Anda di halaman 1dari 52

TUGAS DDPMIPA

BAB II

SIKAP ILMIAH DAN TUJUAN PEMBELAJARAN MIPA

DISUSUN OLEH

MIFTAHUL HUSNA RIDWAN

NIM 1905112352

DOSEN PENGAMPU

MATA KULIAH DASAR DASAR PENDIDIKAN MIPA

Drs. NAHOR M. HUTAPEA, M. Pd

PROGRAM STUDI STRATA I PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS RIAU

2019
A. Sikap Ilmiah
Sikap (attitude) adalah istilah yang mencerminkan rasa senang, tidak
senang atau perasaan biasa-biasa saja (netral) dari seseorang terhadap
sesuatu. “Sesuatu” itu bisa benda, kejadian, situasi, orang- orang atau
kelompok orang. Kalau yang timbul terhadap sesuatu itu adalah perasaan
senang, maka disebut sikap positif, sedangkan kalau perasaan tak senang,
sikap negatif. Kalau tidak timbul perasaan apa-apa, berarti sikapnya netral.1
Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak berkenaan dengan objek
tertentu.2
Menurut Baharuddin (Bahrul, 2007) sikap ilmiah pada dasarnya
adalah sikap yang diperlihatkan oleh para ilmuwan saat mereka melakukan
kegiatan sebagai seorang ilmuwan. Dengan kata lain, kecenderungan
individu ini dilakukan untuk bertindak atau berperilaku dalam memecahkan
suatu masalah secara sistematis melalui langkah-langkah ilmiah.
The Liang Gie (Devi Ertanti, 2010: 16 ) mengemukakan bahwa sikap
ilmiah adalah suatu kecenderungan pribadi seorang ilmuwan untuk
berperilaku atau memberikan tanggapan dalam hal-hal tertentu sesuai
dengan pemikiran ilmiahnya atau tidak bertentangan dengan citra
keilmuwan pada umumnya.
Burhanuddin Salam (2005: 38) mengemukakan bahwa sikap ilmiah
merupakan suatu pandangan seseorang terhadap cara berpikir yang sesuai
dengan metode keilmuan, sehingga timbullah kecenderungan untuk
menerima ataupun menolak terhadap cara berpikir yang sesuai dengan
keilmuan tersebut. Seorang ilmuwan jelas harus memiliki sikap yang positif,
atau kecenderungan untuk menerima cara berpikir yang sesuai dengan
metode keilmuan, yang dimanifestasikan di dalam kognisinya, emosi atau
perasaannya serta di dalam perilakunya.
Pengelompokan sikap ilmiah yang dikemukakan oleh para ahli sangat
bervariasi, meskipun apabila ditelaah lebih jauh hampir tidak ada perbedaan

1
Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hlm.201
2
Djaali, Psikologi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm. 114
yang berarti. Variasi muncul hanya dalam penempatan dan penamaan sikap
ilmiah yang ditonjolkan.
Sikap ilmiah merupakan sikap yang harus ada pada diri seorang
ilmuwan atau akademisi ketika menghadapi persoalan-persoalan ilmiah.
Mulyati Arifin mengatakan Sikap ilmiah dapat diartikan sebagai sikap yang
memiliki perhatian besar terhadap ilmu pengetahuan atau kebiasaan berpikir
ilmiah.3 Pembelajaran sains diharapkan dapat mengembangkan sikap ilmiah
(scientific attitude) seperti sikap ingin tahu (curiosity), kebiasaan mencari
bukti sebelum menerima pernyataan (respect for evidence), sikap luwes dan
terbuka dengan gagasan ilmiah (flexibelity), kebiasaan bertanya secara
kritis (critical reflection) dan sikap peka terhadap mahluk hidup dan
lingkungan sekitar (sensitifity to living things and environment). Dengan
demikian, sikap ilmiah belajar menjadi salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi proses pembelajaran di dalam kelas.4
Sikap ilmiah dibedakan dari sekedar sikap terhadap Sains, karena
sikap terhadap Sains hanya terfokus pada apakah siswa suka atau tidak suka
terhadap pembelajaran Sains. Beberapa sikap ilmiah yang perlu
dikembangkan oleh guru di sekolah, antara lain selalu bersikap jujur, adil,
terbuka, luwes, tekun, logis, kritis dan kreatif.5 Mulyasa menyebutkan
bahwa mata pelajaran kimia di SMA/MA salah satunya bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan untuk memupuk sikap ilmiah. Adapun
sikap ilmiah tersebut adalah jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat
bekerja sama dengan orang lain.6
Mahar Marjono mengemukakan empat sikap pokok yang harus
dikembangkan dalam Sains yaitu, “curiosity, inventiveness, critical

3
Mulyati Arifin.Pengembangan Program Pengajaran Bidang Studi Kimia. Surabaya : Airlangga
University Press. 1995. Hal.177
4
Lis Permana Sari. Efektivitas Penerapan Pendekatan Kontekstual Berbasis Alam Terhadap Sikap
Ilmiah Dan Prestasi Belajar Kimia Siswa Sma Di Yogyakarta. Jurnal FMIPA Universitas Negeri
Yogyakarta. Hal. 2
5
E. Juhana Wijaya, Konsep dan Implementasi Kurikulum Terhadap Kegiatan Belajar Mengajar,
Intimedia Ciptanusantara, Jakarta, 2004, hlm. 25.
6
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007, hlm.
133.
thinking, and persistence”. Keempat sikap ini sebenarnya tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lainnya karena saling melengkapi. Sikap
ingin tahu (curiosity) mendorong akan penemuan sesuatu yang baru
(inventiveness) yang dengan berpikir kritis (critical thinking) akan
meneguhkan pendirian (persistence) dan berani untuk berbeda pendapat.
Sedangkan, oleh American Association for Advancement of Science
(AAAS) memberikan penekanan pada empat sikap yang perlu untuk tingkat
sekolah dasar yakni honesty (kejujuran), curiosity (keingintahuan), open
minded (keterbukaan), dan skepticism (ketidakpercayaan).7
Menurut Joko Priyono sikap ilmiah paling tidak mencakup 6 unsur
utama yakni :8
1. Keingintahuan
2. Spekulasi
3. Kesediaan untuk bersifat obyektif
4. Berpandangan terbukae. Kesediaan untuk menunda keputusan hingga
semua bukti yang diperlukan ada
5. Kesediaan untuk bersikap bahwa semua kesimpulan ilmiah bersifat
sementara
Edward merumuskan perilaku kreatif sikap ilmiah dari kata-kata ide
(gagasan) sebagai berikut: I : Imagination (imajinasi), D : Data (Fakta), E :
Evaluation (evaluasi), A : Action (tindakan).9
Winner Harlen mengemukakan ada sembilan aspek ilmiah yang dapat
dikembangkan pada anak yakni:10
1. Sikap ingin tahu (curiosity)
Sikap ingin tahu sebagai sikap ilmiah maksudnya adalah suatu
sikap yang selalu ingin mendapatkan jawaban yang benar dari objek
7
Rafiuddin, Penilaian Sikap Ilmiah Terhadap Keterampilan Proses Pada Pembelajaran Sains SD,
WordPress Sulawesi, 2012, hlm. 6.
8
Joko Priyono, Resensi Buku Archie J. Bahm Analisis Tentang “What Is Science”, Universitas
Diponegoro, Semarang, 2000, hlm. 1.
9
Jose Ramalho Alih Bahasa Adi Kurniadi. (2001). SQL SERVER 7.0. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
10
Kumorotomo, Wahyudi dan Subando Agus Margono. 1994. Sistem Informasi Manajemen.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Hal 150.
yang diamati. kata benar disini artinya rasional atau masuk akal dan
objektif atau sesuai dengan kenyataan,
Rasa ingin tahu menurut Daryanto dan Darmiatun adalah sikap
dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat dan
didengar.11 Menurut Samani dan Hariyanto rasa ingin tahu adalah
keinginan untuk menyelidiki dan mencari pemahaman terhadap
rahasia alam atau peristiwa sosial yang sedang terjadi.12
Mustari menyebutkan bahwa kuriositas (rasa ingin tahu) adalah
emosi yang dihubungkan dengan perilaku mengorek secara alamiah
seperti eksplorasi, investigasi dan belajar. Rasa ingin tahu yang kuat
merupakan motivasi utama bagi kaum ilmuwan.13
Mustari menambahkan bahwa “Untuk mengembangkan rasa
ingin tahu pada anak, kebebasan si anak itu sendiri harus ada untuk
melakukan dan melayani rasa ingin tahunya. Kita tidak bisa begitu
saja menghardik mereka ketika tidak tahu atau malas saat mereka
bertanya. Yang lebih baik adalah kita berikan kepada mereka cara-
cara untuk mencari jawaban. Misalnya, apabila pertanyaan tentang
pengetahuan berilah mereka ensiklopedia dan begitu seterusnya.”14
Berdasarkan uraian pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
rasa ingin tahu atau couriosity adalah sikap atau perilaku seseorang
yang selalu berusaha menyelidiki dan mencari pemahaman secara
alamiah terhadap rahasia alam ataupun gejala sosial secara
mendalam dan meluas atas apa yang telah dipelajari, dilihat dan
didengar. Rasa ingin tahu muncul karena adanya keinginan dan
dorongan dari dalam diri seseorang untuk menerima informasi baru
2. Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality)

11
Daryanto dan Darmiatun.2013.Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta : Gava Media.hlm.71
12
Samani, Hariyanto. 2012. Pendidikan karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.hlm. 119
13
Mohamad Mustari. (2011). Nilai Karakter. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo. Hlm. 104
14
Mohamad Mustari. (2011). Nilai Karakter. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo. Hlm 119
Harlen (Hikmat, E. 2003 : 23), menyatakan sikap ingin
mendapatkan sesuatu yang baru (orginality) adalah suatu sikap yang
bertitik tolak dari kesadaran bahwa jawaban yang telah mereka
peroleh dari rasa ingin tahu itu tidaklah bersifat final atau mutlak,
tetapi masih bersifat sementara atau tentatif.
Sikap ini bertitik tolak dari kesadaran bahwa jawaban yang telah
mereka peroleh dari rasa ingin tahu itu tidaklah bersifat final atau
mutlak, tetapi masih bersifat sementara atau tentatif. Hal ini
disebabkan oleh keterbatasan kemampuan berpikir maupun
keterbatasan pengamatan panca indera manusia untuk menetapkan
suatu kebenaran. Sikap anak usia SD seperti itu dapat dipupuk dengan
cara mengajaknya melakukan pengamatan langsung pada objek-objek
yang terdapat di lingkungan sekolah. Data yang diperoleh akan dapat
memberikan sesuatu yang “baru” baginya tentang objek yang diamati.
3. Sikap kerjasama (cooperative)
Yang dimaksud kerja sama di sini adalah kerja sama untuk
memperoleh pengetahuan yang lebih banyak. Anak usia SD memang
perlu dipupuk sikapnya untuk dapat bekerja sama satu dengan yang
lain. Kerja sama itu dapat dalam bentuk kerja kelompok, 14
pengumpulan data maupun diskusi untuk menarik kesimpulan dari
observasi.
Menurut Lewis Thomas dan Elaine B. Johnson kerja sama
adalah pengelompokan yang terjadi di antara makhlukmakhluk hidup
yang kita kenal.15 Kerja sama atau belajar bersama adalah proses
beregu (berkelompok) di mana anggota-anggotanya mendukung dan
saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil mufakat. Ruang
kelas suatu tempat yang sangat baik untuk membangun kemampuan
kelompok (tim), yang anda butuhkan kemudian di dalam kehidupan.

