Anda di halaman 1dari 23

REPLIKASI DNA, TRANSKRIPSI DNA & TRANSLASI RNA

1. Pengertian Replikasi

Replikasi merupakan peristiwa sintesis DNA (autokatalisis) karena DNA mampu

mensintesis diri sendiri. Replikasi DNA dapat terjadi dengan adanya sintesis rantai nukleotida

baru dari rantai nukleotida lama melalui proses menggunakan komplementasi pasangan basa

untuk menghasilkan suatu molekul DNA baru yang sama dengan molekul DNA lama, proses

yang terjadi tersebut dipengaruhi oleh enzim helikase, enzim polimerase, dan ligase (Necel,

2009).

Replikasi DNA bersifat semikonservatif, yaitu kedua untai tunggal DNA bertindak

sebagai cetakan untuk pembuatan untai-untai DNA baru; seluruh untai tunggal cetakan

dipertahankan dan untai yang baru dibuat dari nukleotida-nukleotida (Necel, 2009).

2. Komponen Penting dalam Replikasi

Replikasi bahan genetik ditentukan oleh beberapa komponen utama yaitu (Amir, dkk,

2010):

1. DNA cetakan, yaitu molekul DNA atau RNA yang akan direplikasi.
2. Molekul deoksiribonukleotida, yaitu dATP, dTTP, dCTP, dan dGTP. Deoksi ribonukleotida

terdiri atas tiga komponen yaitu basa purin atau pirimidin, gula 5-karbon (deoksiribosa) dan

gugus fosfat.
3. Enzim DNA polimerase, yaitu enzim utama yang mengkatalisis proses polimerisasi

nukleotida menjadi untaian DNA. Enzim DNA polimerase memiliki fungsi lain, yaitu

mengoreksi DNA yang baru terbentuk, membetulkan setiap kesalahan replikasi, dan

memperbaiki DNA yang rusak. Adanya fungsi tersebut menjadikan rangkaian nukleotida

DNA sangat stabil dan mutasi jarang terjadi (Desy, 2010).


4. Enzim primase, yaitu enzim yang mengkatalisis sintesis primer untuk memulai replikasi

DNA.
5. Enzim pembuka ikatan untaian induk, yaitu enzim helikase dan enzim girase.
6. Molekul protein yang menstabilkan untaian DNA yang sudah terbuka, yaitu protein SSB

(single strand binding protein).


7. Enzim DNA ligase, yaitu suatu enzim yang berfungsi untuk menyambung fragmen-fragmen

DNA

3. Model Replikasi

Gambar 1. Tiga kemungkinan terjadinya replikasi DNA (Pray, 2008)

Ada 3 cara terjadinya replikasi DNA dalam sel eukariot, yaitu (Desy, 2010):

1. Model konservatif, yaitu dua rantai DNA lama tetap tidak berubah, berfungsi sebagai

cetakan untuk dua rantai DNA baru. Replikasi ini mempertahankan molekul dari DNA lama

dan membuat molekul DNA baru (Desy, 2010). Pada replikasi konservatif seluruh tangga

berpilin DNA awal tetap dipertahankan dan akan mengarahkan pembentukan tangga berpilin

baru. Pada replikasi semikonservatif tangga berpilin mengalami pembukaan terlebih dahulu

sehingga kedua untai polinukleotida akan saling terpisah. Namun, masing-masing untai ini

tetap dipertahankan dan akan bertindak sebagai cetakan (template) bagi pembentukan untai

polinukleotida baru. Sementara itu, pada replikasi dispersif kedua untai polinukleotida

mengalami fragmentasi di sejumlah tempat. Kemudian, fragmen-fragmen polinukleotida yang


terbentuk akan menjadi cetakan bagi fragmen nukleotida baru sehingga fragmen lama dan

baru akan dijumpai berselang-seling di dalam tangga berpilin yang baru (Susanto, 2008).

2. Model semikonservatif, yaitu dua rantai DNA lama terpisah dan rantai baru disintesis dengan

prinsip komplementasi pada masing-masing rantai DNA lama. Akhirnya dihasilkan dua rantai

DNA baru yang masing-masing mengandung satu rantai cetakan molekul DNA lama dan satu

rantai baru hasil sintesis (Desy, 2010).

3. Model dispersif, yaitu beberapa bagian dari kedua rantai DNA lama digunakan sebagai

cetakan untuk sintesis rantai DNA baru. Oleh karena itu, hasil akhirnya diperoleh rantai DNA

lama dan baru yang tersebar pada rantai DNA lama dan baru. Replikasi ini menghasilkan dua

molekul DNA lama dan DNA baru yang saling berselang-seling pada setiap untai(Desy,

2010).

Hipotesis Watson –Crick mengusulkan bahwa tiap untaian sulur ganda DNA digunakan

sebagai suatu cetakan bagi replikasi DNA keturunan atau anak yang bersifat komplementer.

