PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu
mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya,
serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Halfian,
2008). Stuart & Laraia (2001) mendefinisikan kesehatan jiwa adalah keadaan
sejahtera di tandai perasaan bahagia, keseimbangan, merasa puas dan
pencapaian diri yang optimis. Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa
kesehatan jiwa adalah keadaan sejahtera yang membuat seseorang merasa
hidup bahagia, harmonis, dan mampu mengatasi tantangan hidup serta
mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Jika seseorang
tidak berhasil beradaptasi dan koping tidak efektif serta bersikap negatif
terhadap diri sendiri dan orang lain hal ini dapat mengakibatkan ganguan
jiwa.
Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir, kemauaan,
tindakan (Yosep, 2008). Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2013) adalah
suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada
fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan
dalam melaksanakan peran sosial. Sedangkan menurut Townsend (2009)
gangguan jiwa adalah respons maladaptif terhadap stressor dari lingkungan
internal dan eksternal, dibuktikan melalui pikiran, perasaan dan perilaku yang
kekerasan
adalah
suatu
keadaan
dimana
seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri
sendiri maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk
dimana seseorang marah berespon terhadap stressor dengan gerakan motorik
yang tidak terkontrol (Yosep, 2008). Perilaku kekerasan atau agresif
merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai orang lain
secara fisik maupun psikologis (Berkowitz dalam Fitria 2009). Jadi perilaku
kekerasan merupakan salah satu respon dari stressor ditunjukan dengan
perilaku permusuhan, bertujuan menyakiti dan dapat berbahaya bagi diri,
orang lain, maupun lingkungan.
Perilaku kekerasan ditinjau dari rentang respon marah merupakan
perilaku maladaptif diantaranya adalah perilaku agresif dan amuk atau
perilaku kekerasan. Perilaku agresif adalah perilaku yang menyertai marah,
terdapat dorongan untuk bertindak destruktif tapi masih terkontrol.
dasarnya
komunikasi
terapeutik
merupakan
komunikasi
sama.
Dengan
kesetaraan,
tenaga
medis
mengomunikasikan
pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu
mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri dalam hal ini
mengendalikan marah pasien perilaku kekerasan (Erlinafsiah, 2010).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti jumlah
tenaga keperawatan di Rs. Dr. Ernaldi bahar palembang ada 132 Perawat.
Jumlah perawat yang dinas di ruang dengan diagnosa perilaku kekerasan saat
ini ada 20 Perawat dengan sistem Rolling. Jadi setiap perawat di Rs.Dr.
Ernaldi Bahar pernah merawat pasien dengan Perilaku kekerasan. Jadi
peneliti tertarik untuk mengetahui Hubungan antara sikap perawat dalam
komunikasi terapeutik dengan kemapuan mengendalikan marah Pasien
dengan Perilaku Kekerasan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah tersebut
sebgai berikut, yaitu bagaimana Hubungan sikap perawat dalam komunikasi
terapeutik dengan kemampuan mengendalikan marah pasien Perilaku
kekerasan di Rumah sakit Dr.Ernaldi bahar Palembang tahun 2015.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahui Hubungan sikap perawat dalam komunikasi terapeutik dengan
kemapuan mengendalikan marah Pasien dengan Perilaku Kekerasan di
Rumah Sakit Dr.Ernaldi Bahar.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui distribusi frekuensi sikap perawat saat komunikasi
terapeutik.
untuk
meninangkatkan
mutu
pelayanan
keperawatan,
2. Manfaat Teoritis
a. Diharapkan penelitian ini bermanfaat sebagai sarana untuk
menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan di STIkes
Muhammadiyah Palembang dan menambah wawasan,pemahaman,
dan pengalaman dalam penelitian.
b. Bagi ilmu pengetahuan dapat memberikan
perkembangan
ilmu
komunikasi terapeutik.
pengetahuan
tentang
sumbangan
materi
bagi
pelaksanaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
1
Komunikasi Terapeutik
Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi merupakan hal yang sangat penting, karena dengan
adanya komunikasi kita dapat memperoleh atau bertukar informasi. Dalam
dunia keperawatan komunikasi merupakan inti, yang merupakan landasan
dalam membina hubungan perbantuan agar proses keperawatan dapat
tercapai. Ada dua bentuk komunikasi yang kita kenal yaitu komunikasi
verbal dan komunikasi nonverbal.
