Anda di halaman 1dari 37

TRANSPORT MELALUI MEMBRAN

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Biologi Sel dan Molekuler

dibina oleh Prof. Dr. agr. H. Mohamad Amin, M.Si

Disusun oleh

Ardiyas Robi Saputra 170341864531/B-2017

Delonix Regia 170341864513/B-2017

Rosita Ariyanti 170341864570/B-2017

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Komposisi Komponen Interseluler dan Ekstraseluler.................................................3
2.2 Transport Melalui Membran (Mikromolekul).............................................................5
2.2.1 Transport Pasif..........................................................................................................6
2.2.1.1 Difusi Sederhana............................................................................................6
2.2.1.2 Difusi Terfasilitasi..........................................................................................9
2.2.1.2.1 Protein Carrier (Pembawa)..........................................................................9
2.2.1.2.2 Protein Channel (Penghubung)..................................................................13
2.2.2 Transport Aktif........................................................................................................16
2.2.2.1 Transport Aktif Primer..................................................................................23
2.2.2.2 Transport Aktif Sekunder.............................................................................24
2.3 Transport Melalui Membran (Makromolekul)..........................................................24
2.3.1 Ekositosis................................................................................................................24
2.3.1 Edositosis....................................................................................................................
2.3.3 RME............................................................................................................................

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan....................................................................................................................

DAFTAR RUJUKAN..........................................................................................................

i
ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Reaksi-reaksi biokimia dalam metabolisme sel memerlukan bahan-bahan tertentu
(misalnya nutrisi, O2) dari luar sel, di samping itu digunakan juga untuk mengeluarkan sisa
metabolisme yang tidak berguna (misalnya CO2). Masuknya bahan-bahan ke dalam sel dan ke
luarnya zat-zat tertentu dari dalam sel diatur oleh membran plasma. Kegiatan perpindahan
atau keluar-masuknya zat-zat tertentu melalui membran sel ini disebut transport membran.
Sifat membran sel yang selektif permeabel, mengizinkan terjadinya perpidahan ion dan
molekul spesifik dari satu sisi ke sisi lain membran sel (dari luar ke dalam/ dari dalam ke luar)
(Hardin, dkk., 2012).
Membran sel memiliki bagian hodrofobik pada lipid bilayernya yang menyebabkan lipid
bilayer pada membran sel dapat menjadi pembatas masuknya kebanyakan molekul-molekul
polar. Barier atau pembatas ini berfungsi untuk membuat sel mampu menjaga konsentrasi zat
terlarut pada sitosol yang berbeda dari cairan ekstraseluler. Menfaat dari barrier atau pembatas
ini yaitu sel memiliki kemampuan untuk mentransfer molekul terlarut dan ion tententu
melalui membran sel dalam rangka memperoleh nutrien penting, melakukan eksresi produk
sisa metabolisme dan regulasi konsentrasi ion intraseluler (Alberts & Dennis, 2008).
Membran sel atau membran plasma memiliki fungsi untuk membawa dan meregulasi
transport zat antara bagian luar dan dalam sel serta transportasi pada organel sel. Nutrient, ion,
gas, air dan substansi lain harus diedarkan dan produk yang sudah tidak digunakan harus
dibuang oleh karena itu diperlukan regulasi untuk efensiesi kerja. Sebagai contoh, sel
memiliki pengangkut khusus untuk mengangkut glukosa, asam amino dan nutrient lain,
kemudian untuk mentransmisikan ion Na+ dan K+ dari sel saraf maka memerlukan protein
channel ion pada membran neuron (Hardin, dkk., 2012).
Kebanyakan jenis substransi yang berpindah melalui membran berupa gas, ion-ion dan
molekul organik kecil yang terlarut. Beberpa ion yang ditransport melalui membran adalah
ion sodium (Na+), pottasium (K+), calsium (Ca2+), chloride (Cl-), dan hydrogen (H+). Beberapa
jenis molekul organik yang ditrasport melalui membran adalah gula, asam amino, dan
nukleoida. Sel menggunakan protein transmembran yang terspesialisasi untuk mentransport
ion-ion organik dan molekul organik kecil terlarut melewati membran sel. Sel juga dapat

1
mentransfer makromolekul dan bahkan partikel yang lebih besar melewati membran sel,
dengan mekanisme yang berbeda (Alberts & Dennis, 2008).
Kegiatan lalu-lintas molekul dan ion secera terus menerus melintasi memlbran sel
memeiliki mekanisme yang berbeda, tergantung ukuran molekul dan juga dibutuhkan atau
tidaknya energi dalam mekanisme tersebut.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, dapat ditarik beberapa rumusan
masalah yang perlu dibahas, sebagai berikut:
1. Bagaimanakah komposisi komponen intra dan ekstraseluler?
2. Bagaimana macam dan mekanisme transport mikromolekul melalui membran sel?
3. Bagaimana macam dan mekanisme transport makromolekul melalui membran sel?

1.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini berdasarkan masalah yang terlah dirumuskan adalah
untuk:
1. Mengetahui kompossisi komponen intaseluler dan ekstraseluler.
2. Mengetahui macam dan mekanisme transport mikromolekul melalui membran sel
3. Mengatahui macam dan mekanisme transport makromolekul melalui membran sel

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Komposisi Komponen Interseluler dan Ekstraseluler


Fungsi utama membran sel atau membran plasma adalah sebagai barrier atau pembatas
antara lingkunga internal sel dan juga lingkungan eksternal sel. Salah satunya yaitu menjadi
pembatas cairan tubuh yaitu antara cairan internal sel (CIS) dan juga cairan eksternal sel
(CES). Cairan interseluler Cairan intreseluler dan ekstraseluler memiliki komponen ion-ion
dengan komposisi atau konsentrasi yang berbeda. Lodish, dkk (2003) menjabarkan perbadaan
komposisi komponen ion-ion di dalam sel atau interseluler dan diluar sel atau ekstraseluler,
contohnya yaitu komposisi komponen ion inter dan ekstraseluler sel darah cumi-cumi dan sel
darah mamalia dalam Gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1. Perbandingan Komposisi Komponen ion Inter & Ekstra sel Darah
Sumber: Lodish, dkk (2003)

3
Alberts & Dennis (2008), membedakan komposisi komponen ion interseluler dan
ekstraseluler pada sel mammalia dalam Gambar 2 sebagai dibawah ini.

Gambar 2. Perbandingan Komposisi Komponen ion Inter & Ekstra sel Mammalia
Sumber: Alberts & Dennis (2008)

Berdasarkan kedua perbandingan komponen inter dan ekstraseluler yang dijelaskan


oleh Lodish, dkk,. (2003) dan juga Alber & Dennis (2008), dapat dilihat dengan jelas bahwa
komposisi komponen ion-ion interselular dan ekstraselular berbeda. Dari perbedaan
komposisi yang telah dijabarkan, maka dapat kita buat beberapa kesimpulan yaitu;
a. Ion K+ Interseluler > Ion K+ Ekstraseluler
b. Ion Na+ Interseluler < Ion Na+ Ekstraseluler
c. Ion Cl- Interseluler < Ion Cl- Ekstraseluler
d. Ion Ca2+ Interseluler < Ion Ca2+ Ekstraseluler
e. Ion Mg2+ Interseluler < Ion Mg2+ Ekstraseluler
f. Ion HCO3- Interseluler < Ion HCO3- Ekstraseluler

Kondisi diatas (misalnya Ion K+ Interseluler > Ion K+ Ekstraseluler), harus


dipertahankan, dijaga konsentrasinya (mencapai homeostasis). Keadaan tubuh organisme
yang berubah-ubah dapat menyebabkan perubahan konsentrasi ion di dalam atau diluar sel.
Hal ini akan mengakibatkan terjadinya lalu-lintas molekul-molekul atau ion yang tidak sesuai
komposisinya melalui membran plasma, kegiatan ini disebut dengan transport membran
(Champbell & Reece, 2010). Berdasarkan ukuran molekulnya, transpor membran dibagi
menjadi dua macam yaitu transpor mikromolekul dan tansport mikromolekul. Macam
transport dan mekanimenya akan dijelaskan selanjutnya.