15
Lewis Thomas dan Elaine B. Johnson .2014. Contextual Techig and Learning. Bandung: Mizan.hl.
164
Kerjasama dapat menghilangkan hambatan mental akibat
terbatasnya pengalaman dan cara pandang yang sempit. Jadi akan
lebih mungkin menemukan kekuatan dan kelemahan diri, belajar
untuk menghargai orang lain, mendengarkan dengan pikiran terbuka,
dan membangun persetujuan kerjasama. Dengan bekerjasama
kelompok kecil akan mampu mengatasi berbagai bentuk rintangan,
bertindak mandiri dan dengan penuh rasa tanggunng jawab,
mengandalkan bakat atau pemikiran setiap anggota kelompok,
mempercayai orang lain, mengeluarkan pendapat dan mengambil
keputusan.
Menurut Robert L. Clistrap dalam Roestiyah menyatakan
“Kerjasama adalah merupakan suatu kegiatan dalam berkelompok
untuk mengerjakan atau menyelesaikan suatu tugas secara bersama-
sama”, dalam kerjasama ini biasanya terjadi interaksi 47 antar anggota
kelompok dan mempunyai tujuan yang sama untuk dapat dicapai
bersama-sama. 16
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
kerjasama adalah keinginan untuk bekerja secara bersama-sama
dengan orang lain secara keseluruhan dan menjadi bagian dari
kelompok dalam memecahkan suatu permasalahan.
4. Sikap tidak putus asa (perseverance)
Menurut Kamus Indonesia putus asa berasal dari kata dasar
“asa” yaitu harapan, jadi putus asa adalah putus harapan.17
Harlen (Hikmat, E. 2003:23), menyatakan sikap tidak putus asa
(perseverance), adalah suatu sikap yang tidak mudah menyerah
terhadap tantangan, kesulitan, hambatan, bahkan suatu kegagalan yang

16
Roestiyah.2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Hlm 15
17
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,
2000), 68 b
ia alami dijadikan sebagai pengalaman yang berharga dalam
menghadapi usaha berikutnya.
Suatu usaha apa pun, biasanya ada saja hambatannya. Seorang
ilmuwan mungkin saja telah menghabiskan waktu bertahun-tahun
dengan biaya namun belum juga memperoleh apa yang dicari. Namun
ketidakputusasaannya dikarenakan keyakinan bahwa yang dialaminya
setidaknya memberi petunjuk yang berguna bagi ilmuwan lain untuk
tidak mengambil jalan yang serupa. Di lingkungan sekolah, tugas guru
adalah memberikan motivasi bagi anak didik yang mengalami
kegagalan dalam upayanya menggali ilmu dalam bidang IPA agar
tidak putus asa.
Suatu usaha apa pun, biasanya ada saja hambatannya. Seorang
ilmuwan mungkin saja telah menghabiskan waktu bertahun-tahun
dengan biaya namun belum juga memperoleh apa yang dicari. Namun
ketidakputusasaannya dikarenakan keyakinan bahwa yang dialaminya
setidaknya memberi petunjuk yang berguna bagi ilmuwan lain untuk
tidak mengambil jalan yang serupa. Di lingkungan sekolah, tugas guru
adalah memberikan motivasi bagi anak didik yang mengalami
kegagalan dalam upayanya menggali ilmu dalam bidang IPA agar
tidak putus asa.
5. Sikap tidak berprasangka (open mindedness)
Menurut Worchel dan kawan-kawan (2000) pengertian
prasangka dibatasi sebagai sifat negatif yang tidak dapat dibenarkan
terhadap suatu kelompok dan individu anggotanya. Prasangka atau
prejudice merupakan perilaku negatif yang mengarahkan kelompok
pada individualis berdasarkan pada keterbatasan atau kesalahan
informasi tentang kelompok. Prasangka juga dapat didefinisikan
sebagai sesuatu yang bersifat emosional, yang akan mudah sekali
menjadi motivator munculnya ledakan sosial.
Harlen (Hikmat, E. 2003:23), menyatakan sikap tidak
berprasangka (open-mindedness), adalah suatu sikap yang
menetapkan bahwa kebenaran berdasarkan dua kriteria, yaitu
rasionalitas dan objektivitas.
Sikap tidak berprasangka dapat dikembangkan secara dini
kepada anak usia SD dengan jalan melakukan observasi dan
eksperimen dalam mencari kebenaran ilmu
6. Sikap mawas diri (self awareness)
Seorang ilmuwan sangat menjunjung tinggi kebenaran.
Objektivitas tidak hanya ditunjukkan di luar dirinya tetapi juga
terhadap dirinya sendiri. Itulah sikap mawas diri untuk menjunjung
tinggi kebenaran. Anak usia SD harus dikembangkan sikapnya untuk
jujur pada dirinya sendiri, menjunjung tinggi kebenaran dan berani
melakukan koreksi pada dirinya sendiri.
Menurut Kesuma, dkk (2012: 16) jujur merupakan suatu
keputusan seseorang untuk mengungkapkan perasaannya, kata-
katanya atau perbuatannya bahwa realitas yang ada tidak dimanipulasi
dengan cara berbohong atau menipu orang lain untuk keuntungan
dirinya. Makna jujur erat kaitannya dengan kebaikan (kemaslahatan).
Menurut Mustari (2011: 13-15) jujur adalah suatu perilaku yang
didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu
dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik
terhadap dirinya maupun pihak lain. Jujur merupakan suatu karakter
moral yang mempunyai sifat-sifat positif dan mulia seperti integritas,
penuh kesabaran, dan lurus sekaligus tidak berbohong, curang,
ataupun mencuri.
Kesuma, dkk (2012: 16) mengungkapkan lebih lanjut bahwa
kejujuran sangat penting untuk diterapkan di sekolah sebagai karakter
anak-anak Indonesia saat ini. Karakter kejujuran ini dapat dilihat
secara langsung dalam kehidupan di kelas, misalnya ketika anak
melaksanakan ujian ataupun ulangan yaitu mereka lebih condong
untuk melakukan perbuatan mencontek sehingga anak tidak berbuat
jujur dan menipu diri, teman, orang tua, dan gurunya dengan
memanipulasi nilai yang didapatkannya bukan hasil dari kemampuan
anak yang sebenarnya.
Menurut Zuriah (2008: 49) nilai dan prinsip kejujuran juga
dapatditanamkan pada diri siswa di jenjang pendidikan dasar melalui
kegiatan mengoreksi hasil ulangan secara silang dalam kelas. Peranan
guru sangat penting dalam mencermati proses koreksi tersebut dengan
bertujuan untuk menanamkan kejujuran dan tanggung jawab pada diri
siswa. Guru perlu melakukan koreksi ulang dari pekerjaan siswa satu
persatu setelah siswa selesai mengoreksi. Coretan dan hasil tulisan
siswa yang tertera di lembar jawaban, akan terlihat kejujuran dari anak
tersebut dalam mengoreksi hasil ulangan. Guru kemudian
menyampaikan nilai kejujuran dan tanggung jawab pada anak dan
dampaknya bagi kehidupannya kelak.
Dari berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kejujuran merupakan suatu sikap seseorang yang sering kali
diungkapkan dengan ucapan maupun tindakan secara spontan
sesuaidengan keadaan yang sebenarnya tanpa adanya rekayasa dari
yang diucapkan dan dilakukannya. Apapun yang dilakukan dan
diucapkannya itu selalu bersifat benar karena sesuai dengan fakta
yang ada, sehingga kejujuran dapat diartikaan sebagai kesamaan
antara ucapan dan tindakan seseorang.
7. Sikap bertanggung jawab (responsibility)
Sikap bertanggung jawab harus dikembangkan sejak usia SD,
misalnya dengan membuat dan melaporkan hasil pengamatan, hasil
eksperimen ataupun hasil kerjanya yang lain kepada teman sejawat,
guru atau orang lain dengan sejujur-jujurnya.
Menurut Mustari (2011:21) bertanggung jawab adalah “sikap
dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya
sebagaimana yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), Negara dan
Tuhan”.
Menurut Agus (2012:25) tanggung jawab adalah “orang yang
bisa melakukan konrol internal sekaligus internal bahwa suatu
kenyakinan bahwa ia boleh mengontrol dirinya dan yakin bahwa
kesuksesan yang dicapainya adalah hasil usahanya sendiri”.
Menurut Hawari (2012:199) tanggung jawab adalah “perilaku yang
menentukan bagaimana kita bereaksi setiap hari, apakah kita cukup
bertanggung jawab untuk memegang komitmen, menggunaka sumber
daya, menjadi toleran dan sabar, menjadi jujur dan adil, membangun
keberanian serta menunnjukan kerjasama”, sedangkan menurut
Abdullah (2010:90) tanggung jawab adalah “kemampuan seseorang
untuk menjalankan kewajiban karena dorongan didalam dirinya atau
bias disebut dengan panggilan jiwa”.
Menurut penjelasan dari beberapa ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa tanggung jawab adalah orang yang melaksanakan
segala sesuatu atau pekerjaan dengan bersungguh-sungguh dengan
sukarela, berani menanggung segala resiko dan segala sesuatunya baik
dari perkataan, perbuatan dan sikap.
8. Sikap berfikir bebas (independence in thinking)
Mencatat atau merekam hasil pengamatan sesuai dengan apa
adanya dan membuat kesimpulan sesuai dengan hasil kerja sendiri
merupakan saat-saat yang penting bagi anak dalam mengembangkan
sikap berpikir bebas.
Menurut Presseisen (dalam Nur Izzati, 2009), “berpikir secara
umum diasumsikan sebagai proses kognitif, aksi mental ketika
pengetahuan diperoleh”. Sedangkan kutipan Beyer (Wardhani, 2011)
menyatakan, "Berpikir, singkatnya adalah proses mental oleh individu
yang masuk akal dari pengalaman". Liputo (Aisyah, 2008:17)
berpendapat bahwa berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari
dan diarahkan untuk maksud tertentu. Maksud yang dapat dicapai
dalam berpikir adalah memahami, mengambil keputusan,
merencanakan, memecahkan masalah dan menilai tindakan.
Ruggiero (dalam Siswono, 2009) mengartikan berpikir sebagai
suatu aktivitas mental untuk membantu memformulasikan atau
memecahkan suatu masalah, membuat suatu keputusan, atau
memenuhi hasrat keingintahuan (fulfill a desire to understand).
Pendapat ini menegaskan bahwa ketika seseorang merumuskan
suatumasalah, memecahkan masalah, ataupun ingin memahami
sesuatu, maka ia melakukan suatu aktivitas berpikir.Berdasarkan
pengertian-pengertian di atas berpikir dapat diartikan sebagai kegiatan
akal budi atau kegiatan mental untuk mempertimbangkan, memahami,
merencanakan, memutuskan, memecahkan masalah dan menilai
tindakan.
Jadi, dapat disimpulkan berpikir adalah kegiatan memfokuskan
pada eksplorasi gagasan, memberikan berbagai kemungkinan-
kemungkinan dan mencari jawaban-jawaban yang lebih benar.
9. Sikap kedisiplinan (discipline)
Kedisiplinan diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang
untuk dapat mengontrol ataupun mengatur dirinya menuju kepada
tingkah laku yang dikehendaki dan yang dapat diterima oleh
masyarakat. Untuk sampai kepada kedisiplinan diri yang bertanggung
jawab, haruslah dimulai dari suatu tahap dependence (tahap
ketergantungan dari yang membimbing), kemudian secara bertahap
kontrol dari si pembimbing dilepaskan untuk sampai kepada tahap
independence yaitu suatu tahap si anak menjadi dewasa untuk dapat
mengatur atau mengontrol dirinya sendiri.
Kedisiplinan berasal dari kata disiplin. Kennet W. Requena
menjelaskan tentang kata disiplin yang dalam bahasa inggris
discipline, berasal dari akar kata bahasa latin yang sama (discipulus)
yang dengan kata discipline mempunyai makna yang sama yaitu
mengajari atau mengikuti pemimpin yang dihormati (Kenneth,
2005:12).
Harlen (Hikmat, E. 2003:23), menyatakan sikap kedisiplinan
diri (self discipline), adalah suatu sikap yang berani dan mampu
mengontrol ataupun mengatur dirinya menuju kepada tingkah laku
yang dikehendaki dan dapat diterima oleh masyarakat.
Kedisiplinan merupakan suatu hal yang sangat mutlak dalam
kehidupan manusia, karena seorang manusia tanpa disiplin yang kuat
akan merusak sendisendi kehidupannya, yang akan membahayakan
dirinya dan manusia lainnya, bahkan alam sekitarnya (Hani, 2008:17).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap ilmiah merupakan
kecenderungan individu dalam bertindak atau berperilaku untuk
memberikan tanggapan mengenai hal-hal tertentu yang sesuai dengan
pemikiran ilmiahnya, serta dalam memecahkan suatu masalah secara
sistematis melalui langkah-langkah ilmiah. Dalam penelitian ini, sikap
ilmiah yang akan ditingkatkan adalah sikap ingin tahu, sikap berpikir kritis,
sikap respek terhadap data/fakta, berpikiran terbuka dan kerjasama, serta
ketekunan.
B. Tujuan Pembelajaran MIPA
1. Tujuan Pembelajaran Matematika
a. KTSP
1) SD
Menurut kurikulum 2006 Mata pelajaran matematika
diajarkan kepada semua siswa dari Sekolah Dasar untuk
membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan
bekerja sama.18 Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa
dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan
memanfaatkan informasi untuk dapat bertahan hidup pada
keadaan yang selalu berubah dan kompetitip seperti
sekarang ini.