10
11
dengan perawat
Tujuan Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik dilaksanakan dengan tujuan:
a. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan
dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi
yang ada bila pasien percaya pada hal-hal yang diperlukan
b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
c. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam
hal peningkatan derajat kesehatan
d. Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan terapis
(tenaga kesehatan) secara professional dan proposional dalam rangka
membantu penyelesaian masalah klien. (Mundakir, 2006).
12
13
14
terhadap
keadaannya.
Memberikan
tambahan
informasi
g. Diam
Diam yang dilakukan perawat terhadap klien adalah bertujuan untuk
menunggu respons klien untuk mengungkapkan perasaannya. Menurut
Boyd & Nihart dalam Nurjannah, I (2001:58), diam digunakan pada
saatklien perlu mengekspresikan ide tatapi tidak tahu bagaimana melak
ukannya/menyampaikan hal tersebut. Diam memungkinkan klien untuk
berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan
memproses informasi.
h. Meringkas
Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan
secara singkat dalam rangka meningkatkan pemahaman.
i. Memberikan penguat
15
16
17
Fase orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat
pertama kali bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk
berkenalan dengan klien dan merupakan langkah awal dalam membina
hubungan saling percaya. Tugas utama perawat pada tahap ini adalah
memberikan
situasi
lingkungan
yang
peka
dan
menunjukkan
18
pada
keseluruhan
interaksi
(Stuart,G.W
dalam
Suryani,2005). Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :
1) Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan
tangan.
2) Memperkenalkan diri perawat.
3) Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien
untuk berkomunikasi, topik, tempat, dan lamanya pertemuan.
4) Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu
melengkapi penjelasan tentang identitas serta tujuan interaksi agar
klien percaya kepada perawat.
5) Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan
atau kejadian yang membuat klien meminta bantuan. Evaluasi ini
juga digunakan untuk mendapatkan fokus pengkajian lebih lanjut,
kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan
19
Fase kerja.
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi
terapeutik.Tahap ini perawat bersama klien mengatasi masalah yang
dihadapi klien.Perawat dan klien mengeksplorasi stressor dan mendorong
perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, perasaan
dan perilaku klien.Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana
asuhan yang telah ditetapkan.Tekhnik komunikasi terapeutik yang sering
digunakan perawat antara lain mengeksplorasi, mendengarkan dengan
aktif, refleksi, berbagai persepsi, memfokuskan dan menyimpulkan
(Geldard,D dalam Suryani, 2005).
Dalam keperawatan jiwa fase kominikasi terapeutik pada pasien perilaku
kekerasan dapat dilihat pada tabel berikut:
20
d. Fase terminasi
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling
percaya sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan
klien keduanya merasa kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat
perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan pulang.
Perawat dan klien bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan
yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan
sukses
dan
bernilai
terapeutik,
perawat
menggunakan
konsep
kehilangan.
Tugas perawat pada fase ini yaitu :
1) Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan,
evaluasi ini disebut evaluasi objektif (Suryani,2004).
2) Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan
perasaan klien setalah berinteraksi atau setelah melakukan tindakan
tertentu.
3) Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan.
Hal ini sering disebut pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut
yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang baru dilakukan
atau yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya.
6
Dimensi Respon
21
a. Kesejatian
Kesejatian adalah pengiriman pesan pada orang lain tentang gambaran
diri kita yang sebenarnya. Kesejatian dipengaruhi oleh:
b. Kepercayaan diri
orang yang mempunyai kepercayaan diri yang tinggi akan mampu
menunjukan kesejatiannya pada saat keadaan yang tidak nyaman
dimana kesejatian yang ditampilkan akan mengakibatkan risiko
tertentu.
c. Persepsi terhadap orang lain
Apabila seseorang melihat orang lain mempunyai kekuatan yang lebih
besar dan menguasai kita akan mempengaruhi bagaiman kita akan
menampilkan seperti apa diri kita yang sebenarnya.