Dengan cara ini, dua dupleks keturunan molekul – molekul DNA yang sama dengan DNA induk

akan terbentuk, masing – masing mengandung satu untaian utuh dari DNA induk. Hipotesis ini

telah dibuktikan dalam percobaan yang cermat dilakukan oleh Matthew Meselson dan Franklin

Stahl pada tahun 1957. Mereka membutuhkan sel – sel E.coli selama beberapa generasi pada

medium dengan ammonium klorida (NH4Cl) digunakan sebagai sumber nitrogen satu – satunya

yang mengandung 15N, isotop nitrogen “berat”, sebagai ganti atom N yang biasa yaitu, isotop

yang banyak dijumpai 14N. Dengan demikian, sekuruh komponen nitrogen sel yang tumbuh pada
15
medium ini, termasuk bom pada DNA-nya menjadi sangat diperkaya oleh N. DNA yang

diisolasi dari sel menunjukkan densitas kira – kira 1% lebih berat daripada ( 14N) DNA

normalnya. Meskipun ini hanya merupakan perbedaan kecil, campuran DNA (15N) berat dan
(14N) ringan di dalam larutan sesium klorida pekat dapat dipisahkan dengan sentrifugasi. Sesium

klorida digunakan karena larutan molekul ini menunjukkan berat jenis yang mendekati DNA.

Bila suatu larutan CsCl disentrifugasi untuk waktu yang lama pada kecepatan tinggi, larutan

tersebut mencapai suatu keseimbangan dengan CsCl membentuk gradient densitas yang

berkesinambungan. Oleh karena gaya sedimentasi, konsentrasi CsCl pada dasar tabung lebih

tinggi dan karena itu, larutan menjadi lebih pekat daripada di bagian atas. Spesimen DNA yang

dilarutkan di dalam CsCl akan mencapai posisi keseimbangan pada tabung dimana densitasnya

akan setara dengan larutan CsCl. Karena ( 15N) DNA sedikit lebih pekat daripada ( 14N) DNA,

(15N) DNA akan mencapai posisi keseimbangan yang lebih rendah pada gradient CsCl daripada

(14N) DNA (Lehninger, et.al., 2005).

Meselson dan Stahl memindahkan sel – sel E.coli yang tumbuh pada media 15N, dimana

seluruh untaian DNA menjadi “berat”, ke dalam media segar dengan NH 4Cl yang mengandung

isotop 14N normal. Media segar menunjukkan sel – sel ini tumbuh dalam media 14
N sehingga

mencapai sebanyak dua kalinya. DNA kemudian diisolasi dari sel – sel dan densitasnya dianalisa

dengan prosedur pengendapan yang telah disebutkan di atas. DNA hanya membentuk suatu pita

tunggal pada gradient CsCl pada pertengahan densitas antara DNA “ringan” normal yang
14 15
mengandung N dan DNA “berat” dari pertumbuhan sel – sel, khusus pada N. Hal ini

merupakan hasil yang tepat diharapkan bila ulur pada DNA dari sel – sel keturunan mengandung

satu untaian 14N baru dan satu untaian 15N lama dari DNA induk, yang secara skematis dapat

dilihat pada gambar 2 (Lehninger, et.al., 2005).


Gambar 2. Hasil eksperimen Meselson dan Stahl untuk menentukan replikasi DNA yang terjadi

di alam (Pray, 2010)

Bila sel – sel dibiarkan meningkat lagi dua kali jumlah pada media 14N, DNA yang diisolasi

memperlihatkan dua pita, satu menunjukkan densitas yang setara dengan DNA ringan yang

normal dan lainnya menunjukkan densitas DNA baru yang terlihat setelah sel pertama jumlahnya

mejadi dua kali, Meselson dan Stahl dengan demikian tiba pada kesimpulan bahwa tiap dupleks

DNA keturunan pada dua generasi sel – sel mengandung satu untaian induk dan satu untaian

yang baru dibuat, tepat dengan pernyataan hipotesis Watson-Crick. Jenis replikasi ini disebut

semikonservatif, karena hanya satu untaian induk dipertahankan pada tiap DNA keturunan.

Pengamatan mereka dengan jelas meniadakan replikasi konservatif, dimana satu dupleks DNA

keturunan mempunyai dua untaian baru. Hal ini juga meniadakan suatu mekanisme dispersif
dimana tiap untaian keturunan DNA mengandung potongan pendek dari kedua induk dan DNA

baru yang bergabung bersama secara acak (Lehninger, et.al., 2005).

4. Mekanisme Dasar Replikasi DNA

Model replikasi DNA secara semikonservatif menunjukkan bahwa DNA anakan

terdiri atas pasangan untaian DNA induk dan untaian DNA hasil sintesis baru. Model ini

memberikan gambaran bahwa untaian DNA induk berperanan sebagai cetakan (template)

bagi pembentukan untaian DNA baru. Seperti diketahui, molekul DNA untai-ganda terdiri

atas dua untai molekur DNA yang berpasangan secara komplementer yaitu antara basa

nukleotida A dengan T, dan antara C dengan G. Oleh karena itu, proses replikasi DNA harus

diawali dengan pemutusan (denaturasi) ikatan antara untaian DNA yang satu dengan untaian

komplementernya. Hal ini dimaksudkan agar masing-masing untaian DNA tersebut dapat

bertindak sebagai cetakan, sebab proses pemasangan nukleotida-nukleotida baru dengan

cetakannya akan terhalangi jika kedua untai itu masih berada dalam keadaan berikatan.

