Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN PENDAHULUAN

KLIEN DENGAN GANGUAN ISOLASI SOSIAL

Dosen Penguji : Dr. Imam Zainuri, S.Kep.,Ns.,M.Kes

Disusun Oleh :

Erna Pangestuti (202003057)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BINA SEHAT PPNI KABUPATEN MOJOKERTO
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
penyusun masih diberi kesehatan sehingga laporan ini dapat terselesaikan tepat
pada waktunya. Laporan ini yang berjudul “Laporan Pendahuluan Isolasi Sosial
(ISOS), Roleplay SPTK dan API”. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas
mahasiswa dari mata kuliah keperawatan Jiwa Prodi Profesi Ners Stikes Bina
Sehat Ppni Mojokerto.

Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. M. Sajidin, S.Kp.,M.Kes Selaku Ketua STIKes Bina Sehat


PPNI Mojokerto.
2. Bapak Dr. Imam Zainuri, S.Kep.,Ns.,M.Kes Selaku Dosen Mata Kuliah
Keperawatan Jiwa sekaligus penguji.
3. Seluruh Dosen STIKes Bina Sehat PPNI yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan demi terselesaikannya laporan ini.
4. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
laporan ini.

Kami menyadari bahwa Laporan ini masih jauh dari sempurna oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi
kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang. Penulis berharap semoga Laporan
ini dapat memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan pendidikan
khususnya keperawatan. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha
kita, Amin.

Mojokerto, 20 Oktober 2020


                                                                  

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................2
1.4 Manfaat...........................................................................................2
BAB 2 LAPORAN PENDAHULUAN......................................................3
2.1 Definisi...........................................................................................3
2.2 Proses Terjadinya Masalah.............................................................3
2.2.1 Etiologi.....................................................................................3
2.2.2 Rentang Respon........................................................................8
2.2.3 Pathway Isolasi Sosial..............................................................9
2.3 Tanda dan Gejala..........................................................................10
2.4 Proses Keperawatan.....................................................................11
2.4.1 Pengkajian..............................................................................11
2.4.2 Data Yang Perlu Dikaji..........................................................19
2.4.3 Diagnosa Keperawatan...........................................................20
2.4.4 Pohon Masalah.......................................................................20
Harga Diri Rendah (causa).............................................................20
2.4.5 Nursing Care Plane (NCP).....................................................20
2.4.6 Srategi Komunikasi (SP) Berdasarkan Pertemuan.................27
2.4.7 Evaluasi..................................................................................28
BAB 3 TINJAUAN KASUS....................................................................32
3.1 Kasus............................................................................................32
3.2 Faktor Predisposisi.......................................................................33
3.3 Strategi Pelaksanaan (SP).............................................................33
3.4 API................................................................................................60
BAB 4 PENUTUP.....................................................................................63
4.1 Kesimpulan...................................................................................63
4.2 Saran.............................................................................................63

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Isolasi Sosial atau Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang
mengalami ketidak mampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain
atau dengan lingkungan di sekitarnya secara wajar. Pada pasien dengan
perilaku menarik diri sering melakukan kegiatan yang ditujukan untuk
mencapai pemuasan diri, dimana pasien melakukan usaha untuk melindungi
diri sehingga ia jadi pasif dan berkepribadian kaku, pasien menarik diri juga
melakukan pembatasan (isolasi diri), termasuk juga kehidupan emosionalnya,
semakin sering pasien menarik diri, semakin banyak kesulitan yang dialami
dalam mengembangkan hubungan sosial dan emosional dengan orang lain
(Stuart dan Sundeen, 1998). Dalam membina hubungan sosial, individu
berada dalam rentang respon yan adaptif sampai dengan maladaptif. Respon
adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan yang berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon
yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat
diterima oleh norma-norma sosial dan budaya.
Respon sosial dan emosional yang maladaptif sering sekali terjadi
dalam kehidupan sehari hari, khususnya sering dialami pada pasien menarik
diri sehingga melalui pendekatan proses keperawatan yang komprehensif
penulis berusaha memberikan asuhan keperawatan yang semaksimal mungkin
kepada pasien dengan masalah keperawatan utama kerusakan interaksi sosial :
menarik diri. Menurut pengajar Departemen Psikiatri, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Surjo Dharmono, penelitian Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) di perbagai Negara menunjukkan, sebesar 20-30 persen pasien
yang datang ke pelayanan kesehatan dasar menunjukkan gejala gangguan
jiwa. Bentuk yang paling sering adalah kecemasan dan depresi.
Dari segi kehidupan sosial kultural, interaksi sosial adalah
merupakan hal yang utama dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai dampak
adanya kerusakan interaksi social : menarik diri akan menjadi suatu masalah

1
besar dalam fenomen kehidupan, yaitu terganggunya komunikasi yang
merupakan suatu elemen penting dalam mengadakan hubungan dengan orang
lain atau lingkungan disekitarnya (Carpenito, 1997).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan masalah


sebagai berikut:
1. Apa Definisi isolasi sosial?
2. Bagaimana proses terjadinya isolasi sosial
3. Bagaimana proses keperawatan isolasi sosial?

1.3 Tujuan

1. Untuk Menjelaskan Definisi Isolasi Sosial


2. Untuk Menjelaskan Proses Terjadinya Isolasi Sosial
3. Untuk Menjelaskan Proses Keperawatan Isolasi Sosial

1.4 Manfaat

Adapun kegunaan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:


1) Diharapkan dapat berguna bagi penulis sendiri dan bermanfaat serta
menjadi pedoman bagi penulis lain yang berminat menyusun makalah
dengan tema yang sama.
2) Sebagai sumbangan pemikiran atau bahan masukan khususnya bagi mata
kuliah terkait.
3) Agar kita dapat mengetahui apa itu isolasi sosial.

2
BAB 2

LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Definisi

Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan


atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di
sekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Isolasi
sosial merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan
orang lain (Keliat, 1998).
Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan
orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami
kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang
dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup berbagi pengalaman.
Isolasi social adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang
terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan
prilaku maladaptive yang menggagu fungsi seseorang dalanm berhubungan.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpukan bahwa
isolasi social adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme indifidu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan.

2.2 Proses Terjadinya Masalah


2.2.1 Etiologi

Isolasi social menarik diri sering disebabkanoleh karena


kurangnya rasa percaya pada orang lain, perasaan panic, regresi ke
tahap perkembangan sebelumnya, waham, sukar berinteraksi dimasa

3
lampau, perkembangan ego yang lemah serta rasa takut. Menurut
Stuart & Sundeen, isolasi social disebabkan oleh gangguan konsep diri
rendah.

1) Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Kemampuan membina hubungan yang sehat
tergantung dari pengalaman selama proses tumbuh kembang.
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus
individu lalui dengan sukses, karena apabila tugas
perkembangan ini tidak terpenuhi akan menghambat
perkembangan selanjutnya, kurang stimulasi kasih sayang,
perhatian dan kehangatan dari ibu (pengasuh) pada bayi akan
member rasa tidak aman yang dapat menghambat
terbentuknya rasa percaya.
b. Faktor biologi
Genetic adalah salah satu faktor pendukung gangguan
jiwa, faktor genetic dapat menunjang terhadap respon social
maladaptive ada bukti terdahulu tentang terlibatnya
neurotransmitter dalam perkembangan gangguan ini namun
tahap masih diperlukan penelitian lebih lanjut.
c. Faktor social budaya
Faktor social budaya dapatubungan bila keluarga
menjadi faktor terjadinya gangguan dalam membina
hubungan dengan orang lain, misalnya anggota keluarga,
yang tidak produktif, diasingkan dari orang lain
d. Faktor komunikasi dalam keluaga
pola komunikasi dalam keluarga dapat mengantarkan
seseorang kedalam gangguan berhubungan bila keluarga
hanya mengkomunikasikan hal-hal yang negative akan
mendorong anak mengembangkan harga diri rendah

4
2) Faktor presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian
kehidupan yang penuh stress seperti kehilangan yang
mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan
orang lain yang menyebabkan ansietas.
a. Faktor Nature
Secara alamiah, manusa merupakan makhluk holistic
yang terdiri dari dimensi bio-psiko-sosial dan spiritual. Oleh
karena itu meskipun stressor presipitasi yang sama tetapi
apakah bedampak pada gangguan jiwa atau kondisi
psikososial tertentu yang maladaptive dari individu, sangat
bergantung pada ketahanan holistic individu tersebut.
b. Faktor Orgin (sumber presipitasi)
Demikian juga dengan faktor sumber presipitasi, baik
internl maupun eksternal yang berdampak pada psikososial
seseorang.Hal ini karena manusia bersifat unik.
c. Faktor Timing
Setiap stressor yang berdampak pada trauma psikologis
seorang yang berimplikasi pada gangguan jiwa sangat
ditentukan oleh kapan terjadinya stressor, berapa lama dan
frekuensi stressor.
d. Faktor Number (banyaknya stressor)
Demikian juga dengan stressor yang berimplikasi pada
kondisi gangguan jiwa sangat ditentukan oleh banyaknya
stressor pada kurun waktu tertentu. Misalnya, baru saja suami
meninggal, seminggu kemudian anak mengalami cacat
permanen karena kecelakaan lalulintas, lalu sebulan kemudian
sang ibu kena PHK dari tempat kerjanya (Suryani, 2005)
e. Aplaisal of stressor (cara menilai predisposisi dan presipitasi)
Pandangan setiap individu terhadap faktor predisposisi
dan presipitasi yang dialami sangat tergantung pada:

5
1) Faktor kognitif: berhubungan dengan tingkat pendidikan,
luasnya pengetahuan dan pengalaman
2) Faktor afektif: berhubungan dengan tipe kepribadian
seseorang. Tipe kepribadian introvert bersifat: tertutup,
suka memikirkan diri sendiri, tidak terpengaruh pujian
banyak fantasi, tidak tahan kritik, mudah tersinggung,
menahan ekspresi emosinya, sukar bergaul, sukar
dimengaerti orang lain, suka membesarkan kesalahannya
dan suka kritik terhadap diri sendiri. Tipe kepribadian
extrovert bersifat: terbuka, lincah dalam pergaulan, riang,
ramah, mudah berhubungan dengan orang lain, melihat
realitas dan keharusan, kebal terhadap kritik, ekspresi
emosinya spontan, tidak begitu merasakan kegagalan dan
tidak banyak mengkritik diri sendiri. Tipe kepribadian
ambivert dimana seseorang memiliki kedua tipe
kepribadian dasar tersebut sehingga sulit untuk
menggolongkan dalam satu tipe.
f. Faktor Phsyological
Kondisi fisik seperti status nutrisi, status kesehatan
fisik, faktor kecacatan atau kesempurnaan fisik sangat
berpengaruh terhadap penilaian seorang terhadap stressor
predisposisi dan presipitasi.

g. Faktor behavioral
Pada dasarnya perilaku seseorang turut mempengaruhi
nilai, keyakinan, sikap dan keputusannya.Oleh karena itu,
factor perilaku turut berperan pada seseorang dalam menilai
factor predisposisi dan presipitasi yang dihadapinya. Misalnya
seorang peminum alcohol, dalam keadaan mabuk akan lebih
emosional dalam menghadapi stressor. Demikian dengan
perokok atau penjudi, dalam menilai stressor berbeda dengan
seseorang yang taat beribadah.