4
2.2. Transport Melalui Membran (Mikromolekul)
Transport pada membran adalah proses perpindahan atau keluar masuknya ion dan
molekul organik melewati membran sel (Hardin, dkk., 2012). Berbagai macam molekul,
seperti glukosa, oksigen, dan karbondioksida senantiasa harus melewati membran sel untuk
keluar-masuk sel dalam proses metabolisme. Substansi tertentu misalnya harus bergerak
masuk ke dalam sel untuk menyokong agar sel itu hidup, namun sebaliknya zat-zat buangan
yang di hasilkan oleh metabolisme sel harus dikeluarkan dari dalam sel untuk selanjutnya di
buang keluar tubuh. Membran sel melakukan semua itu melalui transpor membran (Hardin,
dkk., 2012).
Berdasarkan ukuran molekulnya, transport membran dibagi menjadi transport
mikromolekul dan transport makromolekul. Transpor mikromolekul melalui membran sendiri
masih dibagi berdasarkan prosesnya yang tanpa atau dengan mengeluarkan energi yaitu,
transport pasif dan transport aktif. Perpindahan zat terlarut pada membran ditentukan oleh
gradien konsentrasinya atau potensial elektrokimianya. Perpindahan melewati membran
molekul yang tidak bermuatan ditentukan oleh gradien konsentrasinya. Pada transpor pasif
(difusi sederhana dan terfasilitasi) sebuah molekul melibatkan perpindahan eksergonik (gerak
termal) menuju equilibrium/ menuruni gradien konsentrasinya. Sedangkan pada transpor
aktif perpindahan molekul melibatkan perpindahan endergonik melawan/menaiki gradien
konsentrasinya, oleh karena itu mengeluarkan energi dalam prosesnya (Hardin, dkk., 2012).
Ringkasan perbedaan transpor pasif diperlihatkan pada Gambar 3 dibawah ini. Untuk masing-
masing mekanisme dan aplikasinya akan dijabarkan selanjutnya.

Gambar 3. Ringkasan Perbedaan Transport pasif dan Transpor aktif


Sumber: Lodish, dkk (2003)
5
2.2.1. Transport Pasif
Molekul memiliki tipe energi yang disebut gerak termal (panas). Salah satu hasil gerak
termal adalah difusi, yaitu pergerakan molekul zat sehingga tersebar merata ke ruang yang
tersedia. Molekul yang mengalami transport pasif akan berdifusi gradien konsentrasi. Difusi
zat melintasi membran biologis disebut transpor pasif karena sel tidak harus mengeluarkan
energi agar hal ini terjadi. Gradien konsentrasi sendiri mempresentasikan energi potensial dan
menggerakkan difusi (Campbell, 2008). Transpor pasif dibedakan mejadi dua berdasarkan
kemampuan transpor mandiri (tanpa bantuan/fasilitas) atau dengan bantuan/ fasilitas dari
protein tertentu, yaitu Difusi sederhana & Difusi terfasilitasi.
2.2.1.1 Difusi Sederhana (Simple Diffussion)
Difusi sederhana atau Simple Diffusion merupakan perpindahan zat terlarut dari satu
sisi membran sel ke sisi lainnnya secara langsung, yaitu tanpa bantuan protein atau apapun.
Perpindahan zat terlarut ini selalu dari lokasi atau wilayah dengan kosentrasi tinggi menuju
wilayah yang mempunyai konsentrasi lebih rendah. Berdasarkan struktur membran sel yang
memiliki interior yang bersifat hidrofobik, difusi sederhana hanya mampu menransport atau
memindahkan mikromolekul berupa gas (O2 & CO2), molekul nonpolar, atau molekul polar
yang kecil seperti urea dan ethanol (Hardin, dkk., 2012). Gambar 4 dibawah ini
mengilustrasikan bahwa membran sel dengan struktur interior yang hidrofobik akan bersifat
permeable terhadap molekul gas, semipermeabel terhadap molekul polar kecil dan
impermeabel terhadap molekul polar besar tak bermuatan, ion (kecuali dengan bantuan
protein spesifik), dan molekul polar bermuatan.

Gambar 4. Permeabilitas relatif dari fosfolipid bilayer terhadap bergabai molekul


Sumber: Lodish, dkk (2003)

6
Karakteristik atau ciri khas dari difusi sederhana atau simple diffusion dapat dilihat
dari dua hal, yaitu;
a. Difusi sederhana selalu memindahkan zat terlarut menuju kesetimbangan
Difusi sederhana selalu cenderung menciptakan larutan dengan konsentrasi yang sama
dimana saja. Perhatikan ilustrasi pada Gambar 5 dibawah ini, pada tabung U yang
dipisahkan oleh membran yang permeabel terhadap molekul S (suatu zat terlarut
takbermuatan, digambarkan dengan lingkaran hitam). Awalnya konsentrasi S lebih tinggi
pada leher A dari pada di leher tabung B. Transport atau difusi dari konsentrasi tinggi
menuju konsentrasi rendah (dari A ke B). Ketika konsentrasi S sama antara dua sisi
membran (leher A dan leher B pada tabung U), sistem dikatakan dalam equilibrium atau
keseimbangan (Hardin, dkk., 2012).

Gambar 5. Ilustrasi Difussi, menuju Equilibrium


Sumber: Hardin, dkk (2012)

b. Difusi sederhana terbatas hanya untuk molekul kecil dan nonpolar


Percobaan Alec Bangham (1961) dengan menggunakan liposom untuk mengetahui zat
terlarut mana sajakah yag dapat kabur dengan difusi melewati liposom bilayer.
Percobaan ini menunjukkan bahwa ion potassium dan sodium terperangkap, sedangkan
molekul kecil tak bermuatan seperti oksigen dapat kabur. Berdasarkan percobaan ini
Alec Bangham menyimpulkan bahwa lipid bilayer menunjukkan permeabikitas primer dari
suatu membran. Molekul kecil tak bermuatan dapat melewati membran melalui difusi
sederhana, sedangkan ion potassium dan sodium tidak bisa. Berdasarkan hal ini ditarik
kesimpulan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi kemampuan difusi zat terlarut yaitu,
ukuran, polaritas, dan muatan. Secara umum lipid bilayer lebih permeabel terhadap
molekul kecil (gas & molekul polar kecil dengan berat molkul ,100) daripada molekul yang
lebih besar. Lipid bilayer juga bersifat lebih permeabel terhadap molekul nonpolar
7
daripada molekul polar dengan ukuran lebih kecil. Hal ini dikarenakan molekul nonpolar
dapat larut dengan lebih mudah pada fase hidrofobik lipid bilayer (ex; hormon steroid
estrogen dan testoseron merupakan molekul nonpolar yang dengan berat molekul >100,
tapi dapat berdifusi melewati memebran sel) (Hardin, dkk., 2012).

Aplikasi Transpor pasif - difusi sederhana dalah metabolisme tubuh yaitu pada
proses difusi gas O2 dan CO2 pada sel darah merah/ eristrosit. Perhatikan ilustrasi (a) pada
Gambar 6 dibawah ini.

Gambar 6. Ilustrasi Difussi sederhana O2 dan CO2 pada Erotrosit


Sumber: Hardin, dkk (2012)

Oksigen dan karbondioksida merupakan gas yang dapat melintasi bagian hidrofobik
lipid bilayer secara langsung, sehinga dapat melalui memran sel secara difusi sederhana.
Proses difusi sderhana oksigen ini terjadi pada sel Eritrosit dalam sistem sirkulasi untuk
mengambil oksigen dari paru-paru dan melepasnya ke jaringan tubuh. Pada kapiler di jaringan
tubuh, dimana konsentrasi oksigen lebih rendah, oksige akan dikeluarkan dari hemoglobin
dan berdifusi dari sitoplasma eritrosit ke plasma darah lalu menuju cel di kapiler. Hal ini juga
berlaku sebaliknya di kapiler pau-paru, oksigen berdifusi dari udara yang dihirup pada paru-
paru, dimana konsentrasinya lebih tinggi tinggi menuju sitoplasma eritrosit dimana
konsentrasi oksigen lebih rendah (Hardin, dkk., 2012).

8
2.2.1.2 Difusi Terfasilitasi
Sel memiliki komponen substansi yang terlalu besar dan terlalu polar untuk diizinkan
melewati membran sel secara difusi sederhana, hal ini tertera pada Gambar 4 (halaman 6).
Tipe zat terlarut macam ini, dapat berpindah masuk ataupun keluar dari dalam sel atau organel
hanya dengan bantuan dari kinerja protein transport, yang memediasi perpindahan molekul
zat terlarut melewati membran sel. Transport zat semacam ini biasa disebut sebagai difusi
terfasilitasi. (Hardin, dkk., 2012). Hal ini dekarenakan proses transport molekul zat terlarut
berdifusi menuruni gradien konsentrasinya dan tanpa membutuhkan energi. Peran dari
protein transport, secara sederhana yaitu untuk memberikan jalan melewati bagian
hidrofobik lipid bilayer membran sel, memfasilitasi difusi zat terlarut polar atau yang
bermuatan menuruni gradien konsentrasinya.
Protein transport yang memfasilitasi mekanisme difusi terfasilitasi dibedakan menjadi
dua tipe yaitu protein carrier (pembawa) dan protein channel (penghubung) (Hardin,
dkk., 2012). Kedua tipe protein transport ini masing-masing mekanismenya msih dibagi
menjadi beberapa jenis. Secara lebih jelas lihat bagan pembagian protein transport pada
Gambar 7 dibawah ini.