Dengan demikian, salah satu bagian yang sangat penting dalam proses replikasi DNA adalah

denaturasi antara untaian DNA yang satu dengan untaian komplementernya.

Denaturasi yang terjadi pada saat awal replikasi DNA adalah proses enzimatis. Oleh

karena molekul DNA adalah biomolekul yang sangat vital bagi jasad, maka denaturasi DNA

terjadi secara parsial dan bertahap. Denaturasi awal terjadi pada bagian DNA yang dikenal

sebagai ori (origin of replication) atau titik awal replikasi. lkatan hidrogen antara A-T dan C-

G akan terputus dan diikuti dengan pembukaan untaian DNA. Untaian DNA membuka

membentuk struktur yang disebut sebagai garpu replikasi (replicotion fork). Garpu replikasi

akan bergerak sehingga molekul DNA induk membuka secara bertahap. Masing-masing
untaian DNA induk yang sudah terpisah satu sama lain berfungsi sebagai cetakan untuk

penempelan nukleotida-nukleotida yang akan menyusun molekul DNA baru. Nukleotida-

nukleotida baru akan dipolimerisasi menjadi untaian DNA baru dengan urutan sesuai dengan

urutan cetakan DNA komplemennya. Basa nukleotida A dipasangkan dengan basa T yang ada

pada cetakannya, sedangkan basa C dipasangkan dengan basa G. Oleh karena itu, untaian

DNA baru yang terbentuk merupakan komplemen untaian DNA induk. Proses polimerisasi

nukleotida terjadi pada kedua untaian DNA cetakan sehingga pada akhir satu kali putaran

replikasi akan dihasilkan dua molekur DNA baru yang identik. Masing-masing molekul DNA

untai-ganda yang terbentuk terdiri atas untai DNA induk dan untai DNA baru hasil

polimerisasi selama proses replikasi. Dalam putaran replikasi berikutnya akan terjadi proses

yang serupa sehingga DNA anakan menjadi DNA induk untuk replikasi berikutnya.

5. Tahapan Replikasi

Proses replikasi dalam molekul DNA dimulai pada suatu titik yang disebut dengan Origin

of Replication (Ori). Pada titik ini, DNA akan membentuk seperti gelembung kecil, dimana

ikatan hidrogen antara basa-basa terputus dan pasangan basanya terpisah. Heliks mulai membuka

uliran (Ma, et.al., 1998).

Tahapan replikasi DNA pada sel eukariot adalah sebagai berikut (Anonymous1, 2011):

1. Inisiasi dalam proses replikasi DNA terjadi adalah pemutusan ikatan hidrogen antara basa-

basa nitrogen dari dua untai yang antiparalel. Pemutusan ikatan tersebut terjadi pada rantai

yang kaya akan ikatan A-T. Hal tersebut dikarenakan ikatan antara adenin dan timin yang

hanya merupakan ikatan rangkap dua, sedangkan pada ikatan antara sitosin dan guanin adalah

ikatan rangkap tiga. Helikase adalah enzim yang berfungsi untuk membuka untai ganda DNA.
Titik awal dimana terjadinya splitting disebut sebagai origin of replication. Struktur yang

dihasilkan disebut dengan replication fork.

Gambar 3. Tahap pemutusan ikatan hydrogen pada basa – basa nitrogen

2. Salah satu hal penting dalam tahapan replikasi DNA adalah pengikatan primase RNA pada

titik awal rantai induk 3’-5’. Primase RNA dapat menarik nukleotida RNA yang berikatan

dengan nukleotida DNA dari untai 3’-5’ dikarenakan ikatan hidrogen antar basanya.

Nukleotida RNA adalah primer (starter) untuk ikatan nukleotida DNA.

Gambar 4. Tahap pembentukan RNA primer

3. Tahapan elongasi berbeda untuk cetakan 5’-3’ dan 3’-5’, yaitu:


a. Cetakan 5’-3’
Cetakan 5’-3’ disebut sebagai leading strand karena DNA polimerase α dapat membaca

cetakan dan secara kontinu menambah nukleotida (komplemen dari cetakan nukleotida,

sebagai contoh adenin berlawanan dengan timin).

b. Cetakan 3’-5’

Cetakan 3’-5’ tidak dapat dibaca dengan DNA polimerase α. Replikasi dari cetakan ini

rumit dan DNA barunya disebut lagging strand. Pada lagging strand RNA primase

menambah lebih banyak RNA primer. DNA polimerase α membaca cetakan. Jarak antara

dua RNA primer disebut sebagai fragmen Okazaki.

Gambar 5. Tahap pembentukan leading strand dan lagging strand


Gambar 6. Fragmen Okazaki

RNA primer penting untuk DNA polimerase α berikatan dengan nukleotida pada bagian ujung

3’. Untai baru dielongasi dengan mengikat lebih banyak DNA nukleotida.

4. Pada lagging strand DNA Polimerase I - eksonuklease membaca fragmen dan memindahkan

RNA Primer. Jarak didekatkan dengan adanya pengaruh DNA polymerase (menambahkan

nukleotida komplementer pada jarak tersebut) dan DNA ligase (menambahkan fosfat pada gap

antara fosfat dan gula).