6
h. Faktor social
Manusia merupakan makhluk social yang hidupnya
saling bergantung antara satu dengan yang lainnya. Menurut
Luh Ketut Suryani (2005), kehidupan kolektif atau
kebersamaan berperan dalam pengambilan keputusan, adopsi
nilai, pembelajaran, pertukaran pengalaman dan
penyelenggaraan ritualitas. Dengan demikian, dapat
diasumsikan bahwa factor kekolektifitas atau kebersamaan
berpengaruh terhadap cara menilai stressor predisposisi dan
presipitasi.

Pattern of Parenting Inefective Coping Lack of Stressor Internal and


(Pola asuh keluarga) (Koping individu Development Task External (stress internal
tidak efektif) (Gangguan tugas daneksternal)
perkembangan)
Misal pada anak: Misal: Misal: Misal:
Pada anak yang Saat individu Gagal menjalin stress terjadi akibat
kelahirannya tidak menghadapi hubungan intim ansietas yang
dikehendaki kegagalan dengan sesame berkepanjangan dan
(unwanted child) menyalahkan orang jenis atau lawan terjadi bersamaan
akibat kegagalan KB, lain, ketidak jenis, tidak mampu dengan keterbatasan
hamil diluar nikah, berdayaan, mandiri dan kemampuan individu
jenis kelamin yang menyangkal tidak menyelesaikan untuk mengatasinya.
tidak diinginkan, mampu menghadapi tugas, bekerja, Ansietas terjadi akibat
bentuk fisik kurang kenyataan dan bergaul, sekolah, berpisah dengan orang
menawan menarik diri dari menyebabkan terdekat, hilangnya
menyebabkan lingkungan, terlalu ketergantungan pekerjaan atau orang
keluarga tinggi self ideal dan pada orang tua, yang dicintai.
mengeluarkan tidak mampu rendahnya
komentar-komentar menerima realitas ketahanan terhadap
negative, dengan rasa syukur. berbagai
merendahkan, kegagalan.

7
menyalah kananak.

Harga Diri Rendah Kronis

Isolasi Sosial

2.2.2 Rentang Respon

Menurut Stuart Sundeen rentang respons klien ditinjau dari


interaksinya dengan lingkungan social merupakan suatu kontinum
yang terbentang antara respon adaptif dengan maladaptive sebaga
iberikut:

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Merasa sendiri Menarik diri


Otonomi Depedensi Ketergantungan
Bekerja sama Curiga Msnipulasi
Interdependen Curiga

a) Respon Adaptif:
Respons yang masih dapat diterima oleh norma-norma
social dan kebudayaan secara umum serta masih dalam batas
normal dalam menyelesaikan masalah

8
1) Menyendiri: respons yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang terjadi di lingkungan sosialnya.
2) Otonomi: kemampuan individu untuk menetukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan social.
3) Bekerja sama: kemampuan individu yang saling
membutuhkan satu sama lain.
4) Interdependen: saling ketergantuangan antara individu
dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.

b) Respons Maladaptif:
Renspons yang diberikan individu yang menyimpang dari
normal social. Yang termasuk respons maladaptif:

1) Menarik diri: seseorang yang mengalami kesulitan dalam


membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
2) Ketergantungan: seseorang gagal mengembangkan rasa
percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain.
3) Manipulasi: seseorang yang mengganggu orang lain sebagai
objek individu sehingga tidak dapat membina hubungan
social secara mendalam.
4) Curiga: seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
terhadap orang lain.
5) Impulsif : seseorang yang tidak mampu merencanakan
sesuatu dan tidak bisa belajar dari kejadian masalalu.
6) Narkisisme : seseorang yg memiliki harga diri rapuh dan
ingin mendapatkan pujian, egodentris, suka marah jika
orang tidak mendukungnya.

2.2.3 Pathway Isolasi Sosial

Penolakan dari

orang lain

Ketidak percayaan

9 diri
Kecemasan dan ketakutan

ketakutan

Putus asa terhadap hubungan

dengan orang lain

Sulit dalam mengembangkan

berhubungan dengan orang lain

Menarik diri dari

lingkungan (regresi)

Tidak mampu

berinteraksi dengan orang

lain

ISOLASI

SOSIAL
2.3 Tanda dan Gejala

Gejala subjektive

a. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.


b. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
c. Respons verbal kurang dan sangat singkat.
d. Klien mengatakan hungan yang tidak berarti dengan orang lain.
e. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
f. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.

10
g. Klien merasa tidak berguna.
h. Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
i. Klien merasa ditolak.

Gejala objective

a. Klien banyak diam dan tidak mau bicara.


b. Tidak mengikuti kegiatan.
c. Banyak berdiam diri di kamar.
d. Klien menyendiri dan tidak mampu berinteraksi dengan orang yang
terdekat,
e. Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.
f. Kontak mata kurang,
g. Kurang spontan.
h. Apatis (acuh terhadap lingkungan).
i. Ekspresi wajah kurang berseri.
j. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
k. Mengisolasi diri.
l. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
m. Masukan makanan dan minuman terganggu.
n. Retensi urin dan feses.
o. Aktivitas menurun.
p. Kurang energi (tenaga).
q. Rendah diri
r. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada
posisi tidur).

2.4 Proses Keperawatan

2.4.1 Pengkajian

Pengkajian adalah dasr utama dari proses keperawatan. Tahap


pengkajian terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan
atau masalah klien.Data yang dikumpulkan melalui data biologis,

11
psikologis, social dan spiritual. Isolasi social adalah keadaan seorang
individual yang mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak
mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima kesepian dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain.

Untuk mengkaji pasien isolasi social dapat menggunakan


wawancara dan observasi kepada pasien dan keluarga. Pertanyaan
berikut dapat ditanyakan pada waktu wawancara untuk mendapatkan
data subjektifL:

a) Bagaimana pendapat pasien tentang orang-orang disekitarnya


(keluarga atau tetangga)
b) Apakah pasien punya teman dekat? Bila punya siapa teman dekat
itu
c) Apa yang membuat pasien tidak memiliki orang terdekat
dengannya?
d) Apa yang pasien inginkan dari orang-orang disekitarnya?
e) Apakah ada perasaan tidak aman yang dialami oleh pasien?
f) Apa yang menghambat hubungan harmonis antara pasien dengan
orang-orang disekitarnya?
g) Apakah pasien merasa bahwa waktu begitu lama berlalu?
h) Apakh pernah ada perasaan ragu untuk melanjutkan kehidupan?

Adapun isi dari pengkajian tersebut adalah:

1) Identitas klien
Melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang biodata dan
sumber data yang didapat
2) Alasan masuk
Apa yang menyebabkan klien dan keluarga datang, atau dirawat di
rumah sakit, biasanya berupa menyendiri (menghindar dari orang
lain), komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar,
menolak interaksi dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan

12
sehari-hari, dependen, perasaan kesepian, merasa tidak aman berada
dengan orang lain, merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu,
tidak mampu berkonsentrasi, merasa tidak berguna dan merasa tidak
yakin dalam melangsungkan hidup. Apakah sudah tau penyakit
sebelumnya, apa yang sudah dilakukan keluarga untuk mengatasi
maslah ini.
3) Faktor predisposisi
Menanyakan apakah keluarga mengalami gangguan jiwa, bagaimana
hasil pengobatan sebelumnya, apakah pernah melakukan atau
mengalami kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan atau frustasi berulang,
tekanan dari kelompok sebaya, perubahan struktur social, terjadi
trauma yang tiba-tiba misalnya harus di operasi, kecelakaan,
perceraian, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang
terjadi (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba),
mengalami kegagalan dalam pendidikan maupun karier, yang tidak
menghargai klien atau perasaan negative terhadap diri sendiri yang
berlangsung lama.

Faktor-faktor predisposisi terjadinya gangguan hubungan social,


adalah:
1. Faktor perkembangan
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada
tugas perkembangan yang harus dilalui individu dengan sukses
agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan social.Tugas
perkembangan pada masing masing tahap tumbuh kembang ini
memiliki karakteristik tersendiri. Apabila tugas ini tidak
terpenuhi, akan mencetuskan seseorang sehingga mempunyai
respon masalah maladaptive.
2. Faktor biologis
Genetic merupakan salah satu faktor pendukung
gangguan jiwa. Berdasarkan hasil penelitian, pada penderita
skrizofenia 8% kelainan padaterhadap hubungan merupakan

13
faktor struktur otak, seperti atrofi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak seperti perubahan struktur
imbik diduga dapat menyebabkan skrizofenia.
3. Faktor social budaya
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan
berhubung. Ini akibat dan norma yang tidak menghargai
anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang
cacat, dan penyakit kronik. Isolasi social dapat terjadi karena
mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang berbeda
dan kelompok budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis
terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan
dengan gangguan ini.
4. Faktor komunikasi
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan
faktor pendukung unttuk terjadinya gangguan dalam
berhubungan social. Dalam teori ini termasuk masalah
komunikasi yang tidak jelas yaitu suatu keadaan dimana
seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling
bertentangan dalam waktu bersamaan, ekspresi emosi yang
tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan
dengan lingkungan diluar keluarga
4) Stressor Presipitasi
Umumnya mencakup kejadian kehidupan yang oenuh stress
seperti kehilangan, yang mempengaruhi kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Stressor
presipitasi dapat dikelompokkan dalam kategori:
1. Stressor social budaya
Stress dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor lain dan faktor
keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan
berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya
dirawat dirumah sakit.
2. Stressor psikologis

14
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
Intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu mengatasi masalah diyakini
akn menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan
(isolasi social)
5) Pemeriksan fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan
tanyakan apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien.
6) Psikososial
a. Genogram
Genogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari
pola komunikasi pengambilan keputusan dan pola asuh.
b. Konsep diri
a) Gambaran diri
Tanyakan presepsi klien terhadapntubuhnya, bagian tubuh
yang disukai, reaksi klien terhaap bagian tubuh yang tidak
disukai. Pada klien dengan isolasi social, klien menolak
melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak
menerima bagian tubuh yang terjadi dan akan terjadi,
menolak penjelsan perubahanbentuk tubuh, presepsi negative
tentang tubuh, preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang,
mengungkapkan perasaan keputusan, mengungkapkan
ketakutan.
b) Identitas diri
Klien dengan isolasi social mengalami ketidakpastian
memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak
mampu mengambil keputusan.
c) Fungsi peran
Tugas atau peran klien dalam keluarga/pekerjaan/kelompok
masyarakat, kemampuan klien dalam melaksanakan fungsi
atau peranyya, dan bagaimana perasaan akibat perubahan