d. Lingkungan
Lingkungan terdiri dari waktu dan tempat. Tempat dimana seseorang
berada dimuka publik.
e. Empati
Empati adalah kemampuan menempatkan diri kita pada diri orang lain,
bahwa kita telah memahami bagaimana perasaan orang lain tersebut
dan apa yang menyebabkan reaksi mereka tanpa emosi kita terlarut
dalam emosi orang lain. Beberapa aspek dari empati antara lain:
1) Aspek Mental
Kemampuan melihat dunia orang lain dengan menggunakan
paradigma orang lain tersebut.
2) Verbal
22
tingkah lakunya.
Teknik Komunikasi yang kurang tepat
a. Memberi jaminan
b. Memberikan penilaian
c. Memberikan komentar klise
d. Memberi saran
e. Mengubah pokok pembicaraan
8 Hambatan Komunikasi (Nasir, 2011)
Tabel 2.1
Jenis Hambatan
Fisik
Deskripsi
Hal yang menyangkut ruang fisik, lingkungan
Biologis
23
Intelektual
Psikis
Kultural
b.
c.
bagi klien.
Membungkuk kearah klien. Posisi ini menunjukan kepedulian dan
keinginan perawat untuk mengatakan atau mendengar sesuatu yang
d.
dialami.
Mempertahankan sikap terbuka. Tidak melipat kaki atau tangan
menunjukan keterbukaan untuk berkomunikasi. Sikap terbuka perawat
ini meningkatkan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas
kesehatan lainnya.
e.
Tetap relaks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara
ketegangan dan relaksasi dalam pemberian respon terhadap klien.
24
Sikap ini terutama sangat bermanfaat bila klien dalam kondisi stress
atau emosi yang labil dal merespon kondisi sakitnya.
10 Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi, (Yuningsih, 2006):
a. Tahap Perkembangan
setiap individu bertumbuh kembang, keterampilan bahasa dan
komunikasi berkembang melalui berbagai tahap. Penting bagi
perawat untuk memahami proses perkembangan yang berhubungan
dengan
keterampilan
berbicara
bahasa,
dan
komunikasi.
perkembangan
psikososial
menggunakan
25
26
rendah
diri
dan
menjadi
pendengar
yang
baik.
27
Komunikan
28
29
B.
Perilaku Kekerasan
1 Definisi
Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat
membahayakan orang,diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau
sexualitas ( Nanda, 2005 ).Perilaku kekerasan atau agresif merupakan
suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara
fisik maupun psikologis (Berkowitz,1993 dalam Depkes, 2013). Marah
merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan, kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai
ancaman ( Stuart dan Sunden, 2005 ).
Keberhasilan individu dalam berespon terhadap kemarahan dapat
menimbulkan respon asertif. Respon menyesuaikan dan menyelesaikan
merupakan respon adaptif. Kemarahan atau rasa tidak setuju yang
dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain akan memberi
kelegaan pada individu dan tidak akan menimbulkan masalah. Kegagalan
yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan
melarikan diri atau respon melawan dan menantang. Respon melawan
dan menantang merupakan respon yang maladaptif yaitu agresif
kekerasan. Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai
tujuan.
30
Dalam
keadaan
ini
tidak
ditemukan
alternatif
lain.
Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan
faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi/mu ngkin tidak terjadi
perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
1. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan
frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa
kanak kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan
ditolak, d ihina, dianiaya atau sanksi.
2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan
kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau diluar rumah,
semua aspek ini mestimulasi individu mengadopsi perilaku
kerasan.
31
32
tidak
menyenangkan
dan
terancam.
Kecemasan
dapat
33
konstruktif
dengan
perasaan
marah
dapat
diatasi
(Depkes,2002).
34
SP2
SP3
SP.4
SP.5
b.
Kegiatan
Damaiyanti, 2008)
interaksi
perawat
klien
(Intan
dalam
Tabel 2.3
1.
Tahap prainteraksi
1)
Mengumpulkan data
tentang klien
2)
Mengeksplorasikan
35
2.