Gambar 7. Tahap pembacaan fragmen oleh DNA polimerase I-eksonuklease

5. Langkah terakhir dari tahapan replikasi DNA adalah terminasi. Tahapan ini terjadi ketika

DNA polymerase mencapai titik akhir untai. Kita dapat dengan mudah memahami bahwa

pada akhir tahapan lagging strand, ketika RNA primer dipindahkan tidak mungkin bagi DNA

polimerase untuk mengisi kekosongan tersebut (karena tidak ada primer). Sehingga, ujung

dari untai induk dimana primer terakhir tidak direplikasi. Ujung dari DNA linear terdiri dari

DNA noncoding yang berulang – ulang dan disebut telomere. Sebagai hasilnya, bagian dari

telomere dipindahkan pada tiap siklus replikasi DNA.


6. Replikasi DNA tidak sempurna sebelum terjadi mekanisme perbaikan terhadap kesalahan-

kesalahan yang mungkin terjadi selama replikasi. Enzim seperti nuklease akan memindahkan

nukleotida yang salah dan DNA polimerase akan mengisi kekosongan (gap) tersebut.
Gambar 8. DNA hasil replikasi

5.1. Pembentukan leading strand

Pada replikasi DNA, untaian pengawal (leading strand) ialah untaian DNA yang disintesis

dengan arah 5'→3' secara berkesinambungan. Pada untaian ini, DNA polimerase mampu

membentuk DNA menggunakan ujung 3'-OH bebas dari sebuah primer RNA dan sintesis DNA

berlangsung secara berkesinambungan, searah dengan arah pergerakan garpu replikasi (Necel,

2009).

5.2. Pembentukan lagging strand

Lagging strand ialah untaian DNA yang terletak pada sisi yang berseberangan dengan

leading strand pada garpu replikasi. Untaian ini disintesis dalam segmen-segmen yang disebut

fragmen Okazaki. Pada untaian ini, primase membentuk primer RNA. DNA polimerase dengan

demikian dapat menggunakan gugus OH 3' bebas pada primer RNA tersebut untuk mensintesis

DNA dengan arah 5'→3'. Fragmen primer RNA tersebut lalu disingkirkan (misalnya dengan

RNase H dan DNA Polimerase I) dan deoksiribonukleotida baru ditambahkan untuk mengisi

celah yang tadinya ditempati oleh RNA. DNA ligase lalu menyambungkan fragmen-fragmen

Okazaki tersebut sehingga sintesis lagging strand menjadi lengkap (Necel, 2009).

5.3. Garpu replikasi


Garpu replikasi atau cabang replikasi (replication fork) ialah struktur yang terbentuk

ketika DNA bereplikasi. Garpu replikasi ini dibentuk akibat enzim helikase yang memutus

ikatan-ikatan hidrogen yang menyatukan kedua untaian DNA, membuat terbukanya untaian

ganda tersebut menjadi dua cabang yang masing-masing terdiri dari sebuah untaian tunggal

DNA. Masing-masing cabang tersebut menjadi "cetakan" untuk pembentukan dua untaian DNA

baru berdasarkan urutan nukleotida komplementernya. DNA polimerase membentuk untaian

DNA baru dengan memperpanjang oligonukleotida (RNA) yang dibentuk oleh enzim primase

dan disebut primer (Necel, 2009).

DNA polimerase membentuk untaian DNA baru dengan menambahkan nukleotida dalam

hal ini, deoksiribonukleotida ke ujung 3'-hidroksil bebas nukleotida rantai DNA yang sedang

tumbuh. Dengan kata lain, rantai DNA baru (DNA "anak") disintesis dari arah 5'→3', sedangkan

DNA polimerase bergerak pada DNA "induk" dengan arah 3'→5'. Namun demikian, salah satu

untaian DNA induk pada garpu replikasi berorientasi 3'→5', sementara untaian lainnya

berorientasi 5'→3', dan helikase bergerak membuka untaian rangkap DNA dengan arah 5'→3'.

Oleh karena itu, replikasi harus berlangsung pada kedua arah berlawanan tersebut (Necel, 2009).

6. Replikasi DNA pada Sel Eukariot

Pada eukariot, proses replikasi DNA adalah sama dengan replikasi dari bakteri atau DNA

prokariotik dengan beberapa modifikasi kecil. Pada eukariot, molekul DNA lebih besar daripada

di prokariot dan tidak melingkar, juga banyak tempat untuk memulai replikasi (Anonymous2,

2011).

Pada eukariot replikasi DNA hanya terjadi pada fase S di dalam interfase. Untuk

memasuki fase S diperlukan regulasi oleh sistem protein kompleks yang disebut siklin dan

kinase tergantung siklin atau cyclin-dependent protein kinases (CDKs), yang akan diaktivasi oleh
sinyal pertumbuhan yang mencapai permukaan sel. Beberapa CDKs akan melakukan fosforilasi

dan mengaktifkan protein-protein yang diperlukan untuk inisiasi pada masing-masing ORI.