15
tersebut. Pada klien dengan isolasi social bisa berubah atau
berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses
menua, purus skolah, PHK, perubahan yang terjadi saat klien
sakit dan dirawat.
d) Ideal diri
Harapan klien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi,
tugas, peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan
klien terhadap lingkungan, harapan klien terhadap
penyakitnya, bagaimana jika kenyataan tidak sesuai dengan
harapannya. Pada klien dengan isolasi social cenderung
mengungkapakan keputusan karena penyakitnya,
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap
diri sendiri, gangguan hubungan social, merendahkan
martabat, menciderai diri, dan kurang percaya diri.
c. Hubungan social
Dalam setiap interaksi dengan klien, perawat harus menyadari
luasnya dunia kehidupan klien.Siapa orang yang berarti dalam
kehidupan klien, tempat mengadu, bicara minta bantuan atau
dukungan baik ecara material maupun non-material. Peran serta
dalam kegiata kelompok/ masyarakat social apa saja yang diikuti
dilingkungan. Pada penderita ISOS perilaku social terisolasi atau
sering menyendiri, cenderung menarik diri dari lingkungan
pergaulan, suka melamun, dan berdiam diri. Hambatan klien
dalam menjalin hubungan soial oleh karena malu atau merasa
adanya penolakan oleh orng lain.
d. Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah/menjalankan keyakinan,
kepuasan dalam menjalankan keyakinan.
7) Status mental
1. Penampilan

16
Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kak.
Pada klien dengan isolasi social mengalami defisit perawatan
diri (penampilan tidak rapi, penggunaan pakaian tidak sesuai,
cara berpakaian tidak seperti biasanya, rambut kotor, rambut
seperti tidak pernah disisir, gigi kotor kuning, kuku panjang dan
hitam).
2. Pembicaraan
Tidak mampu memulai pembicaraan,berbicara hanya jika
ditanya. Cara berbicara digambaran dalam frekuensi (kecepatan,
cepat/lambat) volume (keras/lembut) jumlah (sedikit, membisu,
ditekan) dan karakteristiknya (gugup, kata-kata berbicara yang
pelan (lambat, lembut, sedikit/membisu, dan menggunakan kata-
kata simbolik).
3. Aktivitas motoric
Klien dengan isoasi social cenderung lesu dan lebih sering
duduk menyendiri, berjalan pean dan lemah.Aktivitas motorik
menurun, kadang ditemukan hipoksia dan katelepsi.
4. Afek dan emosi
Klien dengan isolasi social cenderung datar (tidak ada
perubahan roman muka pada saat ada stimulus yang
menyenangkan atau menyedihkan) dan tumpul (hany bereaksi
bila ada stimulus emosi yang sangat kuat).
5. Interaksi selama wawancara
Klien dengan isolasi social kontak mata kurang (tidak mau
menatap lawan bicara), merasa bosan dan cenderung tidak
kooperatif (tidak konsentrasi menjawab pertanyaan
pewawancara dengan spontan). Emosi ekspresi sedih dan
mengekspresikan penolakan atau kesepian pada orang lain.
6. Presepsi-Sensori
Klien dengan isolasi social beresiko mengalami gangguan
sensori/pengelihatan halusinasi.
7. Proses pikir

17
a. Peroses pikir
b. Arus: bloking (pembucaraan terhenti tiba-tiba tanpa
gangguan dari luar kemudian dilanjutkan kembali).
c. Bentuk piker: Otistik (autism) yaitu bentuk pemikiran yang
berupa fantasia atau lamunan untuk memuaskan keinginan
yang tidak dapat dicapainya. Hidup dalam pikirannya
sendiri, hanya memuaskan keinginannya tanpa peduli
sekitarnya, menandakan ada distorsi arus assosiasi dalam
diri klien yang dimanifestasikan dengan lamunan yang
cenderung menyenangkan dirinya.
d. Isi fikirI Social isolation (pikiran isolasi social) yaitu isi
pikiran yang berupa rasa terisolasi, tersekat, terkucul,
terpencil dari lingkungan sekitarnya/masyarakat, merasa
ditolak, tidak disukai orang lain, dan tidak enak berkumpul
dengan orang lain sehingga sering menyendiri.
8. Tingkat kesadaran
Pada klien dengan isolasi social cenderung bingung, kacau
(perilaku yang tidak mengarah pada tujuan) dan apatis (acuh tak
acuh)
9. Memori
Klien tidak mengalami gangguan memori, dimana klien sulit
mengingat hal-hal yang terjadi oleh karena menurunnya
konsentrasi.
10. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Pada klien dengan isolasi social tidak mampu berkonsentrasi:
klien selalu minta agar pertanyaan diulang karena tidak bisa
menangkap apa yang ditanyakan atau tidak dapat menjelaskan
kembali pembicaraan.
11. Daya tilik
Pada klien dengan isolasi social cenderung mengingkari
penyakit yang diderita: klien tidak menyadari gejala penyakit
(perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu

18
meminta pertolongan/klien menyangkal keadaan penyakitnya,
klien tidak mau bercerita tentang penyakitnya.
8) Koping penyelesaian masalah
Mekanisme yang sering digunakan pada isolasi social adalah regresi,
represi, dan isolasi.

1. Regresi adalah mundur kemasa perkembangan yang telah lain


2. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang tidak
dapat diterima, secara sadar dibendung supaya jangan tiba di
kesadaran.
3. Isolasi adalah mekanisme mental yang tidak sadar yang
mengakibatkan timbulanya kegagalan defensive dalam
menghubungkan perilaku dengan motivasi atau pertentangan
antara sikap dan perilaku.

2.4.2 Data Yang Perlu Dikaji

Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji


Isolasi Sosial Subjektif :
- Klien mengatakan malas
bergaul dengan orang lain
- Klien mengatakan dirinya tidak
ingin ditemani perawat an minta
untuk sendirian
- Klien mengatakan tidak mau
berbicara dengan orang lain
- Tidak mau berkomunikasi
- Data tentang klien biasanya di
dapat dari keluarga yang
mengetahui tentang klien
Objektif :
- Kurang spontan
- Apatis
- Ekspresi wajah kurang berseri

19
- Tidak merawat diri dan tidak
memperhatikan kebersihan diri.
- Tidak ada / kurang komunikasi
ferbal
- Mengisolasi diri
- Tidak / kurang sadar terhadap
lingkungan sekitar
- Asupan makan dan minuman
terganggu
- Retensi urin dan feses
- Aktifitas menurun
- Kurang berenergi atau
bertenaga
- Rendah diri
- Poster tubuh berubah

2.4.3 Diagnosa Keperawatan

1. Isolasi social
2. Harga diri rendah kronis
3. Perubahan presepsi sensori: Halusinasi
4. Koping individu tidak efektif
5. Intoleransi aktivitas
6. Defisit perawatan diri

2.4.4 Pohon Masalah

Resiko Halusinasi (efek)

Isolasi Sosial (core problem)

20
Harga Diri Rendah (causa)

2.4.5 Nursing Care Plane (NCP)

Rencana Keperawatan Klien Dengan Isolasi Sosial

Perencanaan
Tujuasn kriteria hasil Intervensi Rasional
Tujuan Umum:
Klien dapat
berinteraksi
dengan orang lain.
TUK I: kriteria evaluasi: 1.1 Bina hubungan Hubungan
Klien dapat Klien dapat saling percaya saling percaya
membinahubungan a. Klien mau dengan merupakan
saling percaya menjawab menggunakan langkah awal
salam prinsip untuk
b. Klien mau komunikasi menentukan
berjabattanga terapeutik keberhasilan
n a. Sapa klien rencana
c. Klien mau dengan ramah selanjutnya
menjawab ,baik verbal
pertanyaan maupun non
d. Ada kontak verbal
mata b. Perkenalkan
e. Klien mau diri dengan
duduk sopan
berdampingan c. Tanya nama
dengan lengkap klien
perawat dan nama
pangilan
yang disukai

21
Klien
d. Jelaskan
tujuan
pertemuan
e. Jujur dan
menepati janji
f. Tunjukan sikap
empati dan
menerima
klien apa
adanya
g. Beri perhatian
pada klien
TUK 2: Kriteria evaluasi: a. Kaji pengetahuan Dengan
Klien dapat Klien dapat klien tentang mengetahui
menyebutkan menyebutkan perilaku menarik tanda-tanda dan
penyebab perilaku penyebab diri dan tanda- gejala menarik
menarik diri perilaku menarik tandanya diri akan
diri yang berasal b. Beri kesempatan menentukan
klien untuk
dari : mengungkapkan langkah
a. Diri sendiri perasaan penyebab intervensi
menarik diri atau
b. Orang lain tidak mau bergaul selanjutnya.
c .Diskusikan
c. Lingkungan
bersama klien
tentang perilaku
menarik diri,
tanda dan gejala.
d. Berikan pujian
terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaanya,

22
Perencanaan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
TUK 3: Kriteria Evaluasi: 3.1 Kaji pergetahuan klien Reinforcem
tentang keuntungan dan
manfaat bergaul dengan ent dapat
Klien dapat a. Klien dapat
orang lain meningkatk
menyebutkan menyebutkan 3.2 Beri kesempetan klien
untuk mengungkapkan an hargadiri
tentang tentang perasaannya tentang
keuntungan keuntungan keuntungan
berhubungan dengan
berhubungan berhubungan dengan orang lain
3.3 Diskusikan bersama
dengan orang dengan orang klien tentang manfaat
lain dan lain.misal berhubungan
berhubungan dengan
kerugian tidak banyak teman orang lain.
3.4 Kaji pengetahuan klien
berhubungan ,tidak sendiri
tentang ke rugian bila
dengan orang ,bisa tidak berhubungan
dengan orang lain.
lain diskusi,dll. 3.5 Beri kesempatan
b. Klien dapat kepada klien untuk
mengungkapkan
menyebutkan perasaan tentang
kerugian bila tidak
tentang berhubungan dngan
kerugian tidak orang lain
3.6 Diskusikan bersama
berhubungan klien tentang kerugian
tidak berhubungan
dengan orang dengan orang lain
lain misal: 3.7 Ben reinforcement
positif terhadap
sendiri tidak kemampuan
mengungkapkan
punya teman,
perasaan tentang
sepi,dll. kerugian tidak
berhubungan dengan
orang lain

TUK 4: Kriteria Evaluasi : 4.1 Kaji kemampuan klien Mengetahui


membina hubungan sejauh
Klien dapat Klien dapat
dengan orang lain mana
Melaksanakan Mendemonstrasika
4.2 Doreng dan bantu pengetahua
hubungan sosia l n hubungan sosia l
klien untuk n Klien

