MAKALAH
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
3.13 Rencana keperawatan ...................................................................................... 26
3.14 Implementasi dan evaluasi .............................................................................. 29
BAB IV PENUTUP ................................................................................................. 37
4.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 37
4.2 Saran ............................................................................................................ 37
Daftar pustaka .......................................................................................................... 39
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
1) Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan Asuhan Keperawatan secara holistik dan
komprehensif kepada klien dengan Gangguan Jiwa Halusinasi.
2) Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan jiwa halusinasi
b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada klien gangguan jiwa halusinasi
c. Melakukan intervensi keperawatan kepada klien gangguan jiwa halusinasi
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien gangguan jiwa halusinasi
e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien gangguan jiwa
halusinasi
f. Mendokumentasian asuhan keperawatan pada klien gangguan jiwa halusinasi
g. Dapat membandingkan kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang
penulis dapatkan.
1.4 Manfaat Penulisan
Menambah wawasan kami sebagai penulis dalam hal melakukan studi
kasus dan mengaplikasikan ilmu tentang asuhan keperawatan pasien dengan
masalah ganngguan jiwa halusinasi.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.2 Etiologi
Faktor predisposisi klien halusinasi menurut (Damaiyanti dkk, 2012):
A. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri.
b. Faktor sosiokultural
3
Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungan sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungan.
c. Faktor biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress
yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu
zat yang dapat bersifat halusinogen neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adikitif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan
klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya, klien
lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam
khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
schizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
pada penyakit ini.
B. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk
menghadapinya. Seperti adanya rangsangan dari lingkungan, misalnya
partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi, objek
yang ada di lingkungan dan juga suasana sepi atau terisolasi, sering menjadi
pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stress dan
kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik (Fitria
2012).
Penyebab Halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan
yang luar biasa, penggunaaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional
4
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat
sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya
halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang
menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol
semua perilaku klien.
4) Dimensi Sosial
Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien
meganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan.
Klien asyik dengan Halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang
tidak didapatkan dalam dunia nyata.
5) Dimensi Spiritual
1) Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal
5
jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut,
respon adaptif:
a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman.
d) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
e) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
2) Respon psikososial meliputi:
a) Proses fikir terganggu.
b) Ilusi adalah interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang
benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
c) Emosi berlebihan atau berkurang.
d) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
e) Menarik diri yaitu percoban untuk menghindar interaksi dengan orang lain.
3) Respon maladaptif
Respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari
norma-norma sosial budaya dan lingkungan. Adapun respon maladaptif
meliputi:
a) Kelainan pikiran (waham) adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan
dengan kenyataan sosial.
b) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal
yang tidak realita atau tidak ada.
c) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur.
e) Isolasi sosial adalah kondisi dimana seseorang merasa kesepian tidak mau
berinteraksi dengan orang dan lingkungan
2.4 Jenis Halusinasi
Jenis-jenis halusinasi menurut Trimelia (2011) :
1) Halusinasi Pendengaran (auditory)
6
Mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan,
mngancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatau (kadang-kadang hal
yang berbahaya). Perilaku yang muncul adalah mengarahkan telinga pada
sumber suara, bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menutup
telinga, mulut komat-kamit, dan adanya gerakan tangan.
2) Halusinasi Pengihatan (visual)
Stimulus penglihatan dalam bentuk pencaran cahaya, gambar, orang atau
panorama yang luas dan kompleks, biasanya menyenangkan atau menakutkan.
Perilaku yang muncul adalah tatapan mata pada tempat tertentu, menunjuk
kearah tertentu, serta ketakutan pada objek yang dilihat.
3) Halusinasi Penciuman (Olfaktori)
Tercium bau busuk, amis, dan bau yang menjijikan seperti: darah, urine
atau feses, kadang-kadang terhidu bau harum seperti parfum. Perilaku yang
muncul adalah ekspresi wajah seperti mencium, mengarahkan hidung pada
tempat tertentun dan menutup hidung.
