkan interaksi sosial
6) Memantau peningkatan kemampuan pasien dalam mengatasi
Isolasi sosial
7) Melakukan follow up ke Puskesmas, mengenal tanda kambuh dan
melakukan rujukan
2.7 Contoh Strategi Pelaksanaan Pasien Isolasi Sosial (SP 1)
Sp 1 : membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal
penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal manfaat berhubungan
dengan orang lain, dan mengajarkan pasien berkenalan.
a) Orientasi (Perkenalan):
a. Salam Terapeutik
“Assalammu’alaikum ”
“Saya A, Saya senang dipanggil Ibu A, Saya perawat di Ruang Mawar
ini… yang akan merawat Ibu.”
“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”
b. Validasi
“Apa keluhan S hari ini?”
c. Kontrak

13
”Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-
teman S? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di
ruang tamu? Mau berapa lama, S? Bagaimana kalau 15 menit”
b) Kerja
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S?
Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S
jarang bercakap-cakap dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? O.. S merasa sendirian?
Siapa saja yang S kenal di ruangan ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan
pasien yang lain?”
”Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah
benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat
menyebutkan beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai teman
apa ya S ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa)
Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu inginkah S
belajar bergaul dengan orang lain ? Bagus. Bagaimana kalau sekarang
kita belajar berkenalan dengan orang lain”
“Begini S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama
kita dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama
Saya S, senang dipanggil Si. Asal saya dari Bireun, hobi memasak”
“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan.
Contohnya begini: Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya
dari mana/ Hobinya apa?”
“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan
dengan saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”

14
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan
percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan S bicarakan. Misalnya
tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan
sebagainya.”
c) Terminasi
”Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”
”S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama
saya tidak ada. Sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang
lain. S mau praktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa mencobanya.
Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S
berkenalan dengan teman saya, perawat M. Bagaimana, S mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaikum warahamatullahi
wabarakaatuh”

15
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Tinjauan Kasus Isolasi Sosial
a. Pengkajian Dilakukan pada Tanggal 15-18 April 2015
Nama klien: Tn.S, umur: 35 tahun, jenis kelamin: laki-laki, no.RM:
036919, pendidikan klien: SMK, alamat kedawung wonokerso sragen. Alasan
klien masuk rumah sakit jiwa yaitu 2 minggu sebelumnya klien sering
menyendiri, bicara sendiri, bingung, sulit tidur, tidak mau makan, jarang
sekali bergaul dengan lingkungan, karena klien merasa malu dan juga merasa
dirinya dimusuhi oleh adik kandungnya hingga akhirnya klien memukul adik
kandungnya. Terkadang klien juga marah-marah dan berteriak jika dipaksa
untuk makan dan minum. Karena kondisi tersebut pada tangal 9 Maret 2015
keluarga membawa klien ke RSJD.Surakarta.
b. Analisa Data
Hari/ Data Fokus Masalah Etiologi
tangg
al
Rabu DS: Perubahan Menarik
13 Tidak didapatkan data persepsi diri
april subjektif sensor:
2015 DO: halusinasi
1) Sering terlihat
melamun
2) Klien tampak bingung
dan bicara sendiri
3) Klien kurang
kooperatif dan
menundukkan kepala
saat wawancara
4) Pendiam dan suka
menyendiri

16
DS: Gangguan Harga
1) Klien mengatakan isolasi diri
malu dan males sosial: Rendah
berinteraksi dengan menarik
orang lain diri
2) Klien merasa malu
karena tidak
mempunyai pekerjaan
dan penghasilan sendiri
3) Klien memilih
memendam
masalahnya sendiri
DO:
1) Klien tampak lemah
dan tidak bersemangat
2) Kontak mata kurang
3) Klien lebih sering
menyendiri dan jarang
mengikuti kegiatan
diruangan
DS: Gangguan Koping
1) Klien klien konsep individu
mengatakan merasa diri: Harga diri tidak efektif
malu dan minder rendah
dengan dengan
keadaanya
2) Klien merasa malu
karena tidak
mempunyai pekerjaan
dan penghasilan
3) Klien lebih memilih

17
memendam
masalahnya sendiri

DO.:
1) Klien tampak lemah
dan tidak
bersemangat
2) Klien sering
menunduk saat
berinteraksi
3) Kontak mata kurang
4) Klien lebih sering
menyendiri dan jarang
mengikuti
c. Diagnose Keperawatan
1) Resiko perubahan sensori persepsi: halusinasi dengan gangguan
interaksi sosial menarik diri.
2) Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
d. Implementasi dan Evaluasi
Hari Diagnosa Implementasi Respon Hasil T
/tang Keperawatan t
gal d
Ka Resiko SP1: S:
mis gangguan 1) Membina a Klien menjawab
16 sensori hubungan saling salam perawat
apri persepsi: percaya b Klien mengatakan
l halusinasi 2) Membantu klien namanya Tn.S
201 berhubunga mengenal senang dipanggil
5 n dengan penyebab isolasi Tn.S
menarikdiri sosial c Klien mengatakan