23
secara secara secara secara berhubungan dengan berhubunga
bertahap. bertahap. orang lain melalui : n dengan
a. Klien-perawat orang lain
a) Klien-perawat
b. Klien-perawat-
b) Klien-perawat-
perawat lain
perawat lain .
c. Klien- perawat-
c) Klien- perawat-
perawat lain-klien
perawat lain-
lain
klien lain
d. Klien-kelompok
d) Klien-kelompok
kecil
kecil
e. Klien-keluarga/
Klien-keluarga/
kelompok
kelompok
/masyarakat
/masyarakat
4.3 Beri reinforcement
terhadap keberhasilan
yang yang telah
dicapai di rumah
nanti.
4.4 Bantu klien untuk
merevaluasi manfaat
berhubungan dengan
orang lain
4.5 Diskusikan jadwal
harian yang dapat
dilakukan bersama
klien dalam mengisi
waktu
4.6 Motivasi klien untuk
mengikuti kegiatan
terapi Aktivitas
kelompok sosialisasi.
4.7 Beri reinforcement

24
atas kegiatan klien
dalam kegiatan
ruangan

Perencanaan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
TUK 5: Kriteria Evaluasi : 5.1 Dorong klien Agar klien
lebih percaya
mengungkapkandiri
Klien dapat Klien dapat
mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
mengungkapkan perasaannya setelah dengan orang
berhubungan dengan berhubungan lain
perasaannya mengetahui
orang lain untuk : dengan orang lain sejauh mana
setelah a. Diri sendiri
5.2 Diskusikan pengetahuan
berhubungan b. Orang lain klien tentang
dengan klen kerugian bila
dengan orang tidak
manfaat berhubungan
lain
berhubungan dengan orang
lain
dengan orang lain
5.3 Beri
reinforcement
positif atas
kemampuan
klien
mengungkapkan
perasaan manfaat
berhubungan
dengan orang lain
TUK 6: Kriteria Evaluasi : 6.1 BHSP dengan Agar klien
lebih percaya
keluarga diri dan tahu
Klien dapat Keluarga dapat:
akibat
memberdayakan a. Salam, berhubungan
a. Menjelaskan dengan orang
sistem perkenalan lain
Perasaannya
pendukung atau b. Sampaikan Mengetahui
b. Menjelaskan cara. sejauh mana
keluarga atau tujuan pengetahuan
merawat klien klien tentang

25
keluarga mampu menarik diri c. Membuat membina
hubungan
mengembangkan c. Mendemonstrasik kontrak dengan orang
kemampuan an cara perawatan d. Eksplorasi lain

klien untuk menarik diri perasaan


berhubungan d. Berpartisipasi keluarga
dengan orang dalam perawatan 6..2 Diskusikan
lain . menarik diri dengan anggota
keluarga
tentang:

a. Perilaku
menarik diri
b. Penyebab
perilaku
menarik diri.
c. Cara keluarga
menghadapi
klien yang
sedang
menarik
6.3 Dorong anggota
keluarga untuk
memberikan
dukungan
kepada klien
berkomunikasi
dengan orang
lain

6.4 Anjurkan
anggota keluarga
untuk secara
rutin dan

26
bergantian
mengunjungi
klien minimal 1x
seminggu

6.5 Beri
reinforcement
atas hal-hal yang
telah dicapai
oleh keluarga

2.4.6 Srategi Komunikasi (SP) Berdasarkan Pertemuan

 SP 1 Pasien:
1. Identifikasi penyebab:
a) Siapa yang satu rumah dengan pasien?
b) Siapa yang dekat dengan pasien? Dan apa sebabnya?
c) Siapa yang tidak dekat dengan pasien? Dan apa penyebabnya?
2. Keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain
3. Latihan berkenalan
4. Masukkan jadwal kegiatan pasien

 SP 2 Pasien
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien (SP 1)
2. Melatih berhubungan social secara bertahap (pasien dan
keluarga)
3. Memasukkan kedalam jadwal harian.

 SP 3 Pasien
1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan 2)
2. Latih ADL (Kegiatan sehari – hari), cara bicara
3. Masukkan kedalam kegiatan jadwal klien

27
 SP 1 Keluarga
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
klien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi social serta
protes terjadinya
3. Menjelaskan cara merawat klien dengan isolasi social
4. Bermain peran dalam merawat pasien isolasi social (Simulasi)
5. Menyusun RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat pasien

 SP 2 Keluarga
1. Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1)
2. Melatih keluarga merawat langsung klien dengan isolasi social
3. Menyusun RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat klien

 SP 3 Keluarga
1. Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1,2)
2. Evaluasi kemampuan klien
3. Rencana tindak lanjut keluarga dengan follow up dan rujukan.

2.4.7 Evaluasi
Kemampuan pasien dan keluarga

PENILAIAN KEMAMPUAN PASIEN DAN KELUARGA PASIEN


DENGAN MASALAH ISOLASI SOSIAL

Nama pasien : ..........


Ruangan : ..........
Nama perawat : ..........
Petunjuk pengisian :
1. Berilah tanda (V) jika pasien dan keluarga mampu melakukan kemampuan di
bawah ini.
2. Tuliskan tanggal setiap dilakukan supervisi.

28
No Kemampuan Tgl Tgl Tgl Tgl
A Pasien
1. Menyebutkan penyebab isolasi sosial.
2. Menyebutkan keuntungan berinteraksi dengan
orang lain.
3. Menyebutkan kerugian tidak berinteraksi dengan
orang lain.
Berkenalan dengan satu orang.
5. Berkenalan dengan dua orang atau lebih.
6. Memiliki jadwal kegiatan berbincang – bincang
dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan
harian.
7. Melakukan perbincangan dengan orang lain
sesuai jadwal harian.
B Keluarga
1. Menyebutkan pengertian, penyebab, tanda dan
gejala isolasi sosial.
2. Menyebutkan cara – cara merawat pasien dengan
isolasi sosial.
3. Mendemonstrasikan cara merawat pasien dengan
isolasi sosial.
4. Menyebutkan tempat rujukan yang sesuai untuk
pasien isolasi sosial.

1. Kemampuan Perawat

PENILAIAN KEMAMPUAN PERAWAT DALAM MERAWAT PASIEN


DENGAN ISOLASI SOSIAL

Nama Pasien :
Ruangan :
Nama Perawat :

No Kemampuan Tanggal

A. Pasien
SP I p

29
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi
sosial.
2. Berdiskusi dengan pasien tentang
keuntungan berinteraksi dengan orang
lain.
3. Berdiskusi dengan pasien tentang
kerugian berinteraksi dengan orang lain.
4. Menganjurkan pasien cara berkenalan
dengan satu orang.
5. Menganjurkan pasien memasukkan
kegiatan latihan berbincang – bincang
dengan orang lain dalam kegiatan
harian.
Nilai SP I p
SP II p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien.
2. Memberikan kesempatan kepada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan
satu orang.
3. Membantu pasien memasukkan
kegiatan berbincang – bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan
harian.
Nilai SP II p
SP III p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien.
2. Memberikan kesempatan kepada
berkenalan dengan dua orang atau lebih.
3. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
Nilai SP III p
B. Keluarga
SP I k
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat pasien.
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
gejala isolasi sosial yang dialami pasien
beserta proses terjadinya.

30
3. Menjelaskan cara – cara merawat pasien
isolasi sosial.
Nilai SP I k
SP II k
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara
merawat pasien dengan isolasi sosial.
2. Melatih keluarga melakukan cara
merawat langsung kepada pasien isolasi
sosial.
Nilai SP II k
SP III k
2.1.1.1.1.1.1
Membantu keluarga membuat jadwal
aktivitas di rumah termasuk minum obat
(discharge planning)
Menjelaskan follow up pasien setelah
pulang.
Nilai SP III k
Total nilai : SP p + SP k
Rata-rata

31
BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1 Kasus

Nn. Y masuk RSJ pada tanggal 28 Oktober 2020 pukul 09.00 WIB,

keluarga klien mengatakan masuk RSJ karena sering menyendiri dan merasa di

tolak di lingkungan keluarganya, semenjak dia berhenti dari pekerjaanya sebagai

buruh pabrik di Mojokerto. Padahal klien anak paling tua dan di jadikan sebagai

tulang punggung di keluarganya. Semenjak saat itu klien merasa dirinya tidak

berguna di keluarganya. Selain itu keluarga klien juga mengatakan klien tidak

mau bergaul dengan orang lain, tidak banyak bercakap-cakap, banyak melamun,

mengurung diri dan sering menyendiri. Kebanyakan klien selalu berdiam diri di

kamar dan kurang bersosialisasi baik dengan orang yang berada di rumahnya dan

tetangga sekitarnya, serta klien selalu pesimis, ragu, dan tidak mampu

merumuskan keinginan, dan selalu merasa tertekan. Keluarga mengatakan ia

sudah dua kali masuk RSJ, pertama kali pada tahun 2017 karena klien sering

melempari batu ke rumah tetangga-tetangganya sehingga membahayakan orang

disekitarnya, dan yang kedua kalinya adalah sekarang, klien dimasukan ke RSJ

karena klien selalu berdiam diri dan tidak bersosialisasi, baik dengan keluarganya

dan orang disekitarnya. Dari hasil pengkajian dijumpai klien sering berbicara

sendiri dan mendengar bisikan-bisikan halus untuk lari dari RSJ ini, selain itu

didapatkan rambut dan pakaian tidak tertata rapi, klien tampak kotor, gigi kuning,

kuku hitam dan panjang.kontak mata kurang, kalau di tanya klien cenderung

blocking, apatis. TD : 120/90 mmHg, N : 86 x/menit . RR : 24 x/menit. S : 37o C

32
3.2 Faktor Predisposisi

1. Riwayat gangguan jiwa


Klien mengatakan ia sudah dua kali masuk RSJ, pertama kali pada
tahun 2017 karena klien sering melempari batu ke rumah tetangga –
tetangganya sehingga membahayakan orang disekitarnya, dan yang
kedua kalinya adalah sekarang, klien dimasukan ke RSJ karena klien
selalu berdiam diri dan tidak bersosialisasi, baik dengan keluarganya
dan orang disekitarnya.
2. Riwayat pengobatan
Keluarga klien mengatakan bahwa klien pernah dibawa berobat tetapi
tidak ada perubahan (kurang berhasil).Selain itu pada tahun 2017 klien
pernah di rawat di RSJ, namun setelah pulang dari RSJ klien sempat
sembuh dan mulai bekerja lagi menjadi buruh pabrik di Surabaya, tapi
semenjak Nn. Y di keluarkan dari pabrik ia cenderung hanya berdiam
diri di kamar dan tidak pernah bersosialisasi.
3. Riwayat penganiayaan
Keluarga klien tidak pernah mengalami penganiayaan fisik, seksual dan
tindakan criminal.
4. Riwayat anggota keluarga yang gangguan jiwa
Keluarga klien mengatakan bahwa di keluarganya tidak ada yang
mengalami gangguan jiwa.
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Keluarga klien mengatakan dari masa sekolah hingga sekarang ia tidak
pernah mengalami kejadian yang tidak menyenangkan.