Berhubung dengan kompleksitas struktur kromatin, fork replikasi pada eukariot bergerak hanya

dengan kecepatan 50 pb tiap detik. Sebelum melakukan penyalinan, DNA harus dilepaskan dari

nukleosom pada fork replikasi sehingga gerakan fork replikasi akan diperlambat menjadi sekitar

50 pb tiap detik. Dengan kecepatan seperti ini diperlukan waktu sekitar 30 hari untuk menyalin

molekul DNA kromosom pada kebanyakan mamalia. Sederetan sekuens tandem yang terdiri dari

20 hingga 50 replikon mengalami inisiasi secara bersamaan pada waktu tertentu selama fase S.

Deretan yang mengalami inisiasi paling awal adalah eukromatin, sedangkan deretan yang agak

lambat adalah heterokromatin (Susanto, 2008).

DNA sentromir dan telomir bereplikasi paling lambat. Pola semacam ini mencerminkan

aksesibilitas struktur kromatin yang berbeda-beda terhadap faktor inisiasi. Seperti halnya pada

prokariot, satu atau beberapa DNA helikase dan SSB yang disebut dengan protein replikasi A

atau replication protein A (RP-A) diperlukan untuk memisahkan kedua untai DNA (Susanto,

2008).

Proses replikasi DNA eukariot sama dengan replikasi DNA prokariotik kecuali untuk

aspek-aspek dibawah ini (Anonymous3, 2011):

1. DNA eukariot mempunyai beberapa tempat “Origin Of Replication”, maka beberapa replikasi

fork menghasilkan banyak gelembung sepanjang DNA. Replikasi fork dibentuk pada urutan

mereplikasi secara otonom (ARS) yang mengandung 11 bp dikenal dengan origin replication

element (ORE).
2. Polimerase DNA α dan β adalah enzim-enzim replikasi DNA dalam sel eukariotik. Polimerase

DNA α mempunyai aktivitas polimerase 5' 3 ' dan sintesis primer pada lagging strand

kemudian diperpanjang dengan multisubunit DNA polymerase. Polimerase DNA δ


mengoreksi aktivitas eksonuklease 3’5’ dan melaksanakan keduanya dan sintesis lagging

strand dalam suatu kompleks bakteri dimer DNA polimerase III. ε polimerase DNA

menghilangkan fragmen utama dari Okazaki pada Lagging strand. Polimerase DNA γ

bertanggung jawab untuk replikasi DNA mt.


3. Telomere, struktur di ujung kromosom eukariotik linear, terdiri dari banyak salinan tandem

urutan oligonukleotida pendek dengan TxGy dalam satu untai dan CyAx di untai

komplementer, di mana x dan y biasanya dalam rentang 1 sampai 4. Telomerase mengandung

RNA yang berfungsi sebagai template untuk sintesis untai TxGy dari telomer. Komponen

protein dari telomerase bertindak sebagai reverse transkripsi selular untuk sintesis RNA dan

DNA. Setelah perpanjangan untai TxGy oleh telomerase, pelengkap untai CyAx disintesis

oleh DNA polimerase selular, dimulai dengan sebuah primer RNA.


7. Replikasi DNA pada Sel Prokariot

Suatu kromosom mengandung satu molekul DNA yang biasanya sangat besar, misalnya

beberapa kromosom bakteri tersusun oleh sebanyak 4 x 106 pasang basa. Selain itu dalam banyak

hal, DNA berbentuk tertutup atau struktur lingkar. Beberapa kromosom bakteri berbentuk linier.

Hanya sedikit diketahui mengenai kromosom bakteri linier (Ngili, 2010).

Dari penelitian genetika telah diketahui bahwa inisiasi replikasi terjadi pada sisi tertentu

yang disebut sisi inisiasi atau origin of the chromosome (ori C). Urutan nukleotida dalam daerah

ini mengikat pada berbagai protein untuk menginisiasi kedua garpu (Ngili, 2010).

Replikasi kromosom bakteri bisa dibagi ke dalam tiga tahap: inisiasi, elongasi, dan

terminasi. Inisiasi yakni pembentukan garpu-garpu replikasi pada molekul awal. Elongasi

menggambarkan perkembangan garpu-garpu ini mengelilingi kromosom, serentak dengan

sintesis DNA atau pertumbuhan rantai. Terminasi yakni penggabungan garpu-garpu yang saling
mendekati, menghasilkan dua kromosom sempurna yang dapat berpisah satu sama lain (Ngili,

2010).

Replikasi kromosom bakteri sepanjang 5.000 kb memakan waktu sekitar 40 menit dan

terjadi dalam seluruh siklus pembelahan bakteri. Maka, setiap garpu mereplikasikan sekitar 50

kb DNA per menit. (Dalam sel eukariot, replikasi DNA terbatas pada bagian siklus pembelahan

sel mitosis yang disebut fase S, yang bisa berlangsung selama beberapa jam). Laju replikasi

DNA dikoordinasikan dengan laju pembelahan sel. Maka, kultur bakteri yang tumbuh dalam

medium kaya akan memiliki waktu pembentukan yang pendek dan harus menjalankan replikasi

kromosom lebih cepat daripada yang ditumbuhkan dalam medium miskin dimana

pembentukannya mungkin tiga sampai empat kali lebih lama (Ngili, 2010).