Membuat rencana
pertemuan dengan klien (kegiatan, waktu, tempat)
Tahap Orientasi
1) Memberikan salam dan tersenyum pada klien
2) Melakukan validasi (kognitif, psikomotori, afektif)
(biasanyan pada pertemuan lanjutan).
3) Memperkenalkan nama perawat
4) Menanyakan nama panggilan kesukaan klien
5) Menjelaskan tanggung jawab perawat dan klien
6) Menjelaskan peran perawat dan klien
7) Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan
8) Menjelaskan tujuan
9) Menjelaskan waktu yang telah dibutuhkan untuk melakukan
kegiatan
10) Menjelaskan kerahasiaan
3. Tahap Kerja
1) Memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya
2) Menanyakan keluhan utama/keluhan yang mungkin berkaitan
dengan kelancaran pelaksanaan kegiatan
3) Memulai kegiatan dengan cara yang baik
4) Melakukan kegiatan sesuai dengan rencana
4. Dimensi Respon
1)
2)
3)
4)
5)
Berhadapan
Mempertahankan kontak mata
Tersenyum pada saat yang tepat
Membungkukkan kearah klien pada saat yang diperlukan
Mempertahankan sikap terbuka (bersedekap, memasukan
tangan kekantung atau melipat kaki).
5. Tahap Terminasi
1)
2)
3)
4)
36
c.
Fase
Tugas
Prainteraksi
a.
Mengeksplorasikan perasaan,
fantasi, dan ketakutan diri
b.
Menganalisa kekuatan
professional diri dan keterbatasan
c.
Mengumpulkan data tentang klien
jika mungkin
d.
Merencanakan untuk pertemuan
pertama dengan klien
Pendahuluan a. Menentukan mengapa klien mencari pertolongan
atau orientasi b. Menyediakan kepercayaan, penerimaan dan
komunikasi terbuka
c. Membuat kontrak timbal balik
d. Mengeksplorasi perasaan klien, pikiran dan tindakan
e. Mengidentifikasi masalah klien
f. Mendefinisikan tujuan dengan klien
Kerja
a.
Mengeksplorasi stressor yang sesuai/relevan.
b.
Mendorong perkembangan insight klien dan
penggunaan mekanisme koping konstruktif.
c.
Menangani tingkah laku yang dipertahankan oleh
klien/resistence
Terminasi a. Menyediakan realitas perpisahan
b. Melihat kembali kemajuan dari terapi dan pencapaian
tujuan
c. Saling mengeksplorasikan perasaan adanya penolakan,
kehilangan, sedih dan marah juga tingkah laku yang
berkaitan.
C.
Kerangka Teori
Gambar 2.1
Kemampuan Mengendalikan
Terapeutik.
37
kekerasan.
1.
Berhadapan.
5. Tetap rileks.
(Sumber: Kelliat, 2004.:
Suryani,2004)
38
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Berdasarkan Tinjauan Pustaka dan tujuan penelitian dari penelitian ini
maka yang diteliti dari penelitian ini adalah hubngan antara sikap perawat
dalam komunikasi terapeutik dengan kemampuan mengendalikan marah
pasien dengan perilaku kekerasan.
Demngan demikian kerangka konsep yang akan digunakan dalam penelitia ini
adalah sebagai berikut
Gambar 3.1
Kerangka konsep Penelitian
Varibel Independen
Variabel Dependent
a.
Berhadapan
b.
Mempertahan kan
kontak mata
c.
Membungkuk ke
arah klien
d.
Memperlihatkan
sikap terbuka
e.
Tetap rileks
Kemampuan
Mengendalikan marah
Pasien dengan perilaku
kekerasan
39
B. Definisi Operasional
Untuk menjelaskan Kerangka konsep diatas, Berikut diuraikan definisi
Operasional yang digunakan dalam 39
penelitian ini.
Tabel 3.1
Definisi Operasional
Variabel
Sikap dalam
Komunikasi
Terapeutik
Definisi
Sikap perawat
selama
komunikasi
terapeutik dengan
pasien perilaku
kekerasan.
1.
Berhadapan
2.