3.3 Strategi Pelaksanaan (SP)

Diagnose Pasien Keluarga


Keperawatan

Isolasi sosial: SP 1 SP 1

menarik diri A. Identifikasi penyebab: A. Identifikasi masalah

33
 Siapa yang satu rumah yang dihadapi
dengan Nn.Y? keluarga dalam
 Siapa yang dekat merawat pasien.
dengan Nn.Y? Apa B. Penjelasan Isolasi
sebabnya? social
 Siapa yang tidak dekat C. Cara merawat Isolasi
dengan Nn.Y? Apa social.
sebabnya? D. Latih (stimulasi).
B. Keuntungan dan kerugian RTL keluarga/ jadwal
berinteraksi dengan keluarga untuk
oranglain. merawat Nn.Y
C. Latih berkenalan
D. Masukkan jadwal kegiatan
pasien.

SP 2 SP 2

A. Evaluasi SP 1 A. Evaluasi SP 1.
B. Latihan berhubungan social B. Latih (langsung ke
secara bertahap (pasien dan Nn.Y)
keluarga) C. RTL keluarga/ jadwal
C. Masukkan jadwal kegiatan keluarga untuk
Nn.Y merawat NnY.
SP 3 SP 3

A. Evaluasi kegiatan SP 1,2. A. Evaluasi SP 1 dan 2.


B. Latih ADL (kegiatan sehari- B. Latih (langsung ke
hari), cara bicara. Nn.Y)
C. Masukkan jadwal kegiatan C. RTL keluarga/ jadwal
Nn.B. keluarga untuk
merawat Nn.B.
SP 4 SP 4

A. Evaluasi SP 1, 2, 3. A. Evaluasi kemampuan

34
B. Latihan ADL (kegiatan keluarga
sehari-hari), cara bicara. B. Evaluasi kemampuan
C. Masukkan jadwal kegiatan Nn.Y
Nn.Y C. Rencana tindak lanjut
keluarga:
a. Follow up
b. Rujukan

35
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN ( SPTK )

PADA Nn.Y DENGAN ISOLASI SOSIAL

RSJ BINA SEHAT PPNI

Nama : Erna Pangestuti Hari/ Tanggal : 26 Oktober 2020


Masalah Keperawatan : Isolasi Sosial Jam : 11.30 WIB
Pertemuan : Ke – 1

Proses Keperawatan

1.) Kondisi: Pasien terlihat menyendiri dengan pandangan kosong, rambut dan
pakaian tidak tertata rapi, klien tampak kotor, gigi kuning, kuku hitam dan
panjang
2.) Diagnosa : Isolasi Sosial
3.) Tujuan : - TUK 1 Klien dapat membina hubungan saling percaya.
- TUK 2 Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.
- TUK 3 Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan
dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain.
- TUK 4 Klien dapat melaksanakan hubungan soial secara
bertahap.
4.) Tindakan Keperawatan : SP 1 (Pasien)
a. Mengidentifikasi penyebab:
a) Siapa yang satu rumah dengan pasien?
b) Siapa yang dekat dengan pasien? Apa sebabnya?
c) Siapa yang tidak dekat dengan pasien? Apa sebabnya?
b. Keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain.
a) Melatih berkenalan.
b) Memasukkan dalam daftar kegiatan pasien.

36
Strategi Komunikasi

A. Tahap Orientasi
a) Salam Terapuetik
“Selamat siang perkenalkan nama saya Erna Pangestuti,
biasanya dipanggil Erna. Saya mahasiswi Ners dari Stikes Bina
Sehat PPNI Mojokerto. Disini saya yang akan merawat Mbak
selama satu minggu ke depan. Kalau boleh tahu nama Mbak siapa?
dan senangnya dipanggil apa?”.

b) Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan Mbak siang ini? Kalau perasaan saya
sedang senang, karena hari ini dapat bertemu dengan Mbak.”
“Hari ini Mbak senang tidak bisa bertemu dengan saya?”

c) Kontrak
- Topik :
“Mbak, bagaimana kalau hari ini kita mengobrol, Bagaimana
Mbak mau tidak ? Nanti Mbak juga dapat bercerita kepada saya
kenapa kok Mbak lebih suka menyendiri, saya akan
mendengarkan Mbak dengan baik.”

- Waktu :
“Mbaknya mau mengobrol berapa lama ? Bagaimana kalau
30 menit saja ? Agar Mbak dapat cerita dengan santai dan lebih
nyaman.”

- Tempat :
“Mbak ingin mengobrol dimana ? Bagaimana jika di ruang
perawatan melati ini saja?”

B. Tahap Kerja
c
“Apakah ada pengalaman yang tidak menyenangkan ketika bergaul
dengan orang lain atau Mbak memiliki masalah dengan keluarga atau yang
lainnya?”

37
“Oh, jadi Mbak tidak suka bergaul dengan keluarga dan orang lain
karena Mbak merasa tidak dapat menjadi anak yang berguna, dan karena
berhenti dari pekerjaannya sebagai buruh pabrik?”
“Lalu kalau ada masalah Mbak biasanya sering cerita kepada siapa?”
“Oo jadi kalau ada masalah Mbak tidak cerita pada siapa- siapa dan
hanya di pendam sendiri?”
“Kira-kira mbak tahu tidak kerugian jika Mbak lebih banyak
menyendiri dari pada berinteraksi dengan orang lain?
“Ya benar mungkin kalau sendiri Mbak akan merasa lebih nyaman.
Tapi jika Mbak bersikap seperti itu lama-kelamaan Mbak pasti akan
merasa sendirian dan bosan, bahkan merasa tidak dipedulikan.”
“Ditambah lagi jika ada masalah dan tidak ada yang diajak untuk
berbagi atau di mintai pendapat membuat masalah akan menjadi
menumpuk dan Mbak jadi banyak pikiran. Kemudian jika ada masalah dan
hanya menyendiri serta berdiam diri tidak akan menyelesaikan masalah
yang Mbak hadapi.
“Sebaliknya jika Mbak suka berinteraksi dengan orang lain , kita
dapat mengeluarkan unek-unek yang ada pada diri kita, meminta pendapat
akan masalah yang kita hadapi, membuat diri kita menjadi lega setelah
bercerita kepada orang lain. Dan jika Mbak tidak suka dengan perilaku
orang lain kepada Mbak, Mbak dapat menegurnya dengan baik atau
menanyakan mengapa perilakunya seperti itu kepada Mbak.”
“Selain itu jika sering berinteraksi dengan orang lain kita juga
merasa tidak sendiri dan merasa banyak yang peduli pada diri kita, serta
akan banyak pengalaman serta informasi yang di dapat jika kita
berinteraksi dengan orang lain.”
“Sekarang Mbak sudah tahukan keuntungan dari berinteraksi dengan
orang lain?”
“Bagaimana jika sekarang saya latih Mbak untuk memulai interaksi
dengan orang lain? Mbak mau kan?”

38
“Baik Mbaknya untuk latihan atau belajar berinteraksi dengan orang
lain, yang pertama harus kita lakukan yakni menyebutkan dahulu nama
kita dan nama panggilan yang kita sukai.”
“Contohnya seperti ini, nama saya Erna Pangestuti, biasanya
dipanggil Erna.”
“Selanjutnya Mbak menanyakan nama orang yang Mbak ajak
berkenalan. Contohnya seperti ini : Nama anda siapa ? Dan senangnya
dipanggil apa?”
“Jadi seperti itu, cara memulai interaksi dengan orang lain.”
“Nah..sekarang coba Mbak praktekan! Seolah-olah Mbak belum
kenal saya.”
“ Ya, bagitu. Bagus sekali !Mbak dapat melakukannya dengan baik.”
“Setelah Mbak saling berkenalan dengan orang tersebut.Mbak bisa
melanjutkan pembicaraan dengan menanyakan tentang hal – hal yang
menyenangkan, seperti hobi atau kegiatan yang disukai, keluarga,
pekerjaan, dan sebagainya.”
“Bagaimana apakah Mbak sudah mengerti? Mudahkan melakukan
interaksi dengan orang lain.”
“Mbak hanya perlu sering melakukannya, supaya Mbak terbiasa
untuk berinteraksi dengan orang lain.”
“Ohh ya bagaimana jika kita buat jadwal untuk kegiatan hari – hari
dan kegiatan hari ini kita masukkan ke dalam jadwal tersebut?”
“Mbak tidak keberatan bukan?”

C. Tahap Terminasi
a. Evaluasi Respon Klien
- Data Subyektif :

“ Bagaimana perasaan Mbak setelah berbincang – bincang


sedikit dengan saya dan melakukan latihan berkenalan ?”
“Coba Mbak sebutkan lagi keuntungan bergaul dengan
orang lain dan kerugiannya jika tidak bergaul dengan orang lain.”

- Data Obyektif

39
Pasien dapat mengungkapkan kembali keuntungan bergaul
dengan orang lain dan kerugian tidak bergaul dengan orang lain
meskipun hanya sedikit dan agak dibantu oleh perawat. Dan
pasien mampu melakukan latihan berinteraksi atau berkenalan
dengan baik.

b. Rencana Tindak Lanjut


“Baiklah, Mbak tadi sudah bercerita alasan Mbak malas
bergaul dengan orang lain dan Mbak juga sudah mengetahui
keuntungan bergaul dengan orang lain dan kerugian jika tidak bergaul
dengan orang lain. Serta mbak juga telah melakukan latihan
berkenalan. Bagaimana kalau pertemuan selanjutnya kita berlatih
untuk berinteraksi atau bergaul dengan orang lain? nanti Mbak saya
ajari dan saya akan memberikan contoh bagaimana caranya
berinteraksi.” “Bagaimana Mbak setuju tidak?”

c. Kontrak Akan Datang


- Topik :
“Baiklah Mbak, saya rasa cukup perbincangan kita untuk
pertemuan kali ini.
“Bagaimana jika nanti kita coba mempraktekan langsung
untuk berkenalan ke orang lain?”
“Kira-kira selain saya, Mbak ingin coba berkenalan pada
siapa ? Bagaimana jika kita coba ke salah satu perawat yang lain?”
“Apakah Mbak setuju ?”

- Waktu :
“Kalau Mbak mau, bagaimana kalau jam 13.00 saja?”

- Tempat:
“Mbak ingin melakukan pertemuan selanjutnya dimana ?
Apa tetap di sini atau di tempat lain? Bagaimana kalau tetap di sini
saja?”

40
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN ( SPTK )

PADA Nn. Y DENGAN ISOLASI SOSIAL

RSJ BINA SEHAT PPNI

Nama : Erna Pangestuti


Pertemuan : Ke – 2
Hari/ Tanggal : 27 Oktober 2020
Jam : 13.00 WIB

Proses Keperawatan

1.) Kondisi: Pasien tidak mau bergaul dengan orana lain, dan rambut kusam
serta tidak tetata.Namun klien sudah mengetahui keuntungan dan kerugian
jika tidak berinteraksi dengan orang lain.
2.) Diagnosa: Isolasi Sosial
3.) Tujuan :
a. TUK 4 Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.
b. TUK 5 Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan
dengan orang lain.
4.) Tindakan Keperawatan : SP 2 ( Pasien )
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian klien SP 1
b. Melatih berhubungan sosial secara bertahap ( pasien dan keluarga ).
c. Masukkan Kedalam jadwal kegiatan harian.

Strategi Komunikasi
A. Tahap Orientasi
a. Salam terapeutik
” Selamat pagi Mbak ? Bertemu dengan saya lagi, masih ingat
kan ? Saya harap Mbak tidak bosan bertemu dengan saya.”

41
b. Evaluasi/ Validasi
”Bagaimana perasaan Mbak pagi ini? Saya harap secerah cuaca
hari ini.”
“Apakah Mbak masih ingat dengan apa yang saya diajarkan
kemarin tentang bagaimana cara memulai interaksi dengan orang
lain?”

c. Kontrak
- Topik :
Oh iya, Mbak masih ingat tidak kita mau ngapain hari ini? “
“Hari ini kita akan latihan berinteraksi atau belajar
berkenalan dengan salah satu perawat dari Ruang Melati, Mbak
seperti yang telah kita sepakati kemarin? Bagaimana, apakah Mbak
sudah siap ?

- Waktu :
Kira-kira Mbak butuh waktu berapa lama untuk melakukan
latihan interaksi dengan perawat mbak ?” Bagaimana kalau 30
menit saja?”

- Tempat :
“Mbak ingin melakukan belajar interaksi dengan orang lain
dimana? Bagaimana jika di ruang perawatan saja ?

B. Fase Kerja
“Mbak tunggu disini sebentar ya! Saya akan memanggilkan perawat
dari Ruang Melati terlebih dahulu. Nanti Mbak melakukan seperti yang
sudah saya contohkan kepada Mbak ya! Mbak tidak perlu malu jika
melakukan interaksi dengan orang lain, bukankah kita sudah belajar
kemarin? Dan Mbak pasti bisa melakukannya.”
“Ya sudah, Mbak bersiap – siap dulu.Saya akan memanggil perawat
dari Ruang Melati.”
“Baiklah Mbak, ini perawat dari Ruang Melati yang akan pertama
melakukan perkenalan dengan Mbak.”

42
“Untuk melakukan perkenalan Mbak tidak perlu terburu – buru,
pelan – pelan saja saya akan mendampingi Mbak.”
“Ayo sekarang coba Mbak sebutkan nama Mbak sambil berjabat
tangan dan tanyakan nama perawat ini!
“Ya....seperti itu.Bagus sekali Mbak.
“Setelah itu, coba Mbak tanyakan asal perawat ini dan apa hobinya?”
“Bagus sekali, Mbak sudah dapat memulai interaksi dengan
oranglain.Mudah sekalikan Mbak untuk melakukan interaksi?
“Sekarang terserah Mbak ingin menanyakan hal apa pada perawat
ini?”
“Baiklah kalau begitu, latihan berkenalan untuk hari ini sampai
disini saja.Mbak sudah melakukannya dengan sangat baik.”
“Bagaimana kalau kegiatan hari ini kita masukkan ke dalam
jadwal?”

C. Tahap Terminasi
a. Evaluasi Respon Klien
- Data Subyektif
“ Bagaimana perasaan Mbak setelah melakukan latihan
berkenalan dengan perawat tadi? Apakah Mbak merasa senang
dan tidak sendirian lagi ? Bukankah menyenangkan dapat
mengenal orang lain Mbak ?”

- Data Obyektif
Pasien dapat melakukan latihan berkenalan dengan orang
lain dengan baik meskipun dengan bantuan perawat.

b. Rencana Tindak Lanjut


“ Latihan interaksi atau berkenalan hari ini yang dilakukan
Mbak cukup baik. Saya harap nanti di ruangan atau di rumah saat
Mbak bertemu dengan orang lain, Mbak tetap melakukan perkenalan
atau interaksi dengan orang lain. Supaya Mbak semakin terbiasa dan
tidak merasa sendirian.”

43
c. Kontrak Akan Datang
- Topik :
“Baiklah Mbak, saya rasa cukup sekian pertemuan kita kali
ini, bagaimana jika nanti kita latihan berkenalan dengan orang yang
berbeda lagi? Bagaimana jika nanti kita coba latihan berkenalan
dengan perawat yang lainnya lagi? Apakah Mbak setuju?”
- Waktu :
“Menurut Mbak besok enaknya kita bertemu jam berapa
Bagaimana jika jam 09.00?”
- Tempat :
“Mbaknya nanti ingin tetap di sini atau ganti Tempat?
Bagaimanan jika tetap disini saja ?”
“Kalau begitu terimah kasih atas kerjasamanya untuk Mbak,
dan jangan lupa tetap mengasah kemampuannya.”

44
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN ( SPTK )

PADA Nn. Y DENGAN ISOLASI SOSIAL

RSJ BINA SEHAT PPNI

Nama : Erna Pangestuti


Pertemuan : Ke – 3
Hari/ Tanggal : 28 Oktober 2020
Jam : 09.00 WIB

Proses Keperawatan

1.) Kondisi klien : Pasien terlihat tidak mau bergaul dengan orang lain, tidak
banyak bercakap-cakap, banyak ngelamun, mengurung diri dan sering
menyendiri .Namun klien sudah mengetahui keuntungan dan kerugian jika
tidak berinteraksi dengan orang lain. Dan sudah dapat berinteraksi dengan
perawat lain, yakni perawat ruang A.
2.) Diagnosa : Isolasi Sosial
3.) Tujuan:
a. TUK 4 Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secaraabertahap.
b. TUK 5 Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan
dengan orang lain.
4.) Rencana Tindakan Keperawatan : SP 3 ( Pasien )
a. Mengevaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan SP 2)
b. Melatih ADL ( kegiatan sehari – hari ), cara bicara.
c. Masukkan kedalam jadwal kegiatan pasien.

Strategi Komunikasi
A. Tahap Orientasi
a. Salam terapeutik:
“Selamat pagi Mbak ? Bertemu dengan saya lagi, jadi Mbak
pasti tidak lupa, tapi kalau bosan sepertinya iya.”
“ Mbak bosan tidak dengan saya? Ya, alhamdulilah kalau tidak.”

45
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Mbak pagi ini ?
“Mbak masih ingat tidak, apa saja yang sudah dilakukan pada
pertemuan satu dan pertemuan dua ?”
“Apakah Mbak sudah melakukan interaksi sosial dengan orang
lain seperti yang kita pelajari pada pertemuan sebelumnya ?”
“Kemudian ingat tidak hari ini kita akan melakukan apa?”

c. Kontrak
- Topik :
“Mbak sesuai dengan janji kita kemarin, pagi ini kita akan
melakukan latihan perkenalan dengan dua orang petugas lain yang
bekerja di rumah sakit ini dan berlatih cara merawat diri.”
“Apa ada petugas yang bekerja di sini yang ingin Mbak ajak
berkenalan?”
“Ya sudah jika tidak ada, kalau begitu saya yang akan
memilih petugas yang akan melakukan latihan berkenalan dengan
Mbak.”
- Waktu :
” Nah untuk belajar berkenalan kali ini, Mbak butuh waktu
berapa lama ? Bagaimana jika 30 menit? Mbak kan sudah pernah
latihan berkenalan dengan orang lain sebelumnya, jika akan hanya
perlu waktu singkat untuk memulainya.”

- Tempat :
“ Baiklah Mbak, sesuai perjanjian tadi pagi, kita akan
melakukan kegiatan ini di ruang perawatan saja.”

B. Fase Kerja
“Baiklah Mbak, karena saya yang memilih dua orang petugas
rumah sakit untuk latihan berkenalan dengan Mbak. Saya harap nanti
Mbak dapat mandiri melakukan latihan perkenalan seperti kemarin.”
“Ya sudah, saya panggilkan dulu petugas yang akan latihan
berkenalan dengan Mbak.”

46
“ Mbak tunggu sebentar ya!”
“Baiklah Mbak, ini dua orang petugas yang akan berkenalan
dengan Mbak, ini petugas kebersihan di rumah sakit ini, dan Bapak ini
petugas yang menjaga keamanan di rumah sakit ini.. Coba sekarang Mbak
ajak berkenalan seperti yang kita lakukan kemarin.”
“Coba pertama apa yang harus ditanyakan, Mbak jangan
malu.Orang kalau diajak berkenalan pasti senang.”
“Ya bagus...... terus selanjutnya apa lagi yang akan ditanyakan,
terserah Mbak ingin bertanya apa. Nanti gantian perawatnya juga akan
tanya tentang diri Mbak.”
“Bagus sekali, Mbak sudah semakin mahir dalam latihan
berkenalan.”
“Untuk hari ini latihan berkenalannya cukup sampai disini saja.”
“Sekarang bagaimana kalau kita latihan merawat diri, seperti menyisir
rambut. Karena jika kita bertemu orang lain, agar orang lain senang
melihat kita. Penampilan kita harus rapi Mbak.”
“Bagaimana apakah Mbak latihan merawat diri?”
“Ya sudah, kita mulai dengan menyisir rambut dan merapikan
tempat tidur.”
“Saya akan mencontohkan cara menyisir rambut terlebih dahulu.”
“Jadi Mbak dapat merapikan rambut Mbak dengan cara
menyisirnya ke satu arah. Ya bagus seperti itu Mbak!”
“Nah rambutnya sudah rapi, sekarang kita belajar menata tempat
tidur.”
“Saya akan mencontohkan bagaimana menata tempat tidur, nanti
Mbak praktekkan ya?
“Jadi, seprainya harus dilipat masuk kedalam pada setiap ujungnya
seperti ini, kemudian merapikan atasnya, dengan menata bantal serta
guling dengan rapi.”
“Kemudian kita bersihkan bagian atasnya, agar tidak berdebu dan
kotor.”
“Nah, sekarang coba Mbak praktekkan sendiri, nanti saya bantu.”

47
“ya seperti itu Mbak , tidak apa – apa jika belum bisa. Kan kita
nanti bisa belajar lagi.”

C. Tahap Terminasi
1.) Evaluasi Respon Klien
- Subyektif
“ Bagaimana perasaan Mbak setelah melakukan latihan
berkenalan dengan dua petugas tadi dan latihan merawat diri
tadi?”
- Obyektif
Pasien dapat melakukan latihan interaksi ketiga yakni
dengan dua petugas rumah sakit lain serta dapat sedikit
mempraktekakkn cara merawat diri yang sudah diajarkan.

2.) Rencana Tindak Lanjut


“ Semakin hari, Mbak semakin mahir untuk latihan berkenalan
dengan hari, ditambah tadi juga kita telah berlatih cara merawat diri,
dan Mbak dapat mempraktekkannya dengan cukup baik. Dan saya
harapkan Mbak tetap melakukan latihan merawat diri seperti yang kita
pelajari jika berada di ruangan atau di rumah.

3.) Kontrak Akan Datang


- Topik :
“Setelah kita lakukan tiga kegiatan beberapa hari ini, untuk
melihat adanya perkembangan pada Mbak, bagaimana kalau nanti
sore kita lakukan latihan interaksi sekali lagi dengan perawat yang
lain?”

- Waktu :
Jika Mbak bersedia . bagaimana jika nanti kita bertemu lagi
pukul 20.00 WIB.”

- Tempat :
Dan untuk tempatnya, bagaimana kalau kita bertemu di
ruang perawatan saja?”

48
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK)

PADA Nn. Y DENGAN ISOLASI SOSIAL

RSJ BINA SEHATP PPNI

Nama : Erna Pangestuti


Pertemuan : Ke-4
Tanggal : 29 Oktober 2020
Jam : 20.00 WIB

Proses Keperawatan
1.) Kondisi klien: Klien sudah mengetahui keuntungan dan kerugian jika tidak
berinteraksi dengan orang lain. Dan sudah dapat berinteraksi dengan 3 orang
perawat lain dan petugas rumah sakit, yakni perawat ruang A, serta tukang
kebun dan satpam.
2.) Diagnosa Keperawatan: Isolasi social
3.) Tujuan Keperawatan: TUK 6 Klien dapat memberdayakan system
pendukung ( keluarga ) atau keluarga mampu mengembangkan kemampuan
klien untuk berhubungan dengan orang lain.
4.) Rencana Tindakan Keperawatan: (SP1keluarga)
a. Mengidentifikasi masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien.
b. Menjelaskan proses terjadinya isolasi sosial.
c. Menjelaskan tentang cara merawat pasien isolasi social.
d. Menyusun RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien.

Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


A. Tahap Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, bu. Apakah bener ibu keluarga dari Nn.y ?”
perkenalkan nama saya Erna Pangestuti, saya biasa dipanggil saya

49
Erna, saya adalah mahasiswa dari STIKES BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO yang sedang praktek di sini, dan saya adalah perawat
yang bertugas pada sore hari ini.”

b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana keadaan Nn. Y ? apakah sudah ada
perkembangan?”

c. Kontrak
- Topik :
“baiklah bu, bagaimana kalau siang hari ini kita bercakap-
cakap sebentar tentang kondisi Nn. Y yang tidak mau berinteraksi
dengan orang lain dan cara mengatasinya? Dan nanti saya juga
akan memberikan beberapa informasi yang perlu ibu ketahui
untuk merawat mbak”

- Tempat:
“ ibu ingin mengobrol dimana? Bagaimana jika di ruang
perawat saja?”

- Waktu :
“ kira-kira ibu bisanya berapa lama? bagaimana kalau 30
menit saja? Apakah ibu bersedia”

B. Tahap Kerja
“kira-kira apa yang ibu ketahui tentang masalah Nn. Y ?” ya
memang benar sekali bu, Nn. Y itu tidak mau bergaul dengan orang lain,
bagan di ajak kberkomunikasi pun sulit atau tidak bahkan tidak merespon .
masalah yang di alami Nn. Y ini di sebut isolasi sosial. Ini merupakan
salah satu gejala yang di alami oleh pasien dan gangguan jiwa. Hal
tersebut biasanya terjadi karena adanya pengalaman yang tidak
menyenangkan saat berhubungan dengan orang lain, atau tidak adah
dampak positif yang di rasakan Nn. Y berinteraksi, sehingga Nn. Y
merasah bahwa berinteraksi dengan orang lain tidak berguna dan tidak
berarti.” Sehingga Nn. Y lebih suka menyendiri, karena dia merasa tidak
ada yang dapat mengerti dia untuk berbagi rasa atau pengalaman bersama.

50
Dan hal ini yang membuat Nn. Y seolah-olah dia sendiri dan tidak
memiliki teman. Jika masalah ini terus menerus dan tidak diatasi, maka
dapat berakibat lebih parah atau dapat mengarah gangguan jiwa lain nya
seperti halunisasi yaitu mendengar suara atau melihat bayangan yang
sebenarnya.” Maka dari itu,untuk menghadapi Nn. Y keluarga harus sabar
dan dapat membina hubungna saling percya dan cara bersikap peduli
dengn Nn. Y , member semangat dan dorongn kepada Nn. Y untuk
melatihkan kegiatan bersama-sama, kemudian kita dapat memberikan
pujian ke pada Nn. Y karena dapat melakukan kegiatan atau interaksi.
Pujian dapat membuat Nn. Y merasa lebih dihargai dan dapat di
pedulikan oleh orang lain.” Oleh karena itu, peran serta keluarga
berpengaruh terhadap perkembangan Nn. B. . Sekarang coba bapak
berlatih memberi pujian pada Nn. Y . Bapak/Ibu anggap saja saya ini
seolah-olah sebagai Nn. Y ?Bagaimana , apakah ibu sudah siap?
Iya,bagus sekali. Nanti jika bertemu dengna Nn. Y jangan lupa ibu
melakukan seperti itu.

D. Tahap Terminasi
1.) Evaluasi Respon Klien
- Evaluasi Subjektif :
“Nah Bagaimana perasaan ibu, setelah kita mengobrol
dengan saya? dapatkah ibu jelaskan kembali masalah yang
dihadapi Nn. Y dan bagaimana cara merawatnya?”
- Evaluasi Obyektif :
Orang tua pasien dapat menjelaskan kembali bagaimana
proses terjadinya isolasi sosial beserta penyebabnya. Dan dapat
menjelaskan kembali bagaimana cara merawat pasien. kegiatan
pasien.

2.) Rencana tindak lanjut


“baiklah bu setelah saya jelaskan tentang keadaan Nn. Y dan
penyebabnya, serta telah saya ajarkan bagaimana cara merawat Nn.
Y . Saya harap ibu dapat mengerti dan tetap melakukannya baik di
rumah sakit maupun di rumah.”

51
3.) Kontrak
- Topik :
” baiklah ibu,saya rasa cukup untuk perbincangan kita.
Silahkan ibu melihat kondisi Nn. Y terlebih dahulu. Nanti kalau
ibu kesisni lagi dapat kita lanjutkan untuk melakukan pujian
secara langsung kepasa Nn. Y seperti yang kita praktekan tadi.
Bagaimana apakah ibu bersedia?
“Kira-kira kapan ibu kesini lagi?”
“Oo dua hari lagi. Baiklah dua hari lagi kita bertemu lagi
ya bu?:

- Waktu :
“ kira-kira nanti ibu disini sampai pukul berapa?”
bagaimana jika besok kita lakukan interaksi secara langsung
pada Nn. Y pukul 10.00?”

- Tempat :
“untuk tempatnya di ruang perawat ini saja ya bu
sekarang saya permisi dulu, dan terima kasih atas kerja sama ibu
,selamat siang!”

52
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN ( SPTK )

PADA Nn.Y DENGAN ISOLASI SOSIAL

RSJ BINA SEHAT PPNI

Nama : Erna Pangestuti


Pertemuan : Ke-5
Tanggal : 30 Oktober 2020
Jam : 10.00 WIB

Proses Keperawatan

1.) Kondisi : klien sudah mengetahui keuntungan dan kerugian jika tidak
berinteraksi dengan orang lain. Dan sudah dapat berinteraksi dengan 3 orang
perawat lain dan petugas rumah sakit, yakni perawat ruang A, serta tukang
kebun dan satpam.
2.) Diagnosa : Isolasi Sosial
3.) Tujuan: TUK 6 Klien dapat memberdayakan sistem pendukung (keluarga)
atau keluarga mampu mengembangkan kemampuan klien untuk
berhubungan dengan orang lain.
4.) Tindakan Keperawatan : SP 2 (Keluarga)
a. Mengevaluasi kemampuan keluarga.
b. Melatih langsung ke pasien.
c. Masukkan RTL keluarkan/jadwal keluarga untuk merawat pasien.

Strategi Komunikasi
A. Tahap Orientasi
a. Salam Terapeutik
“ Selamat siang Ibu,bertemu lagi dengan saya. Tidak bosan kan
Ibu dengan saya?”

53
b. Validasi/ Evaluasi
“ Bagaimana Ibu masih ingat dengan yang saya ajarkan kemarin
tentang cara merawat Nn. Y ? Kira –kira bagaimana perkembangan
Sudah ada perbaikan atau tidak ?”

c. Kontrak
- Topik :
Baiklah Ibu, seperti kesepakatan kita kemarin, hari ini kita
akan melakukan interaksi secara langsung dengan Nn. Y, namun
untuk siang ini yang akan melakukan interaksi yakni Bapak.”
- Waktu :
Ibu ingin berinteraksi dengan Nn. Y berapa lama? Bagaimana
jika 25 menit saja.”
- Tempat :
“ Sesuai kesepakatan kemarin, kita akan mengobrol di ruang
perawatan. Atau Ibu ingin ke tempat lain ?”

C. Tahap Kerja
“ Baiklah Ibu mari kita menemui Nn. Y di ruang perawatan. Dan
Ibu bisa menunggu di sini sebentar atau di ruang tunggu.”
“Saya harap nanti Ibu langsung mempraktekan sendiri seperti yang
saya ajarkan dan kita latih kemarin.Nanti akan saya pantau dari belakang.”
“Mungkin awalnya Nn. Y akan agak ragu untuk memulai
komunikasi, namun Ibu harus sabar dan jangan bersikap canggung, Ibu
bisa senyum untuk membuat Nn. Y tidak asing dengan keadaan sekitar,
dan jangan lupa untuk memberikan pujian setelah melakukan latihan
interaksi kepada Nn. Y”
“Ya, bagus. Ibu sudah dapat mempraktekkan cara berinteraksi
dengan Nn. Y dengan baik dan dapat memberi pujian kepada Nn. Y.”
“Saya rasa, cukup untuk hari ini, perkembangan Nn. Y sudah
sangat baik, dan Ibu juga dapat melakukannya dengan baik.”

54
D. Fase Terminasi
1.) Evaluasi Respon Klien
- Subjektif
“ Bagaimana perasaan Ibu setelah melakukan interaksi
secara langsung dengan Nn. Y ?”
- Objektif
Keluarga pasien dapat melakukan interaksi dengan baik,
serta mendampingi pasien dengan sabar.

2.) Rencana Tindak Lanjut


“Nn. Y sekarang sudah dapat berinteraksi dan latihan
merawat diri, saya harap bapak dan ibu untuk menjenguk Nn. Y 1
minggu sekali setidaknya biar Nn. Y dapat melatih kemampuanya
untuk berinteraksi dan agar tidak merasa kesepian.”

3.) Kontrak Akan Datang


- Topik :
Baiklah Ibu, bagaimana jika pertemuan selanjutnya giliran
Ibu atau anggota keluarga lain yang berinteraksi dengan Nn.
Y?”
“Kira-kira Ibu kapan kesini lagi?Bagaimana jika besok
saja?”

- Waktu :
“Ibu nanti maunya jam berapa bertemu dengan saya di
sini ? Bagaimana kalau jam 14.00 IB saja setelah Ibu menemui
Nn. Y.”

- Tempat :
“Dan untuk nanti Ibu ingin bertemu dimana? Bagaimana
jika di ruang perawatan saja?”

55
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SPTK)

PADA Nn. Y DENGAN ISOLASI SOSIAL

RSJ BINA SEHATP PPNI

Nama : Erna Pangestuti


Pertemuan : Ke-6
Tanggal : 31 Oktober 2020
Jam : 14.00 WIB

Proses Keperawatan

1.) Kondisi : Klien sudah mengetahui keuntungan dan kerugian jika tidak
berinteraksi dengan orang lain. Dan sudah dapat berinteraksi dengan 3 orang
perawat lain dan petugas rumah sakit, yakni perawat ruang A, serta tukang
kebun dan satpam.
2.) Diagnosa : Isolasi Sosial
3.) Tujuan : TUK 6 Klien dapat memberdayakan sistem pendukung (keluarga)
atau keluarga mampu mengembangkan kemampuan klien untuk
berhubungan dengan orang lain.
4.) Tindakan Keperawatan : SP 3 ( Keluarga )
a. Mengevaluasi kemampuan keluarga.
b. Melatih langsung ke pasien.
c. Masukkan RTL keluarkan/jadwal keluarga untuk merawat pasien.

Strategi Komunikasi

A. Tahap Orientasi
a. Salam Terapeutik

56
“Selamat siang Ibu,masih ingat dengan saya? Ibu tidak bosan
kan dengan saya?”
b. Validasi/ Evaluasi
“ Bagaimana perasaan Ibu setelah kemarin melakukan interaksi
langsung dengan Nn.Y? Kira – kira bagaimana perkembangan Nn.Y
sekarang? Sudah ada perbaikan atau tidak ?”

c. Kontrak
- Topik :
“Baiklah Ibu, seperti kesepakatan kita kemarin, hari ini
kita akan melakukan interaksi secara langsung dengan Nn.Y,
namun untuk siang ini yang akan melakukan interaksi yakni
Bapak.”
- Waktu :
” Ibu ingin berinteraksi dengan Nn.Y berapa lama?
Bagaimana jika 30 menit saja.”
- Tempat :
“ Sesuai kesepakatan kemarin, kita akan mengobrol di
ruang perawatan. Atau Ibu ingin ke tempat lain ?”

B. Tahap Kerja
“ Baiklah Ibu mari kita menemui Nn.Y di ruang perawatan. Dan Ibu
bisa menunggu di sini sebentar atau di ruang tunggu.”
“Saya harap nanti Ibu langsung mempraktekan sendiri seperti yang
saya ajarkan dan kita latih kemarin.Nanti akan saya pantau dari belakang.”
“Ya, bagus. Ibu sudah dapat mempraktekkan cara berinteraksi
dengan Nn.Y dengan baik. Hanya saja ibu juga perlu memberikan pujian
atau respon positif terhadap Nn.Y karena telah melakukan interaksi
dengan orang lain untuk proses perbaikan perilaku agar dapat cepat
tercapai.”

C. Fase Terminasi
1.) Evaluasi Respon Klien
- Data subjektif

57
“Bagaimana perasaan Ibu setelah melakukan interaksi
secara langsung dengan Nn.y?”
- Data Objektif
Keluarga pasien dapat melakukan interaksi dengan
baik, serta mendampingi pasien dengan sabar.

2.) Rencana Tindak Lanjut


“Nn.Y sekarang semakin mahir melakukan interaksi, saya
harap jika berada di rumah Ibu tetap mendampingi dan mengajak
Nn.Y berinteraksi seperti ini.”

3.) Kontrak Akan Datang


- Topik :
Baiklah Ibu, bagaimana jika nanti melakukan evaluasi dari
apa yang saya ajarkan mulai pertemuan pertama hingga
sekarang? Dan untuk mengevaluasi bagaimana perkembangan
Nn.Y setelah kita lakukan beberapa tindakan perawatan?”

- Waktu :
“ Ibu nanti maunya jam berapa bertemu dengan saya di
sini ? Bagaimana kalau jam 16.00 WIB saja setelah Ibu
menemui Nn.Y.”

- Tempat :
“ Dan untuk nanti Ibu ingin bertemu dimana? Bagaimana
jika di ruang perawatan saja?”

58
ANALISIS PROSES INTERAKSI

Identitas Pasien : Nn. Y


Rumah Sakit : RSJ Bina Sehat
Lingkungan : Di dalam ruang Melati kondisi sepi
Kondisi Pasien : Pasien terlihat menyendiri dengan pandangan kosong,
rambut dan pakaian tidak tertata rapi, klien tampak kotor, gigi kuning, dan kuku
hitam dan panjang
Tujuan Komunikasi : Membina hubungan saling percaya, melatih pasien untuk
bisa berinteraksi dengan orang lain
Hati/ Tanggal : 26 Oktober 2020
Jam : 11.30 WIB

Px : Pasien
Ns : Ners
Analisa Analisa
Komunikasi Komunikasi
Berpusat Berpusat Rasional
Verbal Non Verbal
Pada Perawat Pada Perawat

Ns: Perawat senang Pasien terlihat Memulai percakapa


“Selamat Siang, Ns: atas tanggapan takut dan dengan kalima
perkenalkan nama Kontak mata pasien merunduk . pembuka salah satu car
yang efektif untu
saya Erna (+),
BHBS, pada fas
Pangestuti, memandang ke orientasi diperluka
biasanya dipanggil arah pasien dimensi responsiv
Erna. Saya dengan ramah, yang mencyaku
mahasiswi Ners badan condong kesejatiaan, horma
dari Stikes Bina kedepan, pengetian, empati da
Sehat PPNI tersenyum ke kekongritan untu
Mojokerto”. pasien dan membina rasa percay
mengulurkan dan komunikasi terbuk
Px: tangan serta memungkinka
Siang (berjabat klien menggapa
pemahaman.
tangan).

Px:

59
Kontak mata
(<),
memandang
sebentar,
menjabat
tangan perawat
dan menunduk
kembali

Ns: Perawat tenang Pasien terlihat Menanyakan perasaa


“Hari ini Mbak Px: Tersenyum dan menerima merupakan tindaka
senang tidak, bisa sedikit, kontak berkomunikasi perawat dengan keperawatan yan
dengan lancar terbuka sangat penting untu
bertemu dengan mata (+).
mempererat BHSP pad
saya?” fase orientas
Ns: Diperlukan dimens
Px: Kontak mata responsive yan
Iya (+), sambil mencakup kesediaan
tersenyum hormat, pengertian
ramah. empati da
kekongkritan untu
membina rasa da
komunikasi terbuk
serta memungkinka
klien mencapa
pemahaman.

Ns: Perawat tenang Pasien terlihat Perhatian merupaka


“Mbak, bagaimana Ns: dan tenang tindakan untu
kalau hari ini kita Kontak mata berkomunikasi meningkatkan BHS
dengan lancar dan menandaka
mengobrol? (+), badan
kesungguhan perawa
condong ke Pada fase orientas
Px: depan. diperlukan dimens
Iya responsive yan
Px: mencakup kesejatian
Ns: Kontak kurang, hormat, pegertian
Nanti Mbak juga merunduk empati da
dapat bercerita kekongkritan untu
kepada saya kenapa Ns: membina rasa percay
kok Mbak lebih Kontak mata dan komunikasi terbuk
suka menyendiri, (+), badan serta memungkinka
klien mencapa
saya akan condong ke
pemahaman
mendengarkan depan.
Mbak dengan
baik.” Px:
Kontak kurang,
Px: merunduk

60
Baik

Ns: Pasien tampak Mengajarkan car


“Apakah ada Ns: Perawat tenang tenang mengungkapkan
pengalaman yang Kontak mata dan perasaan pada fase kerj
tidak (+), badan berkomunikasi diperlukan dimensi
menyenangkan condong ke dengan lancar. tindakan yan
ketika bergaul depan. mencakup
dengan orang lain komunikasi
atau Mbak Px: kesegaran,
memiliki masalah Kontak (+), pengungkapan diri
dengan keluarga pasien tampak perawat, dan bermain
atau yang lainnya?” tenang peran yang dalam
pelaksanaannya harus
Perawat tenang diimplementasikan
Px:
dan
Iya pernah Pasien masih dalam
berkomunikasi konteks kehangatan,
Ns: Ns: tampak tenang
dengan lancar. penerimaan dan
“Oh, jadi Mbak Kontak mata
tidak suka bergaul (+), badan pengertian yan
dengan keluarga condong ke dibentuk
dan orang lain depan. oleh dimens
karena Mbak responsive
merasa tidak dapat Px: hal ini membantu
menjadi anak yang Kontak (+), kemajuan hubungan
berguna, dan pasien tampak terapeutik
karena berhenti tenang
dari pekerjaannya
sebagai buruh
pabrik?”
Perawat tenang
dan
Px: Pasien masih
berkomunikasi
Iya mbak Ns: tampak tenang
dengan lancar.
Kontak mata
Ns: (+), badan
“Lalu kalau ada condong ke
masalah Mbak depan.
biasanya sering
cerita kepada Px:
siapa?” Kontak (+),
pasien tampak
tenang
Px:
Sendiri

Ns:

61
“Oo jadi kalau ada
masalah Mbak
tidak cerita pada
siapa- siapa dan
hanya di pendam
sendiri?”

Ns: Menanyakan
“Baiklah Mbak, Ns: Perawat tenang Pasien tampak kesediaan pada fas
saya rasa cukup Kontak mata dan tenang terminasi membua
perbincangan kita (+), badan berkomunikasi janji kepada klie
untuk pertemuan condong ke dengan lancar. untuk kontrak wakt
kali ini. depan. di esok harinya hal in
“Bagaimana jika membantu
nanti kita coba Px: kemajuan hubungan
mempraktekan Kontak (+), terapeutik
langsung untuk pasien tampak
berkenalan ke tenang Pasien masih
orang lain?” tampak tenang
“Apakah Mbak
setuju?” Perawat tenang
Ns: dan
Px: Kontak mata berkomunikasi
Iya boleh (+), badan dengan lancar.
condong ke
Ns: depan.
“Kalau Mbak mau,
bagaimana kalau
jam 13.00 saja?” Px:
“Mbak ingin Kontak (+),
melakukan pasien tampak
pertemuan tenang
selanjutnya
dimana? Apa tetap
di sini atau di
tempat lain?
Bagaimana kalau
tetap di sini saja?”

Px:
Boleh

62
63
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan


atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di
sekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Isolasi
sosial merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan
orang lain.

4.2 Saran

Adapun saran yang penulis berikan agar tercapai kesehatan jiwa optimal
adalah :
1. Diharapkan pada keluarga klien apabila sudah pulang maka keluarga
tetap melakukan kontrol ke RSJ.
2. Diharapkan adanya kerja sama dengan baik antara dokter, perawat dan
tim medis lainnya guna memperlancar proses keperawatan.
3. Diharapakan kepala keluarga harus sering mengunjungi klien ke RSJ
karena dapat membantu proses penyembuhan.

64
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa - Teori dan Aplikasi Praktik
Klinik. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.
Dalami, E. d. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta Timur: CV.Trans Info Media.
Iyus Yosep, S. M. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

1.1

65

Anda mungkin juga menyukai