Seperti diketahui, replikasi suatu replikon bisa dibagi ke dalam tiga tahap yakni inisiasi,

elongasi, dan terminasi. Selama fase elongasi, pertumbuhan rantai DNA berlangsung pada garpy

replikasi. Ini adalah tahap yang bagus untuk meneliti beberapa enzim penting dan protein lain

yang terlibat dalam replikasi. Proses seperti ini yang terjadi dalam bakteri E.coli adalah yang

paling dipahami, dan bermanfaat sebagai prototipe untuk sistem lain. Beberapa enzim dan

protein terlibat didalamnya (Ngili, 2010).

Enzim yang bertanggung jawab untuk sintesis rantai DNA baru pada garpu replikasi

yakni enzim DNA polimerase. Enzim ini memakai untai DNA tunggal yang terbuka gulungannya

sebagai templat. Terdapat tiga macam DNA polimerase dalam E.coli, yakni DNA polimerase I,II,

dan III. DNA polimerase I adalah yang paling melimpah, dan DNA polimerase III adalah yang

paling sedikit. Kedua enzim ini mempunyai peran penting dalam keseluruhan proses replikasi

DNA. Peranan polimerase II belum diketahui dengan jelas (Ngili, 2010).


Fase elongasi dari replikasi DNA dalam bakteri tampak melibatkan banyak enzim dan

protein, yang sebagian bergabung dengan kompleks fungsional terpisah seperti holoenzim DNA

polimerase III. Inisiasi replikasi juga menggunakan beberapa protein, dan mutasi pada gennya

sangat membantu dalam mengidentifikasi protein-protein ini (Ngili, 2010).

Mutasi yang mempengaruhi replikasi disebut mutasi DNA. Banyak mutasi yang telah

diidentifikasi pada E.coli mengkode untuk berbagai protein yang berkaitan dengan pertumbuhan

rantai DNA pada garpu replikasi. Sebagai contoh, gen dnaG mengode untuk primase (protein

Dna G). Namun sebagian mengkode protein dengan melibatkan inisiasi siklus replikasi pada ori

C. Contoh untuk gen seperti ini misalnya dnaA, B dan C (Ngili, 2010).

Replikasi DNA kromosom prokariot, khususnya bakteri, sangat berkaitan dengan siklus

pertumbuhannya. Daerah ori pada E. coli, misalnya, berisi empat buah tempat pengikatan protein

inisiator DnaA, yang masing-masing panjangnya 9 pb. Sintesis protein DnaA ini sejalan dengan

laju pertumbuhan bakteri sehingga inisiasi replikasi juga sejalan dengan laju pertumbuhan

bakteri. Pada laju pertumbuhan sel yang sangat tinggi, DNA kromosom prokariot dapat

mengalami reinisiasi replikasi pada dua ori yang baru terbentuk, sebelum putaran replikasi yang

pertama berakhir. Akibatnya, sel-sel hasil pembelahan akan menerima kromosom yang sebagian

telah bereplikasi (Ngili, 2010).

Protein DnaA membentuk struktur kompleks yang terdiri atas 30 hingga 40 buah

molekul, yang masing-masing akan terikat pada molekul ATP. Daerah ori akan mengelilingi

kompleks DnaA-ATP tersebut. Proses ini memerlukan kondisi superkoiling negatif DNA (pilinan

kedua untai DNA berbalik arah sehingga terbuka). Superkoiling negatif akan menyebabkan

pembukaan tiga sekuens repetitif sepanjang 13 pb yang kaya dengan AT sehingga

memungkinkan terjadinya pengikatan protein DnaB, yang merupakan enzim helikase, yaitu
enzim yang akan menggunakan energi ATP hasil hidrolisis untuk bergerak di sepanjang kedua

untai DNA dan memisahkannya (Ngili, 2010).

Untai DNA tunggal hasil pemisahan oleh helikase selanjutnya diselubungi oleh protein

pengikat untai tunggal atau single-stranded binding protein (SSB) untuk melindungi DNA untai

tunggal dari kerusakan fisik dan mencegah renaturasi. Enzim DNA primase kemudian akan

menempel pada DNA dan menyintesis RNA primer yang pendek untuk memulai atau

menginisiasi sintesis pada untai pengarah. Agar replikasi dapat terus berjalan menjauhi ori,

diperlukan enzim helikase selain DnaB. Hal ini karena pembukaan heliks akan diikuti oleh

pembentukan putaran baru berupa superkoiling positif. Superkoiling negatif yang terjadi secara

alami ternyata tidak cukup untuk mengimbanginya sehingga diperlukan enzim lain, yaitu

topoisomerase tipe II yang disebut dengan DNA girase. Enzim DNA girase ini merupakan target

serangan antibiotik sehingga pemberian antibiotik dapat mencegah berlanjutnya replikasi DNA

bakteri (Ngili, 2010).