18
Depdiknas.2008.Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta. Dikmenum. Depdiknas. Hal :
134
Berdasarkan Kurikulum KTSP 2006 mata pelajaran
matematika bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:19
a) Memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan
konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien,
dan tepat, dalam pemecahan masalah
b) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika
c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang
diperoleh
d) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas
keadaan atau masalah
e) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah
2) SMP
Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan sebagai berikut:20

19
eprints.uny.ac.id › ...PDF Web results 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1.
Pembelajaran Matematika SD ..
20
Depdiknas. (2006). PERMENDIKNAS No. 22 Th. 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar Dan Menengah.
a) Memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan
konsep atau algoritma,secara luwes,akurat,efisien
dan tepat dalam pemecahan masalah
b) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi,menyusun bukti,atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.
c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model atematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang
diperoleh.
d) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, table,
diagram, atau media lain untuk memperjelas
keadaan atau masalah.
e) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan,yaitu memiliki rasa ingin
tahu,perhatian,dan minat dalam mempelajari
matematika,serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah
3) SMA
Berdasarkan National Council of Teaching
Mathematics (2000) tujuan pembelajaran matematika di
sekolah adalah: (1) komunikasi matematis; (2) penalaran
matematis; (3) pemecahan masalah; (4) koneksi
matematis; dan (5) representasi matematis. The
Mathematical Assosiation (Chambers, 2008: 11)
menjabarkan tujuan pembelajaran matematika sebagai
berikut:21

21
eprints.uny.ac.id › ...PDF Web results 12 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Matematika di
SMA hal.16
a) Membaca dan memahami bagian-bagian
matematika.
b) Mengomunikasikan secara jelas dan urut
menggunakan media yang sesuai.
c) Bekerja secara jelas dan logis menggunakan notasi
dan bahasa yang cocok.
d) Menggunakan metode yang sesuai untuk
memanipulasi bilangan dan simbol-simbol.
e) Mengoperasikan secara nyata dan imajiner.
f) Mengaplikasikan urutan mengerjakan, memeriksa,
memprediksi, menguji, menggeneralisasi dan
membuktikan.
g) Mengkonsruksikan dan menguji mode matematika
dari situasi nyata.
h) Menganalisis masalah dan memilih teknik untuk
menyelesaikan yang sesuai.
i) Menggunakan keterampilan matematika dalam
kehidupan sehari-hari.
j) Menggunakan alat-alat secara mekanik.
b. Kurikulum 2013 (K13)
1) SD
Berdasarkan kurikulum 2013, tujuan pembelajaran
berdasarkan Standar kompetensi Lulusan SD yang
diharapkan tercapai meliputi:22
a) Domain Sikap: memiliki perilaku yang
mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak
mulia, percaya diri, dan bertanggungjawab dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial

22
eprints.uny.ac.id › ...PDF Web results 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1.
Pembelajaran Matematika SD ...
dan alam di sekitar rumah, sekolah, dan tempat
bermain.
b) Domain Keterampilan: memiliki kemampuan pikir
dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah
abstrak dan konkret sesuai dengan yang ditugaskan
kepadanya.
c) Domain Pengetahuan: memiliki pengetahuan faktual
dan konseptual dalam ilmu pengetahuan, teknologi,
seni, budaya, humaniora, dengan wawasan
kebangaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
fenomena dan kejadian di lingkugan rumah, sekolah,
dan tempat bermain
2) SMP
Dalam lampiran Permendikbud Nomor 58 Tahun
2014 tentang Kurikulum SMP dijelaskan bahwa mata
pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik
mendapatkan beberapa hal sebagai berikut:23
a) Memahami konsep matematika, merupakan
kompetensi dalam menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan menggunakan konsep maupun
logaritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat
dalam pemecahan masalah. Termasuk dalam
kecakapan ini adalah melakukan logaritma dan
prosedur, yaitu kompetensi yang ditunjukkan saat
bekerja dan menerapkan konsep-konsep matematika
seperti melakukan operasi hitung,melakukan operasi
aljbar, melakukan manipulasi aljabar, dan
keterampilan melakukan pengukuran dan melukis /
menggambar / mempresentasikan konsep keruangan.