4) Halusinasi pengecapan (gustatory)
Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikkan, seperti
rasa darah, urine, dan feses. Perilaku yang muncul adalah seperti mengecap,
mulut seperti gearakan mengunyah sesuatu sering meludah, muntah.
5) Halusinasi Perabaan (taktil)
Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat,
seperti merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain,
merasakan ada yang menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang kecil dan
makhluk halus. Perilaku yang muncul adalah mengusap, menggaruk-garuk
atau meraba-raba permukaan kulit, terlihat menggerak-gerakan badan seperti
merasakan sesuatu rabaan.
2.5 Tanda dan Gejala
Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum atautertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, bicarasendiri,pergerakan mata
cepat, diam, asyik dengan pengalamansensori,kehilangan kemampuan membedakan
halusinasi dan realitas rentangperhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau
menit, kesukaranberhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat
diri,perubahan Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart & Sudden
dalam Yusalia (2015).
7
Tabel 2.1 Jenis Halusinasi
8
divera (arteri), pencernaan makanan.
- Sinestetik
- Kinestetik
9
penyempitan kemampuan konsentrasidan kehilangan kemampuan membedakan
halusinasi dan realita
10
a. Nadi meningkat, pernafasan, tekanan darah meningkat, Konsentrasi
berkurang.
b. Individu merasa malu dan menarik diri dari orang lain.
3) Tingkat III.
Penderita meyakini, mengikuti dan melakukan isi dari halusinasinya.
Misalnya mendengar suara yang menyuruh membanting piring, maka penderita
mengikutinya dengan benar-benar membanting piring. Tanda-tandanya:
11
diceritakan aneh dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa mengendalikan
diri agar tetap terapeutik.
Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan
selanjutnya adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi halusinasi,
waktu, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi, dan perasaan klien saat halusinasi muncul). Setelah klien menyadari
bahwa halusinasi yang dialaminya adalah masalah yang harus diatasi, maka
selanjutnya klien perlu dilatih bagaimana cara yang bisa dilakukan dan terbukti
efektif mengatasi halusinasi.
Proses ini dimulai dengan mengkaji pengalaman klien mengatasi halusinasi.
Bila ada beberapa usaha yang klien lakukan untuk mengatasi halusinasi, perawat
perlu mendiskusikan efektifitas cara tersebut. Apabila cara tersebut efektif, bisa
diterapkan, sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat dapat
membantu dengan cara-cara baru.
Menurut Keliat (2014), ada beberapa cara yang bisa dilatihkan kepada klien
untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
1. Menghardik halusinasi
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien harus
berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien dilatih
untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…, tidak mau lihat”. Ini dianjurkan untuk
dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu pasien mengenal halusinasi,
jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi
dengan cara pertama yaitu menghardik halusinasi:
2. Menggunakan obat
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat
ketidakseimbangan neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin). Untuk itu,
klien perlu diberi penjelasan bagaimana kerja obat dapat mengatasi halusinasi,
serta bagairnana mengkonsumsi obat secara tepat sehingga tujuan pengobatan
tercapai secara optimal. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan materi
yang benar dalam pemberian obat agar klien patuh untuk menjalankan
pengobatan secara tuntas dan teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien
yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting
12
dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah sistem di mana klien
berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat menentukan kesehatan jiwa klien.
Klien mungkin sudah mampu mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak didukung
secara kuat, klien bisa mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh lagi.
Alasan kedua, halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis bisa berlangsung
lama (kronis), sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin masih mengalarni
halusinasi.
a) Cara pemberian:
b) Kontra indikasi:
c) Efek samping:
13
hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan gambaran irama
EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali menimbulkan intoksikasi.
B. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar
a) Indikasi:
b) Cara pemberian:
c) Kontra indikasi:
d) Efek samping:
Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah, gejala
ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang jarang adalah
nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan otonomik.
Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi hematologis.
Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam dosis melebihi dosis
terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau kekakuan, tremor, hipotensi,
sedasi, koma, depresi pernapasan.
C. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil
a) Indikasi:
b) Cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah ( 12,5 mg
) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan, dosis ditingkatkan 25
mg dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg setiap kali suntikan,
14
tergantung dari respon klien. Bila pemberian melebihi 50 mg sekali suntikan
sebaiknya peningkatan perlahan – lahan.
c) Kontra indikasi:
16
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Kasus
Tn.D dibawa keluarga pada tanggal 26 juli 2018 karena pasien sering marah-
marah sendiri, gelisah, susah tidur, mendengar suara – suara bisikan setelah klien
merasa kecewa dengan suami yang meninggalkan dirinya. Suara yang ia dengar adalah
suara pertengkaran saat mereka bersama.
√ Tidak
3.4 Psikososial
3.4.1 Genogram
22
18
Keterangan:
: perempuan
: laki-laki
: klien
: cerai
: garis keturunan
: garis perkawinan
: tinggal serumah dengan klien
: meninggal
19
3.4.3 Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti
Pasien mengatakan orang terdekatnya adalah abang kandungnya,
anak dan cucunya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Sebelum sakit klien adalah orang yang sangat giat bekerja,
beberapa kali ikut acara keagamaan dan klien adalah orang yang
ramahdengan tetangga. Setelah suami selingkuh dan menikah lagi
klien menjadi orang yang sangat tertutup dan tidak berkomunikasi lagi
dengan orang di lingkunganya. Setelah masuk RSJ klien beberapa kali
mengikuti kegiata TAK agar dirinya merasa lebih senang.
c. Hambatan Berhubungan dengan orang lain :
Klien mengatakan sekarang kondisinya sudah lebih baik, sudah
memulai untuk berkomunikasi dengan teman seruangannya
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
3.4.4 Spiritual
Klien mengatakan sebelum dan sesudah sakit klien tetap berdoa hanya
saja setelah di RSJ hanya berdoa di ruangannya saja, tidak ke rumah
ibadah.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan dalam
spritual
Penjelasan:
Penampilan klien rapi dan bersih, klien mandi 2x sehari menggunakan
sabun dan menyikat giginya.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
2. Pembicaraan
( ) Cepat ( ) Keras ( ) Gagap ( ) inkoheran
Penjelasan:
Saat berinteraksi dengan perawat nada suara klien rendah, bicara klien
lambat dan klien merespon pertanyaan dengan baik
20
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
3. Aktivitas Motorik:
4. Alam perasaaan
) Sedih ( ) Ketakutan ( ) Putus asa ( ) Khawatir
( ) Gembira berlebihan
5. Afek
) Datar ( ) Tumpul ( ) Labil ( ) Tidak sesuai
7. Persepsi / Halusinasi
( √ ) Pendengaran ( ) Penglihatan ( ) Perabaan
( ) Pengecapan ( ) Penghidu
9. Isi Pikir
( ) Obsesi ( ) Fobia ( ) Hipokondria
( ) Depersonalisasi ( ) ide yang terkait ( ) pikiran magis
Waham
Disorientasi
( ) waktu ( ) tempat ( ) orang
Jelaskan : klien sadar bahwa sedang berada di RSJ dan sedang
menglami pengobatan
11. Memori
( ) Gangguan daya ingat jangka panjang
( ) konfabulasi
22
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
( ) mudah beralih ( ) tidak mampu konsentrasi
Jelaskan : klien merasa bahwa suara yang ia dengar itu nyata walaupun
tidak bisa melihatnya.
24
3.9 Analisa Data
3.1 Tabel Analisa Data
2. DS:
Gangguan Konsep diri: Harga
1. Klien mengatakan malu akan
diri rendah kronis
dirinya yang ditinggal suami
2. Klien menutup usaha nya dan
kembali kerumah abangya.