18
3) Membantu klien kabarnya baik
mengenal d Klien mengatakan
keuntungan tidak mau bergaul
berhubangan dan dengan orang lain
kerugian tidak karena malas dan
berhubungan malu
dengan orang lain e Klien mengatakan
4) Mengajarkan klien keuntungan
cara berkenalan berinteraksi
5) Memasukan ke dengan orang lain
jadwal harian klien adalah banyak
teman
banyak ilmu
f Klien mengatakan
kerugian tidak
berinteraksi
dengan orang
lain adalah tidak
punya teman
g Klien mengatakan
mau berkenalan
dengan orang lain
O:
a. Klien menjawab
salam perawat
dan mengungkapkan
alasa menarik
diri
b. Klien mengerti
tentang manfaat
berinteraksi dan

19
kerugian tidak
berinteraksi
dengan orang
lain
c. Kontak mata
sedikit saat
berkurang
d. Klien tidak
maumemulai
pembicaraan
e. Klien kurang
kooperaif sering
menunduk
f. Dan kurang
fokus pada
pembicaraan
A:
Klien mampu
mempraktekan cara
berkenalan
P:
Klien
a. Motivasi klien untuk
belajar berkenalan
dengan perawat
b. Anjurkan klien
untuk untuk
memasukan ke
jadwalkegiatan
harian
Perawat:

20
a. Evalusi SP1
b. Ajarkan klien untuk
berinteraksi dengan
perawat lain(SP2)
Jum SP2: S:
at 1) Mengevaluasi SP1 a. Klien mengatakan
17 2) Mengajarkan klien kabarnya baik
april berinteraksi secara b. Klien mengatakan
2015 bertahap (berkenal masih mengingat
Jam dengan orang yang diajarkan
09. pertama seorang perawat kemarin
30 perawat) yaitu cara tentang
3) Memasukan ke berkenalan
jadwal harian klien c. Klien mengatakan
mau berkenalan
dengan orang lain
O:
a. Klien tampak lebih
semangat Kontak
mata mulai ada
b. Klien sudah bisa
tersenyum sedikit
c. Klien tampak lebih
kooperatif dari
sebelumnya
A:
a. Klien mampu
mengulang cara
berkenalan (SP1)
b. Klien mampu
berkenalan dengan

21
perawat lain(SP2)
P:
Klien:
a. Motivasi klien untuk
berkenalan dan
berinteraksi dengan
perawat lain
b. Anjurkan klien
untuk memasukan
jadwal harian
Perawat:
a. Evaluasi SP1 dan
SP2
b. Ajarkan klien untuk
berkenalan dengan
orang lain (klien
lain)
Sabt SP3: S:
u 1) Mengevaluasi sp 1 a. Klien mengatakan
18 dan 2 perasaannya lebih
april 2) Melatih klien baik dari hari
2015 berinteraksi Secara kemarin
Jam bertahap(berkenala b. Klien mengatakan
10. n dengan orang masih mengingat
30 kedua seorang SP1 yaitu cara
klien) berkenalan dengan
3) Memasukan ke perawat yang lain
jadwal harian klien c. Klien mengatakan
mau berkenalan
dengan klien yang
lain

22
O:
a. Klien lebih
kooperatif dari
sebelumnya Kontak
mata ada
b. Klien tidak bisa
focus dengan klien
lain karena lebih
terbiasa dengan
perawat
A:
a. Klien mampu
mengulang SP1
yaitu cara
berkenalan dan SP2
yaitu berkenalan
dengan perawat lain
b. Klien belum mampu
melakukan SP3
yaitu berkenalan
dengan klien lain
P:
Klien
a. Motivasi klien untuk
berkenalan dengan
klien yang lain
b. Ajarkan klien untuk
memasukan ke
jadwal harian
Perawat
a. Evaluasi SP1 dan

23
SP2
b. Ulangi tindakan
untuk SP3 karena
belum optimal

24
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak terima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang tidak berarti dengan orang lain. Isolasi
sosial merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan orang
lain. (Deden dan Rusdi, 2013).
4.2 Saran
Adapun saran yang penulis berikan agar tercapai kesehatan jiwa optimal
adalah :
1. Diharapkan pada keluarga klien apabila sudah pulang makan keluarga
tetap melakukan kontrol ke RSJ.
2. Diharapkan adanya kerja sama dengan baik antara dokter, perawat, dan
tim medis lainnya guna memperlancar proses keperawatan.
3. Diharapkan kepala keluarga harus sering mengunjungi klien ke RSJ
karena dapat membantu proses penyembuhan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Argianti, Y.D. (2018). Penerapan Latihan Sosialisasi Terhadap Kemampuan


Komunikasi Pada Pasien Isolasi Sosia Di Ruang Sadewa Di Instalasi Kesehatan
Jiwa Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas Universitas Muhammaddiyah
Purwokerto.
Dermawan D dan Rusdi. (2013). Keperawatan. Jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta; Gosyen Publishing.
Herman, Ade. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Kemenkes RI . (2013).Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Keliat, B.A, Dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHM
(Basik Course). Jakarta: EGC
Yusuf, Ah.,dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika
Nurhalimah.(2016). Keperawatan Jiwa Komprehensif. Jakarta Selatan: SDM
Pusdik Kesehatan
Riyardi S dan Purwanto T. (2013). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Syrtiningrum, Anjas. (2011). Pengaruh Terapi Suportif Terhadap Kemampuan
Bersosialisasi Pada Klien Isolasi Sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Amino
Gondohutomo Semarang. Thesis. Depok: FIK UI
Yusuf, Ah.,dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika

26

Anda mungkin juga menyukai