23
Depdikbud. (2014). PERMENDIKBUD No.58 Th. 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah
Menengah Perrtama/Madrasah Tsanawiyah
b) Menggunakan pola sebagai dugaan dalam
penyelesaian masalah, dan mampu membuat
generalisasi berdasarkan fenomena atau data yang
ada
c) Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan
manipulasi matematika baik dalam penyederhanaan,
maupun menganalisa komponen yang ada dalam
pemecahan masalah dalam konteks matematika
maupun diluar matematika (dikehidupan nyata, ilmu
dan teknologi) yang meliputi kemampuan
memahami masalah,membangun model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang
diperoleh termasuk dalam rangka memecahkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari (dunia nyata)
d) Mengomunikasikan gagasan, penalaran serta mampu
menyusun bukti matematika dengan menggunakan
kalimat lengkap, simbol, tabel, diagram atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah
f) Memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan
nilai-nilai dalam matematika dan pembelajarannya,
seperti taat azas, konsisten, menjunjung tinggi
kesepakatan, toleran, menghargai pendapat orang
lain, santun, demokrasi, ulet, tangguh, kreatif,
menghargai kesemestaan(konteks, lingkungan),
kerjasama, adil, jujur, teliti, cermat, bersikap luwes
dan terbuka, memiliki kemauan berbagi rasa dengan
orang lain
g) Melakukan kegiatan-kegiatan motorik yang
menggunakan pengetahuan matematika
h) Melakukan alat peraga sederhana maupun hasil
teknologi untuk melakukan kegiatan-kegiatan
matematika. Kecakapan atau kemampuan-
kemampuan tersebut saling terkait erat, yang satu
memperkuat sekaligus membutuhkan yang lain.
Sekalipun tidak dikemukakan secara eksplisit,
kemampuan berkomunikasi muncul dan diperlukan
di berbagai kecakapan, misalnya untuk menjelaskan
gagasan pada pemahaman konseptual, menyajikan
rumusan dan penyelesaian masalah, atau
mengemukakan argumen pada penalaran
3) SMA
Pembelajaran matematika SMA berorentasi pada
tercapainya tujuan pembelajaran matematika yang telah
ditetapkan dalam Kurikulum 2013. Tujuan yang dimaksud
bukan penguasaan materi saja, tetapi proses untuk
mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan
pembelajaran matematika yang akan dicapai. Berdasarkan
National Council of Teaching Mathematics (2000) tujuan
pembelajaran matematika di sekolah adalah:24 (1)
komunikasi matematis; (2) penalaran matematis; (3)
pemecahan masalah; (4) koneksi matematis; dan (5)
representasi matematis. The Mathematical Assosiation
(Chambers, 2008: 11) menjabarkan tujuan pembelajaran
matematika sebagai berikut:

24
NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. United States of America : The
National Council of Teachers of Mathematics, Inc.
a) Membaca dan memahami bagian-bagian
matematika.
b) Mengomunikasikan secara jelas dan urut
menggunakan media yang sesuai.
c) Bekerja secara jelas dan logis menggunakan notasi
dan bahasa yang cocok.
d) Menggunakan metode yang sesuai untuk
memanipulasi bilangan dan simbol-simbol.
e) Mengoperasikan secara nyata dan imajiner.
f) Mengaplikasikan urutan mengerjakan, memeriksa,
memprediksi, menguji, menggeneralisasi dan
membuktikan.
g) Mengkonsruksikan dan menguji mode matematika
dari situasi nyata.
h) Menganalisis masalah dan memilih teknik untuk
menyelesaikan yang sesuai.
i) Menggunakan keterampilan matematika dalam
kehidupan sehari-hari.
j) Menggunakan alat-alat secara mekanik.
Berdasarkan Lampiran Permendikbud nomor 59
tahun 2014, pembelajaran matematika SMA memiliki
tujuan sebagai berikut:25
a) Dapat memahami konsep matematika, yaitu
menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
menggunakan konsep maupun algorit ma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan
masalah.

25
Permendikbud, (2014), Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 59 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah,
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
b) Menggunakan pola sebagai dugaan dalam
penyelesaian masalah, dan mampu membuat
generalisasi berdasarkan fenomena atau data.
c) Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan
manipulasi matematika baik dalam penyederhanaan,
maupun menganalisa komponen yang ada dalam
pemecahan masalah.
d) Mengomunikasikan gagasan, penalaran serta mampu
menyusun bukti matematika dengan menggunakan
kalimat lengkap, simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
f) Memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan
nilai-nilai dalam matematika dan pembelajarannya,
seperti taat azas, konsisten, menjunjung t inggi
kesepakatan, toleran, menghargai pendapat orang
lain, santun, demokrasi, ulet, tangguh, kreatif,
menghargai kesemestaan (konteks, lingkungan),
tanggung jawab, adil, jujur, teliti, dan cermat.
Melakukan kegiatan motorik menggunakan
pengetahuan matematika.
g) Menggunakan alat peraga sederhana maupun hasil
teknologi untuk melakukan kegiatan-kegiatan
matematik (Kemendikbud, 2014: 328)
Berdasarkan deskripsi mengenai tujuan
pembelajaran matematika, dapat disimpulkan bahwa
tujuan pembelajaran matematika SMA adalah agar siswa
mampu: (1) memahami konsep matematika; (2)
memecahkan masalah; (3) menggunakan penalaran
matematis matematis; (4) mengomunikasikan masalah
secara sistematis; dan (5) memiliki sikap dan perilaku
yang sesuai dengan nilai dalam matematika.
a. Latar Belakang Munculnya Kurikulum 2013
Penyusunan kurikulum 2013 pada dasarnya
menitikberatkan pada penyederhanaan, tematikintegratif, dan
mengacu pada kurikulum 2006. Beberapa permasalahan di
antaranya: (i) konten kurikulum yang masih terlalu padat, ini
ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak
materi yang keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui
tingkat perkembangan usia anak; (ii) belum sepenuhnya berbasis
kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan
nasional; (iii) kompetensi belum menggambarkan secara holistik
domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan; beberapa
kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan
kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi
pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills,
kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum; (iv)
belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi
pada tingkat lokal, nasional, maupun global; (v) standar proses
pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang
rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka
ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada
guru; (vi) standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian
berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas
menuntut adanya remediasi secara berkala; dan (vii) dengan
KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar
tidak menimbulkan multitafsir.
Dengan demikian yang mendasari dikembangkannya
kurikulum 2013, selain untuk memberi jawaban terhadap
beberapa permasalahan yang melekat pada kurikulum 2006,
adalah kurikulum 2013 juga bertujuan untuk mendorong peserta
didik atau siswa mampu lebih baik dalam melakukan observasi,
bertanya, bernalar, dan mengomunikasikan (mempresentasikan)
yang diperoleh atau diketahui setelah siswa menerima materi
pembelajaran.26 Selain itu, menurut Mendikbud bahwasanya
pada dasarnya zaman selalu berubah. Oleh karena itu kurikulum
pendidikan harus pula disesuaikan dengan perubahan dan
tuntutan zaman. Saat ini yang dituntut adalah kurikulum yang
lebih berbasis pada penguatan penalaran, bukan lagi hapalan
semata. Gambar 2 menunjukkan tentang kesenjangan kurikulum
yang ada pada konsep kurikulum saat ini dengan konsep ideal
yang diinginkan. Kurikulum 2013 yang dikembangkan saat ini
mengarah ke konsep ideal dimaksud.
b. Zone of Proximum Developmental (ZPD)
Menurut Vygotsky yang dikutip oleh Tedjasaputra, setiap
anak dapat membina mental mereka melalui lingkungan sosial.
Lingkungan sosial inilah yang membentuk dasar berpikir,
pendapat, keterampilan dan termasuk juga sikap mereka.
Pertumbuhan mental mereka sangat dipengaruhi oleh
lingkungan sosial dan juga tingkah laku orang lain.27
Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky, yaitu Zone
of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding. Zone of
Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat
perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai

26
Ruliansyah Anwar.2014.Hal-Hal yang Mendasari Penerapan Kurikulum 2013.Binus
University.Hal 100
27
Goma, Bassat Abla, Melejitkan Kepribadian Diri (Bagaimana Merubah Pribadi Rapuh Menjadi
Pribadi Ampuh), ( Solo: Samudera, 2006), h. 53.
kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat
perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan
pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau
melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.
Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada
peserta didik selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian
mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk
mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia
dapat melakukannya.28
Vygotsky mengemukakan konsepnya tentang zona
perkembangan proksimal (Zone Of Proximal Development).
Menurut Vygotsky yang dikutip oleh Tedjasaputra,
perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan ke dalam
dua tingkat yaitu, tingkat perkembangan aktual (independent
performance) dan tingkat perkembangan potensial (assisted
performance) dengan Zone Of Proxmal Development (ZPD). 29
Tingkat perkembangan aktual tampak dari kemampuan
seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan
berbagai masalah secara mandiri. Sedangkan tingkat
perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang
untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah
ketika di bawah bimbingan orang dewasa atau ketika
berkolaborasi dengan teman sebayanya yang lebih berkompeten.
Jarak antara keduanya, yaitu tingkat perkembangan aktual dan
tingkat perkembangan potensial ini disebut zona perkembangan
28
Adi, Nur, Cahyono, Vygotskian Perspective: Proses Scaffolding untuk mencapai Zone of
Proximal
Development (ZPD) Peserta Didik dalam Pembelajaran Matematika, Seminar Nasional
Matematika dan Pendidikan Matematika, (Yogyakarta: FMIPA Universitas Negeri Semarang,
2010), h. 443.
29
Tedjasaputra, Mayke S, Bermain, Mainan, dan Permainan untuk Pendidikan Usia Dini
(Jakarta: Grasindo, 2001), h. 9.
proksimal atau yang kita kenal dengan Zone of Proximal
Development (ZPD).
Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-
fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang
masih berada di dalam proses pematangan. Kemampuan-
kemampuan ini akan menjadi matang apabila berinteraksi
dengan orang dewasa atau berkolaborasi dengan teman sebaya
yang lebih berkompeten.
Vygotsky menjelaskan bahwa proses belajar terjadi pada
dua tahap: Tahap pertama terjadi pada saat berkolaborasi dengan
orang lain, dan tahap berikutnya dilakukan secara individual
yang di dalamnya terjadi proses internalisasi. Selama proses
interaksi terjadi baik antara guru-siswa maupun antar siswa,
kemampuan yang perlu dikembangkan: saling menghargai,
menguji kebenaran pernyataan pihak lain, bernegoisasi, dan
saling mengadopsi pendapat yang berkembang.30
Berpijak pada konsep zona proksimal, maka sebelum
terjadi internalisasi atau sebelum kemampuan potensial
terbentuk, anak perlu dibantu dalam proses belajarnya. Orang
dewasa atau teman sebaya yang lebih berkompeten perlu
membantu dengan berbagai cara seperti memberikan contoh,
memberikan feedback, menarik kesimpulan, diskusi, dan
sebagainya dalam rangka perkembangan kemampuannya. Hasil
pengelompokan ZPD pada kelas eksperimen dapat dilihat pada
Lampiran R.
c. Scaffolding
Adinegara mengemukakan, ide penting lain yang
diturunkan dari Vygotsky adalah scaffolding.31 Menurut Wood
(2011: 166-167) scaffolding diartikan sebagai dukungan

30
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan (Bagian 3,
Pendidikan Disiplin Ilmu), (Yogyakarta: IMTIMA, 2007), h. 165.
pembelajaran kepada peserta didik untuk membantunya
menyelesaikan proses belajar yang tidak dapat diselesaikan
sendiri. Menurut Ibrahim dan Nur, Vigotsky meyakini bahwa
interaksi sosial dengan teman lain memacu terbentuknya ide
baru dan mempercayaiperkembangan intelektual siswa.32 Bruner
juga menggunakan konsep scaffolding adalah suatu proses untuk
membantu siswa menuntaskan masalah tertentu melampaui
kapasitas perkembangannya melalui bantuan guru, teman atau
orang lain yang memiliki kemampuan lebih.33
Pada kalangan masyarakat awam, istilah scaffolding atau
perancah tampaknya lebih dipahami sebagai sebuah istilah yang
berhubungan teknik konstruksi bangunan, yaitu upaya
memasang susunan bambu/kayu balok/besi sebagai tumpuan
sementara ketika sedang membangun sebuah bangunan,
khususnya bangunan dalam konstruksi beton. Ketika konstruksi
beton dianggap sudah mampu berdiri kokoh, maka susunan
bambu/kayu balok/besi itu pun akan dicabut kembali. Dalam
konteks pembelajaran, penggunaan istilah scaffolding atau
perancah ini tampaknya bisa dianggap relatif baru dan semakin
populer bersamaan dengan munculnya gagasan pembelajaran
aktif yang berorientasi pada teori belajar konstruktivisme yang
dikembangkan oleh Lev Vygotsky, sang pelopor
Konstruktivisme Sosial.