Gambar 7. Bagan Pembagian Tipe Protein Transport

2.2.1.2.1 Protein Carrier (Pembawa)


Protein carrier (pembawa) biasa disebut juga sebagai transporter, mengikat satu
atau lebih molekul zat terlarut pada satu sisi membran sel kemudian melalui perubahan
konformasional (perubaha formasi protein) mentransfer molekul zat terlarut tersebut ke sisi
lain membran sel (Hardin, dkk., 2012). Protein carrier mengikat molekul zat terlarut ini

9
dengan tujuan melindungi gugus polar atau bermuatan dari molekul tersebut dari interior
membran yang nonpolar. Berdasarkan mekanismenya mentransport molekul zat terlarut,
protein carrier dapat dibedakan menjadi tiga tipa yaitu, uniport, symport dan antiport.
Perbedaan mekanisme ketiga tipe protein carrier diilustrasikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Perbedaan mekanisme ketiga tipe protein carrier; (a) Uniport; (b) gambar kiri
merupakan Symport, dan kanan merupakan antiport
Sumber: Hardin, dkk., 2012
Berdasarkan ilustrasi pada Gambar 8 diatas dapat dilihat perbedaan mekanisme kinerja
oleh ketiga jenis protein carrier, dijabarkan sebagai berikut;
a. Uniport, merupakan protein carrier (pembawa) yang hanya mampu mentransport satu
jenis molekul zat terlarut ke arah yang sama (dari eksoplama menuju sitosol) dalam satu
waktu. Aplikasi difusi terfasilitasi yang dimediasi protein carrier tipe Uniport dapat
dilihat pada transport atau perpindahan glukosa menuju sel darah merah (eritrosit).
Umumnya konsentrasi glukosa di ekstraseluler lebih tinggi dari pada interseluler eritrosit,
sehingga dapat menyebabkan difusi terfasilitasi dengan bantuan protein carrier glukosa
yaitu glukosa transporter (GLUT). Pada membran eristrosit glukosa protein carrier
(pembawa) atau transportenya disebut GLUT1 (protei carrier ini khusus untuk glukosa dan
beberapa jenis gila lain seperti galaktosa dan manosa). GLUT1 membantu transport
(difusi) molekul gula dengan melakukan mekanisme perubahan bentuk (konformasi),
perhatikan ilustrasi transport uniport oleh GLUT1 yang diilustrasikan oleh Lodish, dkk.,
(2003) pada Gambar 9.

10
2) 3) 4) 5) 6)

Gambar 9. Mekanisme Uniport Glukosa oleh GLUT1 pada Eritrosit (Lodish, dkk., 2003)

Mekanisme difusi terfasilitasi Uniport molekul glukosa dengan GLUT1 pada eritrosit
dapat dijabarkan sebagai berikut;
1) Konsentrasi glukosa di ekterior eritrosit > dari sitosol
2) Difusi molekul glukosa dari ekterior dengan fasilitas GLUT1 (protein carrier glukosa)
dengan binding site yang membuka ke arah ekterior
3) Molekul glukosa masuk kedalam GLUT1, yang memicu binding site GLUT1 untuk
membuka ke arah berlawanan yaitu arah sitosol (perubahan konformasi)
4) Binding site GLUT1 membuka ke arah sitosol
5) Molekul glukosa dilepaskan oleh GLUT1 menuju sitosol
6) Transporter GLUT1 mengalami perubahan konformasi kembali dengan binding site
yang membuka kearah eksterior membran eritrosit, untuk melakukan mekanisme yang
sama (siklik). Tapi, apabila konsentrasi glukosa interior eritrosit > eksterior,
mekanismenya sama tapi akan berbalik arah, menghasilkan mekanisme difusi glukosa
dari dalam eritrosit menuju eksterior eritrosit.

b. Symport, merupakan protein carrier (pembawa) yang mampu mentransport dua jenis
molekul zat terlarut ke arah yang sama (dari eksoplama menuju sitosol) dalam waktu yang
sama. Aplikasi difusi terfasilitasi yang dimediasi protein carrier tipe Symport dapat
dilihat pada transport atau perpindahan 2 molekul Na+ dan 1 molekul glukosa terjadi pada
sel usus kecil dan tubula ginjal yang membutuhkan glukosa dari lumen intestinal untuk
membentuk urine (Lodish, dkk., 2003). Ilustrasi difusi terfasilitasi oleh GLUT1 yang
diilustrasikan oleh Lodish, dkk., (2003) pada Gambar 10.
2) 3) 4) 5)

Gambar 10. Mekanisme Symport Na+ &Glukosa oleh GLUT1 (Lodish, dkk., 2003)
11
Mekanisme difusi terfasilitasi Symport Na+ dan glukosa dengan GLUT1 pada tubula
ginjal dapat dijabarkan sebagai berikut;
1) Difusi Na+ dan glukosa dari ekterior dengan fasilitas GLUT1 (protein carrier glukosa)
dengan binding site yang membuka ke arah ekterior
2) 2 Na+ dan 1 glukosa masuk kedalam GLUT1, yang memicu binding site GLUT1 untuk
membuka ke arah berlawanan yaitu arah sitosol (perubahan konformasi)
3) Binding site GLUT1 membuka ke arah sitosol
4) 2 Na+ dan 1 glukosa dilepaskan oleh GLUT1 menuju sitosol
5) Transporter GLUT1 mengalami perubahan konformasi kembali dengan binding site
yang membuka kearah eksterior membran tubula ginjal, untuk melakukan mekanisme
yang sama (siklik).

c. Antiport, merupakan protein carrier (pembawa) yang mampu mentransport dua jenis
molekul zat terlarut dengan arah yang berbeda (satu molekul dari eksoplama menuju
sitosol, sebaliknya molekul lainya dari sitosol kelur menuju eksoplama) pada waktu yang
sama. Aplikasi difusi terfasilitasi yang dimediasi protein carrier tipe Antiport dapat
dilihat pada anion exchange protein di membran apikal menuju lumen perut. Protein
carrier (pembawa) fasilitas atau protein antiport yang digunakan disebut chloride-
bicarbonate exchange, yang memfasilitasi perpindahan atau perubahan resiprokal (dua
arah) dari Cl- dan HCO3- melewati membran plasma. Cl- di transpor masuk ke dalam sel
dan HCO3- ditranspor keluar dari sel. Pasangan chloride-bicarbonate exchange adalah
mutlak, transport akan dihentikan apabila salah satu anion absent (tidak ada). Anion
exchange protein sangat selektif. Perpindahan Chlorida dan Bikarbonat dengan rasio 1:1,
dan tidak menerima anion lainnya. Mekanisme ini sering disebut dengan mekanisme
ping-pong, karena terjadi perubahan konformasi secara bergantian (Hardin, dkk., 2012).
1) Konformasi pertama, anion exchange protein mengikat Cl- pada salah satu sisi
membran. Kemudian pengikatan Cl- atau Chloride binding menyebabkan perubahan
konformasi untuk melepaskan (release) Cl- pada sisi membran lainnya, dimana protein
carrier mengikat Bikarbonat.
2) Konformasi kedua, anion exchange protein mengikat HCO3- pada salah satu sisi
membran. Kemudian menyebabkan perubahan konformasi untuk melepaskan (release)
HCO3- pada sisi membran lainnya, dimana protein carrier mengikat Chloride.
3) Pengulangan siklus dari binding & release.

12
Lodish, dkk (2003) mengilustrasikan transpor Antiport Cl - dan HCO3 pada membran apikal
menuju lumen perut pada bagian yang dilingkari merah di Gambar 11 dibawah.

Gambar 11. Mekanisme Antiport Cl- dan HCO3 oleh anion exchange protein
(Lodish, dkk., 2003)
Aplikasi lainya ditemukan pada paru-paru. Transport Cl- dan HCO3 dengan difusi
terfasilitasi mengunakan anion exchange protein. Chloride ditranspor keluar eritrosit yang
diimbangi dengan masuknya Bikarbonat kedalam eritrosit.

2.2.1.2.2 Protein Channel (Penghubung)


Protein channel (penghubung) merupakan fasilitas atau bantuan protein untuk proses
difusi terfasilitasi dengan cara membentuk channel/ lorong hidrofilik menembus
membran yang mengizinkan lalu-lintas zat terlarut tanpa membutuhkan perubahan
konformasi protein. Protein channel mentransport ion-ion spesifik atau air dan molekul kecil
hidrofilik menuruni gradien konsentasinya.
a. Ion Channel
Kebanyakan Channel adalah kecil dan selektif, channel ini lebih banyak terlibat pada
transport ion dari pada molekul, sehingga disebut Channel Ion. Beberapa ion channel
terbuka sepanjang waktu yang disebut dengan non-gated channels. Akan tetapi
kebanyakan channel ion hanya terbuka sebagai respons pada sinyal kimia spesifik atau
sinyal elektrik, yang disebut dengan gated channels. Ilustrasi oleh Lodish, dkk., (2003)
dapat dilihat pada gambar 12.