DO:
25
DO:
1. Tatapan mata klien kosong
2. Ekspresi wajah klien terlihat sedih
Keluarga
SP 1
1. Bina hubungan saling
percaya
2. Jelaskan pengertian
koping tidak efektif
3. Jelaskankoping tidak
efektif
4. Jelaskan tanda dan
gejala koping tidak
efektif
SP 2
28
1. Ajarkan cara merawat
pasien: bicara terbuka
dengan orang lain
2. Ajarkan cara merawat
pasien: melakukan
aktivitas yang
konstruktif
3. Ajarkan cara merawat
pasien dengan
latihan/olah raga
SP 3
1. Ajarkan keluarga
melatih mengatasi
koping tidak efektif:
bicara terbuka dengan
orang lain
2. Ajarkan keluarga
melatih pasien
mengatasi koping tidak
efektif: melakukan
aktivitas konstruktif
3. Ajarkan keluarga
melatih pasien
mengatasi koping tidak
efektif: latihan
fisik/olah raga
3.14 Implementasi dan Evaluasi
1. Melatih mengontrol
halusinasi dengan
menghardik 3x1.
Sp 1 : Mengidentifikasi S:
16-11-2021 2
kemampuan dan aspek
1. Klien mengatakan
positif yang dimiliki
malu akan dirinya
pasien
yang ditinggal suami
Sp 2:
1. Menilai kemampuan yang 2. Klien menutup
dapat digunakan usaha nya dan
kembali kerumah
2. Menetapkan/memilih
abangya.
kegiatan sesuai
O:
kemampuan
1. Klien tampak gelisah dan
3. Melatih kegiatan sesuai
sedih
kemampuan yang dipilih
1 2. Klien terlihat sering
menunduk dan nada
Sp 3 : Melatih kegiatan sesuai
bicara pelan
kemampuan yang
dipilih 1 A: Masalah belum teratasi
30
Klien S:-
16-11-2021 3
SP 1 O:
1. Membina hubungan saling 1. Tatapan mata klien
percaya kosong
2. Membantu menjelaskan 2. Ekspresi wajah klien
mengenal koping yang terlihat sedih
tidak efektif A: Masalah belum teratasi
3. Menganjurkan kooping P: Intervensi dilanjutkan
konstruktif: bicara
terbuka dengan orang lain
4. Memasukkan ke JKH
SP 2
1. Mengevaluasi
pelaksanaan JKH
2. Mengajarkan koping
konstruktif: melakukan
kegiatan
3. Masukkan ke JKH
SP 3
1. Mengevaluasi pelaksaan
JKH
2. Mengajarkan koping
konstruktif:
latihanfisik/olah raga
3. Masukkan ke JKH
Keluarga
SP 1
1. Membina hubungan
saling percaya
2. Menjelaskan pengertian
koping tidak efektif
31
3. Menjelaskankoping tidak
efektif
4. Menjelaskan tanda dan
gejala koping tidak
efektif
SP 2
1. Mengajarkan cara
merawat pasien: bicara
terbuka dengan orang
lain
2. Mengajarkan cara
merawat pasien:
melakukan aktivitas
yang konstruktif
3. Mengajarkan cara
merawat pasien dengan
latihan/olah raga
SP 3
1. Mengajarkan keluarga
melatih mengatasi
koping tidak efektif:
bicara terbuka dengan
orang lain
2. Mengajar keluarga
melatih pasien mengatasi
koping tidak efektif:
melakukan aktivitas
konstruktif
3. Mengajarkan keluarga
melatih pasien mengatasi
koping tidak efektif:
latihan fisik/olah raga
32
Sp 1 : S: Klien mengatakan merasa
17-11-2021 1
senang dan lebih tenang
1. Mengidentifikasi isi, O:
frekuensi, waktu 1. Klien mampu
terjadi, situasi mengontrol
pencetus, perasaan dan halusinasinya dengan
respon halusinasi. menghardik
2. Mengontrol 2. Klien mengkonsumsi
halusinasi dengan obatnya tepat waktu dan
cara menghardik teratur
3. Klien bercakap-cakap
Sp 2 : Mengontrol halusinasi
dengan teman seruangan.
dengan makan obat
4. Klien mau dan mampu
teratur
membersihkan tempat
Sp 3 : Mengontrol halusinasi tidurnya membersihkan
dengan bercakap-cakap meja setelah makan dan
dengan orang lain menyapu lantai.
Sp 4 : Mengontrol halusinasi
dengan melakukan A: Halusinasi pendengaran (+)
kegiatan terjadwal P:
1. Melatih mengontrol
halusinasi dengan
menghardik saat halusinasi
terdengar.