31
Adinegara. 2010. Vygotskian Perspective: Proses Scaffolding untuk mencapai Zone of Proximal
Development (ZPD).Hal1
32
Ibrahim, M. dan M. Nur. 2000. Pembelajar Berdasar Masalah. Surabaya: UNESA-University
Press.hal19
33
T Agustina, 2013. digilib.unila.ac.id>...PDF web result 6. II Tinjauan Pustaka A. Kerangka Teoritis
1. Scaffolding
Teknik Scaffolding pertama kali diperkenalkan di akhir
1950-an oleh Jerome Bruner, seorang psikolog kognitif. Dia
menggunakan istilah untuk menggambarkan anak-anak muda
dalam akuisisi bahasa. Anak-anak pertama kali mulai belajar
berbicara melalui bantuan orang tua mereka, secara naluriah
anak-anak telah memiliki struktur untuk belajar barbahasa.
Scaffolding merupakan interaksi antara orang-orang dewasa dan
anak-anak yang memungkinkan anak-anak untuk melaksanakan
sesuatu di luar usaha mandiri-nya.
Secara sederhana, pembelajaran scaffolding dapat
diartikan sebagai suatu teknik pemberian dukungan belajar
secara terstruktur, yang dilakukan pada tahap awal untuk
mendorong siswa agar dapat belajar secara mandiri. Pemberian
dukungan belajar ini tidak dilakukan secara terus menerus, tetapi
seiring dengan terjadinya peningkatan kemampuan siswa, secara
berangsur-angsur guru harus mengurangi dan melepaskan siswa
untuk belajar secara mandiri. Jika siswa belum mampu
mencapai kemandirian dalam belajarnya, guru kembali ke
sistem dukungan untuk membantu siswa memperoleh kemajuan
sampai mereka benar-benar mampu mencapai kemandirian.
Dengan demikian, esensi dan prinsip kerjanya tampaknya tidak
jauh berbeda dengan scaffolding dalam konteks mendirikan
sebuah bangunan. Pembelajaran Scaffolding sebagai sebuah
teknik bantuan belajar (assisted-learning) dapat dilakukan pada
saat siswa merencanakan, melaksanakan dan merefleksi tugas-
tugas belajarnya.
Istilah scaffolding digunakan pertama kali oleh Wood
dengan pengertian dukungan pengajar kepada peserta didik
untuk membantunya menyelesaikan proses belajar yang tidak
dapat diselesaikannya sendiri.
Pengertian dari Wood ini sejalan dengan pengertian ZPD
(Zone of Proxmal Development) dari Vygotsky. Peserta didik
yang banyak tergantung pada dukungan pembelajar untuk
mendapatkan pemahaman berada di luar daerah ZPD-nya,
sedang peserta didik yang bebas atau tidak tergantung dari
dukungan pembelajar telah berada dalam daerah ZPD-nya.
Konsep scaffolding berhubungan erat dengan konsep ZPD.
Menurut Horowitz yang dikutip oleh Jhon. W Santrock
mengemukakan scaffolding sering kali digunakan untuk
membantu siswa mencapai batas dari zona perkembangan
proksimal mereka.34 Peserta didik yang banyak tergantung pada
dukungan pembelajar untuk mendapatkan pemahaman berada di
luar daerah ZPD-nya, sedang peserta didik yang bebas atau tidak
tergantung dari dukungan pembelajar telah berada dalam daerah
ZPD-nya.
Menurut Cazden yang dikutip oleh Asri Budiningsih
mendefinisikan scaffolding sebagai “kerangka kerja sementara
untuk aktivitas dalam penyelesaian”.
Scaffolding sebagai teknik mengubah level dukungan
disepanjang jalannya sesi pengajaran, orang yang lebih ahli
(guru atau teman sesama murid yang lebih pandai)
menyesuaikan jumlah bimbingannya dengan kinerja murid.35
Teknik Scaffolding sebagai bantuan yang besar kepada
seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan
kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan
kesempatan kepada anak tersebut untuk mengerjakan
pekerjaannya sendiri dan mengambil alih tanggung jawab
pekerjaan itu. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa

34
Jhon, W. Santrock, Psikologi Pendidikan (Educational Psychology), Edisi 3 buku 1, (Jakarta:
Salembada Humanika, 2009), h. 64.
35
Jhon, W. Santrock, Psikologi Pendidikan, Edisi kedua, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 312.
petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah kedalam
bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
Pemberian intervensi atau bantuan oleh guru diberikan
pada saat siswa sudah merasa sangat kesulitan, yakni ketika ia
benar-benar berada di ujung kemampuan aktualnya. Dengan
diberikan bantuan misalnya dengan contoh, diskusi, hints atau
pertanyaan, siswa dapat menuju kemampuan potensialnya, dan
jika anak telah sampai pada tingkat yang lebih sulit lagi, maka
bantuan pun dapat kembali diberikan begitu seterusnya.
Sehingga siswa tidak akan merasa terganggu dan merasa
diabaikan.
Keuntungan pembelajaran Scaffolding, yaitu:
1) Memotivasi dan mengaitkan minat siswa dengan tugas
belajar.
2) Menyederhanakan tugas belajar sehingga bisa lebih
terkelola dan bisa dicapai oleh siswa.
3) Memberi petunjuk untuk membantu anak berfokus pada
pencapaian tujuan.
4) Secara jelas menunjukkan perbedaan antara pekerjaan
anak dan solusi standar atau yang diharapkan.
5) Mengurangi frustasi atau resiko.
6) Memberi model dan mendefenisikan dengan jelas harapan
mengenai aktivitas yang akan dilakukan.
Kelemahan dalam pembelajaran dengan teknik scaffolding
yaitu:
1) Susah mengontrol siswa khususnya siswa yang memiliki
taraf kemampuan rendah, dikarenakan jumlah siswa di
dalam kelas lebih dari 30 siswa.
2) Penelitian dilakukan pada semester pertama dan siswa
belum memiliki buku pegangan.
Adapun solusi yang dapat membantu mengatasi
kelemahan- kelemahan di atas adalah:
1) Peneliti meminta kepada siswa lain yang memiliki taraf
kemampuan tinggi untuk membantu siswanya yang kurang
paham.
2) Peneliti membuatkan LKS soal-soal untuk siswa.
Secara operasional, menurut Depdiknas yang dikutip oleh
Ratnawati menetapkan teknik pembelajaran scaffolding dapat
ditempuh melalui tahapan-tahapan kegiatan sebagai berikut:36
1) Assemen kemampuan dan taraf perkembangan setiap
siswa untuk menentukan Zone of Proximal Development
(ZPD).
2) Menjabarkan tugas representasi matematis ke dalam
tahap-tahap yang rinci sehingga dapat membantu siswa
melihat zona yang akan diskafold.
3) Menyajikan tugas belajar secara berjenjang sesuai taraf
perkembangan siswa. Ini dapat dilakukan dengan berbagai
cara seperti melalui penjelasan, peringatan, dorongan
(motivasi), penguraian masalah ke dalam langkah
pemecahan, dan pemberian contoh (modelling).
4) Mendorong siswa untuk menyelesaikan tugas belajar
secara mandiri.
5) Memberikan dalam bentuk pemberian isyarat, kata kunci,
tanda mata (reminders), dorongan, contoh atau hal lain
yang dapat memancing siswa bergerak ke arah
kemandirian belajar dalam pengarahan diri.
d. Keterkaitan ZPD & Scaffolding terhadap Munculnya Kurikulum
201337