Mempertahankan
kontak mata
3.
Membungkuk ke
arah klien
4.
Meperlihatkan
sikap terbuka
5.
Tetap rileks
Sumber:keliat,
2004
Kemampuan
Penerapan
mengendalikan tahapan
marah pasien
komunikasi
dengan
terapeutik pada
perilaku
pasien perilaku
kekerasan
kekerasan yang
bertujuan untuk
mengendalikan
marah pasien
Cara Ukur
Angket
Alat Ukur
Hasil Ukur
Kuesioner
1. Baik, bila
Skala
Ukur
Ordinal
skor 10
(median)
2. Tidak baik,
bila skor
10
(median)
Ahmad Husein,
2012
Angket
Kuisioner
1. Baik, bila
skor 74
(median)
2. Tidak baik,
bila skor
74
Ordinal
40
dengan strategi
pelaksanaan
perilaku
kekerasan.
Sumber:Erlinafsi
ah ,2010
(median)
Elyani
Sembiring, 2011
C. Hipotesis Penelitian
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variabel
yang meliputi : Sikap perawat dalam Komunikasi terapeutik dengan
Kemampuan mengendalikan Marah Pasien Perilaku kekerasan. Bila nilai
Pvalue (0,05), maka Ho ditolak artinya ada pengaruh variabel independen
(Sikap perawat dalam Komunikasi terapeutik) dengan variabel dependen
(Kemampuan mengendalikan Marah Pasien Perilaku kekerasan).
a. Bila nilai Pvalue < (0,05), maka Ho diterima artinya ada Hubungan
variabel independen (Sikap perawat dalam Komunikasi terapeutik)
dengan variabel dependen (Kemampuan mengendalikan Marah Pasien
Perilaku kekerasan). (Notoatmodjo, 2010).
b. Bila nilai Pvalue > (0,05), maka Ho ditolak artinya tidak ada
hubungan variabel independen (Sikap perawat dalam Komunikasi
terapeutik) dengan variabel dependen (Kemampuan mengendalikan
Marah Pasien Perilaku kekerasan). (Notoatmodjo, 2010).
41
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain Analitik Kuantitatif dengan
metode Survey Cross Sectional yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika
korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan,
observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo,
2010). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara sikap
perawat dalam komunikasi terapeutik dengan kemampuan mengendalikan
marah pasien perilaku kekerasan di ruang rawat inap Rs. Ernaldi Bahar
Palembang Tahun 2015
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan juni Tahun 2015 di ruang
merak,bangau,merpati ,nusa indah Rumah Sakit Jiwa dr. Ernaldi Bahar
Palembang mulai dari tanggal 9 15 Juni 2015 .
C. Populasi dan Sampel
1 Populasi
42
42
Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
Kriteria Inklusi
a. Perawat yang bertugas di ruang Merpati , Merak , Bangau , Nusa
indah Rumah Sakit DR.Ernaldi bahar tahun 2015.
b. Perarawat lulusan D3 dan S1 keperawatan bersedia menjadi responden
D. Metode Pengumpulan Data
1
Jenis Data
43
Jenis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder, dimana :
a. Data primer
Data primer diambil dengan cara observasi langsung terhadap
responden.
b. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari Medical Record di Rumah Sakit
dr.Ernaldi Bahar Palembang Tahun 2014 dan Tahun 2015.
E. Etika Penelitian
1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)
Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan
untuk penelitian yang akan dilakukan, mempunyai hak untuk bebas
berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed consent
juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan
dipergunakan pengembangan ilmu (Hamid, 2008).
2. Privancy
Peneliti perlu memastikan bahwa penelitian yang dilakukan tidak
menginvasi melebihi batas yang diperlukan dan kerahasian responden
tetap dijaga selama penelitian. Responden mempunyai hak untuk
mengharapkan bahwa setiap data yang dikumpulkan selama masa
penelitian akan disimpan dan dijaga kerahasiaannya (Hamid, 2008).
44
45
No Dimensi variabel
Berhadapan
Mempertahankan kontak
mata
Membungkuk kearah
klien
Memperlihatkan sikap
terbuka
Tetap rileks
Indikator
Arti dari posisi ini adalah saya siap
membantu mengatasi masalah anda.