2. Makan obat teratur 2x1
3. Bercakap-cakap dengan
orang lain 4x1
4. Latihan melakukan
kegiatan terjadwal 3 kali
sehari
Sp 1 : Mengidentifikasi S:
17-11-2021 2
kemampuan dan aspek
1. Klien mengatakan
positif yang dimiliki
sedang merasa senang
33
pasien O:
Sp 2:
1. Klien tidak tampak gelisah
1. Menilai kemampuan yang
2. Klien sudah sedikit mau
dapat digunakan
diajak berbicara dengan
2. Menetapkan/memilih
perawat
kegiatan sesuai
A: Masalah belum teratasi
kemampuan
P: Intervensi dilanjutkan
3. Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih
1
34
kegiatan
5. Masukkan ke JKH
SP 3
1. Mengevaluasi pelaksaan
JKH
2. Mengajarkan koping
konstruktif:
latihanfisik/olah raga
5. Masukkan ke JKH
Keluarga
SP 1
1. Membina hubungan
saling percaya
2. Menjelaskan pengertian
koping tidak efektif
3. Menjelaskankoping tidak
efektif
6. Menjelaskan tanda dan
gejala koping tidak
efektif
SP 2
1. Mengajarkan cara
merawat pasien: bicara
terbuka dengan orang
lain
2. Mengajarkan cara
merawat pasien:
melakukan aktivitas
yang konstruktif
3. Mengajarkan cara
merawat pasien dengan
latihan/olah raga
SP 3
35
1. Mengajarkan keluarga
melatih mengatasi
koping tidak efektif:
bicara terbuka dengan
orang lain
2. Mengajar keluarga
melatih pasien mengatasi
koping tidak efektif:
melakukan aktivitas
konstruktif
3. Mengajarkan keluarga
melatih pasien mengatasi
koping tidak efektif:
latihan fisik/olah raga
36
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami
oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011)
dalam Zelika, (2015). Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau
pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan Sheila L Vidheak,
(2001) dalam Darmaja (2014).
Menurut Pambayung (2015) halusinasi adalah hilangnya kemampuan
manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan
eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera
tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2013). Halusinasi
merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi.
Menurut Keliat (2014) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan untuk
membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan
saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting dijalin
sebelum mengintervensi klien lebih lanjut.
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada
situasi nyata sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana, hal ini terjadi
karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan
tindakan keperawatan (Dalami, 2009). Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat
apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai dengan
kondisinya (here and now).
4.2 Saran
1) Bagi Rumah Sakit
Bagi tenaga keperawatan di Rumah Sakit Jiwa untuk tetap melayani dan
menangani klien dengan halusinasi pendengaran secara optimal. Perawat harus
terus menjalin komunikasi teraupetik sehingga klien dapat mengungkapkan
semua permasalahannya dan mau mengikuti terapi yang diberikan selama di
rawat di Rumah sakit Jiwa sehingga tercapainya keberhasilan dalam proses
keperawatan.
37
2) Bagi Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan diharapkan untuk mampu mengembangkan ilmu
pengetahuan dalam proses pembelajaran dengan asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
3) Bagi Mahasiswa
Dianjurkan untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan dalam
memberikan asuhan keperawatan yang optimal dan kompherensif serta
bertanggung jawab kepada klien khususnya pada klien dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
38
DAFTAR PUSTAKA
Dwi Oktiviani, P. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. K dengan masalah
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di Ruang Rokan Rumah Sakit
Jiwa Tampan (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Riau).
Irwan, F., Hulu, E. P., Manalu, L. W., Sitanggang, R., & Waruwu, J. F. A. P. (2021).
Asuhan keperawatan Jiwa Dengan Masalah Halusinasi.
http://grhasia.jogjaprov.go.id/berita/44/halusinasi.html
https://www.psychologymania.com/2012/09/fase-fase-halusinasi.html
Irwan, F., Hulu, E. P., Manalu, L. W., Sitanggang, R., & Waruwu, J. F. A. P. (2021).
Asuhan keperawatan Jiwa Dengan Masalah Halusinasi
39
40