36
Ratnawati, Penerapan Metode Pembelajaran, h. 57.
37
Muhammad Abduh, INTERAKSI PADA PENDEKATAN SAINTIFIK (KAJIAN TEORI SCAFFOLDING)
Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal. 307-308
Melalui Permendikbud No. 81A Tahun 2013 lampiran IV
dijelaskan bahwa Kurikulum 2013 (K13) menganut pandangan
bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari
guru ke peserta didik. Hal ini sejalan dengan pemikiran para
penganut teori konstruktivis yang percaya bahwa pengetahuan
itu dibangun secara bertahap melalui pembelajaran yang aktif. di
mana menempatkan siswa sebagai subjek belajar, bukan objek
belajar. Bertolak dari pemikiran konstruktivis inilah maka
terjadi pergesaran paradigma pembelajaran pada abad ke 21.
Salah satu akibat pergeseran paradigma pembelajaran tersebut
adalah dengan digalakkannya pendekatan saintifik pada
K13.Pendekatan saintifik dimaksudkan agar peserta didik
mengenal, memahami dan membangun pengetahun melalui
cara-cara ilmiah. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Hosnan
(2014: 34) bahwa pembelajaran dalam K13 mengarahkan
peserta didik untuk mencari tahu melalui observasi bukan diberi
tahu.
Observasi merupakan salah satu kegiatan dalam
keterampilan proses yang menurut Hosnan, keterampilan proses
terdiri dari: mengamati, mengklarifikasi, mengukur,
meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Peserta didik
agaknya akan selalu dihadapkan dengan suatu hal yang baru
dalam melaksanakan keterampilan proses tersebut. Sehingga
peran guru dalam pendekatan saintifik mutlak diperlukan tidak
hanya sebagai pemberitahu, namun lebih kepada membimbing
peserta didik untuk menuntaskan keterampilan proses dalam
pembelajaran.Bila dikaji lebih lanjut, akan ditemukan irisan
antara tugas peserta didik dan tugas guru dalam pendekatan
saintifik. Di satu sisi, peserta didik harus melakukan
keterampilan proses yang di dalam K13 dijabarkan menjadi 5M,
yaitu: mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasikan, dan
mengkomunikasikan. Kelima kegiatan saintifik ini akan
menggunakan aspek kognitif maupun metakognitif bagi peserta
didik, sehingga akan melibatkan dimensi sosial ke dalam
pembelajaran.
Di sisi lain, tantangan interaksi tersebut menjadi sebuah
keniscayaan bagi guru yang menerapkan pendekatan saintifik
dalam pembelajarannya. Peran guru dalam hal ini bukan
menghindarkan dan menjauhkan peserta didik dari tantangan
interaksi tersebut, namun guru harus mampu mengakomodasi
tantangan tersebut dengan berbagai cara dan metode agar
peserta didik mampu mencapai ranah pengetahuan yang lebih
tinggi. Vygotsky membedakan ranah pengetahuan menjadi tiga,
yaitu: ranah pengetahuan yang sudah dikuasai; ranah
pengetahuan yang dapat dikuasi namun membutuhkan
bantuan,dalam hal ini disebut Zone of Proximal Development
(ZPD); dan yang terakhir adalah ranah pengetahuan yang belum
mampu dikuasi oleh peserta didik. Dengan kata lain dukungan
dari guru maupun individu lain yang lebih mampu, menjadi
penengah dari tantangan interaksi yang mengupayakan peserta
didik mencapai ZPD-nya. Dukungan atau bantuan untuk
mencapai ZPD inilah yang menurut Wood, Bruner, dan Ross
(1976) disebut dengan istilah scaffolding.
Upaya penerapan Pendekatan Saintifik dalam proses
pembelajaran merupakan ciri khas dan menjadi kekuatan dari
Kurikulum 2013. Pendekatan saintifik menjadikan siswa lebih
aktif dalam membangun pengetahuan dan keterampilannya,
mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan dan
menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau kejadian.
Proses pembelajaran dalam pendekatan saintifik, siswa
dibelajarkan dan dibiasakan untuk menemukan kebenaran
ilmiah, bukan beropini dalam melihat fenomena. Penerapan
pendekatan ilmiah/saintifik dalam pembelajaran menuntut
adanya perubahan setting danvbentuk pembelajaran tersendiri
yang berbeda dengan pembelajaran konvensional.
Selain itu melalui pendekatan saintifik ini, paradigma
pembelajaran yang sebelumnya peserta didik diberi tahu,
begeser menjadi peserta didik aktif mencari tahu. Melalui
Permendikbud No. 81A Tahun 2014, Kementerian Pendidikan
Indonesia menyatakan bahwa dalam pendekatan saintifik
terdapat lima langkah pembelajaran, yaitu: mengamati,
menanya, mengumpulkan informasi (mencoba),
mengasosiasikan dan mengkomunikasikan. Langkah-langkah
pembelajaran tersebut dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran
sehingga memunculkan kompetensi yang dikembangkan.
c. Perbedaan dan Persamaan Tujuan Matematika Ditinjau dari
NCT-M dan Kemendikbud
Tujuan pembelajaran matematika menurut National
Council of Teacher of Mathematics dalam Fahradina (2014:55)
yaitu:38
1) Belajar untuk berkomunikasi (mathematical
communication),
2) Belajar untuk bernalar (mathematical reasoning),
3) Belajar untuk memecahkan masalah (mathematical
problem solving),
4) Belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections),
5) Pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive
attitudes toward mathematics).

38
Leka Kurniawati, 2017. eprints.umpo.ac.id › ...PDF 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Tujuan pembelajaran matematika
Tujuan pembelajaran matematika menurut Kemendikbud
2013 yaitu :
1) Meningkatkan kemampuan intelektual, khususnya
kemampuan tingkat tinggi siswa
2) Membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan
suatu masalah secara sistematik
3) Memperoleh hasil belajar yang tinggi
4) Melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide,
khususnya dalam menulis karya ilmiah
5) Mengembangkan karakter siswa.
Dalam Kurikulum 2013 Lampiran 3 Permendikbud No. 58
(Kemendikbud, 2014, hlm. 325), tujuan yang ingin dicapai
melalui pembelajaran matematika adalah:
1) Memahami konsep matematika, merupakan kompetensi
dalam menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
menggunakan konsep maupun algoritma, secara luwes,
akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2) Menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaian
masalah, dan mampu membuat generalisasi berdasarkan
fenomena atau data yang ada.
3) Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi
matematika baik dalam penyederhanaan, maupun
menganalisa komponen yang ada dalam pemecahan
masalah dalam konteks matematika maupun di luar
matematika (kehidupan nyata, ilmu, dan teknologi).
4) Mengkomunikasikan gagasan,penalaran serta mampu
menyusun bukti matematika dengan menggunakan kalimat
lengkap, simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah.
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan
minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan
percaya diri dalam pemecahan masalah.
6) Memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai
dalam matematika dan pembelajarannya, seperti taat azas,
konsisten, menjunjung tinggi kesepakatan, toleran,
menghargai pendapat orang lain, santun, demokrasi, ulet,
tangguh, kreatif, menghargai kesemestaan (konteks,
lingkungan), kerjasama, adil, jujur, teliti, cermat, bersikap
luwes dan terbuka, memiliki kemauan berbagi rasa dengan
orang lain.
7) Menggunakan alat peraga sederhana maupun hasil
teknologi untuk melakukan kegiatan-kegiatan matematika.
Sekalipun tidak dikemukakan secara eksplisit, kemampuan
berkomunikasi muncul dan diperlukan di berbagai
kecakapan, misalnya untuk menjelaskan gagasan pada
Pemahaman Konseptual, menyajikan rumusan dan
penyelesaian masalah, atau mengemukakan argumen pada
penalaran.
Fungsi mata pelajaran matematika sebagai: alat, pola pikir,
dan ilmu atau pengetahuan.39 Pembelajaran matematika di
sekolah menjadikan guru sadar akan perannya sebagai motivator
dan pembimbing siswa dalam pembelajaran matematika di
sekolah.19
Pembelajaran matematika SMA berorentasi pada
tercapainya tujuan pembelajaran matematika yang telah
ditetapkan dalam Kurikulum 2013. Tujuan yang dimaksud
bukan penguasaan materi saja, tetapi proses untuk mengubah
tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran
matematika yang akan dicapai

39
Erman Suherman, dkk.2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.h.56
2. Tujuan Pembelajaran IPA
a. Tujuan Pembelajaran IPA Ditinjau dari KTSP 2006
Definisi tentang IPA (sains) telah banyak dikemukakan,
antara lain menurut Supriyadi, para ilmuwan sepakat bahwa IPA
adalah suatu bentuk metode yang berpangkal pada pembuktian
hipotesa.40 Sebagian filosof menyatakan bahwa pada hakikatnya
IPA adalah jalan untuk mendapatkan kebenaran dari apa yang
telah kita ketahui. Berkaitan dengan cara mencari tahu tentang
alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,
atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan.41 Trianto menyatakan pada hakikatnya IPA dibangun
atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. 42
Dalam sumber yang sama dinyatakan juga bahwa IPA adalah
suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara
umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang
melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta
menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan
sebagainya.
Dengan demikian, IPA pada hakikatnya adalah ilmu untuk
mencari tahu, memahami alam semesta secara sistematik dan
mengembangkan pemahaman ilmu pengetahuan tentang gejala
alam yang dituangkan berupa fakta, konsep, prinsip, dan hukum
yang teruji kebenarannya. Namun, IPA bukan hanya merupakan
kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, prinsip, melainkan
11 suatu proses penemuan dan pengembangan. Oleh karena itu