Seperti telah dijelaskan di atas, replikasi DNA terjadi baik pada untai pengarah maupun

pada untai tertinggal. Pada untai tertinggal suatu kompleks yang disebut primosom akan

menyintesis sejumlah RNA primer dengan interval 1.000 hingga 2.000 basa. Primosom terdiri

atas helikase DNA B dan DNA primase (Ngili, 2010).

Primer baik pada untai pengarah maupun pada untai tertinggal akan mengalami elongasi

dengan bantuan holoenzim DNA polimerase III. Kompleks multisubunit ini merupakan dimer,

separuh akan bekerja pada untai pengarah dan separuh lainnya bekerja pada untai tertinggal.

Dengan demikian, sintesis pada kedua untai akan berjalan dengan kecepatan yang sama.Masing-

masing bagian dimer pada kedua untai tersebut terdiri atas subunit a, yang mempunyai fungsi

polimerase sesungguhnya, dan subunit e, yang mempunyai fungsi penyuntingan berupa


eksonuklease 3’–5’. Selain itu, terdapat subunit b yang menempelkan polimerase pada DNA

(Ngili, 2010).

Begitu primer pada untai tertinggal dielongasi oleh DNA polimerase III, mereka akan

segera dibuang dan celah yang ditimbulkan oleh hilangnya primer tersebut diisi oleh DNA

polimerase I, yang mempunyai aktivitas polimerase 5’– 3’, eksonuklease 5’ – 3’, dan

eksonuklease penyuntingan 3’ – 5’. Eksonuklease 5’-3’ membuang primer, sedangkan polimerase

akan mengisi celah yang ditimbulkan. Akhirnya, fragmen-fragmen Okazaki akan dipersatukan

oleh enzim DNA ligase. Secara in vivo, dimer holoenzim DNA polimerase III dan primosom

diyakini membentuk kompleks berukuran besar yang disebut dengan replisom. Dengan adanya

replisom sintesis DNA akan berlangsung dengan kecepatan 900 pb tiap detik (Ngili, 2010).

Kedua garpu replikasi akan bertemu kira-kira pada posisi 180°C dari ori. Di sekitar

daerah ini terdapat sejumlah terminator yang akan menghentikan gerakan garpu replikasi.

Terminator tersebut antara lain berupa produk gen tus, suatu inhibitor bagi helikase DnaB. Ketika

replikasi selesai, kedua lingkaran hasil replikasi masih menyatu. Pemisahan dilakukan oleh

enzim topoisomerase IV. Masing-masing lingkaran hasil replikasi kemudian disegregasikan ke

dalam kedua sel hasil pembelahan (Ngili, 2010).

8. Perbedaan Replikasi DNA pada Sel Eukariot dan Prokariot

EUKARIOT PROKARIOT
Replikasi DNA terjadi di nukleus Replikasi DNA terjadi di nukleus
Replikasi DNA terjadi pada fase S (fase Replikasi terjadi pada semua fase dalam siklus

sintesis) dalam fase interfase pada siklus sel sel


Terdapat 5 macam DNA polimerisasi yang Terdapat 3 macam DNA polimerisasi yang

terlibat dalam proses replikasi terlibat dalam proses replikasi


Terdapat banyak titik awal replikasi (ori) Titik awal replikasi (ori) lebih sedikit dibanding

eukariot
Pergerakan garpu replikasi pada replikasi Pergerakan garpu replikasi pada replikasi

eukariot bergerak lebih lambat prokariot bergerak lebih cepat dibanding pada

eukariot
Selanjutnya gelembung replikasi akan Replikasi terjadi kedua arah. Selanjutnya

bertemu, dan sintesis DNA anak selesai gelembung replikasi akan bertemu, dan sintesis

DNA anak selesai

Tabel 1. Perbedaan Replikasi DNA pada Sel Eukariot dan Prokariot (Amir, dkk., 2010)
8. Transkripsi

Transkripsi DNA merupakan proses pembentukan RNA dari DNA sebagai cetakan. Proses

transkripsi menghasilkan mRNA, rRNA dan tRNA. Pembentukan RNA dilakukan oleh enzim

RNA polymerase. Proses transkripsi terdiri dari 3 tahap yaitu :

1. Inisiasi : enzim RNA polymerase menyalin gen, sehingga pengikatan RNA polymerase

terjadi pada tempat tertentu yaitu tepat didepan gen yang akan ditranskripsi. Tempat

pertemuan antara gen (DNA) dengan RNA polymerase disebut promoter. Kemudian

RNA polymerase membuka double heliks DNA. Salah satu utas DNA berfungsi sebagai

cetakan. Nukleotida promoter pada eukariot adalah 5′-GNNCAATCT-3′ dan 5′- TATAAAT-3′.

Simbul N menunjukkan nukleotida (bisa berupa A, T, G, C). Pada prokariot, urutan promotornya

adalah 5′-TTGACA-3′ dan 5′-TATAAT-3′.

2. Elongasi : Enzim RNA polymerase bergerak sepanjang molekul DNA, membuka double

heliks dan merangkai ribonukleotida ke ujung 3′ dari RNA yang sedang tumbuh.