13
Gambar 12. Non-gated Channel (Channel ion K+) dan Gated channel (Channel ion Na+)
(Lodish, dkk., 2003)
Disamping strukturnya yang sederhana, channel ion (pori kecil dengan atom
hidrofilik) luarbiasa selektif. Kebanyakan channel hanya mengizinkan lalu-lintas untuk satu
jenis ion, sehingga dibutuhkan channel yang berbeda untuk mentansport ion-ion seperti Na +,
K+, Ca2+ dan Cl-. Selektifitas ini menghasilkan ion-spesifik binding site yang melibatkan
atom-atom rantai samping asam amino spesifik dan tulang punggung polipeptida didalam
channel dan membentuk pusat channel yang terbatas sebagai pemfilter ukuran.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa channel ion dibedakan menjadi non-gated
channels & gated channels. Dimana gated channels, berarti bahwa pori akan terbuka dan
menutup sebagai respon untuk suatu stimulus. Pada sel hewan gated-channel dibedakan lagi
berdasarkan stimulus yang mengkontrol buka-tutup channel, yaitu voltage-gated channel
dipengaruhi oleh stimulus perubahan pada potensial membran; ligand-gated channel dipicu
oleh stimulus binding substansi spesifik kepada protein channel; mechanosensitive channel
dipengaruhi stimulus gaya mekanik pada membran (Hardin, dkk., 2012).
Aplikasi difusi terfasilitasi yang dimediasi protein channel tipe channel ion dapat
dilihat pada transmisi sinyal elektrik oleh sel saraf yang dikontrol oleh perubahan pada
perpindahan ion Na+ dan K+ melalui channelnya. Ion channel Na+ dan K+ termasuk dalam
voltage-gated channel. Mengacu pada ilustrasi ion channel pada Gambar 12 diatas. Voltage-
14
gated channel Na+ menutup pada keadaan istirahat. Depolarisasi pada membran akan
menyebabkan perubahan konformasi pada protein channel (channel ion) untuk membuka
gate pori pada permukaan sitosol, dan meyebabkan ion Na + untuk melewati pori masuk
menuju sel. Semakin besar depolarisasi membran, makan akan semakin banyak
pembukaan gate pori Na+, maka semakin banyak pula ion Na+ yang masuk. Sedangkan
pada Voltage-gated channel K+ pembukaan gate pori ion K+ diinduksi oleh depolarisasi besar
oleh potensial aksi. Kebanyakan Voltage-gated channel K+ dibiarkan selalu terbuka selama
keadaan depolarisasi membran, dan hanya menutup ketika potensial membran bernilai negatif
(Lodish, dkk., 2003).

b. Porin
Channel atau penghubung lainnya relatif besar dan tidak spesifik, seperti pori yang
ditemukan pada membran luar bakteri, mitrokondria dan koroplas. Pori yang terbentuk dari
protein transmembran disebut Porin yang mampu mentransport zat terlarut dengan berat
sampai 600 untuk berdifusi melewati membran (Hardin, dkk., 2012). Segmenn Dibandingan
dengan channel ion, porin memiliki ukuran lebih besar dan kurang spesifik. Segmen
transmembran pada molekul porin melewati membran bukan dalam struktur heliks, tapi
dalam bentuk silindris tertutup yaitu barrel. Rantai samping polar berada didalam pori,
dimana diluar barrel berisi kebanyakan rantai samping yang non-polar yang berinteraksi
dengan interior menbran yang hidrofobik. Porin mengizinkan lalu-lintas berbagai zat terlarut
hidrofilik (Hardin, dkk., 2012). Struktur dari porin diilustrasikan seperti pada Gambar 13
dibawah ini.

Gambar 13. a) Struktur Porin tampak samping; b)Struktur Porin tampak atas
(Lodish, dkk., 2003)

15
c. Aquaporin
Percobaan Peter Agre (1992) menemukan protein channel yang memfasilitasi difusi air
yang diberi nama Aquaporin (AQP). Aquaporin dideskripsikan sebagai protein membran
tetramik integral yang punya empat monomer yang idientik, dengan tiap monomer
mengandung enam segmen transmembran heliks. Empat monomer ini berasosiasi
berdampingan pada membran dengan segmen transmembran mereka yang berorientasi
membentuk empat channel center yang berjejer pada rantai samping hidrofilik. Ruang
ditengah-tengan tetramer di blok oleh molekul lipid. Aquaporin memfasilitasi perpindahan
molekul air menuju atau keluar dari sel pada jaringan spesifik yang membutuhkan
kemampuan ini. Aplikasi protein channel Aquoaporin yaitu pada mekanisme tubulus
proksimal pada ginjal kita mengabsorbsi air dalam kebutuhan untuk formasi urin. Sel pada
jaringan ini memiliki banyak AQP di membran plasmanya, sehingga menyebabkan ginjal
memfilter air lebih dari 100 L per hari. Aquaporin juga ditemukan pada eritrosit, dimana dapat
menyebabkan penyusutan sebagai respon pada perubahan tekanan osmotik (Hardin, dkk.,
2012). Struktur dari porin diilustrasikan seperti pada Gambar 14 dibawah ini.

Gambar 14. Penampakan Struktur Aquaporin


(Lodish, dkk., 2003)

2.2.2. Transport Aktif


Transpor aktif adalah pemompaan zat terlarut melintasi membran biologis, melawan
konsentrasinya atau gradien konsentrasi. Kemampuan sel untuk mempertahankan zat kecil
terlarut dalam sitoplasma pada konsentrasi lebih tinggi dari cairan sekitarnya merupakan
faktor penting dalam kelangsungan hidup sel. Banyak sel-sel hewan, misalnya, menjaga
konsentrasi natrium dan kalium yang sangat berbeda dibandingkan dengan lingkungan
mereka. Transpor aktif memungkinkan sel-sel tidak hanya untuk mempertahankan tingkat zat
16
terlarut yang layak, tetapi juga untuk memompa ion melintasi gradien konsentrasi. Proses ini
menciptakan tegangan melintasi membran yang dapat dimanfaatkan untuk kekuatan kerja
seluler (Alberts & Dennis, 2008)

Gambar 15. Model Konformasi Berpindah Dalam Transporter Dapat Bermediasi Pergerakan
Pasif Dari Sebuah Solut (Albers & Dennis., 2003)

Selama transpor aktif, sel harus bekerja melawan difusi alami zat terlarut. Untuk
melakukan hal ini, protein transportasi khusus yang tertanam dalam membran sel. Didukung
oleh adenosin trifosfat (ATP), protein transpor selektif memindahkan zat terlarut tertentu
masuk atau keluar dari sel. Sebuah cara yang umum kekuatan ATP kerja ini adalah untuk
menyumbangkan gugus fosfat terminal dengan protein transportasi, memicu perubahan
bentuk dalam molekul protein. Perubahan konformasi menyebabkan protein untuk
memindahkan zat terlarut yang terikat ke permukaan ekstraseluler untuk interior sel dan
melepaskan mereka.
Transpor aktif memerlukan protein membran yang berperan sebagai pembawa atau
kendaraan untuk melewati membran. Transpor aktif melibatkan 3 jenis protein pembawa,
yaitu unipor, simpor, dan antipor.
a. Unipor adalah protein pembawa yang mengangkut satu ion atau molekul terlarut pada
satu arah saja. Misalnya ion Ca2+ pada membran plasma.
b. Simpor adalah protein pembawa yang mengangkut dua ion atau molekul terlarut pada
satu arah yang sama. Misalnya pengangkutan asam amino dari usus ke dalam sel-selnya,
yang juga membutuhkan pengangkutan ion Na+ pada protein simpor yang sama. Meskipun
transportasi glukosa yang paling masuk atau keluar dari sel-sel di Anda tubuh terjadi
melalui difusi difasilitasi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8-7, sel-sel epitel yang
melapisi usus memiliki protein transport yang mampu mengambil glukosa dan asam amino
tertentu asam dari usus bahkan ketika konsentrasi mereka ada jauh lebih rendah dari pada
di sel epitel. Energi ini butuh proses didorong oleh simultan penyerapan ion natrium, yang
merupakan eksergonik karena gradien elektrokimia curam untuk natrium yang
17
dipertahankan dan melintasi membran plasma dengan / pompa. Transporter glukosa
natrium-dependent ini sering disebut sebagai protein SGLT.
c. Antipor adalah protein pembawa yang mengangkut dua ion atau molekul pada arah
yang berlawanan, ke luar dan ke dalam sel. Misalnya sel-sel yang mempunyai pompa
Na+ (mengeluarkan ke luar sel) dan K+ (memasukkan ke dalam sel).

Gambar 16. Tiga Tipe Transporter (Albers & Dennis., 2003)

Terdapat 3 kelas pompa ATP (Albert, 2008), yaitu:


1. Tipe P
Secara struktur dan fungsional berhubungannya protein transmembran. Mereka dapat
memfosforilasi sendiri selama siklus memompa. Kelas ini mengandung banyak pompa ion
yang responsif untuk mengatur gradien Na+, K+, H+ dan Ca2+ melewati membran sel.
Pada sel otot rangka, ion Ca2+ dipusatkan dan disimpan dalam Retikulum Sarkoplasma
(RS); pelepasan dan penyimpanan ion Ca2+ dari lumen RS ke dalam sitosol menyebabkan
kontraksi. Kelas-P Ca2+ ATPase terletak dalam membran RS pada otot lurik, dari sitosol ke
dalam lumen RS, sehingga merangsang relaksasi otot (Lodish, et al. 2003).
Pada sitosol sel otot, konsentrasi otot lurik Ca 2+ berkisar dari 10-7 M (kondisi sel
istirahat) hingga lebih dari 10-6 M (kondisi sel kontraksi), dimana total konsentrasi Ca2+
pada lumen RS dapat mencapai 10-2 M. Namun, dua protein yang dapat larut dalam lumen
pada vesikel RS mengikat Ca2+ dan sebagai cadangan Ca2+ intraseluler, sehingga
mengurangi konsentrasi ion Ca2+ bebas dalam vesikel RS dan konsekuensinya adalah
energi dibutuhkan untuk memompa ion Ca2+ dari sitosol. Aktivitas otot Ca2+ ATPase
meningkatkan konsentrasi Ca2+ bebas pada sitosol. Jadi, di sel otot rangka, pompa kalsium
dalam membran RS dapat menambah aktivitas popa Ca2+ yang sama terletak di membran

18
plasma untuk menjaga konsentrasi Ca2+ bebas pada kondisi otot istirahat di bawah 1M
(Lodish, et al. 2003).
Model saat ini untuk menunjukkan mekanisme kerja dari Ca2+ ATPase dalam membran
RS melibatkan dua konformasi protein yang disebut dengan E1 dan E2. Ketika protein
berada pada konformasi E1, dua ion Ca2+ mengikat dua dua finitas tinggi dari binding site
yang diperoleh dari sisi sitosol dan sebuah ATP mengikat site pada permukaan sitosol
(tahap 1). ATP dihidrolisis menjadi ADP dengan reaksi yang membutuhkan Mg 2+, dan
melepaskan fosfat ditransfer menjadi residu spesifik aspartat dalam protein, membentuk
energi tinggi ikatan asil fosfat yang dinotasikan dengan E1 ~ P (tahap 2). Protein ini
kemudian mengalami konformasi perubahan menghasilkan E2, yang memiliki dua Ca2+
dengan afinitas rendah, binding sitenya dapat mencapai lumen RS (tahap 3). Energi yang
dibebaskan pada hidrolisis ikatan aspartil-fosfat mengikat E1 ~ P lebih besar daripada E2
P, dan pengurangan energi bebas dari ikatan aspartil fosfat dapat dijadikan energi untuk
mengubah konformasi E1 menjadi E2. Ion Ca2+ secara spontan terpisah dari site berafinitas
rendah untuk memasuki lumen RS (tahap 4); selanjutnya ikatan aspartil fosfat dihidrolisis
(tahap 5). Energi dari defosforilasi dapat digunakan untuk perubahan konformasi dari E2
menjadi E1 (tahap 6), dan E1 siap untuk mentranspor dua atau lebih ion Ca2+ (Lodish, et al.
2003).

Gambar 17. Model Operasional Ca2+ ATPase pada membran retikulum sarkoplasma sel otot
lurik. Sumber: Lodish, et al. (2003,254)

Pompa Natrium-Kalium
19
Sebuah contoh dari jenis protein transpor aktif adalah pompa natrium-kalium.
Kebanyakan sel-sel hewan terus konsentrasi yang lebih tinggi kalium, dan konsentrasi
rendah natrium, dari apa yang ditemukan di lingkungan ekstraselular. Karena ion natrium
membawa muatan positif dan ion kalium membawa muatan negatif, ketidakseimbangan
ini tidak hanya merupakan gradien konsentrasi, tetapi juga gradien elektrokimia. Pompa
natrium-kalium memindahkan tiga ion natrium keluar sel untuk setiap dua ion kalium
yang mereka bawa ke dalamnya, sehingga muatan negatif bersih pada sel secara
keseluruhan. Perbedaan muatan pada setiap sisi dari membran selular menciptakan
tegangan potensi membran yang memungkinkan sel untuk bertindak sebagai baterai,
dan bekerja seluler listrik.
Beberapa reaksi kimia yang dikatalisasi oleh enzim dalam sel menghasilkan zat
antara yang baik sangat tidak stabil atau mudah bisa berdifusi keluar dari sel melalui
membran plasma jika dilepaskan ke sitosol tersebut. Perhatikan, misalnya, enzim
karbamoil fosfat sintetase, yang menggunakan amonia berasal dari glutamin ditambah
dua molekul ATP untuk mengkonversi bikarbonat (HCO3-) ke karbamoil fosfat-perantara
penting dalam beberapa jalur metabolisme. Enzim ini berisi tiga luas dipisahkan situs
aktif yang saling terhubung satu sama lain dengan sebuah terowongan. Reaksi dimulai
pada situs aktif 2, terletak di tengah-tengah terowongan, di mana AIP digunakan untuk
memfosforilasi (menambahkan gugus fosfat untuk) bikarbonat, membentuk fosfat
carbory. Acara ini memicu hidrolisis glutamin menjadi asam glutamat di siklus 1,
melepaskan amonia ke dalam terowongan. amonia segera berdifusi melalui arah pertama
terowongan untuk siklus ke 2, di mana ia bereaksi dengan carboxyphosphate yang untuk
membentuk karbamat. menengah yang tidak stabil ini kemudian berdifusi babak kedua
terowongan ke siklus ke 3, di mana ia difosforilasi dari ATP untuk produk akhir, fosfat
karbamoil.
Transportasi yang paling aktif ini didukung oleh molekul ATP. Kadang-kadang,
bagaimanapun, suatu zat terlarut dapat bergerak ke dalam sel dengan mengambil
keuntungan dari difusi zat lainnya. Ketika zat menyebar pindah ke sel sepanjang gradien
yang sebelumnya telah dibuat oleh transpor aktif, zat terlarut lainnya dapat mengikat
mereka dan menyeberangi membran secara bersamaan. Dikenal sebagai transportasi
sekunder atau co-transport, ini adalah bentuk lalu lintas membran yang bertanggung
jawab untuk memindahkan sukrosa ke dalam sel tanaman, serta bergerak kalsium dan
glukosa ke dalam sel-sel hewan.

20
Gambar 18. Pompa Na+ K+ (Sumber: Hardin, 2012)

2. Tipe F
Tipe ini seperti turbin protein, dibangun dari banyak diferensiasi sub unit.
Mereka berdiferensiasi dari tipe P ATPases dan ditemukan di membran plasma dari
bakteri, membran dalam mitokondria, dan membran tilakoid dari kloroplas.
Secara struktur Tipe F sama dengan tipe V tetapi tidak berhubungan dan lebih
rumit daripompa tipe P. Kelas pompa tipe F dan V mengandung beberapa perbedaan
transmembran dan sub unit sitosol.
Semua ATPase pada kelas V hanya mentranspor ion H +. Pompa proton ini,
berada pada membran lisosom, endosom, dan vakuola tumbuhan, berfungsi untuk
mengasamkan lumen pada organel ini. pH lumen lisosom dapat diukur pada sel-sel
hidup dengan menggunakan partikel yang disebut pH sensitive fluorescent dye.
Setelah partikel ini difagosit oleh sel dan dipindahkan ke lisosom, pH lisosom dapat
dipancarkan dari perpendaran spektrum yang dipancarkan (Lodish, et al. 2003).
Kekuatan ATP dari pompa proton di membran lisosom dan vakuola diisolasi,
dimurnikan, dan dimasukkan dalam liposom. Seperti diilustrasikan pada Gambar 5,
pompa proton kelas V mengandung dua daerah (domain) dengan ciri tersendiri;
domain sitosol hidrofilik (V1) dan domain transmembran (V0) dengan berbagai subunit
pada masing-masing domain. Ikatan dan hidrolisis ATP oleh subunit B dalam V 1
menyediakan energi untuk memompa ion H+ melalui saluran yang menginduksi proton
yang dibentuk oleh subunit c dan a pada V0. Tidak seperti pompa ion kelas P, pompa
proton tidak difosforilasi dan didefosforilasi selama transpor proton (Lodish, et al.
2003).
Kekuatan ATP pada pompa proton tidak dapat mengasamkan lumen pada
organel (atau ruang ekstraseluler) karena pompa ini bersifat elektrogenik yaitu adanya
jaring perpindahan pada perubahan listrik yang terjadi selama transportasi. Pompa

21
hanya dapat mengangkut beberapa proton menyebabkan penumoukan ion H + pada
permukaan luar plasma (dalam) membran organel. Setiap H+ dipompa, ion negatif
(misalnya OH- atau Cl-) akan ditinggalkan di permukaan sitosol, menyebabkan
penumpukan ion bermuatan negatif di sana. Hal tersebut menyebabkan ion bermuatan,
menarik satu sama lain pada permukaan dari membran yang berlawanan, sehingga
menghasilkan pemisahan muatan, atau potensial listrik yang melewati membran.
Karena semakin banyak proton yang dipompa, kelebihan muatan positif pada positif
pada permukaan luar plasma menolak ion H + lain, pompa segera mencegah
penambahan proton sebelum gradien konsentrasi transmembran H+ signifikan (Lodish,
et al. 2003).

Gambar 18. Efek Pompa Proton Kelas-V Memompa Gradien Konsentrasi Ion H+ dan Gradien
Potensial Elektrik melalui Membran Sel. Sumber: Lodish, et al. (2003,258)

3. ABC transporters
Pada dasarnya pompa molekul yang kecil melewati membran sel, kebalikan
dari tipe P dan tipe F, dimana transpor ion secara eksklusif.
Pompa kelas-ABC terdiri dari 2 domain T dan 2 domain A. Masing-masing
dari domain T terdiri dari 6 membran heliks yang membentuk jalur untuk dilalui
molekul melewati membran. Plasma membran pada banyak bakteri memiliki sejumlah
permease yang termasuk ke dalam kelompok pompa kelas-ABC. Protein tersebut
menggunakan energi yang dihasilkan dari hidrolisis ATP untuk memindahkan molekul
yang spesifik ke dalam sel.
Pada protein ABC sel bakteri, keempat domain pada MDR1 bergabung dalam
protein tunggal 170000 MW. Hal ini ditunjukkan dengan struktur tiga dimensi yang
homolog dengan transpor lemak protein transpor pada E.coli tampak molekul
berbentuk V, dengan ujung pada membran dan kaki yang mengandung ATP binding
site yang menonjol keluar sitosol. Mekanisme transpor pada E.coli dinamakan model
flipase (Lodish, et al. 2003).
22
Gambar 19. Gambar
Model flipase pada transpor oleh MDR1 dan protein ABC.
Sumber: Lodish et al. (2008, 260)

Transport aktif terbagi atas transport aktif primer dan sekunder. Transport aktif
sekunder juga terdiri atas co-transport dan counter transport.
2.2.2.1 Transport aktif primer
Memakai energi langsung dari ATP, misalnya pada pompa Natrium-Kalium dan
dan Calsium. Pada pompa Na-K , 3 ion Na akan dipompa keluar sel, sedangkan 2 ion K
akan dipompa kedalam sel. Pada pompa Ca , Ca akan dipompa keluar sel agar
konsentrasi Ca dalam sel rendah. Karakteristik dari kebanyakan sel hewan adalah tinggi
tingkat intraseluler ion kalium dan intraseluler rendah tingkat ion natrium, sehingga
dalam hewan khas sel yang dihasilkan potensi elektrokimia untuk kalium dan natrium ion
sangat penting sebagai pendorong untuk digabungkan transportasi sebagai transmisi
impuls saraf. Keduanya memompa ion kalium masuk kedalam dan memompa ion
natrium keluar karena itu prosesnya membutuhkan energi ketika kedua ion sedang
bergerak naik gradien elektrokimia.
Mekanisme transportasi yang sebenarnya melibatkan awal pengikatan tiga natrium
ion ke sisi dalam membran, pojok kanan atas. Pengikatan natrium ion pemicu fosforilasi
dari subunit enzim oleh ATP mengakibatkan perubahan konformasi dari ke. Sebagai
Akibatnya, ion natrium terikat dipindahkan melalui membran ke permukaan eksternal, di
mana mereka dilepaskan ke luar. Kemudian, kalium ion dari luar mengikat subunit a,
memicu defosforilasi dan kembali ke konformasi asli. selama ini proses, ion kalium
dipindahkan ke dalam permukaan, di mana mereka memisahkan, meninggalkan carrier
siap menerima ion natrium lebih.

2.2.2.2 Transpor Aktif Sekunder

23
Transpor aktif sekunder dengan co-transpor adalah transpor zat yang
mengaktifkan transpor zat lain melewati membran plasma. Co-transport dibedakan
menjadi dua, yaitu simport dan antiport. Disebut simport apabila kedua jenis zat memiliki
arah pergerakan yang sama, dan disebut antiport apabila arah pergerakannya
berlawanan. Contoh mekanisme kotranspor, berupa pompa potasium dan sodium.
Pada proses counter transport/exchange, masuknya ion Na ke dalam sel akan
menyebabkan bahan lain ditransport keluar. Misalnya pada pertukaran Na-Ca dan
pertukaran Na-H. Pada pertukaran Na-Ca, 3 ion Na akan ditransport kedalam sel untuk
setiap 1 ion Ca yang ditransport keluar sel, hal ini untuk menjaga kadar Ca intrasel,
khususnya pada otot jantung sehingga berperan pada kontraktiitas jantung. Pertukaran
Na-H terutama berperan mengatur konsentrasi ion Na dan Hidrogen dalam tubulus
proksimal ginjal, sehingga turut mengatur pH dalam sel.
Selain transpor aktif, ada juga transport masal molekul besar seperti protein dan
polisakarida serta molekul besar lainnya biasanya melintasi membran plasma dengan
mekanisme yang melibatkan pengemasan dalam vesikel, dan transpor ini juga memerlukan
energi. Molekul yang berukuran kecil, air dan ion dapat masuk ke dalam sel melalui lapisan
fosfolipid bilayer atau protein transpor pada membran. Namun, masuknya zat kedalam sel
juga dapat dilakukan secara massal (molekul besar). Proses masuk/keluarnya zat dalam
jumlah yang besar dapat dilakukan dengan proses endositosis dan eksositosis. Molekul besar
yang dapat masuk melalui proses ini contohnya antara lain protein maupun polisakarida.
Sama halnya dengan tranpor aktif, proses ini juga membutuh kan energi. Transpor masal
terdiri dari eksositosis dan endositosis.

2.3. Transport Melalui Membran (Makromolekul)


2.3.1 Eksositosis
Eksositosis merupakan proses sel mensekresi makromolekul dengan cara
menggabungkan vesikula dengan membran plasma, vesikula transport yang terlepas dari
aparatus golgi dipindahkan oleh sitoskeleton ke membran plasma. Ketika membran vesikula
dan membran plasma bertemu, molekul lipid bilayer menyusun ulang dirinya sendiri sehingga
kedua membran bergabung. Kandungan vesikula kemudian tumpah kedalam sel. Ada dua cara
eksositosis yaitu: melalui pelekukan ke luar (evaginasi) membran plasma, sehingga akhirnya
membran plasma mengenting dan putus, dan bahan yang diangkut berada dalam vesikuli.

24
Cara yang kedua vesikuli yang ada dalam sel (atau organel), melebur dengan membran
plasma dan bahan yang diangkut dilepaskan setelah membran vesikuli terbuka.
Banyak sel sekretoris menggunakan eksositosis untuk mengirim keluar produk-
produk yang dihasilkan oleh sel sekretoris tersebut. Misalnya, sel tertentu dalam pankreas
menghasilkan hormon insulin dan menekresikannnya kedalam darah melalui eksositosis.
Contoh lain adalah neuron atau sel saraf, yang menggunakan eksositosis untuk melepaskan
sinyal kimiawi yang merangsang sel otot. Ketika sel tumbuhan sedang membuat diding sel,
eksositois mengeluarkan karbohidrat dari vesikula golgi kebagian luar selnya.
Eksositosis merupakan proses membebaskan zat dari dalam sel. Sebagai contoh adalah
pembebasan hormon dari dalam sel-sel kelenjar endokrin, pembebasan neurotransmiter dari
vesikel ke celah sinap dan pembebasan sisa makanan dari vakuola makanan. Hormon yang
dihasilkan oleh sel-sel kelenjar endokrin, mula-mula ditampung dalam vesikel-vesikel
(disebut vesikel sekretori). Vesikel-vesikel yang penuh dengan hormon kemudian bergeser ke
arah membran sel dan melekat. Membran vesikel yang berlekatan dengan membran plasma
melebur, sehingga hormon yang ada dalam vesikel tertuang ke luar sel menuju ke cairan luar
sel

Gambar 20. Proses eksositosis (Alberts & Dennis, 2008)

Sinapsis
Pada sebagian kasus, potensial aksi tidak ditransmisikan dari neuron ke sel- sel lain.
Akan tetapi, informasi ditransmisikan dan transmisi ini terjadi di sinapsis. Beberapa sinapsis,
disebut sinapsis listrik memiliki sambungan celah yang memungkinkan arus listrik mengalir
langsung dari neuron ke neuron lainnya.
Mayoritas sinapsis merupakan sinapsis kimiawi yang melibatkan pelepasan
neurotransmitter kimiawi oleh neuron prasinapsis. Di setiap terminal, neuron prasinapsis
mensintesis neurotransmiter dan mengemasnya dalam kompartemen terselubung membran
ganda yang disebut vesikel sinapsis. Kedatangan potensial aksi di terminal sinapsis
mendepolarisasi membran plasma, membuka saluran gerbang voltase yang memungkinkan
Ca2+ berdifusi ke dalam terminal. Kenaikan dalam konsentrasi Ca2+ yang dihasilkan dalam
terminal menyebabkan beberapa vesikel sinapsis berfusi dengan membran terminal, sehingga
25
melepaskan neurotransmitter. Neurotransmitter kemudian berdifusi menyeberangi sinaptic
cleft, celah sempit yang memisahkan neuron prasinapsis dari sel prasinapsis. (Campbell,
2008)

Gambar 21. Gambar Sinapsis Kimiawi (Sumber: Softilmu.com))

Pembangkitan potensial Pascasinapsis


Pada berbagai sinapsis kimiawi, saluran ion bergerak ligan yang mamou mengikat
neurotransmitter menggugus dakam membran sel pscasinapsis, tepat di seberang terminal
sinapsis. Pengikatan neurotansmitter ke bagian tertentu dari saluran membuka sakuran itu dan
memungkinkan ion- ion spesifik berdifusi melintasi membran pascasinapsis. Hasilnya adalah
potensial pascasinapsis, suatu perubahan dalam potensial membran sel pascasinapsis.
Pada sinapsis, neurotransimitter berikatan ke suatu tipe saluran tempat K+ maupun
Na+ dapat berdifusi. Ketika saluran- saluran itu terbuka, membran pascasinapsis
mendepolarisasi saat potensial membran mendekati suatu nilai yang kira- kira berada di
tengah antara Ek dan Ena. Karena menyebabkan potensial membran mendekati ambang batas,
depolarisasi ini disebut potensial pascasinapsis pengeksitasi (EPSP). Pada sinapsis- sinapsi
yang lain, suatu neurotransmitter yang berbeda berikatan ke saluran yang permeable selektif
hanya utnuk K+ atau Cl-. Ketika saluran- saluran ini terbuka, membran pascasinapsis
terhiperpolarisasi. Hiperpolarisasi yang dihasilkandengna cara ini disebut potensial
pascasinapsis penghmabat (IPSP) karena menggerakkan potensial membran menjauhi ambang
batas. (Campbell, 2008)

Neurotransmitter
Ada lebih dari 100 neurotransmitter yang telah diketahui, akan tetapi hampir semunya
tergolong ke dalam satu dari segelintir kelompok berdasarkan struktur kimiawi. Kelas- kelas
utama neurotransmitter adalah asetilkolin, amin biogenik, asam amino, neuropeptida dan gas.
Neurotransmitter tunggal bisa memiliki lebih dari selusin reseptor yang berbeda. Terlebih lagi,
reseptor untuk satu neurotransmitter spesifik dapat memiliki efek yang sangat bervariasi pada
sel- sel pascasinapsis.

26
Salah satu neurotransmitter yang paling umum adalah asetilkolin. Asetilkolin
berikatan ke reseptor pada saluran bergerbang ligan pada sel otot, menghasilkan EPSP.
Aktivitas asetilkolin diakhiri oleh asetilkolinestetase, suatu enzim yang terdapat pada takik
sinapsis yang menghidrolisis neutransmitter.

Gambar 22. Gambar Tiga Konformasi Asetilkolin


Reseptor (Sumber: Albert 2008)

Gambar 23. Gambar Struktur


Reseptor Asetilkolin
(Sumber: Albert 2008)

Transmisi neuromuskular melibatkan urutan aktivasi dari lima set yang berbeda dari
saluran ion :
1. Proses dimulai ketika impuls saraf mencapai ujung saraf dan terdepolarisasi di
terminal membran plasma. Depolarisasi dengan transien membuka tegangan Ca2+
saluran dalam membran. Sebagai Ca2+ konsentrasi di luar sel lebih dari 1000 kali
lebih besar daripada konsentrasi Ca2+ di dalam mengalir ke terminal saraf.
Peningkatan konsentrasi Ca2+ dalam sitosol memicu terminal pemicu lokal pelepasan
asetilkolin sehingga ke celah sinapsis.
2. Asetilkolin dirilis berikatan dengan reseptor asetilkolin pada otot membran sel plasma,
membuka saluran kation yang terikat dengan mereka. Masuknya dihasilkan Na+
menyebabkan depolarisasi membran lokal.
3. Depolarisasi lokal otot membran plasma sel membuka tegangan gated NA+ dalam
membran memungkingkan banyak Na+ untuk masuk, maka depolarisasi yang
menyebar melibatkan seluruh plasma membran.

27
4. Depolarisasi umum membran plasma sel otot mengaktifkan tegangan Ca2+ saluran di
daerah khusus.
5. Pada gilirannya menyebabkan CA2+ melepaskan saluran di daerah yang berdekatan
dengan membran retikulum sarkoplasma untuk membuka transien dan melepaskan
Ca2+ disimpan dalam SR ke sitosol. Tubulus T dan membran yang erat akan
bergabung bersama dalam struktur khusus. (Albert, 2008)

Gambar 24. Gambar Sistem Saluran Ion Pada Neuromoscular Junction (Sumber: Albert 2008)

2.3.2 Endoositosis
Sebagain besar eukariotik melakukan satu atau lebih mekanisme endositosis untuk
menyerap bahan ekstraseluler. Mekanisme endositosis dapat dilihat pada gambar 1. Segmen
kecil membran plasma secara progresif berinvaginasi membentuk suatu kantung yang
mengandung makromolekul atau material lain dari lingkungan eksterior sel (step 1),
kemudian kantong ini terjepit memagari bahan ekstraseluler (step 2), dilanjutkan dengan
pembentukan vesikel endositik (step 3), kemudian vesikel memisah dari membrane plasma,
membawa material dari eksterior dalam suatu membran derivat membran plasma (step 4)
(Hardin, et.al., 2012).

28
Gambar 25. Mekanisme endositosis pada membrane plasma
(Sumber : Hardin, et.al., 2012)

Endositosis penting untuk beberapa proses seluler, termasuk pemasukan nutrisi


penting oleh beberapa organisme uniseluler dan pertahanan terhadap mikroorganisme oleh sel
darah putih. Dalam aliran membran, eksositosis dan endositosis memiliki efek yang
berlawanan. Eksositosis menambahkan lipid dan protein ke membran plasma, sedangkan
endositosis menghilangkannya. Dengan demikian, komposisi steady-state membran plasma
merupakan efek dari keseimbangan antara eksositosis dan endositosis. Melalui endositosis
dan transportasi yang retrograde, sel dapat mendaur ulang dan menggunakan kembali molekul
yang tersimpan dalam membran plasma oleh vesikula sekretori selama eksositosis (Hardin,
et.al., 2012).
Endositosis dibedakan menjadi dua berdasarkan jenis bahan yang masuk ke dalam sel,
yakni fagositosi (zat yang masuk berupa partikel padat) dan pinositosit (zat yang masuk
berupa zat cair). Fagositosis dapat dikatakan sebagai proses konsumsi partikel besar (diameter
70,5 mm), termasuk agregat makromolekul, bagian sel lain, dan bahkan seluruh
mikroorganisme atau sel lainnya. Bagi banyak eukariota uniseluler, seperti amoeba dan
protozoa bersilia, fagositosis adalah sarana rutin untuk memperoleh makanan. Fagositosis
juga digunakan oleh beberapa hewan primitif, terutama cacing pipih, coelenterata, dan spons,
sebagai sarana untuk mendapatkan nutrisi. Namun, pada organisme yang lebih kompleks,
fagositosis biasanya terbatas pada sel khusus yang disebut fagosit. Misalnya, tubuh manusia
mengandung dua golongan sel darah putih yakni neutrofil dan makrofag yang menggunakan
fagositosis untuk pertahanan bukan untuk mendapatkan nutrisi. Sel-sel ini menelan dan
29
mencerna bahan asing atau mikroorganisme invasif yang ditemukan di aliran darah atau di
jaringan yang terluka. Makrofag memiliki peran tambahan sebagai pemulung, menelan
puing-puing seluler dan seluruh sel yang rusak dari jaringan yang terluka. Dalam kondisi
tertentu, sel mamalia lainnya terlibat dalam fagositosis. Misalnya, fibroblas yang ditemukan
di jaringan ikat dapat mengambil kolagen untuk memungkinkan remodeling jaringan, dan sel
dendritik di dalam limpa mamalia dapat menelan bakteri sebagai bagian dari respon imun
(Hardin, et.al., 2012).
a) Fagositosis telah dipelajari secara ekstensif pada
amoeba, yang menggunakannya untuk memperoleh
nutrisi. Kontak dengan partikel makanan atau
organisme yang lebih kecil memicu terjadinya
fagositosis, seperti yang ditunjukkan pada Gambar
2. Lapisan membran yang disebut pseudopoda
secara perlahan mengelilingi objek kemudian
bertemu dan menelan partikelnya, membentuk
vakuola fagositik intraseluler. Vesikula endositik
atau juga disebut fagosom, kemudian berfusi
dengan endosom, membentuk vesikel besar di mana
bahan yang tertelan dicerna (Campbell, 2014).
Gambar 26. Mekanisme fagositosis
b) Pinositosis (Sumber : Campbell, 2014)

Pada pinositosis, sebuah sel terus-menerus


"menelan" tetesan cairan ekstraselular ke dalam
vesikula kecil, hasil infolding membran plasma.
Dengan cara ini, sel memperoleh molekul yang
dilarutkan dalam tetesan. Pinositosis tidak
bersifat spesifik karena semua zat terlarut
dimasukkan ke dalam sel, tanpa mekanisme
untuk mengumpulkan atau mengecualikan
molekul tertentu. Konsentrasi bahan yang
terperangkap dalam vesikel mencerminkan
konsentrasinya di lingkungan ekstraselular.
Gambar 27. Mekanisme fagositosis Contoh jalur endositik clathrin-independen
(Sumber : Campbell, 2014)

30
adalah endositosis fase-cairan, sejenis pinositosis untuk internalisasi cairan
ekstraselular nonspesifik .

2.3.3 Reseptor-Mediated Endocytosis

Sel dapat memperoleh bahan larut dan tersuspensi tertentu melalui suatu proses
dikenal sebagai reseptor-mediated endocytosis (juga disebut clathrin-dependent endocytosis).
Untuk proses ini, sel menggunakan reseptor spesifik yang ditemukan pada permukaan luar
membran plasma. Endositosis yang dimediasi reseptor adalah mekanisme utama untuk
internalisasi makromolekul spesifik oleh sel eukariotik. Bergantung pada jenisnya, sel
mamalia dapat menelan hormon, faktor pertumbuhan, enzim, protein serum, kolesterol,
antibodi, zat besi, dan bahkan beberapa virus dan toksin bakteri dengan mekanisme ini
(Hardin, et.al., 2012).

Sel-sel manusia menggunakan reseptor-mediated endocytosis untuk mengambil


kolesterol untuk sintesis membran dan sintesis steroid lainnya. Kolesterol bergerak dalam
darah dalam partikel yang disebut low-density lipoproteins (LDLs). LDL mengikat reseptor
LDL pada membran plasma dan kemudian masuk ke sel oleh endositosis. (LDLs bertindak
sebagai ligan, sebuah istilah untuk setiap molekul yang mengikat secara khusus ke situs
reseptor pada molekul lain.) Pada penyakit bawaan familial hiperkolesterolemia, ditandai
dengan tingkat kolesterol yang sangat tinggi dalam darah, LDL tidak dapat masuk ke sel
karena LDL protein reseptor rusak atau hilang. Akibatnya, kolesterol terakumulasi dalam
darah, di mana ia berkontribusi terhadap aterosklerosis dini, penumpukan endapan lipid pada
dinding pembuluh darah. Penumpukan ini mempersempit ruang di pembuluh darah dan
menghambat aliran darah, dan bisa mengakibatkan kerusakan jantung dan stroke (Campbell,
2014).
Endositosis yang dimediasi reseptor diilustrasikan pada Gambar 4. Prosesnya dimulai
dengan pengikatan molekul spesifik (disebut ligan) ke protein reseptor pengikat ligan yang
ditemukan pada permukaan luar membran plasma. Kompleks reseptor-ligan berdifusi lateral
di membran, menuju daerah membran khusus yang disebut lubang berlapis yang berfungsi
sebagai tempat pengumpulan dan internalisasi kompleks. Akumulasi kompleks reseptor-ligan
di dalam lubang berlapis memicu akumulasi protein tambahan pada permukaan dalam
(sitosolik) membran plasma. Protein tambahan ini - termasuk protein adaptor, clathrin, dan
dinamin - diperlukan melakukan invaginasi. Invaginasi berlanjut sampai terbentuk vesikel
terlapis. Mantel clathrin dilepaskan, meninggalkan vesikel yang tidak dilapisi. Protein mantel

31
dan dinamin kemudian didaur ulang ke membran plasma untuk membentuk vesikel baru,
sedangkan vesikel yang tidak dilapisi bebas untuk digunakan dengan endosom awal (Hardin,
et.al., 2012).

Gambar 28. Reseptor-mediated Endocytosis. Selama endositosis yang dimediasi reseptor, (1) molekul yang
akan diinternalisasi terikat pada reseptor spesifik pada permukaan membran plasma. (2) Kompleks reseptor-ligan
terakumulasi di lubang berlapis, dimana (3) invaginasi difasilitasi oleh protein adaptor, clathrin, dan dinamin
pada permukaan sitosolik membran. Hasilnya adalah (4) vesikel dilapisi internal yang dengan cepat (5)
kehilangan mantel clathrinnya. Vesikel yang tidak dilapisi sekarang bebas untuk (6) menyatu dengan membran
intraselular lainnya, biasanya selaput yang mengelilingi endosom awal, di mana bahan yang diinternalisasi
disortir. Nasib reseptor dan molekul yang tertelan bergantung pada sifat material. Vesikel transport sering (7a)
membawa material ke endosome akhir untuk pencernaan. Jalur alternatif termasuk (7b) daur ulang ke membran
plasma atau (7c) transportasi ke wilayah lain dari membran plasma dan eksositosis (disebut transitosis).
(Sumber : Hardin, et.al., 2012)

32
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan mengenai transport memran, maka dapat dikemukakan beberapa
kesimpulan sebagai berikut.
1. Komposisi komponen (senyawa atau molekul) pada sitosol atau inter seluler dan
eksoplasma atau eksterios sel sebagai berikut:
a. Ion K+ Interseluler > Ion K+ Ekstraseluler
b. Ion Na+ Interseluler < Ion Na+ Ekstraseluler
c. Ion Cl- Interseluler < Ion Cl- Ekstraseluler
d. Ion Ca2+ Interseluler < Ion Ca2+ Ekstraseluler
e. Ion Mg2+ Interseluler < Ion Mg2+ Ekstraseluler
f. Ion HCO3- Interseluler < Ion HCO3- Ekstraseluler

2. Macam dan mekanisme transport mikromolekul dibedakan menjadi Tranpor pasif (tanpa
energi) dan tranpor aktif (menggunakan energi). Transpor pasif berdasarkan kemampuan
difusinya dibagi lagi menjadi dua tipe yaitu difusi sederhana dan difusi terfasilitasi
(protein carrier dan protein channel). Untuk transpor aktif dibedakan menjadi transpor
aktif primen dan transpor aktif sekunder.
3. Macam dan mekanisme transport makromolekul dibedakan menjadi tiga macam yaitu
eksositosis, endositosis (fagositosis & pinosistosis) dan juga RME

3.2. Saran
Berbagai aplikasi transpor membran yang dijabarkan dalam makalah ini hanyalah salah
satu contoh yang terjadi pada metabolisme tubuh. Untuk mempelajari transpor membran lebih
dalam lagi, alangkah lebih baik jika dijabarkan aplikasi-aplikasi lain dalam tubuh selain yang
telah dijabarkan dalam makalah ini,

DAFTAR RUJUKAN

33
Albert, B dan Dennis B. 2008. Molecular Biology of The Cell 5th ed. USA: Garland science,
Taylor & Francis Group.
Champbell, N.A & Reece, J.B. 2010. BIOLOGI, Edisi 8 Jilid 1.Jakarta: Erlangga.

Campbell, et al. 2012. Biologi Jilid 3. Jakarta: Erlangga.

Campbell, N.A., Reece, J.B., Urry L.A, Cain, M.L,Wasserman S.A., Minorsky P.V., Jackson,
R.B. 2014. Campbell Biology Tenth Edition. Library of Congress Cataloging-in-
Publication Data

Hardin, W.M., J. ,Bertoni, G. & Kleinsmith, L.J. 2012. Beckers World of The Cell. San
Fransisco: Benyamin Cummings. 8th ed.

Lodish, H., Arnold B., S Lawrence Z., Paul M., David B., & James D. 2003. Molecular Cell
Biology(4th edition). New York: W. H. Freeman

34

Anda mungkin juga menyukai