40
Supriyadi. 2010. “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Learning) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Pokok Reproduksi Pada
Manusia”. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hlm. 2
41
Pusat Kurikulum. 2006. Pembelajaran Tematik. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. Hlm.
4
42
Trianto, 2011, Model Pembelajaran Terpadu Konsep,Strategi Dan Implementasinya Dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta : Bumi Aksara. Hlm. 136-137
untuk mendapatkan pengetahuan harus melalui suatu rangkaian
kegiatan dalam metode ilmiah serta menuntut sikap ilmiah.
Dalam pengelolaan pembelajaran IPA di sekolah, guru
harus dapat memberikan pengetahuan peserta didik mengenai
konsep yang terkandung dalam materi IPA tersebut. Selain
konsep, hendaknya guru dapat menanamkan sikap ilmiah
melalui model-model pembelajaran yang dilakukannya. Jadi
pelajaran IPA tidak hanya bermanfaat dari segi materinya
namun bermanfaat juga terhadap penanaman nilai-nilai yang
terkandung ketika proses pembelajarannya.
Untuk belajar IPA diperlukan cara khusus yang disebut
dengan metode ilmiah. Metode ilmiah ini menekankan pada
adanya masalah, adanya hipotesa, adanya analisa data untuk
menjawab masalah atau membuktikan hipotesa, dan diakhiri
dengan adanya kesimpulan atau generalisasi yang merupakan
jawaban resmi dari masalah yang diajukan.
Sesuai dengan amanat KTSP bahwa model pembelajaran
terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum
yang dianjurkan untuk diaplikasikan terutama pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Tujuan pembelajaran IPA
terpadu yaitu meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pembelajaran, meningkatkan minat dan motivasi peserta didik,
serta beberapa kompetensi dapat dicapai sekaligus. Dalam Pusat
Kurikulum, pembelajaran IPA terpadu mempunyai tujuan.
Berikut ini akan diuraikan tujuan pembelajaran IPA terpadu
yaitu:43
1) Meningkatkan Efisiensi dan Efektivitas
Anak usia 7-14 tahun masih dalam peralihan dari
tingkat berpikir operasional konkrit ke berpikir abstrak
43
Pusat Kurikulum. 2006. Pembelajaran Tematik. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. Hlm.
7-8
dan masih memandang dunia sekitar secara holistis.
Penyajian pembelajaran secara terpisah-pisah
memungkinkan adanya tumpang tindih dan pengulangan
sehingga kurang efektif dan efisien serta membosankan
bagi peserta didik.
2) Meningkatkan minat dan motivasi
Pembelajaran IPA terpadu dapat mempermudah dan
memotivasi peserta didik untuk mengenal, menerima,
menyerap, dan memahami keterkaitan antar konsep yang
satu dengan konsep yang lainnya yang termuat dalam
tema. Peserta didik akan terbiasa berpikir terarah, teratur,
utuh, menyeluruh, sistemik dan analitik.
3) Beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus
Pembelajaran IPA terpadu dapat menghemat waktu,
tenaga, sarana, dan biaya karena beberapa Kompetensi
Dasar (KD) dapat dicapai sekaligus menjadi sebuah tema.
Tema tersebut didasarkan atas pemaduan sejumlah Standar
Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) yang
dipandang memiliki keterkaitan.
Menurut Trianto (2011: 160) pembelajaran IPA secara
terpadu diawali dengan penentuan tema, karena penentuan tema
akan membantu peserta didik dalam beberapa aspek, yaitu
bertanggung jawab, berdisiplin, mandiri, percaya, termotivasi,
memahami, mengingat, memperkuat bahasa, kolaborasi, dan
berinteraksi dalam menyelesaikan tugas. Pemilihan tema
tersebut dimulai 13 dengan memperhatikan standar kompetensi
dan kompetensi dasar yang akan dipadukan sehingga
keterpaduan yang dibuat tidak terlalu panjang dan terlalu lebar.
Apabila keterpaduan yang dibuat tersebut terlalu panjang dan
lebar maka akan menyulitkan peserta didik untuk dapat
menyerap materi yang diberikan.
1) Sekolah Dasar (SD)
Berdasarkan KTSP 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan) tujan dari mata pelajaran IPA adalah agar
siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:44
a) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan
Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan,
dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
b) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman
konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan
kesadaran tentang adanya hubungan yang saling
mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi
dan masyarakat.
d) Mengembangkan keterampilan proses untuk
menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan
membuat keputusan.
e) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam
memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan
alam.
2) Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Mata pelajaran IPA di SMP/MTs bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:45

44
Eneng Khoerunisa, 2013. Penelitian tindakan Kelas Terhadap Siswa Kelas V SDN
Bunisari Semester II Kecamatan Warungkondang Kabupaten cianjur Tahunajaran 2012/
2013.) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

45
KTSP 2006, SK KD IPA SMP
a) Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan
Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan
dan keteraturan alam ciptaanNya
b) Mengembangkan pemahaman tentang berbagai
macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari
c) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan
kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling
mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi,
dan masyarakat.
d) Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan
kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah
serta berkomunikasi
e) Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam
memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan
serta sumber daya alam
f) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam
dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan
Tuhan
g) Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan
keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang selanjutnya
3) Sekolah Menengah Atas (SMA)
Menurut Depdiknas (2006: 7) tujuan dilaksanakan
pembelajaran IPA secara terpadu adalah sebagai berikut:46
a. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran
Pembelajaran IPA secara terpadu dapat
merangkum beberapa standar kompetensi dari
46
eprints.uny.ac.id › ...PDF IPA - Lumbung Pustaka UNY
bidang ilmu IPA secara utuh dalam bentuk satu
kesatuan. Hal ini dapat menghindarkan penyampaian
materi secara berulang-ulang dengan beberapa
materi yang sebenarnya bisa dipelajari dalam satu
waktu. Sehingga hal ini dapat meningkatkan
efisiensi dan efektivitas dalam pembelajaran.
b. Meningkatkan minat dan motivasi
Meningkatnya minat dan motivasi peserta
didik dalam pembelajaran diharapkan dapat
mempermudah peserta didik untuk menerima dan
menyerap keterpaduan materi secara utuh. Dengan
mengenalkan dan mempelajari materi sesuai dengan
kehidupan sehari-hari, peserta didik dapat digiring
untuk berpikir luas dan mendalam untuk memahami
materi yang disampaikan secara kontekstual.
Selanjutnya peserta didik akan terbiasa berpikir
teratur dan terarah, selain itu mereka akan terbiasa
dengan beberapa sikap ilmiah dalam IPA.
Sikap inilah yang diharapkan mampu menjadi kebiasaan
yang melekat dalam diri mereka membentuk kepribadian yang
berkarakter.c. Beberapa kompetensi dasar dapat dicapai
sekaligus
Model pembelajaran sains terpadu dapat menghemat
waktu, tenaga, dan sarana, serta biaya karena pembelajaran
beberapa kompetensi dasar dapat diajarkan sekaligus.
Disamping itu, pembelajaran terpadu juga menyederhanakan
langkah-langkah pembelajaran. Hal ini terjadi karena adanya
proses pemanduan dan penyatuan sejumlah standar kompetensi
dasar, dan langkah pembelajaran yang dipandang memilki
kesamaan dan keterkaitan.
b. Tujuan Pembelajaran IPA Ditinjau dari Kurikulum 2013
1) Sekolah Dasar (SD)
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa fungsi
kurikulum ialah mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sedangkan tujuan kurikulum menurut Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 adalah untuk mengembangkan potensi
siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan Kurikulum 2013 menurut Fadlilah (2014:25)
yaitu :47
a) Meningkatkan mutu pendidikan dengan
menyeimbangkan hard skill dan soft skill melalui
kemampuan sikap, keterampilan dan pengetahuan
dalam rangka menghadapi tantangan global yang
terus berkembang.
b) Membentuk dan meningkatkan sumberdaya manusia
yang produktif, kreatif, dan inovatif sebagai modal
pembangunan bangsa dan negara Indonesia.
2) Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Mata pelajaran IPA SMP bertujuan untuk:48
a) Mengagumi keteraturan dan kompleksitas ciptaan
Tuhan tentang aspek fisik dan kimiawi, kehidupan
dalam ekosistem, dan peranan manusia dalam
47
lib.um.ac.id >...PDF Pelaksanaan Pembelajaran IPA SD Kurikulum 2013 Pada
Kelas Atas di Blitar by Sukamti dan Esti Untari

48
Draft Pengantar IPA SMP Kurikulum 2013. Kemendikbud
lingkungan serta mewujudkannya dalam
pengamalan ajaran agama yang dianutnya
b) Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin
tahu; objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati;
bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif
dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari
sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan
pengamatan, percobaan, dan berdiskusi
c) Menghargai kerja individu dan kelompok dalam
aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi
melaksanakan percobaan dan melaporkan hasil
percobaan
d) Menunjukkan perilaku bijaksana dan
bertanggungjawab dalam aktivitas sehari-hari
sebagai wujud implementasi sikap dalam memilih
penggunaan alat dan bahan untuk menjaga kesehatan
diri dan lingkungan; memilih makanan dan
minuman yang menyehatkan dan tidak merusak
tubuh; serta menggunakan energi secara hemat dan
aman serta tidak merusak lingkungan sekitarnya.
e) Menunjukkan penghargaan kepada orang lain dalam
aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi
perilaku menjaga kebersihan dan kelestarian
lingkungan; memberi apresiasi pada orang yang
menjual makanan sehat tanpa campuran zat aditif
yang berbahaya; serta memberikan dukungan kepada
orang yang menjaga kelestarian lingkungan.
3) Sekolah Menengah Atas (SMA)
Dalam undang-undang sisdiknas ini disebutkan
bahwa fungsi kurikulum ialah mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa. Sementara tujuannya yaitu untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mengenai
tujuan Kurikulum 2013, secara khusus dapat penulis
uraikansebagai berikut:49
a) Meingkatkan mutu pendidikan dengan
menyeimbangkan hard skill dan soft skill melalui
kemampuan sikap, ketrampilan, dan pengetahuan
dalam rangka menghadapi tantangan global yang
terus berkembang.
b) Membentuk dan meningkatkan sumber daya
manusia yang produktif, kreatif, daninovatif sebagai
modal pembangunan bangsa dan negara Indonesia.
c) Meringankantenaga pendidik dalam menyampaikan
materi dan menyiapkan adminstrasi mengajar. Sebab
pemerintah telah menyiapkan semua komponen
kurikulum serta buku teks yang digunakan dalam
pembelajaran.
d) Meningkatkan peran peserta pemerintah pusat dan
daerah serta warga masyarakat secara seimbang
dalam menentuk anda mengendalikan kualitas dalam
pelaksanaan kurikulum ditingkat satuan pendidikan.
e) Meningkatkan persaingan yang sehat antar satuan
penndidikan tentang kualitas pendidikan yang
akandicapai. Sebab sekolah diberikan keleluasaan
untuk mengembangkan Kurikulum 2013 sesuai

49
M.Fadillah, Implementasi Kurikulum 2013 Dalam Pembelajaran SD/MI, SMP/MTS dan
SMA ( Yogyakarta : AR-RUZZMEDIA, 2014) hal. 24-25
dengan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan
peserta didik, dan potensi daerah.
C. Latihan Soal BAB 2
1. Sebutkan pengertian rasa ingin tahu menurut para ahli!
a. Rasa ingin tahu menurut Daryanto dan Darmiatun (2013)
adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajari, dilihat dan didengar.
b. Menurut Samani dan Hariyanto (2012) rasa ingin tahu adalah
keinginan untuk menyelidiki dan mencari pemahaman terhadap
rahasia alam atau peristiwa sosial yang sedang terjadi.

2. Sebutkan pengertian sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru


(originality) menurut para ahli!
Harlen (Hikmat, E. 2003 : 23), menyatakan sikap ingin
mendapatkan sesuatu yang baru (orginality) adalah suatu sikap yang
bertitik tolak dari kesadaran bahwa jawaban yang telah mereka
peroleh dari rasa ingin tahu itu tidaklah bersifat final atau mutlak,
tetapi masih bersifat sementara atau tentatif.
3. Jelaskan pengertian sikap kerjasama menurut para ahli!
Menurut Lewis Thomas dan Elaine B. Johnson (2014) kerja
sama adalah pengelompokan yang terjadi di antara makhlukmakhluk
hidup yang kita kenal. Kerja sama atau belajar bersama adalah proses
beregu (berkelompok) di mana anggota-anggotanya mendukung dan
saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil mufakat. Ruang
kelas suatu tempat yang sangat baik untuk membangun kemampuan
kelompok (tim), yang anda butuhkan kemudian di dalam kehidupan.