3. Terminasi : terjadi pada tempat tertentu. Proses terminasi transkripsi ditandai dengan

terdisosiasinya enzim RNA polymerase dari DNA dan RNA dilepaskan. mRNA pada

eukariota mengalami modifikasi sebelum ditranslasi, sedangkan pada prokariota misalnya

pada bakteri, mRNA merupakan transkripsi akhir gen. mRNA yang baru ditranskrip

ujung 5′nya adalah pppNpN, dimana N adalah komponen basa-gula nukleotida, p adalah

fosfat. mRNA yang masak memiliki struktur 7mGpppNpN, dimana 7mG adalah

nukleotida yang membawa 7 metil guanine yang ditambahkan setelah transkripsi. Pada

ujung 3′ terdapat pNpNpA(pA)npA. Ekor poli A ini ditambahkan berkat bantuan

polymerase poli (A). tetapi mRNA yang menyandikan histon, tidak memiliki poli A.
Hasil transkripsi merupakan hasil yang memiliki intron (segmen DNA yang tidak

menyandikan informasi biologi) dan harus dihilangkan, serta memiliki ekson yaitu ruas yang

membawa informasi biologis. Intron dihilangkan melalui proses yang disebut splicing. Proses

splicing terjadi di nukleus.

Splicing dimulai dengan terjadinya pemutusan pada ujung 5′, selanjutnya ujung 5′ yang

bebas menempelkan diri pada suatu tempat pada intron dan membentuk struktur seperti laso

yang terjadi karena ikatan 5′-2′fosfodiester. Selanjutnya tempat pemotongan pada ujung 3

terputus sehingga dua buah ekson menjadi bersatu. rRNA dan tRNA merupakan hasil akhir dari

proses transkripsi, sedangkan mRNA akan mengalami translasi.

tRNA adalah molekul adaptor yang membaca urutan nukleotida pada mRNA dan

mengubahnya menjadi asam amino. Struktur molekul tRNA adalah seperti daun semanggi yang

terdiri dari 5 komponen yaitu

1. Lengan aseptor: merupakan tempat menempelnya asam amino,

2. Lengan D atau DHU: terdapat dihidrourasil pirimidin,

3. Lengan antikodon: memiliki antikodon yang basanya komplementer dengan basa pada

mRNA

4. Lengan tambahan

5. Lengan TUU: mengandung T, U dan C

9. Translasi RNA

Pada prokariota yang terdiri dari satu ruang, proses transkripsi dan translasi terjadi

bersama-sama. Translasi merupakan proses penerjemahan kodon-kodon pada mRNA menjadi


polipeptida. Dalam proses translasi, kode genetik merupakan aturan yang penting. Dalam kode

genetik, urutan nukleotida mRNA dibawa dalam gugus tiga – tiga. Setiap gugus tiga disebut

kodon. Dalam translasi, kodon dikenali oleh lengan antikodon yang terdapat pada tRNA.

Mekanisme translasi adalah:

1. Inisiasi. Proses ini dimulai dari menempelnya ribosom sub unit kecil ke mRNA.

Penempelan terjadi pada tempat tertentu yaitu pada 5′-AGGAGGU-3′, sedang pada

eukariot terjadi pada struktur tudung (7mGpppNpN). Selanjutnya ribosom bergeser ke

arah 3′ sampai bertemu dengan kodon AUG. Kodon ini menjadi kodon awal. Asam

amino yang dibawa oleh tRNA awal adalah metionin. Metionin adalah asam amino yang

disandi oleh AUG. pada bakteri, metionin diubah menjadi Nformil metionin. Struktur

gabungan antara mRNA, ribosom sub unit kecil dan tRNA-Nformil metionin disebut

kompleks inisiasi. Pada eukariot, kompleks inisiasi terbentuk dengan cara yang lebih

rumit yang melibatkan banyak protein initiation factor.

2. Elongation. Tahap selanjutnya adalah penempelan sub unit besar pada sub unit kecil

menghasilkan dua tempat yang terpisah . Tempat pertama adalah tempat P (peptidil)

yang ditempati oleh tRNA-Nformil metionin. Tempat kedua adalah tempat A

(aminoasil) yang terletak pada kodon ke dua dan kosong. Proses elongasi terjadi saat

tRNA dengan antikodon dan asam amino yang tepat masuk ke tempat A. Akibatnya

kedua tempat di ribosom terisi, lalu terjadi ikatan peptide antara kedua asam amino.

Ikatan tRNA dengan Nformil metionin lalu lepas, sehingga kedua asam amino yang

berangkai berada pada tempat A. Ribosom kemudian bergeser sehingga asam amino-

asam amino-tRNA berada pada tempat P dan tempat A menjadi kosong. Selanjutnya
tRNA dengan antikodon yang tepat dengan kodon ketiga akan masuk ke tempat A, dan

proses berlanjut seperti sebelumnya.

3. Terminasi. Proses translasi akan berhenti bila tempat A bertemu kodon akhir yaitu UAA,

UAG, UGA. Kodon-kodon ini tidak memiliki tRNA yang membawa antikodon yang

sesuai. Selanjutnya masuklah release factor (RF) ke tempat A dan melepaska rantai

polipeptida yang terbentuk dari tRNA yang terakhir. Kemudian ribosom berubah menjadi

sub unit kecil dan besar.

Anda mungkin juga menyukai