Kontak mata pada level yang sama
berarti menghargai klien dan
menyatakan keinginan untuk tetap
berkomunikasi. Sikap ini juga dapat
menciptakan perasaan nyaman bagi
klien.
Posisi ini menunjukan kepedulian dan
keinginan perawat untuk mengatakan
atau mendengar sesuatu yang dialami.
Tidak melipat kaki atau tangan
menunjukan keterbukaan untuk
berkomunikasi. Sikap terbuka perawat
ini meningkatkan kepercayaan klien
kepada perawat atau petugas kesehatan
lainnya.
Tetap dapat mengontrol keseimbangan
antara ketegangan dan relaksasi dalam
pemberian respon terhadap klien. Sikap
ini terutama sangat bermanfaat bila
klien dalam kondisi stress atau emosi
yang labil dal merespon kondisi
sakitnya.
46
Pertanyaan
Pertanyaan 1
Pertanyaan 2
Pertanyaan 3
Pertanyaan 4
Pertanyaan 5
r- Hitung
Keterangan
,681
,721
,619
,646
,614
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Pasien mengontol
marah dengan cara
spiritual
Indikator
Pasien percaya pada perawat
47
r- Hitung
.753
.667
.763
.587
.795
.493
.209
.587
.629
.126
.420
.252
.398
.535
.587
.614
.493
.209
.587
.629
.753
.667
Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
48
Pengkodean (coding)
Upaya mengklarifikasi jawaban-jawaban yang ada menurut macamnya
kebentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode.
3
49
ini
dimulai
dengan
perhitungan
frekuensi
dan
50
BAB V
HASIL PENELITIAN
tahun
pertama
1923
dibangun
diindonesia
Verpleechtehuiz
yaitu
diujung
(ruamah
pandang
dan
51
Syaraf yang dipimpin oleh Dr. Chasanah Goepito, dan secara resmi
dibuka pada tanggal 13 Juli 1958.
Berdasarkan surat Pimpinan Rumah Perawatan sakit jiwa
Kurungan Nyawa Tanggal 4 Januari 1957 No. 10/20/A/ Rtsd dan
Tanggal 3 Juli 1958 No 365/20/B/Rpsd/V/58 dan tanggal 24 Juli 1958
No 258/Peg/V/58 pegawai Rumah Sakit Jiwa Suka Bangun dan
Kurungan Nyawa dipindahkan ke Rumah Sakit Jiwa Suka Bangun
berdasarkan SK Menkes No.4287/PAL/ 1958 disertai mutasi 21 orang
51
Luas Wilayah
52
Batas-batas Lokasi
Berdasarkan Kriteria di atas, maka pilihan lokasi adalah Jalan
Tembusan Sukarno Hatta dan Terminal Alang alang Lebar,
sedangkan secara Administrasi batas-batas Lokasi Rumah Sakit
Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan yang berbatasan sebagai
berikut :
: 250 unit
: 250 unit
a. Visi
53
54
B. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada 09 15 juni 2015,
data yang dikumpulkan dari 40 responden. Hasil penelitian ini disajikan dalam
bentuk teks dan tabel, yaitu sebagai berikut:
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan
persentase dari setiap variabel.
a. Distribusi frekuensi sikap dalam komunikasi terapeutik
Tabel 5.1
Distribusi frekuensi sikap dalam komunikasi terapeutik
Sikap perawat
Baik
Tidak baik
Jumlah
Frekuensi
29
11
40
Persentase
72,5
27,5
100
Berdasarkan
Frekuensi
20
20
40
tabel
5.2
hasil
analisis
Persentase
50
50
100
distribusi
frekuensi
55
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan
antara variabel sikap dengan kemampuan mengendalikan marah. Uji
statistik yang digunakan adalah Chi Square dengan batas nilai
kemaknaan = 0,05.
c. Sikap perawat dalam komunikasi terapeutik dengan kemapuan
mengendalikan marah pasien perilaku kekerasan.
Tabel 5.3
Hubungan Sikap perawat dalam komunikasi terapeutik dengan
kemapuan mengendalikan marah pasien perilaku kekerasan.
Sikap Perawat
Baik
Tidak baik
Jumlah
Kemampuan
Baik
Tidak baik
20
9
0
11
20
20
P value
Jumlah
29
11
40
0,000
siqnifikan
antara
BAB VI
56
PEMBAHASAN
A. Pembahasan Hasil
Penelitian ini menggunakan desain penelitian descriftive Analitc dengan
pendekatan cross sectional. Ciri tipe penelitian ini adalah mengungkapkan
hubungan sebab-akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek.
Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian
diobservasi lagi setelah intervensi (Notoatmodjo, 2010).
1. Analisis univariat
a. Distribusi frekuensi sikap dalam komunikasi terapeutik
Berdasarkan tabel 5.1 hasil analisis distribusi frekuensi sikap baik
yaitu sebanyak 29 responden (72,5%), dan sikap tidak baik sebanyak 11
responden (27,5%). Komunikasi merupakan hal yang sangat penting,
karena dengan adanya komunikasi kita dapat memperoleh atau bertukar
informasi. Dalam dunia keperawatan komunikasi merupakan inti, yang
merupakan landasan dalam membina hubungan perbantuan agar proses
keperawatan dapat tercapai. Ada dua bentuk komunikasi yang kita kenal
yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal.
Komunikasi merupakan hal yang sangat penting, karena dengan
adanya komunikasi kita dapat memperoleh atau bertukar informasi.
Dalam dunia keperawatan komunikasi merupakan inti, yang merupakan
landasan dalam membina hubungan perbantuan agar proses keperawatan
dapat tercapai. Ada dua bentuk komunikasi yang kita kenal yaitu
komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal.
57
57
peneliti
menyimpulkan
kemampuan
dalam
komunikasi
58
59
60
61
62
perawat
dalam
komunikasi
terapeutik
dengan
kemampuan
mengendalikan marah pasien perilaku kekerasan didapatkan dari hasil uji chi
square dengan batas kemaknaan 0,05, didapatkan p value = 0,000. Maka
dapat disimpulkan ada hubungan siqnifikan antara sikap perawat dengan
kemampuan mengendalikan marah pasien perilaku kekerasan.
Berdasarkan teori, penelitian terkait dan hasil penelitian, peneliti
berasumsi sikap komunikasi nonverbal perawat pada saat
komunikasi
63
seperti Tidak melipat kaki atau tangan dan Tetap relaks dalam artian Tetap
dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam
pemberian respon terhadap klien, mempunyai hubungan dengan respon marah
pasien perilaku kekerasan saat dilakukan komunikasi interpersonal dengan
perawat.
B. Keterbatasan penelitian
Karena keterbatasan waktu metode pengumpulan data dalam penelitian
ini hanya menggunakan angket dan belum dapat mengobservasi pelaksanaan
komunikasi terapeutik secara langsung saat perawat melakukan Strategi
pelaksanaan perilaku kekerasan.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan pada tanggal 9-15 juni 2015 di
Ruang Rawat inap Rumah Sakit Dr.Ernaldi Bahar Palembang maka dapat
disimpulkan sebagai ber
1 Distribusi frekuensi sikap baik yaitu sebanyak 29 responden ( 72,5%),
dan sikap tidak baik sebanyak 11 responden (27,5%).
64
responden (20%).
Ada Hubungan sikap perawat dalam komunikasi terapeutik dengan
kemampuan
mengendalikan
marah
pasien
perilaku
kekrasan
didapatkan dari hasil uji chi square dengan batas kemaknaan 0,05,
didapatkan p value = 0,000.
B.
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, peneliti mengajukan saran-saran antara lain:
65
1. Bagi Rumah Sakit
Hendaknya hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada
rumah sakit terkait sikap perawat saat melakukan interaksi dengan pasien
perilaku kekerasan dan evaluasi dalam meningkatkan mutu pelayanan
antara lain:
a
65
komunikasi
difokuskan
untuk
mengetahui,
faktor-faktor
yang