4. Jelaskan pengertian sikap tidak mudah putus asa menurut pendapat


para ahli!
Harlen (Hikmat, E. 2003:23), menyatakan sikap tidak putus asa
(perseverance), adalah suatu sikap yang tidak mudah menyerah
terhadap tantangan, kesulitan, hambatan, bahkan suatu kegagalan yang
ia alami dijadikan sebagai pengalaman yang berharga dalam
menghadapi usaha berikutnya.

5. Bagaimana cara mengembangkan sikap tidak berprasangka?


Sikap tidak berprasangka dapat dikembangkan secara dini
kepada anak usia SD dengan jalan melakukan observasi dan
eksperimen dalam mencari kebenaran ilmu

6. Jelaskan pengertian sikap mawas diri atau kejujuran menurut pendapat


para ahli kemudian simpulkan!
Menurut Kesuma, dkk (2012: 16) jujur merupakan suatu
keputusan seseorang untuk mengungkapkan perasaannya, kata-
katanya atau perbuatannya bahwa realitas yang ada tidak dimanipulasi
dengan cara berbohong atau menipu orang lain untuk keuntungan
dirinya. Makna jujur erat kaitannya dengan kebaikan (kemaslahatan).
Menurut Mustari (2011: 13-15) jujur adalah suatu perilaku yang
didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu
dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik
terhadap dirinya maupun pihak lain. Jujur merupakan suatu karakter
moral yang mempunyai sifat-sifat positif dan mulia seperti integritas,
penuh kesabaran, dan lurus sekaligus tidak berbohong, curang,
ataupun mencuri.
Dari berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kejujuran merupakan suatu sikap seseorang yang sering kali
diungkapkan dengan ucapan maupun tindakan secara spontan
sesuaidengan keadaan yang sebenarnya tanpa adanya rekayasa dari
yang diucapkan dan dilakukannya. Apapun yang dilakukan dan
diucapkannya itu selalu bersifat benar karena sesuai dengan fakta
yang ada, sehingga kejujuran dapat diartikaan sebagai kesamaan
antara ucapan dan tindakan seseorang.

7. Jelaskan pengertian sikap bertanggung jawab (responsibility) menurut


para ahli!
Menurut Mustari (2011:21) bertanggung jawab adalah “sikap
dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya
sebagaimana yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), Negara dan
Tuhan”.

8. Sebutkan pengertian sikap berpikir bebas menurut pendapat beberapa


ahli!
Menurut Presseisen (dalam Nur Izzati, 2009), “berpikir secara
umum diasumsikan sebagai proses kognitif, aksi mental ketika
pengetahuan diperoleh”. Sedangkan kutipan Beyer (Wardhani, 2011)
menyatakan, "Berpikir, singkatnya adalah proses mental oleh individu
yang masuk akal dari pengalaman". Liputo (Aisyah, 2008:17)
berpendapat bahwa berpikir merupakan aktivitas mental yang disadari
dan diarahkan untuk maksud tertentu. Maksud yang dapat dicapai
dalam berpikir adalah memahami, mengambil keputusan,
merencanakan, memecahkan masalah dan menilai tindakan.

9. Sebutkan pengertian sikap kedisiplinan diri menurut pendapat ahli


kemudian simpulkan!
Harlen (Hikmat, E. 2003:23), menyatakan sikap kedisiplinan
diri (self discipline), adalah suatu sikap yang berani dan mampu
mengontrol ataupun mengatur dirinya menuju kepada tingkah laku
yang dikehendaki dan dapat diterima oleh masyarakat.
Kedisiplinan merupakan suatu hal yang sangat mutlak dalam
kehidupan manusia, karena seorang manusia tanpa disiplin yang kuat
akan merusak sendisendi kehidupannya, yang akan membahayakan
dirinya dan manusia lainnya, bahkan alam sekitarnya (Hani, 2008:17).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap ilmiah
merupakan kecenderungan individu dalam bertindak atau berperilaku
untuk memberikan tanggapan mengenai hal-hal tertentu yang sesuai
dengan pemikiran ilmiahnya, serta dalam memecahkan suatu masalah
secara sistematis melalui langkah-langkah ilmiah. Dalam penelitian
ini, sikap ilmiah yang akan ditingkatkan adalah sikap ingin tahu, sikap
berpikir kritis, sikap respek terhadap data/fakta, berpikiran terbuka
dan kerjasama, serta ketekunan.

10. Jelasakan tujuan pembelajaran Matematika ditinjau dari KTSP 2006


Berdasarkan Kurikulum KTSP 2006 mata pelajaran matematika
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model
dan menafsirkan solusi yang diperoleh
d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah
11. Sebutkan tujuan pembelajaran matematika berdasarkan kurikulum
2013!
Berdasarkan kurikulum 2013, tujuan pembelajaran berdasarkan
Standar kompetensi Lulusan SD yang diharapkan tercapai meliputi:
a. Domain Sikap: memiliki perilaku yang mencerminkan sikap
orang beriman, berakhlak mulia, percaya diri, dan
bertanggungjawab dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam di sekitar rumah, sekolah, dan
tempat bermain.
b. Domain Keterampilan: memiliki kemampuan pikir dan tindak
yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai
dengan yang ditugaskan kepadanya.
c. Domain Pengetahuan: memiliki pengetahuan faktual dan
konseptual dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya,
humaniora, dengan wawasan kebangaan, kenegaraan, dan
peradaban terkait fenomena dan kejadian di lingkugan rumah,
sekolah, dan tempat bermain

12. Jelaskan perbedaan tujuan pembelajaran matematika menurut NCT-M


dan Kemendikbud!
Tujuan pembelajaran matematika menurut National Council of
Teacher of Mathematics dalam Fahradina (2014:55) yaitu:
a. Belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication),
b. Belajar untuk bernalar (mathematical reasoning),
c. Belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem
solving),
d. Belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections),
e. Pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive
attitudes toward mathematics).
Tujuan pembelajaran matematika menurut Kemendikbud 2013
yaitu :
a. Meningkatkan kemampuan intelektual, khususnya kemampuan
tingkat tinggi siswa
b. Membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu
masalah secara sistematik
c. Memperoleh hasil belajar yang tinggi
d. Melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya
dalam menulis karya ilmiah
e. Mengembangkan karakter siswa.
Dalam Kurikulum 2013 Lampiran 3 Permendikbud No. 58
(Kemendikbud, 2014, hlm. 325), tujuan yang ingin dicapai melalui
pembelajaran matematika adalah:
a. Memahami konsep matematika, merupakan kompetensi dalam
menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan menggunakan konsep
maupun algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat,
dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaian masalah,
dan mampu membuat generalisasi berdasarkan fenomena atau
data yang ada.
c. Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi
matematika baik dalam penyederhanaan, maupun menganalisa
komponen yang ada dalam pemecahan masalah dalam konteks
matematika maupun di luar matematika (kehidupan nyata, ilmu,
dan teknologi).
d. Mengkomunikasikan gagasan,penalaran serta mampu menyusun
bukti matematika dengan menggunakan kalimat lengkap,
simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas
keadaan atau masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah.
f. Memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai
dalam matematika dan pembelajarannya, seperti taat azas,
konsisten, menjunjung tinggi kesepakatan, toleran, menghargai
pendapat orang lain, santun, demokrasi, ulet, tangguh, kreatif,
menghargai kesemestaan (konteks, lingkungan), kerjasama, adil,
jujur, teliti, cermat, bersikap luwes dan terbuka, memiliki
kemauan berbagi rasa dengan orang lain.
g. Menggunakan alat peraga sederhana maupun hasil teknologi
untuk melakukan kegiatan-kegiatan matematika. Sekalipun tidak
dikemukakan secara eksplisit, kemampuan berkomunikasi
muncul dan diperlukan di berbagai kecakapan, misalnya untuk
menjelaskan gagasan pada Pemahaman Konseptual, menyajikan
rumusan dan penyelesaian masalah, atau mengemukakan
argumen pada penalaran.

13. Sebutkan tujuan pembelajaran IPA ditinjau dari KTSP 2006


Menurut Depdiknas (2006: 7) tujuan dilaksanakan pembelajaran
IPA secara terpadu adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran
Pembelajaran IPA secara terpadu dapat merangkum
beberapa standar kompetensi dari bidang ilmu IPA secara utuh
dalam bentuk satu kesatuan. Hal ini dapat menghindarkan
penyampaian materi secara berulang-ulang dengan beberapa
materi yang sebenarnya bisa dipelajari dalam satu waktu.
Sehingga hal ini dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas
dalam pembelajaran.
b. Meningkatkan minat dan motivasi
Meningkatnya minat dan motivasi peserta didik dalam
pembelajaran diharapkan dapat mempermudah peserta didik
untuk menerima dan menyerap keterpaduan materi secara utuh.
Dengan mengenalkan dan mempelajari materi sesuai dengan
kehidupan sehari-hari, peserta didik dapat digiring untuk
berpikir luas dan mendalam untuk memahami materi yang
disampaikan secara kontekstual. Selanjutnya peserta didik akan
terbiasa berpikir teratur dan terarah, selain itu mereka akan
terbiasa dengan beberapa sikap ilmiah dalam IPA.

14. Jelaskan tujuan pembelajaran IPA menurut kurikulum 2013!


Tujuan Kurikulum 2013 menurut Fadlilah (2014:25) yaitu :
a. Meningkatkan mutu pendidikan dengan menyeimbangkan hard
skill dan soft skill melalui kemampuan sikap, keterampilan dan
pengetahuan dalam rangka menghadapi tantangan global yang
terus berkembang.
b. Membentuk dan meningkatkan sumberdaya manusia yang
produktif, kreatif, dan inovatif sebagai modal pembangunan
bangsa dan negara Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai